Disusun oleh :
Kelompok 1A
SURABAYA
2019
TERAPI AKTIVITAS BERFOKUS PADA PERILAKU KEKERASAN
I. Latar Belakang
Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di Ruang Gelatik RSJ Menur sebagian
besar klien memiliki riwayat melakukan perilaku kekerasan dan beresiko melakukan
perilaku kekerasan. Oleh karena itu, perawat akan melakukan “Terapi Aktivitas
Kelompok Perilaku Kekerasan (TAK PK)” agar Klien tidak menciderai diri sendiri
maupun orang lain.
II. Landasan Teori
A. Perilaku kekerasan
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol
(Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2017)
2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang di
ekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan
dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut
freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu
tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau
objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan
tindakan agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping
yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola
pertahanan atau koping.
b. Faktor soosial budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977)
dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi,
dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa
internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk
mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif
mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku
agresif. Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks
hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya,
mengangkat ekornya, mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk
emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus
temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif:
serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap
Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat
marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan
perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu
rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian
pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan
sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau
diremehkan.” Rentang respon kemarahan individu dimulai
dari respon normal (asertif) sampai pada respon yang tidak
normal (maladaptif).
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak
baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada
objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap
berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat
menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk
bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain
tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau
bayang-bayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini
data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang
kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan
klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar
masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal
(regimen terapeutik inefektif).
B. Terapi Aktivitas Kelompok
1. Pengertian
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama ( Stuart & Laraia, 2001).
Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani
sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan,
ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini akan mempengaruhi
dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik
yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama. Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensoris, terapi
aktivitas kelompok sosialisasi dan terapi aktivitas kelompok orientasi realitas
(Yosep, 2013).
TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan adalah terapi yang menggunakan
aktivitas sebagai latihan mempresepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan tiap sesi.
Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulasi dalam
kehidupan menjadi adaptif Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
2. Tujuan
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain
serta mengubah prtilaku ynag destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada
konstribusi dari setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling membantu
satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan
laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik,
serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa memiliki
diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi
kelompok adalah membuat sadar diri peningkatan hubungan interpersonal, membuat
perubahan, atau ketiganya.
Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi sensoris,
orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas kelompok dibagi empat yaitu
terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok
stimulasi sensori, terapi aktivitas terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi
aktivitas kelompok sosialisasi.
3. Macam Macam TAK Stimulasi Persepsi
b. Tak stimulasi persepsi : mengenal prilaku kekerasan yang biasa di lakukan
A. Tujuan :
1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya.
2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala
marah).
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan).
4. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan
B. Setting :
1. Terapis dan klien dapat duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
C. Alat :
1. Papan tulis / flipchart/ whiteboard
2. Kapur/ spidol
3. Buku catatan dan pulpen
4. Jadwal kegiatan klien
D. Pengorganisasian :
1. Leader
2. Co-leader
3. Observer
4. Fasilitator
A. Metode :
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/ simulasi
B. Langkah kegiatan :
1. Persiapan
a. Kontrak dengan pasien terlebih dahulu
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapis memakai papan nama
b. Evaluasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan: penyebab, tanda gejala,
perilaku kekerasan, serta akibatnya.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
2) Menjelaskan aturan main berikut
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.
Lama kegiatan 45 menit
Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan penyebab marah.
1. Tanyakan pengalaman tiap klien
2. Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh penyebab
marah sebelum perilaku kekerasan terjadi.
1. Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan gejala)
2. Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien (verbal, merusak
lingkungan, mencederai/memukul orang lain, memukul diri sendiri)
1. Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah.
2. Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.
d. Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling sering
dilakukan untuk diperagakan
e. Melakukan bermain peran/ simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak
berbahaya (terapis sebagai sumber penyebab dan klien yang melakukan perilaku
kekerasan).
f. Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran /simulasi.
g. Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan
1. Tanyakan akibat perilaku kekerasan.
2. Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.
h. Memberikan reinforcement pada peran serta klien.
i. Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua klien terlibat.
j. Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan dan akibat
perilaku kekerasan.
k. Menanyakan kesediaan klien untuk memepelajari cara baru yang sehat
menghadapi kemarahan.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Menanyakan ulang cara baru yang sehat untuk mencegah PK
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari jika menghadapi
stimulus penyebab PK
2) Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari.
3) Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi sosial yang
asertif.
2) Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampun yang diharapkan
adalah 1 mengenal perilaku kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut.
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab perilaku
kekerasan, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat
perilaku kekerasan, serta mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas
dalam. Beri tanda (+) jika mampu dan beri tanda (-) jika tidak mampu.
Sesi 2: TAK
Simulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara fisik
No. Nama Klien Mempraktikkan cara fisik 1 Mempraktikkan cara fisik 2
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikkan dua cara fisik untuk
mencegah perilaku kekerasan. Beri tanda (√) jika klienmampu dan tanda (-) jika klien
tidak mampu.
Daftar Pustaka
Farida Kusumawati, dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yusuf. Ahmad. dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta; Salemba Medika