Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Untuk mengantisipasi masuknya teknologi Positron Emission Tomography–Scan
(PETScan) di Indonesia, adalah sangat penting bagi Badan Pengawas untukmelakukan beberapa
pengkajian. Seperti diketahui, PETScanmerupakan teknik noninvasive yang memanfaatkan zat
radioaktif untuk mendapatkan informasi medik mengenaiorgan atau jaringan untuk keperluan
diagnosis. Dengan demikian, prinsip kerja, keselamatandan mutu adalah aspek-aspekutama yang
perlu dipertimbangkan dalam rangkapengembangan pengawasan Badan Pengawas atas teknik
diagnosis mutakhir dalamkedokteran nuklir ini. (Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))
Pada tahun 1970an, PET hanya digunakan sebatas alat penelitian. Kemudian, pada tahun
1980an teknologi PET mengalami perkembangan, yang ditandai dengan perubahan dari sistem
koinsidensi digital ke sistem pencitraan tiga dimensi. Meskipun penyebarannya belum luas, PET
mulai digunakan sebagai metode pencitraan medik di rumah sakit. Dengan mulai digunakannya
bahan detektor baru yang lebih sensitif, pada akhir tahun 1990an teknologi PET semakin
berkembang dengan pesat. Pada tahun 2000, untuk pertama kalinya PET/CTScan diperkenalkan.
Studi menunjukan bahwa perkembangan teknologi PET ini mendukung diagnosis yang lebih
tepat, mutu hasil pencitraan yang lebih baik dan mempersingkat waktu pengobatan. (Kartiko,
Yerridan Reno, A(2009))
Makalah ini menyajikan pengetahuan dasar teknologi PET, antara lain mengenai prinsip
kerja, aplikasi, keuntungan dan risiko, keterbatasan, keselamatan radiasi, perkembangan
teknologi dan peralatan khusus PET, serta unjuk kerja. Metode dalam penyusunan makalah ini
adalah dengan melakukan pengkajian pustaka. Diharapkan makalah ini dapat menjadi masukan
dalam pengembangan pengawasan BAPETEN dalam bidang kedokteran nuklir. (Kartiko,
Yerridan Reno, A(2009))

1.2. Rumusan Masalah


Dalam penjabaran dalam makalah ini, penulis memfokuskan pada topik bahasan
yangdisebutkan pada sistematika penyajian makalah.
1.3. Tujuan Khusus

1
Memahami prinsip kerja PET/CT
Tujuan Umum
1. Memahami prinsip kerja PET/CT
2. Mengetahui batasan dan bahaya pemakaian PET/CT
3. Memahami faktor-faktor kesalahan suatu hasil scan PET/CT
4. Menginterpretasikan data PET/CT

1.4. Manfaat

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Sejarah PET/CT


Sejarah kedokteran nuklir kaya dengan kontribusi dari para ilmuwan berbakat di
seluruhdisiplin ilmu yang berbeda dalam fisika, kimia, teknik, dan kedokteran. Sifat
multidisiplin Kedokteran Nuklir membuat sulit bagi sejarawan medis untuk menentukan
tanggal lahir Kedokteran Nuklir. Ini mungkin dapat menjadi yang terbaik ditempatkan di
antara penemuan radioaktivitas buatan pada tahun 1934 dan produksi radionuklida oleh
Oak Ridge National Laboratory untuk menggunakan obat terkait, pada tahun
1946.(Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))
Banyak sejarawan menganggap penemuan radioisotop buatan yang dihasilkan
oleh Frédéric Joliot-Curie dan Irène Joliot-Curie pada tahun 1934 sebagai tonggak paling
signifikan dalam Kedokteran Nuklir. Meskipun, penggunaan awal dari I-131 dikhususkan
untuk terapi kanker tiroid, penggunaannya kemudian diperluas untuk mencakup
pencitraan kelenjar tiroid, kuantifikasi fungsi tiroid, dan terapi untuk
hipertiroidisme.Meluasnya penggunaan klinis Kedokteran Nuklir dimulai pada awal
1950-an, sebagai pengetahuan diperluas tentang radionuklida, deteksi radioaktivitas, dan
menggunakan radionuklida tertentu untuk melacak proses-proses biokimia. (Kartiko,
Yerridan Reno, A(2009))
Dalam tahun-tahun Kedokteran Nuklir, pertumbuhan adalah fenomenal.
Masyarakat Pada tahun 1960, Masyarakat mulai penerbitan Jurnal Kedokteran Nuklir,
jurnal ilmiah terkemuka untuk disiplin di Amerika. Kedokteran Nuklir dibentuk pada
tahun 1954 di Spokane, Washington, Amerika Serikat. Ada sebuah kebingungan
penelitian dan pengembangan baru dan radiofarmasi radionuklida untuk digunakan
dengan perangkat pencitraan dan untuk in-vitro. (Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))
Di antara banyak radionuklida yang ditemukan untuk medis digunakan, tidak ada
yang sama pentingnya dengan penemuan dan pengembangan Technetium-99m. Ini
pertama kali ditemukan pada tahun 1937 oleh C. Perrier dan E. Segre sebagai unsur

3
buatan untuk mengisi ruang nomor 43 dalam Tabel Periodik. (Kartiko, Yerridan Reno,
A(2009))
Pada 1980-an, radiofarmasi dirancang untuk digunakan dalam diagnosis penyakit
jantung. Perkembangan tomografi emisi foton tunggal, sekitar waktu yang sama,
menyebabkan rekonstruksi tiga dimensi dari jantung dan pembentukan bidang Kardiologi
Nuklir. Perkembangan lebih baru dalam Kedokteran Nuklir meliputi penemuan positron
emisi tomografi pertama pemindai (PET). Konsep tomografi emisi dan transmisi,
kemudian berkembang menjadi emisi photon tunggal computed tomography (SPECT),
diperkenalkan oleh David E. Kuhl dan Roy Edwards di akhir 1950-an. Pekerjaan mereka
mengarah pada desain dan konstruksi instrumen tomografi beberapa di University of
Pennsylvania. Teknik pencitraan tomografi telah dikembangkan lebih lanjut di
Washington University School of Medicine. (Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))
Ditemukan oleh Dr Ron Nutt dan Dr David Townsend, penemuan scanner
bernama PET/CT pada tahun 2000 oleh majalah Time. Pada tahun 2001, PET/CT
menjadi nama produk dalam setahun oleh Frost dan Sullivan. (Kartiko, Yerridan Reno,
A(2009))

2.2. Definisi PET/CT


PET/CT adalah modalitas yang menggabungkan Positron Emission Tomography
(PET) dengan x-ray Computed Tomography (CT) dalam satu perangkat, sehingga
pencitraan dari keduanya dapat diambil secara berurutan dan hasilnya dapat digabungkan
dalam satu gambar. (Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))
PET/CT adalah alat diagnostik imaging medis yang paling canggih di dunia saat
ini, adalah satu-satunya teknologi yang menggunakan cara anatomi untuk melakukan
pemeriksaan imaging terhadap fungsi, metabolisme dan reseptor tubuh, dapat mendeteksi
dengan tepat tanpa melukai tubuh, berkemampuan diferensiasi dan sensitif yang tinggi
untuk memeriksa keberadaan lesi kanker yang kecil sekalipun dan deteksi dini kanker
pada stadium awal, tingkat kecermatan diagnosis mencapai di atas 90%. Pemeriksaan
PET/CT mempunyai peran penting untuk penentuan rancangan pengobatan selanjutnya.
(Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))

4
2.3. Prinsip Kerja PET/CT
PET bekerja berdasarkan fenomena anilihilasi dari partikel positron (β+) yang bertemu
dengan partikel beta/elektron (β). Positron yang dipancarkan suatu radionuklida yang digunakan
dalam PET bergerak melewati jaringan tubuh, mendisipasikan energy kinetiknya, menangkap
elektron kemudian membentuk atom positronium. Pada peristiwa ini dihasilkan 2 foton, yang
masing-masing berenergi 511 keV, hampir collinear, dan bergerak berlawanan arah 180º.

.
Gambar1.Peristiwa anihilasi dalam PET

Untuk pemeriksaan PET, digunakan radionuklida yang berumur paro (T1/2) pendek. Hal
ini merupakan prinsip keselamatan yang paling awal. Zat radioaktif tersebut dicampur dengan
molekul aktif metabolik (air, glukosa atau ammonia), kemudian disuntikan ke dalam tubuh
pasien, biasanya melalui bagian tangan. Setelah disuntik, tubuh pasien didiamkan selama selang
waktu (waiting period) tertentu, sekitar 3090 menit, yang diperlukan agar radionuklida mencapai
dan terdeposit (uptake) secaramerata pada organ yang dituju, untuk akhirnya menghasilkan
foton-foton anihilasi. Setelah itu tubuh pasien ditempatkan dalam pemindai citra (imaging
scanner). (Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))

5
Gambar2. Tubuh pasien ditempatkan pada imaging scanner

Peralatan pemindai citra ini terdiri atas deretan detektor sintilasi, yang disusun
sedemikian rupa seperti terlihat padaGambar3. Sistem ini akan mendeteksi foton-fotonhasil
anihilasi yang selalu terpancar saling berlawanan arah atau dengan sudut 180º, sehingga
memudahkan untuk menentukan letak sumbernya. Sumber foton berada pada garis lintasan
foton-foton ini.

Gambar3. Peralatan Pemindai Citra


Setelah jumlah data foton terkumpul cukup sesuai dengan rentang waktu yang ditentukan,
yaitu sekitar 3045menit, data akan dikoreksi dengan efisiensi detektor, waktumati sistem,

6
koinsidensi random, penyebaran, penyerapan dan ketakseragaman pencuplikan. Kemudian
computer akan mengkonversi dan merekonstruksi dengan filteredbackprojection atau dengan
cara aljabar. Hasil konversi dan rekonstruksi ini diolah secara statistika dan ditampilkan sebagai
gambar atau peta organ. Proyeksi tiga dimensi dihasilkan dari berbagai sudut yang berbeda.
Tampilan tiga dimensi lebih memudahkan untuk mendiagnosis abnormalitas organ. Perbedaan
warna atau tingkat kecerahan pada gambar PET menunjukan tingkat fungsi organ atau jaringan
yang dimaksud. Kemudian radionuklida yang ada dalam tubuh pasien secara metabolisme akan
disekresikan ke luar tubuh dalam selang waktu antara 6 sampai dengan 24 jam. (Kartiko,
Yerridan Reno, A(2009))
2.4.AplikasiKlinik Pemeriksaan PET/CT
a. Bidang Onkologi
PETScan yang menggunakan radionuklida F18 (fluorodeoxyglucose/FDG, FDGPET)
telah banyak digunakan dalam bidang onkologi. Radionuklida ini merupakan jenis
glukosa analog yang diserap oleh sel, mengalami proses phosphorylasi oleh enzim
hexokinase, serta akan ditahan (retained) oleh jaringan tubuh. Jaringan yang akan
menahan radionuklida ini memiliki aktivitas metabolik tinggi, seperti: payudara,
paruparu, usus, prostat, otak, hati, dan kebanyakan jenis tumor ganas. Gambar yang
diperoleh digunakan untuk: diagnosis, penentuan stadium (staging), penentuan
penyebaran, pemantauan pengobatan penyakit kanker, khususnya penyakit Hodgkin, dan
kanker paruparu. Untuk penyakit tumor stadium awal, pemeriksaan PETScanlebih
sensitif daripada CTScan atau MRI. Selain itu, PETScan dapat membantu dalam
menentukan kategori tumor sebagai penyakit kanker (malignant) atau bukan penyakit
kanker (benign). Secara praktis, hampir sekitar 90% pemeriksaan PETScan ditujukan
untuk bidang ini. (Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))
b. Bidang Neorologi
Prinsip kerja neuroimaging PET berdasarkan atas asumsi bahwa daerah tubuh yang
memiliki radioaktivitas tinggi akan terkait dengan aktivitas otak. Pemeriksaan
inimengukur secara tidak langsung laju aliran darah aktual ke lokasi yang berbedabeda
diotak. Jenis radionuklida yang digunakan pada aplikasi ini adalah O15. Teknik ini dapat
digunakan untuk menemukan focus area (daerah yang memiliki metabolisme tinggi atau

7
mengalami pengurangan konsumsi oksigen dan darah) di otak. (Kartiko, Yerridan Reno,
A(2009))
c. Bidang Kardiologi
Dalam bidang kardiologi, FDGPET dapat mengidentifikasi hibernatingmyocardium.
Selain itu dapat membantu dalam penentuan berkurangnya aliran /tersumbatnya
pembuluh darah ke jantung. Hal ini diindikasikan dengan adanyapeningkatan
metabolisme glukosa. Pasien dengan gejala ini didiagnosis menderita coronary artery
disease (CAD). Contoh: PETScan menunjukan bahwa aliran darah ke jantung berkurang,
namun metabolisme jantung tidak terpengaruh. (Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))

d. Bidang Neuropsychology/Cognitive Neoroscience


Dalam bidang ini, PET Scan digunakan untuk memeriksa keterkaitan antara proses
psikologi tertentu atau kesalahan fungsi/aktivitas otak. (Kartiko, Yerridan Reno,
A(2009))
e. Bidang Psikiatri
Sebagaimana diketahui, radionuklida C11dan F18merupakan ikatan kimiayang secara
selektif terikat dengan neuroreceptor. Radioligands yang terikat padadopamine receptor
(D1,D2, reuptaketransporter), serotonin receptor (5HT1A, 5HT2A,reuptaketransporter),
opioid receptor (mu) dan tempat lainnya telah banyak digunakan pada manusia.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendiagnosis kegagalan fungsi syaraf. seperti:
substanse abuse, mood disorders dan beberapa jenis penyakit psikiatrik lainnya. (Kartiko,
Yerridan Reno, A(2009))
f. Bidang Farmakologi
Dalam uji coba pra klinikal (preclinical trials), beberapa radionuklida disuntikankepada
binatang. Dengan menggunakan PET Scan, laju penyerapan sampel dan organsasarannya
dapat dipantau dengan mudah dan akurat. Sehingga, metode ini jelas lebihefektif dan
efisien jika dibandingkan dengan teknik konvensional, yaitu denganmembedah hewan
untuk mendapatkan informasi yang sama. (Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))

8
2.5 Kelebihan dan Kekurangan PET CT SCAN
PET memiliki kelebihan dapat memberikan gambaran fisiologis dan proses
patofisiologis, metabolisme seluler, perfusi jaringan, dan sintesis DNA maupun protein.10 Di
bidang onkologi endokrin, PET dapat memberikan gambaran sintesis lokal, uptake,
penyimpanan, dan reseptor dari berbagai hormon. PET dapat menilai status fungsional
preoperatif staging, evaluasi diagnostik lesi yang dicurigai ganas, mengidentifikasi metastasis
atau tumor recurrent, serta dapat memberikan gambaran prognosis dan sebagai alat memilih dan
mengevaluasi terapi.10 PET scan memberikan resolusi yang lebih baik daripada single-photon
emission CT karena memiliki aktifitas radioaktif dan coincidences yang intens sehingga
meningkatkan rasio sinyal dibandingkan noise. Lama PET scan relatif singkat, PET mampu
memberikan penilaian kuantitatif besarnya aktivitas radioaktif di berbagai jaringan dari waktu ke
waktu.8 7 Biaya dan keterbatasan ketersediaan teknologi merupakan kekurangan utama PET,
Selain itu PET membutuhkan produksi radioisotop karena waktu paruh tracer yang singkat dan
masalah penanganan sampah radioaktif. Resolusi spatial teoritis PET scan lebih rendah buruk
dibandingkan dengan CT ataupun MRI. (Wismayana, Ary.,dkk(2007))

2.6. Aspek Keselamatan


Meskipun radionuklida yang digunakan dalam PETScan berumur paro pendek, hal
tersebut tetap akan memberikan dampak pada sel atau jaringan tubuh pasien. Bagian tubuh
tempat disuntikannya radionuklida biasanya mengalami soreness atau swelling. Untuk mengatasi
gejala ini, pada bagian tubuh tersebut dioleskan pelembab atau dikompres dengan air hangat.
Radionuklida yang di masukan ke dalam tubuh menimbulkan 2 foton yang berenergi masing-
masing 511 keV. Hal ini dapat memungkinkan untuk menimbulkan foton gamma lain dari proses
peluruhan. Selain itu dapat pula menimbulkan radiasi bremsstrahlung karena perlambatam
positron. Perlambatan ini disebabkan oleh interaksi positron dengan material. Material yang
dikandung dalam tubuh memiliki nomor atom (Z) yang rendah seperti air dan jaringan lunak
lainnya. (Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))
Dalam penelitian yang dilakukan oleh McElroy. pekerja radiasi menerima paparan radiasi
pada saat persiapan, pemindahan, menentukan posisi pasien dalam PETScanner. Selama
rangkaian kegiatan tersebut, untuk menangani satu pasien pekerja radiasi menerima dosis radiasi
sebesar 9,3 μSv; dan 0,018 μSv/MBq untuk setiap kegiatan pemasukan radionuklida ke dalam

9
tubuh pasien. Dengan demikian, dalam kajian keselamatan ini, catatan-catatan yang harus kita
perhatikan adalah sbb:
a. Untuk keperluan keselamatan pasien, maka hal yang terpenting adalah aspekklinik dalam
menentukan jenis radioaktif dan dosisnya, serta pengkondisianpasien sebelum dan selama
pengobatan. Aspek fisik juga diperlukan dalammemastikan kemurnian dan dosis
radionuklida serta pencampuran denganmolekul aktif metabolik yang akan digunakan;
b. Sebagaimana dalam kedokteran nuklir pada umumnya, untuk keselamatanpekerja radiasi
jelas bahwa pengaturan jarak, penggunaan waktu dan perisai daripasien yang telah
mendapatkan radionuklida adalah metode yang dapatmengoptimalkan penerimaan radiasi
bagi pekerja radiasi itu sendiri. Hal lain yangperlu diperhatikan pula adalah pencegahan
tertumpahnya cairan radionuklidadan penggunaan cerobong asap.
c. Keselamatan untuk masyarakat umum harus dijamin dengan sistem danprosedur yang
memisahkan antara pasien yang telah mendapat radionuklidadengan masyarakat umum.
Catatan: Hal ini juga penting bagi keselamatanpekerja radiasi. Penataan ruang dan
ketebalan dinding ruang siklotron atauhotcell, ruang tunggu pasien setelah diberi
radionuklida sebelum dipindai (quietroom) dan ruang pengobatan merupakan hal yang
tidak terlalu sederhana. Hal ini karena, referensi yang umum digunakan untuk penetuan
ketebalan dinding, yaituNCRP No 49,4 hanya digunakan untuk sumber kernel titik atau
narrow beam.
d. Perlindungan terhadap lingkungan hidup dalam kedokteran nuklir pada
umumnyadilakukan dengan penyimpanan sementara ebelum pembuangan akhir
(delayand decay method) atas sekresi pasien yang telah menerima radionuklida
selamaperlakuan dan barangbaranglain, seperti jarum suntik, yang didugaterkontaminasi.
Hal ini harus pula dipertimbangkan dalam desain fasilitas. (Kartiko, Yerridan Reno,
A(2009))

2.7. Perkembangan Teknologi PETSCAN


Pada akhir sekitar tahun 1990an, dengan ditemukannya bahan detektor yang dapat
dipasang pada PETScanner membawa perkembangan yang cukup signifikan terhadap ketepatan
diagnosis dan mutu hasil pencitraan, sekaligus memperpendek waktu pemindaian.
PET/CTScanner untuk pertama kali dikenalkan pada tahun 2000, model ini mengintegrasikan

10
PET dan CT ke dalam satu perangkat. Teknologi ini memungkinkan untuk mendapatkan data
anatomi dan biologi (metabolis) sekaligus. Gambar hasil PET/CT Scan ini dapat memberikan
informasi diagnostik yang lebih komprehensiv dan lebih tepat. Peningkatan penggunaan
teknologi jenis ini karena PET/CT Scan memiliki kelebihan, antara lain: dapat mendiagnosis
lebih awal, akurasi penentuan tingkat keparahan dan lokalisasi tumor dan ketepatan pemantauan
dan pengobatan. PETScan secara simultan mendeteksi sel kanker aktif, menunjukan gambar
perubahan miniscule, struktur anatomi dan fungsinya. Sedangkan CTScan memberikan informasi
yang lengkap dan rinci mengenai lokasi, ukuran dan bentuk sel kanker. (Kartiko, Yerridan Reno,
A(2009))
PETscanningdan CTscanningdilakukan pada saat bersamaan. Dapat diilustrasikan secara
singkat, bahwa luka yang kecil akan dideteksi oleh PET, sementaraitu lokasinya akan ditentukan
oleh CT.CT scan, sebagaimana diketahui, akan memberikan paparan radiasi kepadatubuh pasien.
intensitas radiasi setelah melewati tubuh pasien diukur menggungkandetektor. Secara algoritma,
komputer akan melakukan proses perhitungan untukmenggambarkan struktur organ
tubuh.Dengan hasil pencitraan bermutu yang dihasilkan oleh PET/CT Scan,
pasienberkesempatan untuk memperoleh hasil yang lebih baik, terhindar dari beberapaprosedur
pengobatan yang mungkin tidak diperlukan. (Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))
PET/CT Scan dapat jugamendeteksi sedini mungkin mengenai terjangkitnya kembali
penyakit kanker atau tumoryang mungkin tertutup oleh bekas luka jaringan akibat pembedahan
atau radioterapi.Hingga saat ini, perangkat PET/CT Scan terdiri atas kamera hibrida, partial ring
scanner, fixed fullring scanners, dan PET/CT scanner. Jenis perangkat yang dipasangdapat
menentukan jumlah radioaktif yang harus dimasukkan ke dalam tubuh pasien,waktu yang
diperlukan untuk melakukan scanning, dan total workload dari ruangan.Kamera hibrida yang
digunakan adalah multihead,NaI(Tl)berbasiskamera gamma yangtelah dilengkapi dengan sirkuit
koinsiden untuk mengakuisisi PET. Namun demikian, ada jugabeberapa yang menggunakan
detektor secara partialring yang kemudian berputar untukmendapatkan proyeksi tubuh pasien
yang diinginkan. Sumbu aksial yang pada umumnyadigunakan dalam perangkat ini adalah 15
cm. Kristal sintilasi yang dipasang padascanner biasanya Bismuth Garmanate (BGO). Bahan lain
yang lebih baru lagi Lutetium Oxyorthosilicate (LSO) dan Germanium Oxyorthosilicate (GSO).
(Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))

11
Tabel2. Perbandingan antara bahan detektor BGO dan LSO [4].

PET/CT, Bahan Detektor PET/CT, Bahan


BGO Detektor LSO

Aktivitas radionuklida
yang disuntikan (MBq) 370 555
Waktu scan (menit) 31 19

LSO memiliki keluaran cahaya tampak yang lebih tinggi untuk setiap interaksi foton
dibandingkan dengan BGO. Hal ini memungkinkan untuk mengurangi waktu scan dan
mereduksi noise pada gambar. (Wismayana,Ary.,dkk(2007))

2.8. Perangkat Khusus


Beberapa vendor atau pemasok telah menyediakan perangkat-perangkat khusus lain yang
digunakan untuk kendali mutu dan mengurangi besarnya paparan radiasi pada pekerja radiasi.
Perangkat khusus ini antara lain berupa:
a. Kalibrator dosis dengan perisai timbal tebal;
b. Wellcounterdengan perisai eksternal untuk mengurangi nilai cacah latar;
c. Suntikan yang dilengkapi dengan perisai tungsten;
d. Suntikan yang dapat dioprasikan pada jarak jauh;
e. Perisai timbal tambahan; dan
f. Konteiner suntikan dengan yang diberi perisai. (Kartiko, Yerridan Reno, A(2009))

2.9. Prinsip Kerja


Positron-Emission Tomography Positron-Emission Tomography (PET)
merupakan noninvasive, three-dimensional, nuclear imaging technique.7 Perkembangan
PET saat ini sangat menarik untuk diikuti karena penggunaan klinis PET berkembang
dengan sangat luar biasa terutama di bidang onkologi.8 Perkembangan ini tidak lepas dari
fungsi PET itu sendiri. PET memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode imaging

12
lainnya seperti CT atau MRI, dimana CT dan MRI hanya memberikan gambaran
anatomis saja, sedangkan PET mampu memberikan gambaran fungsional dan anatomis
walaupun gambarannya tidak sebaik MRI ataupun CT.7 Namun hal ini dapat diatasi
dengan penggabungan PET dengan CT dalam satu alat scanner yang dinamakan PET/CT,
dengan demikian dihasilkan gambaran anatomis dan fungsional yang jauh lebih baik
sehingga informasi yang didapat lebih baik dan pada akhirnya tercapai penatalaksanaan
penyakit yang lebih baik. (Wismayana, Ary.,dkk(2007))

13
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, beberapa kesimpulan penting dapat diambil:
1. Teknologi PET atau PET/CTScansangat bermanfaat dalam diagnostik di bidangonkologi,
neurologi, kardiologi, neuropsychology/cognitive neoroscience, psikiatridan farmakologi;
2. Perkembangan teknologi PET atau PET/CTScanterlihat nyata danberkemungkinan besar
untuk terus berkembang. Perkembangan ini diharapkandapat meningkatkan mutu
pencitraan dengan tetap memperhatikan keselamatanradiasi bagi pasien, pekerja radiasi,
masyarakat umum dan perlindunganterhadap lingkungan hidup; dan
3. Adalah mutlak untuk menetapkan dan menerapkan PJM yang meliputi
aspekadministratif, klinik dan fisik dalam pembangunan, pengoperasian
maupundekomisioning suatu fasilitas PETScan,Untuk mengantisipasi masuknya
teknologi PETScandi Indonesia, penulismengajukan dua saran sbb: Pertama, BAPETEN
perlu segera melakukan pengkajianyang lebih komprehensif mengenai
PETScan.Pengkajian ini harus bermuara padadisusunnya peraturan dan pedoman terkait
keselamatan dan jaminan mutu PETScan,serta sistem perizinan dan inspeksi yang
relevan; Kedua, untuk pelayanan perizinan,khusunya izin konstruksi, suatu lokakarya
internal perlu dilakukan BAPETEN dalamrangka mengevaluasi keselamatan desain
(ketebalan dinding dan perisai) fasilitas PETScan.

3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena
itu penulis meminta agar pembaca berkenan memberikan kritik dan saran demi
kesempurnaan di masa mendatang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Wisamaya, Ary., dkk(2007). F-Flourodeoxyglucose(FDG) Positron-Emission Tomography


(PET) sebagai modalitas Imaging penatalaksanaanKankerTiroid.Denpasar.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/5808. Diunduh pada 13 November 2017
pukul 17.00 WIB.
Kartiko, Yerridan Reno, A (thnbrp?).Pendahuluan Teknologi, KeselamatandanJaminanMutu
PET-SCAN. https://ansn.bapeten.go.id/files/PET_Scan-Yeri-NurK.pdf. diunduhpada 13
November 2017 pukul 17.15 WIB.

15

Anda mungkin juga menyukai