Anda di halaman 1dari 7

MASALAH SISWA DALAM BELAJAR

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah


Psikologi Pendidikan

Dosen Mata Kuliah : Drs. M. Anas, M.Si

0leh:
ANDI ARMA ZUHRIANA (191051404058)

PRODI PENDIDIKAN DASAR


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
Gangguan Belajar pada Anak

1. Siswa atau peserta didik yang mengalami Gangguan dalam Belajar

Siswa ini mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran, terutama pada

membacanya. Hal dikernakan siswa tersebut sulit untuk berkonsentrasi, dan ia sering menghayal

atau bahkan mengganggu temannya saat belajar. Masalah gangguan belajar pada anak-anak

kerap kali ditemukan. Masalah ini timbul bisa di sekolah maupun di luar sekolah. Anak yang

mengalami gangguan belajar biasanya akan mengalami hambatan-hambatan di dalam kegiatan

belajarnya seperti gangguan daya ingat, gangguan membaca, gangguan menulis, berhitung dan

lain-lain. Dampak yang dialami oleh anak yang mengalami gangguan belajar bukan hanya pada

tumbuh kembangnya, tetapi juga berdampak pada proses interaksi anak dengan dunia sekitarnya

bahkan dengan keluarganya.

Setelah mengamati penelitian mengenai kesulitan belajar, ahli terkeuka Linda Siegel

(2003) baru-baru ini menyimpulkan bahwa diagnosis kesulitan belajar (learning disability)

diberikan hanya ketika anak memiliki IQ diatas tingkat retardasi mental, mengalami kesulitan

yang signifikan dalam bidang yang berkaitan dengan sekolah (terutama membaca atau

matematika); dan tidak menunjukkan gangguan emosional yang serius.

Survey nasional terbaru menemukan bahwa 8 persen dari anak-anak AS mengalami

kesulitan belajar (Bloom & Dey, 2006). Disinyalir, jumlah anak perempuan dengan kesulitan

belajar jumlahnya kurang lebih tiga kalinya anak laki-laki, (Departemen Pendidikan AS, 1996).

Penjelasan untuk perbedaan gender ini di antaranya adalah kerentanan biologis yang lebih besar

di antara anak laki-laki dan bias penunjukkan (referral bias, yaitu anak laki-laki cenderung
ditunjuk oleh guru untuk konseling karena perilaku mereka) (Liederman, Kantrowitz, &

Flannery, 2005).

Sebagian besar kesulitan belajar itu berlangsung seumur hidup. Dibandingkan dengan

anak-anak yang tidak memiliki kesulitan belajar, anak-anak yang memiliki kesulitan belajar

kemungkinan besar memiliki prestasi akademis yang buruk, angka dikeluarkan dari sekolah

(dropout) yang tinggi, serta riwayat pascapendidikan menengah dan perkerjaan yang buruk

(Berninger, 2006; Wagner & Blackkorby, 1996). Meskipun demikian, disamping masalah yang

mereka jumpai, banyak anak yang memiliki keterbatasan tumbuh dewasa dengan kemampuan

menjalani kehidupan normal dan terlibat dalam perkerjaan yang produktif (Mercer & Pullen,

2005; Pueschel, dkk., 1995).

2. Ciri-ciri sikap/karakter siswa yang mengalami Gangguan dalam Belajar

Satu prosedur identifikasi mensyaratkan adanya kesenjangan yang signifikan antara

prestasi nyata dan prestasi yang diharapkan atas dasar perkiraan tes intelegensi yang dilakukan

secara individual. Adapun ciri-cirinya yang saya dapat di sekolah yaitu siswa tersebut sering

menjaili temannya saat belajar, siswa tersebut ketika di suruh belajar seakan-akan kebingunan,

dan siswa tersebut lebih banyak bermain dari pada belajar. Strategi lain dalam identifikasi yang

dikemukakan akhir-akhir ini adalah respons terhadap intervensi, atau respons terhadap

perlakuan, yang melibatkan siswa-siswa yang tidak belajar dengan efektif baik dalam merespons

atau mengikuti instruksi (Fuchs, dkk., 2003). Namun, sejauh mana pendekatan ini dapat

diimplementasikan dengan efektif, masih diperdebatkan sampai sekarang (Kavale, Holdnack, &

Mostert, 2005).

Identifikasi awal kesulitan belajar biasanya dilakukan oleh guru kelas. Apabila diduga

ada kesulitan belajar, guru tersebut memanggil spesialis. Tim antar cabang ilmu pengetahuan

yang terdiri atas orang-orang professional disesuaikan untuk membuktikan apakah seorang siswa
mempunyai kesulitan belajar. Evaluasi (intelegensi) psikologis individual dan penilaian

pendidikan (seperti tingkat prestasi ini) sangat dibutuhkan (Mercer & Pullen, 2005). Selain itu

tes keterampilan visual-motorik, bahasa, dan ingatan dapat digunakan mengidentifikasi kesulitan

belajar. Terdapat banyak kelompok-kelompok dari kesulitan belajar diantaranya :

1. Disleksia

Masalah umum yang menandakan seorang anak mengalami kesulitan belajar adalah

keterampilan dalam membaca (Moats, 2004). Anak-anak seperti ini mempunyai kesulitan

dengan keterampilan fonologis, yang melibatkan kemampuan untuk memahami

bagaimana bunyi dan huruf dipadukan untuk membentuk kata-kata. Disleksia (dyslexia)

adalah satu kategori yang ditujukan bagi indidvidu-individu yang memiliki kelemaham

serius dalam kemampuan mereka untuk membaca dan mengeja (Ranus, 2004; Spafford &

Grosser, 2005).

2. Disgrafia

Disgrafia (dysgraphia) adalah kesulitan belajar yang ditandai dengan adanya kesulitan

dalam mengungkapkan pemikiran dalam komposisi tulisan (Hammil, 2004; Vellutino,

dkk., 2004). Pada umumnya, istilah disgrafia digunakan untuk mendeskripsikan tulisan

tangan yang sangat buruk. Anak-anak yang memiliki disgrafia mungkin menulis dengan

sangat pelan, hasil tulisan mereka bisa jadi sangat tak terbaca, dan mereka mungkin

melakukan banyak kesalahan ejaan karena ketidakmampuan mereka untuk memadukan

bunyi dan huruf.

3. Diskalkulia

Diskalkulia (dyscalculia), dikenal juga sebagai perkembangan aritmetika, adalah

kesulitan belajar yang melibatkan kesulitan dalam perhitungan matematika. Diskalkulia


diperkirakan menggambarkan 2 sampai 6 persen anak-anak sekolah dasar AS (National

Center for Learning Disabilities, 2006). Para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang

memiliki kesulitan dalam perhitungan matematika sering mempunyai kekurangan

neuropsikologis dan kognitif, termasuk prestasi yang buruk dalam mengelola ingatan,

persepsi visual, dan kemampuan visual spasial (Kaufmann, 2003; Slaves, 2004). Seorang

anak yang mungkin memiliki kesulitan mambaca dan matematika, serta terdapat deficit

kognitif yang menjadi ciri khas kedua jenis kesulitan ini, seperti pengolahan ingatan yang

buruk (Siegel,2003). Sebuah studi terkini menemukan bahwa diskalkulia merupakan

kesulitan belajar yang berlangsung lama atau terus-menerus pada banyak anak; lebih dari

separuh anak-anak ini masih mendapatkan nilai yang jelek dalam matematika ketika

mereka sampai ke kelas lima (Shalev, Manor, & Gross-Tsur, 2005).

3. Menganalisis kenapa gangguan tersebut bisa terjadi

Penyebab kesulitan belajar yang beberapa kemungkinan penyebab telah ditemukan.

Kesulitan belajar cenderung menurun dalam keluarga dengan satu orang tua yang memiliki

kesulitan seperti disleksia atau diskalkulia, meskipun transmisi genetika dari kesulitan

belajar belum diketahui (McCrory,dkk.,2005; Monuteaux,dkk.,2005; Petrill, dkk.,2006).

Siswa tersebut kurang perhatian serta bimbingan dari orang tua, karena Anak tersebut

ternyata dia tidak tinggal bersama orang tuannya. Sehingga anak tersebut tidak memiliki

motivasi dalam belajar, dan karakternya berbeda dengan anak-anak yang lain. Penelitian

ini mengindikasikan bahwa kesulitan belajar kemungkinan besar tidak melibatkan lokasi

otak tertentu, tetapi lebih disebabkan oleh masalah-masalah dalam mengintegrasikan

informasi dari banyak bagian otak atau kesulitan yang tak kentara
dalam struktur dan fungsi otak. Kemungkinan lain adalah bahwa beberapa kesulitan

belajar disebabkan oleh masalah-masalah selama perkembangan sebelum kelahiran atau

proses kelahiran. Sejumlah studi menemukan bahwa kesulitan belajar lebih lazim terjadi

pada bayi-bayi yang memiliki berat badan yang ringan saat lahir (Litt, dkk.,2005).
Banyak intervensi berfokus pada perbaikan kemampuan membaca anak

(Berninger,2006; Vukovic & Siegel, 2006). Sebagai contoh, dalam sebuah studi,

pelajaran mengenalo fonologis di tingkat taman kanak-kanak mempunyai pengaruh yang

positif terhadap perkembangan membaca ketika anak-anak sampai ke kelas satu

(Blachman,dkk.,1994). Sayangnya, tidak semua anak yang mempunyai kesulitan belajar

yang melibatkan masalah membaca mendapatkan manfaat dari intervensi awal yang

sesuai. Sebagian besar anak yang mengalami kesulitan membaca tidak terdiagnosis

sampai kelas tiga atau kelas berikutnya sedangkan yang mendapatkan intervensi tidak

berhasil menunjukkan perbaikan yang nyata (Lyon, 1996). Namun, pelajaran yang

intensif selama satu periode waktu oleh seorang guru yang kompeten dapat membantu

banyak anak (Berninger,2006; Bost & Vaughn,2002).

4. Cara mengatasi gangguan belajar pada siswa atau anak

Dari berbagai penjelasan di atas, diharapkan setiap anggota masyarakat, orang

tua, peran pemerintah dapat membantu perkembangan setiap anak untuk memperoleh

hak-haknya sebagai anak dalam setiap jenjang perkembangan dan pendidikannya.

Adapun cara mengatasinya yaitu :

1. Mengetahui kelebihan dan kekurangan anak, serta untuk mengetahui cara

belajar yang paling sesuai bagi anak.

2. Membicarakan secara terbuka dalam kesulitan belajar yang mereka alami.

3. Melakukan komunikasi yang baik dengan guru disekolah.


4. Membimbing anak untuk belajar membaca baik di kelas maupun diluar kelas.

5. Guru dan orang tua siswa harus menciptakan suasana belajar yang kondusif,

nyaman dan gembira.

6. Mendampingi anak ketika belajar agar anak lebih mudah bertanya dan

meminta bantuan ketika mengalami kesulitan.

Anda mungkin juga menyukai