Anda di halaman 1dari 15

Telaah Jurnal

A Study of Incomplete Abortion

Following Medical Method of Abortion (MMA)

Oleh:

Ian Ervan S., S.Ked 04054821820085

Leo Setyadi, S.Ked 04054821820086

Elizza Stella B., S.Ked 04054821820087

Pembimbing:

Prof. dr. H. A. Kurdi Syamsuri, Sp.OG (K), MSEd

BAGIAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Jurnal:
A Study of Incomplete Abortion Following Medical Method of Abortion (MMA)

Pembimbing,
Prof. dr. H. A. Kurdi Syamsuri, Sp.OG (K), MSEd

Oleh:
Ian Ervan S., S.Ked 04054821820085

Leo Setyadi, S.Ked 04054821820086

Elizza Stella B., S.Ked 04054821820087

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Periode 26 November 2018 – 3 Februari 2019.

Palembang, Desember 2018

Prof. dr. H. A. Kurdi Syamsuri, Sp.OG (K), MSEd

2
TELAAH KRITIS JURNAL

1. Judul Artikel Jurnal


“A Study of Incomplete Abortion Following Medical Method of Abortion
(MMA)”

2. Gambaran Umum
a. Latar Belakang
Terminasi kehamilan di India telah dilegalisasi dalam UU MTP
(Medical Termination of Pregnancy) sejak 1971. Awal mulanya, metode
bedah digunakan; namun, dengan masuknya berbagai macam obat, terminasi
kehamilan juga dapat dilakukan dengan medikasi dan dilegalisasi dalam UU
MTP yang diamandemen (2002).
Metode medis aborsi (Medical Method of Abortion/MMA) atau abortus
medikasi (Medication Abortion/MA) bersamaan dengan aspirasi vakum
manual (MVA) adalah metode yang lebih aman untuk terminasi kehamilan
dan direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO)
dibandingkan dengan tindakan dilatasi tradisional dan kuretase. Abortus
medikasi menggunakan kombinasi obat-obatan (Mifepriston dan Misoprostol)
adalah metode MTP yang sudah disetujui aman, efisien, terjangkau, dan dapat
diterima untuk usia gestasi sampai 9 minggu (63 hari).
Berbagai studi telah dilakukan untuk mengetahui efikasi MMA dan
juga mempelajari rute dan dosis medikasi tersebut. Mifepriston adalah anti-
progresteron yang digunakan secara oral dengan dosis 200 mg, bersamaan
dengan misoprostol, prostaglandin E1 400-800 μg, baik secara oral maupun
intravagina. Kombinasi mifepriston 200 mg secara oral diikuti 36-48 jam
kemudian dengan pemberian misoprostol 400 μg secara oral atau vagina
(sampai 49 hari atau 7 minggu masa gestasi) atau misoprostol 800 mcg secara
oral atau vagina (sampai 63 hari atau 9 minggu masa gestasi) telah disetujui
digunakan menurut UU MTP yang telah diamandemen. Pemberian obat

3
tersebut juga harus diikuti dengan tindakan lainnya, yaitu konseling,
persetujuan (informed consent), pemeriksaan, konfirmasi kehamilan,
preskripsi oleh praktisi medis yang telah terdaftar, kartu klien.
Namun, abortus inkomplit merupakan kerugian MMA yang diketahui
dengan persentase kasus sebanyak 0.2-3%. Masalah ini diperburuk ketika
terdapat pemilihan yang tidak tepat dari pasien, dosis, rute, waktu, atau
pemberian obat yang tidak dikombinasikan. Pemilihan yang tidak tepat
tersebut mungkin disebabkan oleh informasi yang tidak adekuat dari riwayat
usia gestasional, kurangnya pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan USG untuk
menentukan usia kehamilan karena terminasi medikasi kurang efektif pada
kehamilan 7-9 minggu dan memiliki kemungkinan gagal yang tinggi pada
kehamilan dengan usia gestasi lebih dari 9 minggu. Akan tetapi, terdapat
beberapa penelitian yang menyatakan bahwa risiko abortus inkomplit
minimal ketika dilakukan dengan benar dan MMA merupakan metode
abortus yang aman dan efektif, sama seperti metode abortus lainnya.
Studi ini meneliti abortus inkomplit setelah dilakukan abortus medikasi
dan membandingkannya dengan abortus spontan. Tujuan sekunder dari
penelitian ini adalah mengobservasi preskripsi dan administrasi medikasi oleh
praktisioner untuk terminasi kehamilan dengan obat-obatan pada wanita yang
telah mengalami abortus inkomplit.

b. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari insidensi dari abortus
inkomplit, baik secara spontan atau setelah tindakan aborsi dengan medikasi,
dan membandingkan kedua kelompok tersebut terhadap presentasi dan
komplikasinya. Tujuan sekundernya ialah untuk meneliti preskripsi dan
praktik rujukan pada kasus-kasus abortus inkomplit setelah tindakan MMA.

4
c. Bahan dan Metode
Penelitian ini adalah penelitian observasional prospektif yang berbasis
kuisioner. Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapatkan izin dari komite
etik. Durasi penelitian adalah tiga bulan dan dalam jangka waktu tersebut,
terdapat 100 wanita yang dilibatkan dalam penelitian ini.

Kriteria Inklusi
Wanita yang mengalami perdarahan pervaginam saat kehamilan
intrauterin trimester pertama dengan usia kehamilan kurang dari 12 minggu
yang dikonfirmasi melalui pemeriksaan klinis dan juga bersedia masuk ke
dalam penelitian ini.

Kriteria Eksklusi
Suspek/terdiagnosis kehamilan ektopik, wanita yang telah melakukan
tindakan terminasi kehamilan pada trimester pertama dengan metode bedah,
dan mereka yang tidak bersedia masuk ke dalam penelitian.

Semua sampel penelitian diberikan kuisioner berisi pertanyaan


mengenai riwayat pasien secara umum dan riwayat obstetri, periode
menstruasi terakhir, dan konfirmasi kehamilan dan gejala kehamilan. Mereka
ditanyakan secara spesifik mengenai onset perdarahan dan keluhan lain
seperti nyeri, demam, syok, durasi gejala dan interval mulai dari onset sampai
pasien melaporkan gejalanya ke rumah sakit, tatalaksana yang didapatkan
sebelum dan setelah perawatan, dan penggunaan obat-obatan, jika ada, untuk
aborsi. Mereka dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan ada tidaknya
penggunaan medikasi.
Wanita dengan riwayat penggunaan obat-obatan aborsi diberikan
pertanyaan detail mengenai metode yang digunakan: mengenai sumber obat-
obatan, protokol informed consent yang dilakukan praktisioner, jumlah dan
jadwal konsumsi obat, saran pemeriksaan dan investigasi, dan kunjungan
follow-up.

5
Manajemen standar diberikan kepada kedua kelompok, tanpa
memandang apakah perawatan diberikan sebagian di tempat lain. Setelah
keluar rumah sakit, disarankan untuk melakukan pemeriksaan yang relevan
seperti golongan darah, hemoglobin, dan USG. Antibiotik diberikan ke semua
pasien. Pemeriksaan kuretase untuk menyelesaikan prosedur dan transfusi
darah diberikan kapan saja saat diperlukan.

Analisis Statistik
Uji Eksak Fisher dilakukan untuk perbandingan kedua grup dengan
aplikasi SPSS 21.0

d. Observasi
Selama 3 bulan penelitian ini berlangsung, 100 wanita yang memenuhi
kriteria inklusi dimasukan ke dalam penelitian. Satu pasien yang pernah
melakukan MMA disertai anemia dan sinkop dieksklusi dari penelitian
karena sudah masuk trimester kedua. Wanita lain yang telah melakukan
MMA dieksklusi karena kehamilan ektopik. Wanita tersebut telah menerima
pengobatan tanpa pemeriksaan, datang dengan perdarahan pervaginam dan
didiagnosis sebagai ruptur kehamilan ektopik dan dilakukan tindakan bedah.
Distribusi dari 100 wanita dalam penelitian ini ditunjukan pada Gambar 1.

Semua Pasien dengan perdarahan


trimseter Pertama Per Vaginam
n = 100

Abortus Medikasi Abortus Spontan


n = 32 n = 68

Abortus Inkomplit Abortus Inkomplit


Abortus komplit Abortus komplit
(kelompok Studi) (Kelompok Kontrol)
n=2 n=8
n = 30 n = 60

Gambar 1. Distribusi pasien

6
Hasil observasi untuk wanita dengan abortus inkomplit setelah MMA
ditunjukan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Karaktersitik umum dari kedua
kelompok dipresentasikan dalam tabel 1. Riwayat sebelum pemberian MMA
dan sumber dimana mendapatkan obat-obatan untuk terminasi kehamilan
tersebut ditunjukan pada Tabel 2.
Menurut informasi yang didapatkan dari wanita pada penelitian ini,
pengobatan tunggal (misoprostol) digunakan oleh 78,1% wanita
dibandingkan dengan pengobatan ganda (mifepriston dan misoprostol) di
21,9% wanita. Hanya dua pasien yang menggunakan misoprostol pervagina,
dimana salah satunya dikombinasikan dengan mifepriston oral. Terlepas dari
pasien yang menggunakan pengobatan ganda, hanya satu pasien yang
memerlukan transfusi darah. Wanita tersebut mendapatkan MMA pada saat
usia gestasional yang melebihi rekomendasi (10 minggu + 2 hari). Pada
pasien yang mendapatkan MMA, follow-up dilakukan hanya pada 31,2% (n
= 10) pasien dan hanya 9,3% (n = 2) pasien yang difollow-up oleh dokter yang
sama.

Tabel 1. Karateristik umum


Abortus inkomplit Abortus inkomplit
setelah MMA spontan
Rerata usia (tahun) 28,3 26,4
Rerata usia gestasional (minggu) 9+2 7+1
Onset dari perdarahan sampai
6 2
datang ke rumah sakit (hari)

7
Tabel 2. MMA
Protokol MMA setelah UU Jumlah Persentase
MTP (n=30) (%)
Pemeriksaan sebelum preskripsi 7 21,8
UPT 25 78,2
Pemberian preskripsi 15,6
MBBS 5 15,6
Praktisi lainnya 14 43,8
Melakukan sendiri dan OTC 13 40,9
Mendapatkan informed consent 0 0

Studi ini membandingkan pasien abortus inkomplit setelah MMA


dengan pasien abortus inkomplit spontan. Komplikasi dapat dilihat pada
Tabel 3.

Tabel 3. Komplikasi

Abortus inkomplit Abortus inkomplit


Komplikasi P value*
setelah MMA N (%) spontan N (%)
CC done 28 (93,3%) 10 (33,33%) 0,71
Demam 9 (30,0%) 2 (6,6%) 0,0081*
Pingsan 17 (56,6%) 8 (26,6%) 0,01*
Transfusi darah 19 (63,3%) 15 (25,0%) 0,0006*
* P value ≦0,05 bernilai signifikan secara statistik

Rerata usia gestasional pasien dengan abortus inkomplit setelah


tindakan MMA secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan abortus
spontan dan lebih tinggi lagi dibandingkan rekomendasi untuk MMA.
Kebutuhan akan transfusi darah diteliti pada pasien abortus inkomplit
setelah MMA dan diketahui berhubungan dengan lebih tingginya usia
kehamilan (rerata usia gestasional 11 minggu), penggunaan obat tunggal

8
daripada obat ganda, dan waktu ke rumah sakit yang lebih lama (rerata durasi
dari onset sampai datang ke rumah sakit 4,5 hari)

e. Diskusi
Aborsi yang tidak aman adalah penyebab mortalitas dan morbiditas ibu
yang penting dan dapat dicegah. Legalisasi dan liberalisasi UU MTP dan
penggunaan obat aborsi telah menyebabkan penurunan frekuensi penggunaan
metode aborsi tidak aman seperti memasukkan benda padat dan penggunaan
(oral atau vagina) dari zat kaustik atau yang merusak (termasuk beberapa
bahan herbal dan tanaman) dan komplikasi serius. Perubahan yang penting
adalah ketersediaan dan persetujuan penggunaan misoprostol, yang bila
diberikan dengan benar, akan sangat efektif.
Metode agar tindakan MMA aman telah ditetapkan dalam pedoman
pelatihan perawatan dan pelayanan aborsi komprehensif termasuk konseling,
kemauan untuk tiga kunjungan, kesiapan untuk metode bedah jika terjadi
kegagalan, persetujuan tambahan, dan kartu klien MMA dengan rincian
pasien bersama dengan rincian dokter dan tempat untuk melaporkan
bersamaan dengan nomor kontak dalam keadaan darurat. Ketika pedoman
diikuti dengan benar, tingkat kegagalan menjadi rendah dengan kejadian
komplikasi yang lebih sedikit.
Dari 100 pasien yang datang ke rumah sakit dengan perdarahan per
vaginam, 32 wanita telah menggunakan MMA untuk aborsi. Seperti yang
diamati, sebagian besar wanita telah melakukan tes kehamilan di rumah,
tetapi hanya 21,8% (n = 7) yang diperiksa oleh dokter. Mayoritas memperoleh
obat sendiri atau over-the-counter. Pengetahuan yang tidak memadai tentang
obat dan prosedur terlihat, karena kebanyakan hanya menggunakan
misoprostol atau menggunakannya saat usia gestasi lanjut atau mengambil
dosis yang tidak adekuat. Dengan demikian, penggunaan MMA tidak diawasi
dan tidak dipantau.
Penelitian telah menunjukkan bahwa MMA dapat digunakan secara
efektif dan aman di negara berkembang seperti India, bahkan di pedesaan.

9
Namun, jika digunakan secara tidak benar, MMA dapat menyebabkan
komplikasi yang mengancam jiwa. Laporan multi-sentris oleh Duggal R
menunjukkan bahwa meskipun sudah ada legalisasi aborsi, hanya 1/6 yang
mendapatkannya dari dokter yang terdaftar dan bersertifikat. Dalam
penelitian ini, meskipun 59% wanita memperoleh resep dari dokter, hanya
15,6% wanita yang mendapatkan pengobatan dari dokter MBBS (yang
mungkin atau tidak terdaftar sebagai praktisi medis, RMP berdasarkan
tindakan MTP) dan sisanya diakui pasien sebagai RMP. Prasyarat dasar untuk
MMA seperti riwayat dan pemeriksaan untuk memastikan usia kehamilan dan
golongan darah dilakukan oleh sedikit pasien. Persetujuan pasien tidak
diberikan oleh dokter sebelum pemberian obat. Ini menunjukkan pelatihan
yang inadekuat bagi para dokter untuk MMA atau penyalahgunaan MMA
oleh penyedia pelayanan yang tidak terlatih. Follow-up juga tidak disarankan
oleh mereka untuk sebagian besar pasien. Jadi, hampir sama saja dengan
penggunaan sendiri tanpa landasan pengetahuan yang memadai, penggunaan
MMA yang tidak tepat cenderung meningkatkan risiko komplikasi.
Meskipun MMA aman, diketahui terdapat beberapa komplikasi seperti
pendarahan yang berlebihan dan infeksi. Henderson melaporkan komplikasi
setelah MMA dan menemukan bahwa meskipun perdarahan yang berlebihan
adalah umum, pendarahan berat yang memerlukan transfusi darah jumlahnya
sedikit. Tetapi, dalam penelitian ini, 63% pasien membutuhkan transfusi
darah. Karena pasien tidak menyadari efek obat-obatan, mereka cenderung
meremehkan jumlah perdarahan dan terlambat untuk melaporkan keadaannya
ke rumah sakit, yang meningkatkan kemungkinan kolaps dan kebutuhan
transfusi darah. Laporan tentang frekuensi infeksi yang terdiagnosis dan/atau
diobati setelah MMA sangat rendah dan bervariasi di antara regimen; itu tidak
mengancam nyawa. Meskipun demam terlihat pada 56,6% (n = 17) pasien
dalam penelitian ini, itu mungkin berhubungan dengan penggunaan
misoprostol dikarenakan tidak terdapat tanda-tanda sepsis pada wanita
tersebut.

10
Studi oleh Bhutta telah menunjukkan angka kematian maternal 9% di
antara wanita yang melakukan aborsi tidak aman; Namun, sebagian besar
wanita yang telah melakukan aborsi bedah mengalami komplikasi berat
seperti cedera usus atau septikemia. Sebaliknya, tingkat mortalitas yang
diamati jauh lebih sedikit pada MMA, dibandingkan dengan aborsi septik atau
bedah, dan hal ini merupakan kelebihan utama dari MMA. Tidak ada
kematian ibu yang terlihat di antara pasien dalam penelitian ini.

f. Kesimpulan
Riwayat dan pemeriksaan yang akurat untuk memastikan usia
kehamilan dan menyingkirkan kontraindikasi MMA adalah wajib sebelum
preskripsinya. Abortus inkomplit adalah efek samping yang diketahui dari
MMA, tetapi dapat dikurangi dengan riwayat yang cukup, pemeriksaan
sebelum MMA, dan penggunaan obat kombinasi daripada obat tunggal. Maka
dari itu, pelatihan adekuat dan pengetahuan yang memadai tentang hukum
yang ada adalah suatu kewajiban. Over-the-counter atau penggunaan obat
secara mandiri harus dihindari. Dokter serta para wanita yang memilih MMA
harus menyadari kemungkinan efek samping, jumlah perdarahan yang
diharapkan dan dikelola, dan kapan melaporkan kembali ke rumah sakit.
Kebutuhan follow up harus ditekankan kepada para dokter dan juga para
wanita. Pendidikan akan membantu wanita untuk memilih praktik kontrasepsi
dan layanan aborsi jika dan ketika diperlukan. MMA telah membuat aborsi
aman dan mudah diakses serta telah mengurangi morbiditas dan mortalitas
terkait aborsi; MMA yang efektif dan efisien harus digunakan hanya oleh
dokter terlatih yang wajib mengikuti hukum tertulis. Sikap tegas harus
diambil terhadap penyalahgunaan yang merajalela oleh penyedia yang tidak
terlatih, apoteker, dan pasien itu sendiri.

11
3. Telaah Kritis
Penilaian PICO VIA (Population, Intervention, Comparison, Outcome,
Validity, Importancy, Applicability)
I. Population
Secara umum, populasi dari penelitian ini adalah wanita dengan
perdarahan pervaginam pada saat trimester pertama dengan usia kehamilan
kurang dari 12 minggu.
Kriteria Inklusi dari penelitian ini adalah wanita dengan perdarahan
pervaginam saat kehamilan intrauterin trimester pertama dengan usia 12
minggu yang dikonfirmasi oleh pemeriksaan klinis dan juga bersedia masuk
ke dalam penelitian ini.
Kriteria Eksklusi dari penelitian ini adalah suspek/terdiagnosis
kehamilan ektopik, pasien yang telah melakukan tindakan terminasi
kehamilan pada trimseter pertama dengan metode bedah, dan mereka yang
tidak bersedia untuk masuk ke dalam penelitian.
Dalam periode penelitian yang berlangsung selama tiga bulan, terdapat
100 subjek yang dimasukan ke dalam penelitian.

II. Intervention
Penelitian ini hanya melakukan observasi riwayat subjek penelitian
menggunakan kuisioner sehingga tidak ada intervensi yang diberikan kepada
subjek penelitian.

III. Comparison
Penelitian ini membagi subjek penelitian menjadi dua kelompok; (1)
subjek dengan abortus inkomplit pasca MMA dan (2) subjek dengan abortus
inkomplit spontan. Kedua kelompok tersebut dibandingkan menurut
presentasi dan komplikasi yang terjadi.

12
IV. Outcome
Terdapat 30% abortus inkomplit terjadi setelah MMA; penyebab yang
mungkin adalah administrasi sendiri atau preskripsi oleh praktisioner yang
tidak teregistrasi, dosis dan penggunaan obat yang tidak tepat, kurangnya
riwayat, pemeriksaan, edukasi, dan kurangnya follow-up. Komplikasi seperti
pingsan, kebutuhan darah, dan demam secara signifikan tinggi pada pasien
ini dibandingkan pada kelompok abortus spontan.

V. Study Validity
- Is the research question well-defined that can be answered using this study
design?
Ya, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari insidensi dari abortus
inkomplit, baik secara spontan atau setelah tindakan aborsi dengan
medikasi dan membandingkan kedua kelompok tersebut terhadap
presentasi dan komplikasinya. Desain penelitian yang digunakan dapat
menjawab tujuan dari dilakukannya penelitian.

- Does the author use appropriate methods to answer their questions?


Ya, karena desain penelitian yang dipakai adalah observasional prospektif
yang berbasis kuisioner, sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk
menentukan insidensi dari abortus inkomplit, baik yang spontan maupun
pasca pemberian medikasi dan membandingkannya terhadap persentasi
dan komplikasinya

- Is the data collected in accordance with the purpose of research?


Ya, data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu wanita
dengan perdarahan pervaginam saat kehamilan trimester pertama, baik
secara spontan maupun pasca aborsi medikasi.

13
- Does the author explain the sample selection criteria?
Ya, penulis menjelaskan kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini.
Kriteria Inklusi dari penelitian ini adalah wanita dengan perdarahan
pervaginam saat kehamilan intrauterin trimester pertama dengan usia
kehamilan kurang dari 12 minggu yang dikonfirmasi oleh pemeriksaan
klinis dan juga bersedia masuk ke dalam penelitian ini. Kriteria Eksklusi
dari penelitian ini adalah suspek/terdiagnosis kehamilan ektopik, wanita
yang telah melakukan tindakan terminasi kehamilan pada trimester
pertama dengan metode bedah, dan mereka yang tidak bersedia masuk ke
dalam penelitian.

VI. Importance
- Is this study important?
Ya, penelitian ini penting karena didapatkan hasil 30% abortus inkomplit
terjadi setelah MMA; penyebab yang mungkin adalah administrasi sendiri
atau preskripsi oleh praktisioner yang tidak teregistrasi, dosis dan
penggunaan obat yang tidak tepat, kurangnya riwayat, pemeriksaan,
edukasi, dan kurangnya follow-up. Komplikasi seperti pingsan, kebutuhan
darah, dan demam secara signifikan tinggi pada kelompok dengan abortus
inkomplit pasca MMA dibandingkan pada kelompok abortus spontan.

VII. Applicability
- Can the results be applied to the local population?
Ya, karena kondisi sampel pada penelitian ini, yang dilakukan di India,
tidak jauh berbeda dengan kondisi pasien yang ada di Indonesia. Hal ini
karena India merupakan negara berkembang dengan kondisi yang mirip di
Indonesia dan tindakan abortus dengan indikasi medis juga sering
dilakukan di Indonesia sehingga kita perlu mengetahui faktor-faktor yang
dapat meningkatkan kejadian komplikasi pasca abortus medikasi agar
dapat dicegah.

14
- Were all important outcomes considered?
Ya, terdapat informasi penting lainnya yang dicantumkan dan dianalaisis
dalam penelitian ini.
 Pentingnya penggunaan obat kombinasi (misoprostol dengan
mifepriston) dibandingkan dengan pemberian satu obat saja
(misoprostol) pada MMA.
 Terdapat faktor dari petugas medis yang membuat terjadinya
peningkatan risiko komplikasi abortus inkomplit pasca MMA, yaitu
1) Kurangnya perhatian dan penekanan pada pasien dalam
menyarankan follow-up pasca MMA.
2) Masih banyak petugas medis yang tidak tersertifikasi melakukan
tindakan aborsi medikasi walaupun sudah terdapat legalisasi
aborsi di India
3) Pemeriksaan fisik dan USG sebelum tindakan MMA belum rutin
dilakukan sehingga banyak terjadi komplikasi pada wanita yang
seharusnya tidak dilakukan MMA (usia gestasi > 9 minggu,
kehamilan ektopik)

Kesimpulan: Penelitian pada jurnal ini Valid, Important dan Applicable


sehingga jurnal ini dapat digunakan sebagai referensi.

15

Anda mungkin juga menyukai