Anda di halaman 1dari 10

Tugas Kesehatan Reproduksi Remaja

MAKALAH
HERPES SIMPLEKS GENITAL
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi Remaja yang
dibina oleh ibu dr. Irmawati.,M.Kes
Disusun oleh
KELOMPOK 3
Jahra Hadisi (811417070)
Widhyasti Indah Pertiwi (811417146)

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur mari kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena Rahmatnya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berisi “HERPES SIMPLEKS GENITAL”. Makalah ini diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi Remaja.
Kami berterima kasih kepada teman-teman yang membbantu untuk mencari literatur
diperpustakaan sehingga makalah ini dapat terselesaikan sebelum waktu pengumpulan, untuk
itu kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kekurangan dalam penulisan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentang
Herpes Simpleks Genital untuk itu meminta kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan kami, semoga makalah ini membawa maanfaat bagi kita, setidaknya untuk sekedar
membuka cakrawala berfikir kita tentang common source epidemic

Gorontalo, April 2019

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Herpes simpleks adalah infeksi akut suatu lesi akut berupa vesikel berkelompok di atas
daerah yang eritema, dapat satu atau beberapa kelompok terutama pada atau dekat sambungan
mukokutan.Herpes simpleks disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II
yang dapat berlangsung primer maupun rekurens. Herpes simpleks disebut juga fever blister,
cold sore, herpes febrilis, herpes labialis, herpes genitalis (Handoko, 2010).
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita
dengan frekuensi yang tidak berbeda (Siregar, 2005). Sekitar 50 juta penduduk di Amerika
Serikat menderita infeksi HSV pada usia 12 tahun atau lebih (Habif, 2004). Infeksi primer oleh
HSV tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya
terjadi sebanyak 25-50% dari populasi (Sterry, 2006) pada dekade II atau III dan berhubungan
dengan peningkatan aktivitas seksual. Infeksi HSV berlangsung dalam tiga tingkat : infeksi
primer, fase laten dan infeksi rekurens (Handoko, 2010).
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita
dengan frekuensi yang tidak berbeda (Siregar, 2005). Sekitar 50 juta penduduk di Amerika
Serikat menderita infeksi HSV pada usia 12 tahun atau ebih (Habif, 2004). Infeksi primer oleh
HSV tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya
terjadi sebanyak 25-50% dari populasi (Sterry, 2006) pada dekade II atau III dan berhubungan
dengan peningkatan aktivitas seksual. Infeksi HSV berlangsung dalam tiga tingkat : infeksi
primer, fase laten dan infeksi rekurens (Handoko, 2010).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Herpes Simpleks Genital ?
2. Bagaimana etiologi Herpes Simpleks Genital ?
3. Bagaimana patogenesis Herpes Simpleks Genital ?
4. Bagaimana gejala klinis Herpes Simpleks Genital ?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang Herpes Simpleks Genital ?
6. Bagaimana penatalaksanaan Herpes Simpleks Genital ?
7. Bagaimana komplikasi Herpes Simpleks Genital ?
8. Bagaimana pencegahan pada penyakit Herpes Simpleks Genital ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Herpes Simpleks Genital.

1
2. Untuk memahami etiologi Herpes Simpleks Genital.
3. Untuk mengetahui patogenesis Herper Simpleks Genital.
4. Untuk mengetahui gejala klinis Herpes Simpleks Genital.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Herpes Simpleks Genital.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan Herpes Simpleks Genital.
7. Untuk mengetahui komplikasi Herpes Simpleks Genital.
8. Untuk mengetahui pencegahan penyakit Herpes Simpleks Genital.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Herpes Simpleks Genital
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV)
tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).
Herpes genital adalah infeksi pada alat kelamin yang bisa terjadi pada pria dan wanita.
Penyakit ini termasuk salah satu infeksi menular seksual (IMS) karena umumnya ditularkan
melalui hubungan seksual (vagina, anal, dan oral). Herpes genital bisa dikenali dengan
kemunculan luka melepuh berwarna kemerahan dan terasa sakit di sekitar area kelamin. Luka
ini bisa pecah dan menjadi luka terbuka. (Marianti,2017).
2.2 Etiologi Herpes Simpleks Genital
Herpes simpleks virus (HSV) tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan
virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur,
antigenic marker dan lokasi klinis tempat predileksi (Handoko, 2010). HSV tipe I sering
dihubungkan dengan infeksi oral sedangkan HSV tipe II dihubungkan dengan infeksi genital.
Semakin seringnya infeksi HSV tipe I di daerah genital dan infeksi HSV tipe II di daerah oral
kemungkinan disebabkan oleh kontak seksual dengan cara oral-genital (Habif, 2004).
Menurut Wolff (2007) infeksi HSV tipe I pada daerah labialis 80-90%, urogenital 10-30%,
herpetic whitlow pada usia< 20 tahun, dan neonatal 30%. Sedangkan HSV tipe II di daerah
labialis 10-20%, urogenital 70-90%, herpetic whitlow pada usia> 20 tahun, dan neonatal 70%.
Herpes genital disebabkan oleh virus herpes simpleks. Virus ini terbagi menjadi dua tipe,
yaitu HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. Mayoritas kasus herpes genitalis disebabkan oleh HSV tipe
2, meskipun tidak menutup kemungkinan HSV tipe 1 merupakan penyebabnya. Kedua jenis
virus ini sangat mudah menular dan penularannya terjadi melalui kontak langsung dari orang
yang terinfeksi. Herpes terkadang tidak menimbulkan gejala tertentu, tapi orang yang terinfeksi
tetap bisa menularkan virus. Karena gejalanya yang cukup ringan, sekitar 80 persen orang yang
terinfeksi tidak menyadari bahwa mereka telah menderita herpes. (Marianti,2017)
2.3 Patogenesis Herpes Genital
Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit atau mukosa dan bereplikasi
lokal lalu menyebar melalui akson ke ganglia sensoris dan terus bereplikasi. Dengan
penyebaran sentrifugal oleh saraf-saraf lainnya menginfeksi daerah yang lebih luas. Setelah
infeksi primer HSV masuk dalam masa laten di ganglia sensoris (Sterry, 2006).

3
Infeksi rekuren: pengaktifan kembali HSV oleh berbagai macam rangsangan (sinar UV,
demam) sehingga menyebabkan gejala klinis (Sterry, 2006).
Menurut Habif (2004) infeksi HSV ada dua tahap: infeksi primer, virus menyerang
ganglion saraf; dan tahap kedua, dengan karakteristik kambuhnya penyakit di tempat yang
sama. Pada infeksi primer kebanyakan tanpa gejala dan hanya dapat dideteksi dengan
kenanikan titer antibody IgG. Seperti kebanyakan infeksi virus, keparahan penyakit meningkat
seiring bertambahnya usia. Virus dapat menyebar melalui udara via droplets, kontak langsung
dengan lesi, atau kontak dengan cairan yang mengandung virus seperti ludah. Gejala yang
timbul 3 sampai 7 hari atau lebih setelah kontak yaitu: kulit yang lembek disertai nyeri,
parestesia ringan, atau rasa terbakar akan timbul sebelum terjadi lesi pada daerah yang
terinfeksi. Nyeri lokal, pusing, rasa gatal, dan demam adalah karakteristik gejala prodormal.
Vesikel pada infeksi primer HSV lebih banyak dan menyebar dibandingkan infeksi yang
rekuren. Setiap vesikel tersebut berukuran sama besar, berlawanan dengan vesikel pada herpes
zoster yang beragam ukurannya. Mukosa membran pada daerah yang lesi mengeluarkan
eksudat yang dapat mengakibatkan terjadinya krusta. Lesi tersebut akan bertahan selama 2
sampai 4 minggu kecuali terjadi infeksi sekunder dan akan sembuh tanpa jaringan parut (Habif,
2004).
Virus akan bereplikasi di tempat infeksi primer lalu viron akan ditransportasikan oleh saraf
via retrograde axonal flow ke ganglia dorsal dan masuk masa laten di ganglion. Trauma kulit
lokal (misalnya: paparan sinar ultraviolet, abrasi) atau perubahan sistemik (misalnya:
menstruasi, kelelahan, demam) akan mengaktifasi kembali virus tersebut yang akan berjalan
turun melalui saraf perifer ke tempat yang telah terinfeksi sehingga terjadi infeksi rekuren.
Gejala berupa rasa gatal atau terbakar terjadi selama 2 sampai 24 jam dan dalam 12 jam lesi
tersebut berubah dari kulit yang eritem menjadi papula hingga terbentuk vesikel berbentuk
kubah yang kemudian akan ruptur menjadi erosi pada daerah mulut dan vagina atau erosi yang
ditutupi oleh krusta pada bibir dan kulit. Krusta tersebut akan meluruh dalam waktu sekitar 8
hari lalu kulit tersebut akan reepitelisasi dan berwarna merah muda (Habif, 2004).
Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja, misalnya: mengenai jari-jari tangan
(herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang melakukan kontak kulit dengan
penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar dengan sekresi oral merupakan orang yang
paling sering terinfeksi (Habif, 2004). Bisa juga mengenai para pegulat (herpes gladiatorum)
maupun olahraga lain yang melakukan kontak tubuh (misalnya rugby) yang dapat menyebar
ke seluruh anggota tim (Sterry, 2006).

4
2.4 Gejala Klinis Herpes Simpleks Genital
Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi primer, fase laten dan
infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah
mulut dan hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes simpleks virus tipe II
tempat predileksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital.Infeksi primer
berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering disertai gejala sistemik,
misalnya demam, malaise dan anoreksia. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan menjadi
seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi (Handoko, 2010).

Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes simpleks virus dapat
ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010).

Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglia dorsalis
menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan seksual) lalu
mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar
tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri.
Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya (Handoko,
2010).
2.5 Pemeriksaan Penunjang Herpes Simpleks Genital
Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan.Pada
keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV. Dengan tes Tzanck dengan pewarnaan
Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear (Handoko,
2010).
Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau kurang. Caranya dengan
membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas
obyek kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan alkohol atau
dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright, Giemsa) selama
beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Jika
positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar berwarna
biru (Frankel, 2006).
Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur (Sterry, 2006). Tes serologi
menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) spesifik HSV tipe II dapat
membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi besar menularkan infeksi
(McPhee, 2007).

5
2.6 Penatalaksanaan Herpes Simpleks Genital
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim yang mengandung
preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir
(zovirax).Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis 5x200mg per hari selama 5 hari
mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang masa rekuren.Pemberian
parenteral asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan tujuan penyakit yang
lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam (Handoko, 2010).

Untuk terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir. Jika pasien
mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan untuk menggunakan asiklovir
400 mg atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk obat oles digunakan
lotion zinc oxide atau calamine.Pada wanita hamil diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi
yang terinfeksi HSV disuntikkan asiklovir intra vena (Sterry, 2006).

2.7 Komplikasi Herpes Simpleks Genital


Komplikasinya yaitu: pioderma, ekzema herpetikum, herpeticwhithlow, herpes
gladiatorum (pada pegulat yang menular melalui kontak), esophagitis, infeksi neonatus,
keratitis, dan ensefalitis (McPhee, 2007).
Menurut Hunter (2003) komplikasi herpes simpleks adalah herpes ensefalitis atau
meningitis tanpa ada kelainan kulit dahulu, vesikel yang menyebar luas ke seluruh tubuh,
ekzema herpeticum, jaringan parut, dan eritema multiforme.
2.8 Pencegahan Herpes Simpleks Genital
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit herpes genital atau
menangani secara dini adalah:
a. Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang tidak
diketahui status infeksi menular seksualnya.
b. Memeriksa status infeksi menular seksual secara berkala bagi individu yang
berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan.
c. Segera berkonsultasi dengan dokter bila merasa mengalami tanda dan gejala dari infeksi
menular seksual.
d. Menghindari berciuman bila Anda atau pasangan Anda memiliki luka pada daerah
sekitar mulut.

6
DAFTAR PUSTAKA
Marianti.2017.Herpes Genital (Herpes Simpleks).[Online].https://www.alodokter.com/herp
es- genital (Diakses pada tanggal 18 April 2019 pada pukul 19:39 WITA)

Habif, Thomas P., 2004.Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infections. In: Clinic
al Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th Edition. Philade
lphia, Pennsylvania: Mosby.381-389.

Handoko, Ronny P., 2010. Herpes Simpleks. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 380-382.

Hunter, John, Savin, John, Dahl, Mark, 2003.Infections. In:Clinical Dermatology. 3rd
edition.Massachusetts, USA: Blackwell Science. 208-209.

Shaw, James C., 2006. Herpes Simplex. In: Frankel, David H. Field Guide to Clinical
Dermatology. 2nd edition. Brooklyn, New York: Lippincott Williams & Wilkins. 74-
75.

Siregar, R.S., 2005. Penyakit Virus. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2.
Jakarta: EGC. 80-84.

Sterry, W., Paus, R., Burgdorf, W., 2006.Viral Diseases. In: Thieme Clinical Compani
ons Dermatology. New York: Thieme. 57-60.

Wolff, Klaus, Johnson, Richard A., Suurmond, Dick, 2007. Viral Infections of Skin a
nd Mucosa. In: Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 5th
edition.McGraw-Hill’s.442-696.

Anda mungkin juga menyukai