DM GESTASIONAL
Disusun Oleh :
Menik Ayu Nurhayati
N111 17 146
Pembimbing Klinik :
dr. Heryani Hs. Parewasi, Sp.OG., M.Kes
Fakultas : Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako
2
DAFTAR ISI
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................. 37
3
DAFTAR GAMBAR
4
DAFTAR TABEL
5
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyulit medik yang sering terjadi
selama kehamilan. Peningkatan angka kematian dan angka kesakitan perinatal
pada kehamilan dengan DM berkolerasi langsung dengan kondisi hiperglikemia
pada ibu.
Kelainan bawaan janin saat ini merupakan salah satu penyebab kematian
perinatal pada 10% kasus kehamilan dengan DM tipe 1 dan tipe 2 yang tidak
teregulasi dengan baik. Bayi-bayi dengan makrosomia akan terjadi kelambatan
maturasi paru janin yang akhirnya juga meningkatkan kejadian RDS. Kejadian
kematian janin intrauterin yang terjadi pada kasus-kasus kehamilan dengan DM
6
juga dikaitkan dengan kondisi hiperglikemia yang berakhir dengan keadaan
asidosis laktat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Klasifikasi DM dibagi menjadi DM tipe
1, DM tipe 2, DM tipe lain dan DM Gestasional.1 Secara umum, diabetes
pada masa kehamilan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu DM yang
sudah diketahui sebelumnya kemudian menjadi hamil (Diabetes Melitus
Pregestasional) dan Diabetes yang baru diidentifikasi dalam masa kehamilan
(Diabetes Melitus Gestasional/ DMG). Sehingga secara spesifiknya, Diabetes
Melitus Gestational (DMG) adalah suatu intoleransi glukosa yang
berkembang atau terdiagnosis pertama kali selama kehamilan. Definisi ini
berlaku dengan tidak memandang apakah pasien diabetes melitus hamil yang
mendapat terapi insulin atau diet saja, juga apabila pada pasca persalinan
keadaan intoleransi glukosa masih menetap. Demikian pula ada kemungkinan
pasien tersebut sebelum hamil sudah terjadi intoleransi glukosa. Meskipun
memiliki perbedaan pada awal perjalanan penyakitnya, baik penyandang
diabtes melitus (DM) tipe 1 dan tipe 2 yang hamil maupun DMG memiliki
penatalaksanaan yang kurang lebih sama.1
B. Insidensi
Di Indonesia, prevalensi DMG adalah 1,9-3,6%. Pada studi kohort,
40-60% dari DMG akan berlanjut menjadi DM tipe 2 atau toleransi glukosa
terganggu (TGT). Salah satu penelitian secara prospektif di Makassar,
diantara 46 wanita dengan diabetes melitus gestasional, insisdens kejadian
DM tipe 2 dan toleransi glukosa terganggu setelah 6 tahun melahirkan adalah
56,6%. Angka kesakitan dan kematian pada DMG cukup serius untuk ibu dan
bayi sehingga sebaiknya dilakukan skrining yang efektif pada wanita hamil
yang sebelumnya tidak diketahui memiliki diabetes mellitus.1
8
C. Etiologi
Diabetes melitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara
insufisiensi atau absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula
darah tinggi, serta berkurangnya glikogenesis. Diabetes dalam kehamilan
menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan menyebabkan perubahan-
perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang juga dipengaruhi
oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes akan mempengaruhi kehamilan dan
persalinan.2
Saat seorang wanita hamil, beberapa hormon tertentu mengalami
peningkatan jumlah. Misalnya saja jumlah hormon kortisol, estrogen dan
Human Placental Lactogen (HPL). Peningkatan semua jumlah hormon
tersebut saat hamil ternyata mempunyai pengaruh terhadap fungsi insulin
dalam mengatur kadar gula darah. Kondisi ini menyebabkan suatu kondisi
yang kebal terhadap insulin yang disebut sebagai insulin resistance. Karena
fungsi insulin dalam mengatur kadar gula darah terganggu, jumlah gula dalam
darah akan naik. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya penyakit
diabetes mellitus gestasional. Faktor yang mempunyai risiko tinggi DM
Gestasional:3
1. Umur lebih dari 30 tahun
2. Obesitas dengan indeks massa tubuh 30 kg/m2
3. Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
4. Pernah menderita DM gestasional sebelumnya
5. Pernah melahirkan anak besar > 4.000 gram
6. Adanya glukosuria
D. Patofisiologi
Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut akan terjadi
suatu keadaan di mana jumlah atau fungsi insulin menjadi tidak optimal.
Terjadi perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin.
Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah dimana
kadar gula darah pada ibu tinggi tetapi kadar insulin juga tetap tinggi.2
9
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi
janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal (menyebabkan
kemungkinan terjadi berbagai komplikasi). Selain itu terjadi juga
hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik
(hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan
sebagainya)
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolism endokrin dan
karbohidrat yang menunjang pemasukan makanan bagi janin serta persiapan
untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada
janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah
ibu. Insulin ibu tak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang
mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama
dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormone lain seperti estrogen,
steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya resabsorpsi makanan maka
terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.
Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari
keadaan normal. Hal ini disebut sebagai tekanan diabetogenik dalam
kehamilan. Secara fisiologik telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ibu
ditambah dengan insulin eksogen, sang ibu tidak mudah menjadi hipoglikemi.
Akan tetapi, bila ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga ia
relative hipoinsulin yang menyebabkan hiperglikemia atau diabetes
kehamilan.2
Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar
sekali maka perlu dilakukan induksi pada minggu ke 36 – 38 untuk mencegah
terjadinya komplikasi saat persalinan. Proses persalinan ini harus dalam
pengawasan ketat oleh dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis
penyakit dalam. Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula darah akan
kembali normal, apabila tidak, maka perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes
oral sampai jangka waktu tertentu. Pada kehamilan normal terjadi banyak
perubahan pada pertumbuhan dan perkembangan fetus secara optimal. Pada
kehamilan normal kadar glukosa darah ibu lebih rendah secara bermakna.
10
Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan
hormon-hormon kehamilan yang merupakan sekresi dari plasenta yaitu
(human placental lactogen, progesterone, kortisol, prolaktin) yang mencapai
puncaknya pada trimester ketiga kehamilan. Hormon-hormon ini dan
perubahan endokrinologik serta metabolik akan menyebabkan perubahan dan
menjamin pasokan bahan bakar dan nutrisi ke janin sepanjang waktu. Akan
terjadi diabetes mellitus gestasional apabila fungsi pancreas tidak cukup
untuk mengatasi keadaaan resisten insulin yang diakibatkan oleh perubahan
hormone diabetogenik selama kehamilan sehingga diabetes mellitus
gestational patofisiologinya tidak jauh berbeda dari DM tipe 2 yaitu terjadi
gangguan sekresi sel beta pancreas.4
Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif
tubuh untuk menjaga asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik sudah
terjadi sebelum kehamilan pada ibu-ibu dengan obesitas. Kebanyakan wanita
dengan DMG memiliki kedua jenis resistensi insulin ini yaitu kronik dan
fisiologis sehingga resistensi insulinnya biasanya lebih berat dibandingkan
kehamilan normal. Kondisi ini akan segera membaik setelah partus dan akan
kembali ke kondisi awal lagi setelah selesai masa nifas, dimana konsentrasi
HPL sudah kembali seperti awal.5
11
E. Gejala Klinis
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat
sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi
osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit
sehingga klien mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan
cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih
banyak minum.
3. Polifagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel
mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan
terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan,tetap saja makanan
tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi
glukosa, maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bagian tubuh
yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar,
maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di
tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga pasien
dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan proses reduksi dari glukosa
menjadi sorbitol di dalam sel yang mengandung enzim aldosareduktase.
Akibatnya sorbitol tidak dapat melalui membrane sel Pada keadaan
hiperglikemia, sorbitol dapat menumpuk di dalam sel dan akhirnya
membengkak. Akibat penumpukan sorbitol di lensa mata akan terjadi
penarikan air yang selanjutnya merusak kejernidchannya atau katarak.
Akibat terdapat penimbunan sorbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.4,5
12
Gambar 2. Proses manifestasi klinik dari diabetes
F. Diagnosis
Berbeda dengan diabetes mellitus yang sudah mempunyai
keseragaman kriteria diagnosis, diabetes melitus gestational sampai saat ini
belum ada kesepakatan mengenai kriteria diagnosis mana yang harus
digunakan. Pada saat ini ada dua cara pemeriksaan penunjang untuk diagnosis
yang banyak dipakai yaitu yang diperkenalkan oleh American Diabetes
Association dan umunya dipakai di negara bagian Amerika Utara dan kriteria
diagnosis dari WHO yang banyak digunakan di luar Amerika Utara.6
1) Kriteria American Diabetes Association
ADA menggunakan skrining diabetes melitus gestational melalui
pemeriksaan glukosa darah melalui 2 tahap. Tahap pertama dikenal
dengan nama tes tantangan glukosa (GTT) yang merupakan tes skrining.
Pada semua wanita hamil yang datang di klinik diberikan minum glukosa
sebanyak 50 gram kemudian diambil contoh darahnya satu jam
kemudian.6 Jika hasil glukosa darah >140 mg/dl disebut tes tantangan
13
positif dan harus melanjutkan dengan tahap kedua yaitu tes toleransi
glukosa oral. Untuk tes toleransi glukosa oral harus dipersiapkan sama
dengan dengan pada pemeriksaan bukan wanita hamil. Perlu diingat
apabila pada pemeriksaan awal ditemukan konsentrasi glukosa plasma
puasa ≥126 mg/dl atau glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl, maka
mereka hanya dilakukan pengulangan tes darah, apabila hasilnya sama
maka diagnosis diabetes melitus sudah dapat ditegakkan dan tidak
diperlukan lagi pemeriksaan tes toleransi glukosa oral.
Untuk tes toleransi glukosa oral ADA mengusulkan dua jenis tes
yaitu yang disebut tes toleransi glukosa oral tiga jam, dan tes toleransi
glukosa oral dua jam. Perbedaan utama adalah jumlah beban glukosa,
yaitu pada yang tiga jam menggunakan 100 gram sedangkan yang pada
dua jam hanya 75 gram.6
Gambar 3. Tes toleransi glukosa oral 2 jam (75g glukosa) dan 3 jam
(100g glukosa)
2) Kriteria WHO
WHO menganjurkan untuk diabetes mellitus gestational harus
dilakukan tes toleransi glukosa oral dengan beban glukosa 75 gram.
Kriteria diagnosis sama dengan yang bukan wanita hamil yaitu puasa ≥
126 mg/dl dan dua jam pasca beban ≥ 200 mg/dl, dengan tambahan
mereka yang tergolong toleransi glukosa terganggu dimana kadar
glukosanya > 140mg/dl dan <200mg/dl dapat di diagnosis juga sebagai
diabetes melitus gestational.6
14
Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-
hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum airputih tanpa gula tetap diperbolehkan.
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa) atau 1,75 g/Kg BB (anak-
anak) dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5
menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat
dan tidak merokok. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi
criteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT(Glukosa
Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
Glukosa darah 2 jam < 140 mg/dL → normal
Glukosa darah 2 jam 140 - 199 mg/dL →toleransi glukosa
terganggu
Glukosa darah 2 jam ≥ 200 mg/dL → diabetes melitus an
hasil
Pemeriksaan tes gula darah puasa pasien menunjukkan angka
130mg/dl dan tes gula darah post prandial setelah pemberian beban ialah
150mg/dl. Hal ini menjadi indikasi penting bahwa pasien tersebut
menderita diabetes.
3) Tes Antibodi
Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel
beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies
15
(IAA) dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD).
ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin
pada pulau-pulau pancreas terutama sel beta. ICA ini menunjukkan
adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi
berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim
yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric
acid (GABA). Apabila produksi GABA menurun maka secata tidak
langsung dapat meningkatkan penghasilan hormone kortisol yang dimana
kortisol merupakan salah satu hormonn yang memacu terjadinya resisten
insulin. Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis
terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum
gejala DM muncul.
16
Setelah kadar normoglikemik menjadi stabil, kadar hemoglobin A1c
kembali ke normal dalam waktu sekitar 3 minggu.
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1c (terkontrol): 4%-6,5%. Jadi,
HbA1c penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau
belum. Sebaiknya, penentuan HbA1c ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan
sekali.7
Pasien tersebut menderita penyakit diabetes pada kehamilan yang
dimana diabetes pada ibu hamil biasanya dibagi menjadi 2 yaitu diabetes
pragestasional dan diabetes gestasional. Pada diabetes pragestasional akan
ditemukan adanya kadar glukosa plasma lebih dari 200 mg/dl dengan ada tanda
serta gejala klasik seperti poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan tanpa
sebab yang jelas atau glukosa puasa melebihi 125 mg/dl.6 Namun pada
awalnya pasien penderita diabetes tidak menghiraukan bahwa ia memiliki
penyakit diabetes sampai timbul komplikasi tambahan yang agak menonjol
yaitu contoh salah satunya retinopati, cepat lelah dan lain lain ataupun pasien
sudah terdiagnosis menderita diabetes tipe 1 ataupun 2 sebelum kehamilan
terjadi yang dimana akan terjadinya gangguan metabolism karbohidrat.
Gangguan metabolisme karbohidrat terserbut akan meningkat bermakna pada
wanita yang memiliki riwayat keluarga penderita diabetes, pernah melahirkan
bayi besar, memperlihatkan glukosuria persisten atau mengalami kematian
janin yang tidak jelas. Tidak diragukan lagi bawah diabetes pregestasional akan
memiliki dampak signifikan pada hasil akhir kehamilan dimana sang ibu
ataupun janin dapat mengalami berbagai penyulit akibat diabetesnya tersebut.6
Setelah itu ada pula terdapat diabetes pada kehamilan yang disebut dengan
diabetes gestasional. Pada penderita diabetes gestasional terjadi introleransi
karbohidrat dengan keparahan yang bervariasi dan dikenali pertama kali
selama kehamilan. Keadaan ini paling kelihatan ketika kehamilan berumur 24-
28 minggu. Sebagian besar penderita diabetes gestasional telah mengidap
diabetes pragestasional tanpa terdiagnosis.6 Terdapat penelitian yang
mengatakan bahwa wanita dengan hiperglikemi puasa yang didiagnosis
sebelum 24 minggu memperlihatkan hasil yang serupa dengan diabetes
17
pragestasional. Diabetes gestasional juga sering disebut diabetes tipe 2 yang
terungkap atau ditemukan selama kehamilan. Karena insiden diabetes tipe 2
meningkat seiring dengan usia dan factor diabetogenik yaitu obesitas. Yang
dimana pada diabetes gestasional terdapat tanda-tanda utama yang menyerupai
dengan diabetes tipe 2 yaitu obesitas.6 Namun pada penderita diabetes
gestasional, penyakit ini dapat hilang ketika masa pasca melahirkan selama
kurang lebih 40 hari dan apabila ketika dilakukan kembali tes glukosa darah,
kadar gula darah tidak turun hal ini dapat menjadi diabetes tipe lain yang
menjadi lanjutan dari diabetes gestasional tersebut.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diabetes pada kehamilan sebaiknya dilakukan secara
terintegrasi oleh dokter penyakit dalam, dokter kebidanan dan kandungan,
dokter gizi dan dokter anak. Tujuan dari penanganan ini adalah untuk
mengurangi angka kematian dan kesakitan baik ibu dan anak.2
Secara umum, tatalaksana pada DMG mirip dengan tatalaksana pada
DM, kecuali pada penggunan obat hipoglikemik oral. Sampai sekarang
penggunaan obat hipoglikemik oral pada kehamilan masih belum
direkomendasikan.1,2
Target kontrol diabetes pada kehamilan adalah gula darah puasa
(GDP) 95mg/dL dan gula darah 2 jam post prandial adalah 120mg/dL.
Penggunan monitoring HbA1c untuk mengontrol target tidak
direkomendasikan karena hubungan kontrol HbA1c dengan resiko DMG
seperti insidens makrosomia dan dampak negatif pada kehamilan lain.
Insidens dari makrosomia bisa dikontrol dengan USG secara berkala.1,2 untuk
mengurangi resiko dari diabetes mellitus gestasional dapat dilakukan dengan
cara:
1) Diet dan aktivitas fisik1
Tujuannya ialah untuk mencapai normoglikemi dan memastikan
pertumbuhan dan perkembangan fetus berlangsung dengan baik.
18
Rekomendasi kenaikan berat badan bervariasi tergantung dari berat
badan sebelum hamil. Dianjurkan kenaikan sebanyak 7kg pada wanita
dengan BMI>30kg/m2 dan kenaikan sampai 18kg pada wanita dengan
BMI<18,5kg/m2. Wanita dengan BMI 18,5-24,9 dianjurkan memiliki
kenaikan berat badan sekitar 11-16kg. Sementara wanita dengan BMI 25-
29,9 dianjurkan memiliki kenaikan berat badan sebanyak 7-11kg.
Secara umum kalkulasi kebutuhan kalori pada wanita hamil antara lain:
35-40kkal/kg – underweight
30-34kkal/kg - normal weight
23-25kkal/kg – overweight
Dengan komposisi makanan yang tidak berbeda dari wanita dengan
diabetes, yaitu protein 1-1,5 gram/kgbb.
Sangat dianjurkan wanita hamil melakukan aktivitas fisik seperti
berjalan, berenang, sepeda statis atau olah raga ringan lain sebanyak 30
menit sehari dan latihan gerakan tangan selama 10 menit setiap selesai
makan. American Diabetes Association merekomendasikan aktivitas fisik
ringan yang tidak mempunyai kontraindikasi medis (perdarahan vagina,
pingsan, berkurangnya aktivitas janin, edema generalisata, low back
pain).1
Sasaran gula darah yang ingin dicapai adalah GDP<95 dan GD 2
PP <120. Apabila sasaran tersebut terpenuhi maka teruskan perencanaan
makan. Apabila tidak terpenuhi maka perencaan makan ditambah dengan
insulin. Dan jika GDP >130mg/dL perencanaan makan langsung disertai
insulin.
2) Terapi insulin
Jenis insulin yang dipakai adalah insulin human. Insulin analog
belum dianjurkan untuk wanita hamil mengingat struktur asam aminonya
berbeda dengan insulin human. Perbedaan struktur ini menimbulkan
perbedaan afinitas antara insulin analog dengan insulin human terhadap
reseptor insulin dan reseptor IGF-1. Mengingat kerja Human Placental
19
Lactogen (HPL) melalui reseptor IGF-1, maka perubahan afinitas ini
dikhawatirkan dapat mempengaruhi janin atau kehamilan. Beberapa studi
tentang pemakaian insulin lispro menunjukkan dapat memperbaiki profil
glikemia dengan episode hipoglikemia yang lebih sedikit, pada usia
kehamilan 14-32 minggu. Namun masih dirasa perlu penelitian jangka
panjang untuk menilai keamanannya pada kehamilan dan FDA
mengkategorikan keamanannya di tingkat B.2
Dosis dan frekuensi pemberian insulin sangat tergantung dari
karakteristik rerata konsentrasi glukosa darah setiap pasien. Berbeda
dengan diabetes hamil pragestational, pemberian insulin pada diabetes
melitus gestational selain dosis yang lenih rendah juga frekuensi
pemberian lebih sederhana. Pemberian insulin kombinasi kerja singkat
dan kerja sedang seperti Mixard atau Humulin 30-70 dilaporkan sangat
berhasil.6 DMG dengan hiperglikemia hanya pada pagi hari, cukup
diberikan suntikan insulin kerja menengah sebelum tidur malam. Pasien
dengan hiperglikemia pada keadaan puasa maupun sesudah makan
diberikan insulin kombinasi kerja menengah dan kerja cepat, pagi dan
sore hari. Dosis insulin diperkirakan antara 0,5-1,5 U/kg berat badan, 2/3
diberikan pagi hari dan 1/3 pada sore hari. Hanya pada keadaan tertentu
dimana belum terkendali dengan pemberian 2 kali perlu diberikan 4 kali
sehari yaitu 3 kali insulin kerja cepat ½ jam sebelum makan dan insulin
kerja menengah pada malam hari sebelum tidur.
Cara Pemberian Insulin Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Setelah
Gagal Dengan Diet
21
Gambar 4. Penatalaksanaan diabetes gestasional
22
kali lipat. Saat kala satu jumlah yang dibutuhkan berkurang namun saat kala
dua jumlahnya meningkat sangat drastis dan saat post partum jumlahnya
menurun secara cepat. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus dalam
pemberian insulin. Banyak kasus di Universitas Mie saat mulai proses
persalinan, pasien diberikan cairan elektrolit mengandung 5% glukosa dengan
jumlah 100-120ml/ jam, kemudian diberikan insulin intravena melalui syringe
pump. Kemudian kadar gula darah diukur setiap 1-2 jam. Pemberian insulin
diberikan mulai 0,5 unit perjam sampai menggunakan dosis sesuai fluktuasi
kadar gula darah.9
26
K. Prognosis
Efek jangka panjang pada ibu antara lain menjadi toleransi glukosa
terganggu atau diabetes melitus tipe 2. Pada bayi juga meningkatkan
kemungkinan terjadinya obesitas, gangguan toleransi glukosa dan DM. Oleh
karena itu, kontrol gula darah yang adekuat pada saat kehamilan sangat
penting untuk mencegah komplikasi pada ibu dan bayi.1,2
27
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. R
Umur : 30 tahun
Alamat : Jl. Bumi sagu tibo, Sindue
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Pusing sejak 2 harin SMRS
E. Riwayat Menstruasi :
Menarche : 13 tahun
Siklus : Teratur (antara 28-30 hari)
Lama haid : 7 hari
Banyaknya : 3 kali ganti pembalut setiap hari
Warna : Merah, tak berbau
Dismenore : (-)
F. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, usia pernikahan ± 19 tahun
29
G. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:
Umur Jenis
NNo Hamil Tahun J Penolon
Kehami Persalina Keadaan/BB
. ke Persalinan K g
lan n
1. I 2009 L Aterm SC Dokter Hidup/3700
2. II 2017 L Aterm SC Dokter gram
3. III Hamil Hidup/3500
Sekarang gram
Kepala – Leher :
Kepala : Normocepali, deformitas (-)
Mata : CA-/-, SI-/-
Mulut : karies (-), mukosa intak
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
tiroid tidak teraba membesar.
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris bilateral
P : Vocal fremitus simetris kiri dan kanan
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
dalam batas normal.
A : Bunyi pernapasan vesicular, Bunyi jantung I/II murni regular
Abdomen :
Inspeksi : Buncit, simetris, linea nigra (+), striae gravidarum (+),
pembuluh darah kolateral (-), tampak bekas luka operasi
cesar diatas symphisis pubis
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor baik, ballottement (+).
Pemeriksaan Obstetri :
Leopold I : 31 cm, teraba bagian besar, bulat, keras dan tidak
melenting
Leopold II : Kanan: teraba satu bagian-bagian kecil
Kiri: teraba satu bagian besar, keras seperti papan
Leopold III : Teraba satu bagian besar, bulat, keras, dan melenting
31
Leopold IV : Belum masuk PAP (konvergen)
DJJ : 145x/menit (reguler)
HIS : tidak ada
Pergerakan Janin: terdapat pergerakan janin
Ekstremitas :
Akral hangat kedua ekstremitas, edema pada kedua ekstremitas bawah
Pemeriksaan Ginekologi :
Pemeriksaan Luar
Inspeksi : Sikatrik (-), tanda radang (-), linea nigra (+), striae
gravidarum (+), perdarahan flek-flek (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-) bagian bawah, TFU : 31 cm
Inspekulo : tidak dilakukan
Pemeriksaan Dalam
Tidak dilakukan
32
Pemeriksaan Urinalisis :
Protein: (++), Nitrit: +1, Leukosit: +1
Sedimen: Leukosit: 5-8; Eritrosit: 2-3; Epitel sel: (+)
V. RESUME
Wanita G3P2A0 berusia 30 tahun datang dengan keluhan pusing sejak 2
hari SMRS. Pasien mengatakan pusing dirasakan seperti berdenyut di
daerah kepala sehingga pasien dianjurkan oleh bidan yang sering
memeriksanya untuk dilakukan pemeriksaan di rumah sakit. Pada
pemeriksaan didapatkan pasien memiliki gula darah sewaktu yang tinggi
dan adanya protein di urin. Pasien mengatakan pada kehamilan sebelumnya
tidak pernah menderita hipertensi ataupun diabetes selama hamil. Pasien
juga mengatakan beberapa minggu sebelumnya pasien merasakan nafsu
makannya meningkat, sering buang air kecil dan merasa haus. Akan tetapi
pasien mengatakan tidak ada keluhan seperti kesemutan, lemas, mual,
muntah dan nyeri perut selama kehamilannya. Riwayat melakukan USG
kehamilan di rumah sakit didapatkan usia kandungan pasien sudah berjalan
selama 7 minggu. Karena hasil USG kandungan pasien baik sehingga dokter
memperbolehkan pasien mengkontrol kehamilannya di bidan atau
puskesmas akan tetapi oleh karena pasien memiliki riwayat persalinan sectio
sesaria pada kehamilan sebelumnya sehingga ia dianjurkan untuk kembali
melakukan persalinan di rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi pasien compos mentis,
Tekanan Darah 160/100 mmHg, Nadi 98x/menit, Suhu 36,8oC, Pernapasan
21x/menit; Berat badan 93 Kg, Tinggi badan 170 cm, IMT 32,17 (Obesitas
tipe II); Mammae Simetris serta bagian kanan dan kiri mengencang,
hiperpigmentasi pada kedua areola; Abdomen line nigra (+), striae
gravidarum (+), BSC di atas symphysis pubis, Leopold I: TFU 31 Cm,
teraba bagian besar, bulat, keras dan tidak melenting; Leopold II: Kanan:
teraba satu bagian-bagian kecil sedangkan bagian Kiri: teraba satu bagian
33
besar, keras seperti papan; Leopold III: teraba satu bagian besar, bulat,
keras, dan melenting; Leopold IV: konvergen; DJJ: 145 dpm.
Pada Pemeriksaan penunjang didapatkan hasil pemeriksaan darah
dan urin terjadi peningkatan kadar gula darah sewaktu, proteinuria (++);
VI. DIAGNOSIS
G3P2A0 Gravid 35 minggu dengan DMG dan PEB
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
- Nifedipin 3x10 mg
- Sulfa ferosus 1x1 tab
- Dexametason 2x6 mg
- Insulin sliding scale tiap 6 jam
34
FOLLOW UP
P : IVFD RL 28 TPM
- Nifedipin 3x10 mg
- Sulfa ferosus 1x1 tab
- Dexametason 2x6 mg
- Insulin sliding scale tiap 6 jam
- Rencana USG
O : Ku : sedang
Kesadaran: composmentis
TD: 130/90 mmHg
N: 88 x/m
S: 36,5o C
R: 20 x/m
35
A : G3P2A0 Gravid 35 minggu dengan DMG dan PEB
P : IVFD RL 28 TPM
- Nifedipin 3x10 mg
- Sulfa ferosus 1x1 tab
- Dexametason 2x6 mg
- Insulin sliding scale tiap 6 jam
- Cek kembali GDS
P : IVFD RL 28 tpm
Nifedipine 3x10 mg
Sulfa ferosus 1x1 tab
Insulin sliding scale tiap 6 jam
36
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, Wanita G3P2A0 berusia 30 tahun datang dengan keluhan
pusing sejak 2 hari SMRS. Pusing dirasakan seperti berdenyut di daerah kepala
sehingga pasien dianjurkan oleh bidan untuk dilakukan pemeriksaan di rumah
sakit. Di rumah sakit, pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah
lengkap dan urin dimana hasilnya pasien memiliki gula darah sewaktu yang
tinggi, dan adanya protein di urin. Pasien juga mengatakan beberapa minggu
sebelumnya pasien merasakan nafsu makannya meningkat, sering buang air kecil
dan merasa haus.
DAFTAR PUSTAKA
38
1. Kovacs, P. Congenital Uterine Anomalies Associated with Adverse
Pregnancy Outcomes. 2015. Medscape. Viewed on September, 13 2019 from
https://www.medscape.com/viewarticle/839437
2. Anwar, M. Baziad, A. Prabowo. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014
3. Behera, MA. Gest, TR. Uterus Anatomy. 2015. Medscape. Viewed on
September 16, 2019 from https://emedicine.medscape.com/article/1949215-
overview
4. Amesse, LS. Lucidi, RS. Mullerian Duct Anomalies. 2018. Medscape.
Viewed on September 16, 2019 from
https://emedicine.medscape.com/article/273534-overview#a2
5. Lin, PC. Reproductive Outcomes in Woman With Uterine Anomalies. 2016.
Medscape. Viewed on September 16, 2019 from
https://www.medscape.com/viewarticle/471012_3
6. Syed, I. Lin, EC. Imaging in Mullerian Duct Abnormalities. 2016. Medscape.
Viewed on September 17, 2019 from
https://emedicine.medscape.com/article/405335-overview
39