Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH DVT DI RUANG IPJT RSSA

Oleh:

Shinta Wahyu D
P17221174070

POLITEKKES KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN LAWANG
2019
LAPORAN PENDAHULAN DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT)

A. PENGERTIAN
Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah terbentuknya bekuan darah
(trombus) pada salah satu vena dalam yang menyalurkan darah kembali ke
jantung. Cedera traumatik merupakan salah satu faktor risiko penting untuk
terbentuknya DVT. Pembentukan trombus melibatkan tiga faktor penting
meliputi aliran darah, komponen darah, danpembuluh darah yang dikenal
sebagai Virchow’s Triad. Temuan klasik nyeri pada betispada saat kaki
dorsifleksi (Homans sign) merupakan tanda yang spesifik tetapi tidaksensitif
dan terjadi pada setengah pasien dengan DVT.
Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) merupakan kondisi di
mana darah pada vena-vena profunda pada tungkai atau pelvis membeku.
Embolisasi dari trombus menimbulkan emboli paru (pulmonary embolus, PE)
sementara kerusakan vena lokal dapat menyebabkan hipertensi vena kronis
dan ekstermitas pascaflebitis (postphlebisic, PPL).
Kebanyakan trombus vena profund berasal dari ekstermitas bawah, banyak
yang sembuh spontan dan lainnya menjadi lebih luas atau membentuk emboli.
Trombosis pada vena poplitea, femoralis superfisialis, dan segmen-segmen
vena ileofermoralis juga sering terjadi. Amat banyak kasus emboli paru-paru
yang terjadi akibat DVT pada vena-vena panggul dan ekstermitas bawah.

B. ETIOLOGI / PREDISPOSISI
Beberapa penelitian sudah mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang
dapatmenyebabkan terjadinya DVT pada pasien yang mengalami trauma.
Faktor-faktor risiko ini umumnya bersifat kumulatif dan pasien biasanya
memiliki lebih darisatu faktor risiko.4Sebuah sistem penilaian Risk Assesment
Profile (RAP) dikembangkan oleh Greenfiled dan rekan-rekannya. Penelitian
yang dilakukan oleh Gearhartdan rekan-rekannya mendukung sistem penilaian
tersebut, dimana pasien dengan RAP=5 memiliki resiko 3 kali lipat
mengalami DVT daripada pasien dengan RAP < 5.3
Faktor risiko :
1. Usia di atas 40 tahun
2. Imobilisasi
3. Obesitas
4. Keganasan
5. Sepsis
6. Trombofilia
7. Penyakit inflamasi usus
8. Trauma
9. Penyakit jantung
10. Kehamilan
Trias Virchow :
1. Statis
2. Jejas endotel
3. Hiperkoagulasi

C. PATOFISIOLOGI
Pembentukan trombus melibatkan tiga faktor penting meliputi aliran
darah, komponen darah, dan pembuluh darah yang dikenal sebagai Virchow’s
Triad. Trauma mayor sering mempengaruhi salah satu atau ketiga faktor ini
yaitu hiperkoagulabilitas, cedera endotel dan stasis vena. Pasien trauma
dengan ketiga faktor tersebutsangat berisiko untuk mengalami DVT. Cedera
langsung pada pembuluh darah dapat menyebabkan kerusakan tunika intima
yang memicu trombosis sedangkan istirahat di tempat tidur dalam waktu yang
cukup lama, imobilisasi, hipoperfusi dan paralisis yang lama dapatmemicu
terjadinya stasis vena. Cedera tunika intima vena nampaknya menjadi
penyebab utama terbentuknya DVT. Respon alami tubuh terhadap trauma
vena adalah mengurangi pendarahan dari pembuluh darah yang rusak. Paparan
protein-protein pada endotelium yang rusak memulai aktivasi dan proses adesi
dari trombosit dan akhirnya memicu pembentukan trombin dan trombosis
berikutnya. Hiperkoagulabilitas merupakan fenomena yang diketahui terjadi
sesudah trauma. Seyfer dan rekan-rekannya memperlihatkan bahwa kadar
Antithrombin-III (AT III) menurun dengan cepat dalam beberapa jam sesudah
terjadi trauma berat, yang mengindikasikan suatu keadaan hiper
koagulabilitas.

D. MANIFESTASI KLINIK
DVT secara klasik menimbulkan nyeri dan edema pada ekstremitas.
Gejala-gejala inidapat muncul ataupun tidak, unilateral atau bilateral, ringan
atau berat bergantung padatrombus yang terbentuk. Trombus yang tidak
menyebabkan obstruksi aliran vena seringasimptomatik. Edema merupakan
gejala paling spesifik dari DVT. Trombus yang terdapat pada iliac bifurcation,
vena pelvis, vena kava menimbulkan edema kaki yangbiasanya bilateral.
Temuan klasik nyeri pada betis pada saat kaki dorsifleksi (Homanssign)
merupakan tanda yang spesifik tetapi tidak sensitif dan terjadi pada
setengahpasien dengan DVT.

E. PENATALAKSANAAN
Fokus perawatan untuk pasien yang mengalami penyakit ini adalah
meningkatkan aliran darah dan mencegah komplikasi. Pasien yang mengalami
DVT berisiko tinggi mengalami perkembangan emboli baru. Strategi terapi
mencakup terapi antikoagulan untuk mencegah perkembangan emboli, tirah
baring, dananalgesik. Kompres hangat dan lebab dapat digunakan. Ukuran
betis atau paha harus didapatkan setiap hari. Stoking elastis atau balutan juga
dapat digunakan.
Profilaksis terhadp DVT
Indikasi Adanya faktor-faktor risiko
Metode
1. Stocking kompresi mekanis (TED)
2. Heparin subkutan 5000 IU s.c. b.d. (warfarin 1 mg/hari, dekstran 70 iv 500
ml/hari).
Terapi definitive DVT Antikoagulasi untuk 3-6 minggu :
1. Heparin i.v. (periksa efektivitas dengan APTT)
Pemberian heparin

Dosis awal Bolus 80 unit/ kgBB, kemudian


18 unit/ kg / jam dengan infus
APTT < 35 detik ( < 1 kali Bolus 80 unit / kgBB, kemudian 4
kontrol) unit / kg / jam dengan infus
APTT 35 – 45 detik ( 1,2 – 2,5 Bolus 40 unit / kgBB, kemudian 2
kali kontrol) unit / kg / jam dengan infus
APTT 46 – 70 detik ( 1,5 – 2, 3 Tidak ada perubahan
kali kontrol)
APTT 71 – 90 detik ( 2,3 – 3, 0 Kecepatan infus diturunkan 2
kali kontrol) unit / kgBB/ jam
APTT > 90 detik ( > 3 kali Hentikan infus selama 1 jam lalu
kontrol) turunkan kecepatan infus rata –
rata 3 unit / kgBB/ jam

2. Trombolisis
3. Trombektomi
PE
1. Antikoagulan selama 3-6 bulan
2. Trombolisis
3. Embolektomi pulmonal
4. Penyaring IVC untuk PE rekuren walaupun dengan terapi, terapi
antikoagulasi dikontraindikasikan, DVT “risiko tinggi”
PPL
1. Elevasi ekstermitas
2. Kompresi
3. Balutan 4 lapis untuk penyembuhan ulkus
4. Stocking kompresi untuk memperthankan kompresi ekstermitas
5. Rekonstruksi katup vena

F. KOMPLIKASI
Komplikasi perdarahan dari pemberian Low-Molecular Weight Herpain
(LMWH) sebagai profilaksis DVT bervariasi dari penurunan kadar
hemoglobin sementara sampai perdarahan yang memerlukan intervensi
(angiografi dan pembedahan). LMWH dikatakan meningkatkan insiden
perdarahan mayor pada saat digunakan sebagai profilaksis DVT. Hal ini
didukung oleh penelitian Geerts dan rekan-rekannya yang melakukan
observasi pada pasien yang mendapatkan UFH mengalami episode perdarahan
lebih sedikit dibandingkan LMWH (berturut-turut 0,6% vs 2,9%) namun tidak
signifikan. Perdarahan diperkirakan mayor pada saat hemoglobin turun 2 g/dL
atau lebih, atau transfusi lebih dari 2 unit packed red blood cell (PRC).
LMWH dan UFH secara langsung dibandingkan pada tiga publikasi.
Green dan rekan-rekannya menemukan insiden perdarahan non-fatal dari
pemberian LMWH dan UFH berturut-turut 0% dan 9,5%. Mereka juga
melaporkan 2 pasien (9%) meninggal karena PE masif pada kelompok UFH.
Keseluruhan insiden (perdarahan atau trombosis) adalah 0% pada kelompok
LMWH dan 34% pada kelompok UFH. Geerts dan rekan- rekannya
menemukan rata-rata perdarahan dari LMWH dan UFH berturut-turut 2,9%
dan 0,6%. Mereka tidak menemukan adanya perdarahan fatal. Pada penelitian
Spinal Cord Injury Thromboprophylaxis Investigators, rata-rata perdarahan
untuk pemberian LMWH dan UFH berturut-turut 2,6% dan 5,3%. Dengan
menggunakan analisis regresi, mereka mengidentifikasi umur lebih dari 50
tahun, kadar hemoglobin rendah dan pemberian profilaksis antikoagulan
jangka pendek merupakan faktor prediksi mengalami perdarahan mayor
memperlihatkan perbedaan komplikasi perdarahan dari pemberian LMWH
pada beberapa kelompok penelitian.
Protamine sulphate secara efektif melawan efek antikoagulan dari UFH,
namunhanya memiliki efek parsial pada LMWH. Diperkirakan 60%
(utamanya aktivitasantifactor Xa) dari efek LMWH dinetralisis oleh protamine
sulphate. Pemberian infusprotamine sulphate seharusnya tidak melebihi dosis
maksimum yaitu 50 mg. Pemberiandosis ulangan protamine sulphate
seharusnya dipertimbangkan pada saat perdarahanberlanjut dan tidak
bergantung pada hasil antifactor Xa plasma atau kadar aPTT
yangmemanjang.9Fresh Frozen Plasma (FFP) dan/atau rekombinan Factor
VIIa efektifmelawan efek antikoagulan LMWH dan seharusnya diberikan
pada pasien yang tidakstabil dengan perdarahan berat atau perdarahan pasca
operasi.9Heparin Induced Thrombocytopenia (HIT) merupakan agregasi
trombosit yangdimediasi imun sampai terjadi trombositopenia yang memiliki
asosiasi kuat denganterbentuknya trombosis arterial dan vena. HIT secara khas
terjadi antara hari 4 dan 14 dari terapi heparin. Berpotensi menimbulkan
kejadian fatal, jika tidak terdeteksi dini,meliputi tromboemboli, PE dan
perdarahan. Diagnosis HIT terdiri dari klinis(trombositopenia) dan deteksi
serum (antibodi HIT).

G. PENGKAJIAN FOKUS
1. Demografi
DVT sebagai salah satu manifestasi dari Venous
Thromboembolism (VTE) memiliki beberapa faktor risiko antara lain
faktor demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas yang lama), kelainan
patologi (trauma, hiperkoagulabilitas kongenital, antiphospholipid
syndrome, vena varikosa ekstremitas bawah, obesitas, riwayat
tromboemboli vena, keganasan), kehamilan, tindakan bedah, obat-obatan
(kontrasepsi hormonal, kortikosteroid). Meskipun DVT umumnya
timbul karena adanya faktor risiko tertentu, DVT juga dapat timbul tanpa
etiologi yang jelas ( idiopathic DVT).
2. Riwayat Kesehatan
Risiko terjadinya DVT akan meningkat dengan bertambahnya usia,
riwayat keluarga menderita DVT, perokok, dehidrasi, kanker, vena
varikosa, operasi, penyakit jantung dan pernafasan, obesitas dan
kehamilan. Studi tentang riwayat keluarga dan anak kembar menunjukkan
faktor genetika berpengaruh sekitar 60% risiko DVT. Defisiensi anti
thrombin, protein C dan protein S merupakan faktor risiko yang kuat pada
DVT.
3. Data Fokus Terkait Perubahan Pola Fungsi dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat
penting dalam pendekatanpasien dengan kecurigaan mengalami DVT.
Keluhan utama DVT biasanya adalah kakibengkak dan nyeri. Pada
pemeriksaan fisik tanda-tanda klasik seperti edema kakiunilateral, eritema,
hangat, nyeri, pembuluh darah superfisial teraba, dan Homans signpositif
tidak selalu ditemukan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
D-dimer dan penurunan Antithrombin (AT). Peningkatan D-dimer
merupakan indikatoradanya trombosis aktif. Pemeriksaan laboratorium
lain umumnya tidak terlalu bermaknauntuk mendiagnosis adanya DVT,
tetapi membantu menentukan faktor resiko.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Venografi atau flebografi
Venografi atauflebografi merupakan pemeriksaan standar untuk
mendiagnosis DVT baik pada betis,paha maupun ileofemoral.
b. Ultrasonografi (USG) Doppler (duplex scanning)
c. USG kompresi
d. Venous Impedance Plethysmography (IPG)
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI umumnya digunakan untuk mendiagnosis DVT padaperempuan
hamil atau DVT pada daerah pelvis, iliaka dan vena kava dimana
Duplexscanning pada ekstremitas bawahmenunjukkan hasil negatif.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
2. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
edema kronis pergelangan kaki
3. Resiko tinggi terhadap inefektifitas penatalaksanaan regimen terapeutik
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pencegahan
kekambuhan trombosis vena dalam dan tanda-tand serta gejala-gejala
komplikasi.

I. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL


1. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat melaporkan penurunan nyeri setelah mendapatkan
tindakan penghilangan nyeri
b. Nyeri (deskripsi, lokasi, durasi, intensitas (0-10), faktor-faktor
pemberat, faktor-faktor penghilang, tanda-tanda dan gejala yang
menyertai)
Intervensi :
a. Tinggika tungkai bawah yang sakit lebih tinggi dari ketinggian jantung
untuk meningkatkan drainase vena
Rasional : nyeri vena biasanya diperburuk dengan posisi kaki
menggantung dan sedikit menghilang dengan meninggikan kaki.
b. Jelaskan perlunya mengindari Aspirin Obat-obatan yang mengandung
aspirin ( bismuth, pepto-bismol, alka-seltzer, beberapa ramuan
tradisional yang dingin dan menimbulkan alergi) Obat nonsteroid
antiinflamasi ( advil, midol, motrin, indocin, felden)
Rasional : produk ini mempengaruhi koagulasi trmbosit plasma
c. Dokumentasi :
Catatan pemberian obat, tipe, rute, dosis dari semua obat
Catatan perkembangan respon terhadap tindakan penghilang nyeri
Kondisi pergelangan kaki saat ini
Penyuluhan klien
Respon klien terhadap penyuluhan
DAFTAR PUSTAKA

Grace, Pierce A., & Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3.
Jakarta: Erlangga.

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 2007. Patofisiologi Volume 1: Konsep
Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.

Morton, Patricia Gonce dkk. 2012. Keperawatan Kritis Volume 1: Pendekatan


Asuhan
Holistik. Jakarta: EGC.

Megasafitri, Dian., Wiargitha, & Maliawan, Sri. 2013. Low-Molecular Weight


Heparin
(LMWH) Sebagai Profilaksis Deep Vein Thrombosis (DVT) Pada Pasien
Trauma. http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/6106/4597 .
Diunduh 25 Mei 2014.
Aan Nandiwardhana di 7.5

Anda mungkin juga menyukai