Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak
persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan,
tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah
kesehatan masyarakat karena memberi dampak pada kesakitan dan kematian
ibu. Sebagaimana diketahui penyebab kematian ibu yang utama adalah
perdarahan, infeksi dan eklampsia.(9,10)
Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi
tidak aman, 70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8
kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi
tidak aman) dintaranya bahkan terjadi di negara berkembang.(9,10)
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi,
artinya 43 kasus/100 kelahiran hidup pada sensus tahun 2000. Angka tersebut
memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.
Suatu hal yang dapat kita tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru
banyak terjadi di negara-negara dimana aborsi dilarang keras oleh undang-
undang.(9,10)

1
BAB II
LAPORAN KASUS
II.I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Su
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Makassar/ Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta - Pedagang
Alamat : Balumbungan, Bontonompo
Tanggal Pemeriksaan : 23/06/2019
Nomor RM : 265561

II.II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama:
Keluar darah dari jalan lahir
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
 Keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Darah keluar sedikit-sedikit berwarna merah kehitaman disertai
gumpalan darah, frekuensi 1 sampai 2 kali ganti pembalut dalam 2
hari. Pasien mengaku pernah mengeluarkan gumpalan darah seperti
daging dengan mata dari jalan lahir sebelumnya. Keluhan disertai
dengan nyeri perut bagian bawah.
 Pasien mengatakan sudah tidak haid sejak akhir bulan maret 2019.
Pasien melakukan pemeriksaan pack test urin dan mendapatkan hasil
positif. Akan tetapi belum memeriksakan diri ke dokter atau bidan.
Dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan atau vitamin
sebelumnya.

2
 Pasien mengaku tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya. Akan
tetapi pasien mengaku, setiap harinya selalu mengangkat barang-
barang berat karena berprofesi sebagai pedagang. Tapi tidak ada
keluhan nyeri perut atau keluar darah pada saat itu.
 Riwayat berhubungan dengan suami disangkal, riwayat keputihan
disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Tekanan darah tinggi, gula, jantung, asma, dan alergi disangkal
D. Riwayat Keluhan Yang Sama Dalam Keluarga :
Kakak kandung pasien juga mengalami abortus pada kehamilan
pertamanya. Pada kehamilan kedua, kakak kandung pasien melahirkan
dengan normal di bidan, anak sehat, dan cukup bulan.
E. Riwayat Haid :
HPHT : 26/03/2019
TP : 31/12/2019
Usia Kehamilan : 12 minggu 5 hari
ANC : tidak pernah dilakukan
Menarche : umur 13 tahun
Siklus : 24-30 hari
Lama Haid : 5-7 hari, teratur
Ganti pembalut : 2-3 kali sehari
Nyeri haid :-
F. Riwayat Persalinan
2019, Kehamilan sekarang
G. Riwayat Pernikahan
Pertama kali dengan suami sekarang yang berusia 28 tahun, sudah
menikah 1 tahun.
H. Riwayat Kontrasepsi
Tidak pernah.

3
I. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien saat ini tinggal dengan suaminya. Pasien adalah seorang ibu
pedagang barang campuran dan suami pasien bekerja sebagai pegawai
negeri sipil di kantor. Biaya hidup sehari-hari diperoleh dari keuntungan
berdagang dan gaji yang didapat suami pasien. Pasien mengaku tidak
pernah mengonsumsi alkohol maupun merokok. Akan tetapi, suami
pasien sering merokok saat di rumah sekitar 5-8 batang per hari.
J. Riwayat Operasi
Tidak ada riwayat operasi sebelumnya.

II.III. PEMERIKSAAN FISIK (Status vitalis dan generalis)


- Keadaan umum : Sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tanda Vital :
o Tekanan darah : 100/60 mmHg
o Nadi : 82 x/menit
o Suhu : 37,1º C
o Frekuansi pernafasan : 20 x/menit
- Kepala : Normocephal
- Telinga, Hidung, Tenggorok : Dalam batas normal
- Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
- Gigi : Dalam batas normal
- Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
- Thoraks dan abdomen : Dalam batas normal,
Mammae: Hiperpigmentasi Areola
- Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
CRT: < 2 detik

4
II.IV. PEMERIKSAAN FISIK TAMBAHAN (Obstetric dan Ginekologis)
Status Obstetric
- Abdomen : Soepel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-)
- Leopold I : TFU tidak teraba
- Leopold II : Tidak dilakukan
- Leopold III : Tidak dilakukan
- Leopold IV : Tidak dilakukan
- Tanda Chadwick : (+)
Status Ginekologis
- Inspeksi : Massa (-)
- Periksa dalam vagina: Vulva: tidak ada kelainan, Vagina: tidak ada
kelainan
Portio: lunak, nyeri goyang portio (-)
OUE/OUI: terbuka/ terbuka, teraba jaringan
Uterus: anteflexi, Ukuran sesuai usia kehamilan,
lebih besar dari buah pir, ukuran ± 9x5 cm
Cavum douglas : tidak menonjol
Pelepasan: darah (+), lendir (+), air (-)
II.V. DIAGNOSA KERJA
Abortus Inkomplit

II.VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Darah Lengkap (23/06/2019)
Hemoglobin : 14.2 g/dl
Hematokrit : 41.8 %
Red Blood Cell : 4.79 x106/mm³
Leukosit : 14.110 /mm³
Trombosit : 308.000 /mm³

5
MCV : 87.3 fL
MCH : 29.6 pg
MCHC : 39.9 fL
CT : 7’30”
BT : 1’30”

II.VII. PENATALAKASANAAN
A. Farmakoterapi
- IVFD RL 28 tpm
- Bila nyeri perut: Ketorolac 1 amp/ IV
B. Operatif
- Kuretase

II.IX. PROGNOSIS
Qua ad Visam : Bonam
Qua ad Sanam : Bonam
Qua ad Cometicam : Bonam
Qua ad Vitam : Bonam

II.X. LAPORAN OPERASI


- Ibu dibaringkan di meja operasi dengan posisi litotomi dengan infus
terpasang dengan baik. Dilakukan pengosongan kandung kemih dan vulva
hygiene lalu dilakukan pemasangan doek steril kecuali lapangan operasi.
- Dilakukan pemasangan sims spekula atas dan bawah
- Dilakukan pemasangan tenakulum gigi satu pada arah jam 11
- Kemudian sinus spekulum atas dilepaskan
- Dilakukan sondase didapatkan uterus antefleksi panjang 10 cm
- Dilakukan pengambilan sisa jaringan dengan abortic tang

6
- Dilakukan kuretase dengan sendok kuret tajam dari arah jam 12 hingga
terdengar suara kerokan kelapa dan ada buih darah
- Tenakulum dilepas dan sims spekulo bawah dilepas
- Evaluasi perdarahan
- Keadaan umum ibu post kuret: stabil
- Didapatkan sisa jaringan sebesar ± 100 cc dan stoll cell ± 30 cc
- Rencana post kuretase:
Awasi vital sign dan tanda-tanda perdarahan
Cek darah lengkap 2 jam post kuretase, jika Hb ≤8 gr/dl, transfusi sesuai
kebutuhan.
- Terapi:
 IVFD RL 20 tpm
 Amoxycilin 3x1 tab
 SF 1x1 tab
 Methylergometrin 3x1 tab
 Aff infus bila cairan habis dan keadaan umum baik

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.I. DEFENISI
Abortus adalah ancaman dan atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin berkembang sepenuhnya dan dapat hidup di luar kandungan dan sebagai
ukuran digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram. (1,3,4,5)
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus
dan menurut gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus
spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa
menggunakan tindakan apa-apa sedangkan abortus provokatus adalah abortus
yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.(6)
Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau
abortus therapeutica dan abortus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus
yang terjadi adalah karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan
dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Abortus
kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara
sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.(6)
Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:
a) Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion)
dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.(5)
b) Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang mengancam
dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri masih tertutup atau
telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.(5)
c) Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil
konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau
plasenta.(5)

8
d) Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah
keluar (desidua atau fetus), sehingga rongga rahim kosong.(5)
e) Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi
hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6
minggu atau lebih.(5)
f) Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus
tiga kali berturut-turut atau lebih.(5)
g) Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi
genital.(5)
h) Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat
dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah
atau peritonium.(5)

III.II. ETIOLOGI
III.II.I. Faktor Genetik
Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian
besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio. Data ini
berdasarkan pada 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan
kelainan sitogenetik yang berupa aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian
nondisjuction meiosis atau poliploidi dari fertilas abnormal dan separuh dari
abortus kerana kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi
autosom.(3)
Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi
ovum normal oleh 2 sperma (dispermi). Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia. Trisomi (30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab
terbanyak abortus spontan diikuti dengan sindroma Turner (20-25%) dan
Sindroma Down atau trisomi 21 yang sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir.

9
Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam
bentuk tetraploidi dan triploid dapat dihubungkan dengan abortus absolut. (3)
Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan
sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu
memandangkan kelainan struktur kromoson pada pria berdampak pada
rendahnya konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor lainnya yang bisa
mengurangi peluang kehamilan.(3)
Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses
impantasi dan mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yang berakibat
pada kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Gangguan
genetik seperti Sindroma Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan
pseusoxantoma elasticum merupakan gangguan jaringan ikat yang bisa berakibat
abortus. Kelainan hematologik seperti pada penderita sickle cell anemia,
disfibronogemi, defisiensi faktor XIII mengakibatkan abortus dengan
mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.(3)
III.II.II. Faktor Anatomi
Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik
terutamanya abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan
anomali uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus kerana kelainan
anatomik uterus adalah septum uterus akibat daripada kelainan duktus Mulleri
(40-80%), dan uterus bicornis atau uterus unicornis (10-30%). Mioma uteri juga
bisa mengakibatkan abortus berulang dan infertilitas akibat dari gangguan
passage dan kontraktilitas uterus. Sindroma Asherman bisa mengakibatkan
abortus dengan mengganggu tempat impalntasi serta pasokan darah pada
permukaan endometrium. Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan
aliran darah endometrium dapat juga berpengaruh. Selain itu, kelainan yang
didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis
mengakibatkan komplikasi anomali pada uterus dan dapat mengakibatkan
abortus.(3,6)

10
Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat
meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan. Pada kelainan ini,
dilatasi serviks yang “silent” dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu.
Wanita dengan serviks inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan
yaitu 2cm atau lebih dengan memperlihatkan gejala yang minimal. Apabila
dilatasi mencapai 4 cm atau lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan
pecahnya membran amnion akan terjadi dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi
dalam rahim. Faktor-faktor yang mengakibatkan serviks inkompeten adalah
kehamilan berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan
pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.(1)
Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada
metoda yang bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten
namun, setelah 14-16 minggu, USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi
segmen uterus bahagian bawah dan serviks untuk melihat pendataran dan
pemendekan abnormal serviks yang sesuai dengan inkompeten serviks.(1)
III.II.III. Faktor Endokrin
Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada
koordinasi sistem pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung
pada sistem humoral secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon
setelah konsepsi terutamanya kadar progesteron sangat penting dalam
mengantisipasi abortus.(3)
Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada
trimester yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi
janin. IDDM dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk
abortus.(3)
Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas endometrium
terhadap implantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah diketahui dapat
mengakibatkan abortus terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana
trofoblast harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan.

11
Pengangkatan korpus luteum pada usia 7 minggu akan berakibat abortus dan jika
diberikan progesteron pada pada pasien ini, maka kehamilan dapat
diselamatkan.(3)
Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang, didapatkan
17% kejadian defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada fase luteal. Namum
pada saat ini, masih blum ada metode yang bisa terpercaya untuk mendiagnosa
kelainan ini.(3)
Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan
kehamilan. Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada
mukosa uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses
implantasi, proses migrasi trofoblas, dan mencegah invasi yang berlebihan pada
jaringan ibu. Di sini interaksi antara trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit
pada mukosa uterus berperan penting di mana sebahagian besar leukosit adalah
large granular cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B. Sel NK dijumpai
dalam jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar
progesteron. Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi peningkatan
sel NK untuk membunuh sel target dengan sedikit atau tiada ekspresi HLA.
Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel NK kerana sifatnya yang
cepat menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya invasi optimal untuk plasentasi
yang optimal oleh trofoblas extravillous. Maka, gangguan pada sistem ini akan
berpengaruh pada kelangsungan kehamilan.(3)
Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik
ovarium dapat merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu
balans humoral yang penting pada kelangsungan kehamilan.(6)
III.II.IV. Faktor Infeksi
Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian
abortus. Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan
sitokin yang berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta. Infeksi janin

12
yang bisa berakibat kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk
bertahan hidup.(3)
Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.3 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia
bawah yang bisa mengganggu proses implantasi. Amnionitis oleh kuman gram
positif dan gram negatif juga bisa mengakibatkan abortus.3 Infeki virus pada
kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan genetik dan anatomik embrio
misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan varisella
zoster.(3)
Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada
kejadian abortus
- Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma
urealitikum, mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.
- Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.
- Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.
- Spirokaeta: treponema pallidum.(3)
III.II.V. Faktor imunologi
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). ApA adalah
antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE. Peluang
terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah 75%.
Menurut penelitian, sebagian besar abortus berhubungan dengan adanya aPA
yang merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari
phosfolipid. Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada
preemklamsia, IUGR, dan prematuritas. Dari international consensus workshop
pada tahun 1998, klasifikasi APS adalah: (3)
- Trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau
kapiler yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi).

13
- Komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas,
tanpa kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian
janin di mana gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan
prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan
preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta yang berat).
- Kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau
tinggi pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau
sama dengan 6 minggu).
- Antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan CT,
kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan plasma
platlet normal dan adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan
fosfolipid).(3)
aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih
dari 33% pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang,
ditemukan infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi
vaskular.(3)
X.III.VI. Faktor trauma
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus
yang yang diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi
maternoplasental, dan infeksi. Namun secara statistik, hanya sedikit insiden
abortus yang disebabkan karena trauma.(1)
X.III.V. Faktor nutrisi dan lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat,
bahan kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus. Faktor-
faktor yang terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah
merokok, alkohol dan kafein. (6)
Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus euploid.
Pada wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko abortus adalah 2
kali lipat dari risiko pada wanita yang tidak merokok. Rokok mengandung ratusan

14
unsur toksik antara lain nikotin yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurukan
pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat mamacu neurotoksin. Meminum
alkohol pada 8 minggu pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus
spontan dan anomali fetus. Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada wanita
yang mengkonsumsi alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-
tiap hari dibandingkan dengan wanita yang tidak minum.(1,6)
Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg
caffiene satu hari dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka yang
meminum lebih dari ini, risikonya meningkat secara linier dengan tiap jumlah
tambahan gelas kopi. Pada penelitian lain, wanita hamil yang mempunyai level
paraxantine (metabolit kafine), risiko abortus spontan adalah 2 kali lipat daripada
kontrol.(1)
X.III.VI. Faktor kontrasepsi berencana
Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan
jeli kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus. Namun, jika pada
kontrasepsi yang menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk mencegah
kehamilan, risiko aborsi khususnya aborsi septik akan meningkat dengan
signifikan.(1)

III.IV. PATOFISIOLOGI
Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti
dengan nekrosis jaringan disekitar perdarahan. Jika terjadi lebih awal, maka
ovum akan tertinggal dan mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakhir
dengan ekpulsi karena dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. Apabila
kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan fetus maserasi yang kecil atau tidak
adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut blighted ovum.(1)
Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika
fetus yang tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps,
abdomen dipenuhi dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi

15
organ internal. Kulit akan tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang
sangat minimal. Bisa juga apabila cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress
dan mengalami desikasi, yang akan membentuk fetus compressus. Kadang-
kadang, fetus boleh juga menjadi sangat kering dan dikompres sehingga
menyerupai kertas yang disebut fetus papyraceous.(1)
Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya,
karena vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada
kehamilan 8-14 minggu, vili korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian
keluar dan sebagian lagi akan tertinggal. Perdarahan yang banyak terjadi karena
hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi
miometrium.(6)
III.V. DIAGNOSIS
III.V.I Anamnesis
3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut
bagian bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke
punggung, bokong dan perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang
tidak tinggi. Gejala ini terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi
yang masih tertingal di dalam rahim. Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada
masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT. Perdarahan pervaginam dapat
tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar juga
ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau
seperti anggur. Rasa sakit atau keram bawah perut biasanya di daerah atas
simpisis.(6,7)
Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan
darah tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan
riwayat infeksi traktus genitalis harus diperhatikan. Riwayat kepergian ke tempat
endemik malaria dan pengambilan narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas
dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.(7)

16
III.V.II Pemeriksaan Fisik
Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit. Palpasi abdomen
dapat memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan
pemeriksaan bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi,
dan konsistensinya. Pada pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan spekulum
keadaan serviks dapat dinilai samaada terbuka atau tertutup, ditemukan atau
tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat menonjol keluar, atau
didapatkan di liang vagina.(4)
Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah
ini:
Perdarahan Serviks Uterus Gejala dan tanda Diagnosis
Sesuai
Kram perut bawah, Abortus
Bercak Tertutup dengan usia
uterus lunak immines
sedikit gestasi
hingga Lebih kecil Sedikit/tanpa nyeri
Tertutup/ Abortus
sedang dari usia perut bawah,riwayat
terbuka komplit
gestasi ekspulsi hasil konsepsi
Kram atau nyeri perut
Abortus
bawah, belum terjadi
insipien
Sesuai ekspulsi hasil konsepsi
Terbuka/
dengan usia Kram atau nyeri perut
Tertutup
kehamilan bawah, ekspulsi Abortus
Sedang
sebahagian hasil inkomplit
sehingga
konsepsi
masif
Mual/muntah, kram
Lunak dan
perut bawah, sindroma
lebih besar
Terbuka mirip PEB, tidak ada Abortus mola
dari usia
janin, keluar jaringan
gestasi
seperti anggur

17
III.V.III. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit,
waktu bekuan, waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan USG
ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi dalam uterus.6

III.VI. DIAGNOSIS BANDING


- Kehamilan ektopik tertanggu
- Perdarahan anovular pada wanita yang tidak hamil
- Abortus molahidatidosa

III.VII. PENATALAKSANAAN
III.VII.I. Abortus Imminens
Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring
total dan pasien dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun
hubungan seksual. Jika terjadi perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan
seperti biasa dan penilaian lanjutan dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada
kasus yang perdarahan terus berlansung, kondisi janin dinilai dan konfirmasi
kemungkinan adanya penyebab lain dilakukan dengan segera. Pada perdarahan
berlanjut khususnya pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, harus
dicurigai kehamilan ganda atau mola.(4)
III.VII.II. Abortus insipiens
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan
dengan aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka,
Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan.
Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan
dengan segera.(4)
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi
ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit
oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat)

18
dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.(4)
III.VII.III. Abortus inkomplit
Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16
minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan
berhenti, Ergometrin 0,2 mg IV atau misoprostol 400 mcg per oral diberikan.(4)
Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan
kurang dari 16 minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual.
Evakuasi vakum tajam hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum manual
(AVM). Jika evakuasi belum dapat dilakukan dengan segera, Ergometrin 0,2mg
IM atau Misoprostol 400 mcg per oral dapat diberikan.(4)
Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan
dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes per
menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol 200mcg
pervaginam diberikan setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Hasil
konsepsi yang tertinggal dalam uterus segera dievakuasi.(4)
III.VII.IV. Abortus komplit
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk
melihat adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah
penanganan tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus
600mg/ hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi
darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan pascakeguguran dan
pemantauan lanjut jika perlu.(3)
III.VII.V. Abortus septik/infeksius
Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan
keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi
sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan
cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan

19
Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x1gram ditambah gentamisin 2x80mg dan
metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan hasil kultur.(3)
Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik
minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan,
uterus harus dilindungi dengan uterotonik untuk mengelakkan komplikasi.
Antibiotik harus dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2
hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang
lebih sesuai dah kuat. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus
diberikan dan irigasi kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida
H2O2. Histerektomi harus dibuat secepatnya jika indikasi.(3)
III.VII.VI. Pemantauan pascaabortus
Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan
hal yang biasa terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan
yang diketahui secara klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan
berikutnya adalah cerah kecuali jika terdapat sepsis atau adanya penyebab
abortus yang dapat mempunyai efek samping pada kehamilan berikut.(4)
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya
setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali
bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat
atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien
dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami kram demam yang
memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih
berat. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan
kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat persetujuan
tindakan.(4)

III.VIII. KOMPLIKASI
III.VIII.I. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan

20
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan
sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi
cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati.(6)
III.VIII.II. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus
kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada
uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan
syok hemoragik.(6)
III.VIII.III. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis
sevikalis sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan
segera.(6)
III.VIII.IV. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.
paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada
lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium
sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi
terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi
menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.(6)
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap
infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci
anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium
perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae,

21
Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial
berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.(6)
III.VIII.V. Efek anesthesia
Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi
yang berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok
sering digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang
tidak disengaja pada paraservikal blok akan mengakibatkan komplikasi fatal
seperti konvulsi, cardiopulmonary arrest dan kematian.(7)
III.VIII.VI. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)
Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester
perlu curiga DIC. Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.(7)

III.IX PROGNOSIS
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus
yang rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita
keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan
kehamilan sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah
pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada
wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.(6)

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Ny. Su, 29 tahun, G1P0A0, datang ke IGD RSUD Haji Kota Makassar
dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 1 hari yang lalu. Darah yang
keluar berwarna merah kehitaman disertai gumpalan darah, dan disertai
gumpalan daging. Pasien juga merasakan nyeri perut bagian bawah. Pasien ini
memiliki riwayat mengangkat barang berat dan riwayat keluarga pernah
mengalami abortus. Suami pasien juga sering merokok saat berada di rumah.
Status vitalis dalam batas normal. Status generalisata menunjukkan
hiperpigmentasi mammae yang merupakan perubahan fisiologis saat hamil. Pada
pemeriksaan obstetrik, dijumpai abdomen seopel, nyeri tekan tidak dijumpai,
TFU tidak teraba, dan terdapat perdarahan pervaginam. Pada pemeriksaan VT
dijumpai V/V: tak/tak, Portio: Lunak, nyeri goyang portio (-), OUE/OUI: terbuka/
terbuka, teraba jaringan, Uterus: anteflexi, sesuai usia kehamilan, Cavum
douglas: tidak menonjol, Pelepasan: darah (+), lendir (+), air (-). Pasien
didiagnosis dengan abortus inkomplit. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah
kuretase.
Berdasarkan tinjauan pustaka, faktor resiko yang berperan hingga
mencetuskan terjadinya abortus pada laporan kasus adalah faktor trauma,
faktor lingkungan, dan faktor genetik. Faktor trauma dikarenakan pasien
merupakan pedagang dengan aktivitas berat yang bisa menyebabkan gangguan
sirkulasi maternoplasental. Faktor lingkungan disebabkan karena suami pasien
adalah perokok aktif, dimana rokok mengandung ratusan unsur toksik antara lain
nikotin yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta dan karbon monoksida yang juga menurukan pasokan oksigen ibu
dan janin yang dapat mamacu neurotoksin. Faktor genetik bisa saja didapatkan
karena ada riwayat abortus yang pernah dialami oleh kakak kandung, akan tetapi

23
faktor genetik masih membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan
jenis kelainan genetik yang dialami oleh pasien.
Berdasarkan tinjauan pustaka, dalam mendiagnosis abortus didapatkan 3
gejala utama (postabortion triad) abortus yaitu nyeri di perut bagian bawah
terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung, bokong dan
perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi. Ketiga gejala
tersebut didapatkan pada anamnesis dari laporan kasus dimana pasien masuk
dengan keluhan utama keluar darah dari jalan lahir, disertai nyeri perut bagian
bawah, serta pada pemeriksaan fisik didapatakan suhu pasien 37,10C, demam
yang tidak terlalu tinggi. Selain itu, pada anamnesis perlu ditanyakan adanya
amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT. Perdarahan
pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan
yang keluar juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau
tidak atau seperti anggur. Pada pasien, HPHT di dapatkan 26/03/2019, aminore
sudah terjadi selama 12 minggu 5 hari, peck test urine positif, dan sudah ada
riwayat pengeluaran hasil janin sebelumnya. Sehingga anamnesis yang
didapatkan menunjukkan pasien dalam keadaan gravid dan mengarah ke
diagnosis abortus.
Pemeriksaan fisis yang penting pada abortus adalah menentukan jenis
abortus berdasarkan jumlah perdarahan, keadaan serviks dan uterus. Didapatkan
pada pemeriksaan dalam vagina, portio teraba lunak, OUE: terbuka/ terbuka, dan
terbaba jaringan. Uterus didapatkan anteflexi, ukuran sesuai usia kehamilan kira
kira lebih besar dari buah pir ( ± 9x5 cm) dan sudah ada pelepasan darah dan
lendir. Didapatkannya pelepasan darah, serviks yang lunak dan terbuka, ukuran
uterus yang sesuai dengan usia kehamilan, dan adanya ekspulsi sebagian hasil
konsepsi pada pemeriksaan fisik menunjukkan diagnosis dari abortus inkomplit.
Sehingga dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada laporan kasus
menunjukkan diagnosis Abortus Inkomplit. Pemeriksaan penunjang berupa darah

24
rutin, CT, dan BT hanya dibututuhkan untuk menyingkirkan diferensial diagnosis
pasien. Berupa abortus septik atau adanya kelainan hematologis pada pasien.
Penatalaksaanaan yang diberikan berupa kuretase sesuai dengan tinjauan
pustaka. Pada pasien abortus inkomplit dengan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual. Evakuasi kuret
tajam hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum manual (AVM).
Pada laporan kasus, prognosis pasien adalah bonam karena komplikasi
abortus yang menjadi morbiditas dan mortalitas tertinggi pada wanita hamil
yaitu: perdarahan hebat dan tanda infeksi/ sepsis tidak dipaatkan pada pasien.
Selain itu, perencanaan kehamilan bagi wanita dengan riwayat abortus seperti
pada laporan kasus adalah bonam karena keguguran dengan etiologi yang tidak
diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %. 77 % angka
kelahiran hidup pada pemeriksaan aktivitas jantung janin pada usia kehamilan 5
sampai 6 minggu yang rutin.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William Obstetrics,
22nd edition. Mc-Graw Hill, 2005
2. McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis
and treatment, 2009 edition, Mc Graw Hill, 2008
3. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu
Kandungan, edisi 2008
4. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2006 Hal M9-M17
5. Standard Pelayanan Medis Ilmu Kebidanan dan Kandungan, RS Efarina
Etaham, 2008, ms 33-35
6. Abortus Incomplete. Available at
http://www.jevuska.com/2007/04/11/abortus-inkomplit , accessed on
July 29, 2014
7. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview ,accessed on
July 29, 2014
8. Gaufberg F, Abortion Septic, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/795439-overview ,accessed on
July 29, 2014
9. Kontroversi Seputar Aborsi, available at http :
//www.kesrepro.info.gendervaw/Mei/ 2003/gendervaw 02. htm,
accessed on July 29, 2014
10. Aborsi dan Hak Atas Pelayanan Kesehatan, available at http :
//www.theceli.com/opik/Aborsi.htm, accessed on July 29, 2014

26

Anda mungkin juga menyukai