DISUSUN OLEH
NURLIANI
NIM : 16172042 P
1
FRAKTUR FEMUR
I. DEFENISI
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang /
osteoporosis.
III. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan
kapsula.
Melalui kepala femur (capital fraktur)
Hanya di bawah kepala femur
Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang
lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokhanter kecil.
IV. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang
2
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda
Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Black, J.M, et al, 1993).
V. ETIOLOGI FRAKTUR
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1 Trauma Langsung : Kecelakaan lalu lintas
2. Trauma tidak langsung: Jatuh dari ketinggian dengan berdiri atau duduk sehingga
terjadi fraktur tulang belakang.
3. Proses penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis).Menurut
Oswari E (1993), fraktur terjadi karena adanya :
a. Kekerasan langsung Terkena pada bagian langsung trauma.
b. Kekerasan tidak langsung Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma.
c. Kekerasan akibat tarikan otot.
Sedangkan.Menurut Barbara CLong (1996), fraktur terjadi karena adanya:
a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
c. Patah karena letih
3
VI. TANDA DAN GEJAL
Nyeri hebat di tempat fraktur
Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
Rotasi luar dari kaki lebih pendek
Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi,
sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
VII.PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
2. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
3. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal
Bila dicurigai adanya fraktur penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera
sebelum pasien dipindahkan bila pasien yang mengalami cidera harus dipindahkan dari
kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstrimitas harus disangga diatas dan di
bawah tempat fraktur untuk mencegah gerakan rotasi/angulasi. Gerakan frgmen patahan
tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri dapt dikurangi dengan menghindari gerakan fragmnen tulang dan sendi sekitar
fraktur. Pembidaian sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh
fragmen tulang.
Imobilisasi tulang panjang ekstrimitas bawah juga dapat dilakkan dengan membebat
kedua tungkai bersama, dengan ekstrimitas yang sehat sebagai bidai bagi ekstrimitas yang
cidera.
Pada ekstrimitas atas lengan dapat dibebatkan pada dada atau lengan bawah yang
cidera digantung pada sling. Pada fraktur terbuka luka ditutup dengan pembalut bersih atau
steril untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam, jangan sekali-kali
melakukan reduksi fraktur bahkan jika ada fragmen tulang melalui luka.
4
dipersiapkan: ijin melakukan prosedur, analgetik sesuai ketentuan, dan
persetujuan anestasi.Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisiya dengan manipulasi dan trksi manual.
2. Traksi , digunakan utuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi yang
disesuaikan denganspsme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya.
4. Imobilisasi Fraktur, setelah direduksi fragmen tulang harus di imobilisasi dan
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal
(gips,pembalutan, bidai, traksi kontinyu, pin dan teknik gips atau fiksator
eksternal) dan interna ( implant logam ).
5. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dam imoblisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan.
5
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan
terhadap informasi, terbatasnya kognitif
6
farmakologis).
Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi
nyeri.
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
Administrasi analgetik :.
Cek program
pemberian analgetik;
jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi.
Tentukan analgetik
pilihan, rute
pemberian dan dosis
optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik
tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas
7
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
8
memenuhi
kebutuhannya.
Anjurkan pasien
untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
sesuai
kemampuannya
Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara
rutin
4 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi :
imunitas tubuh keperawatan … jam tidak Bersihkan lingkungan
primer menurun, terdapat faktor risiko setelah dipakai pasien
prosedur invasive, infeksi daninfeksi lain.
fraktur terdeteksidg KH: Batasi pengunjung
Tdk ada tanda-tanda bila perlu.
infeksi Intruksikan kepada
AL normal pengunjung untuk
V/S dbn mencuci tangan saat
berkunjung dan
sesudahnya.
Gunakan sabun anti
miroba untuk
mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan
keperawatan.
Gunakan baju dan
sarung tangan sebagai
alat pelindung.
Pertahankan
lingkungan yang
9
aseptik selama
pemasangan alat.
Lakukan perawatan
luka, dainage, dresing
infus dan dan kateter
setiap hari.
Tingkatkan intake
nutrisi dan cairan
berikan antibiotik
sesuai program.
Jelaskan tanda gejala
infeksi dan anjurkan
u/ segera lapor
petugas
Monitor V/S
10
Ambil kultur, dan
laporkan bila hasil
positip jika perlu
Dorong istirahat yang
cukup.
Dorong peningkatan
mobilitas dan latihan
sesuai indikasi
5 Kerusakan Setelah dilakukan askep … Terapi ambulasi
mobilitas fisik jam terjadipeningkatan Kaji kemampuan
berhubungan Ambulasi :Tingkat pasien dalam
dengan patah tulang mobilisasi, Perawtan diri Dg melakukan ambulasi
KH : Kolaborasi dg
Peningkatan aktivitas fisioterapi untuk
fisik perencanaan
ambulasi
Latih pasien ROM
pasif-aktif sesuai
kemampuan
Ajarkan pasien
berpindah tempat
secara bertahap
Evaluasi pasien
dalam kemampuan
ambulasi
Pendidikan kesehatan
Edukasi pada pasien
dan keluarga
pentingnya
ambulasi dini
Edukasi pada pasien
dan keluarga tahap
11
ambulasi
Berikan
reinforcement
positip atas usaha
yang dilakukan
pasien.
12
6 Kurang Setelah dilakukan askep …. Pendidikan kesehatan:
pengetahuan Jam pengetahuan klien proses penyakit
tentang penyakit meningkat dg KH: Kaji pengetahuan
dan perawatannya Klien dapat klien.
b/d kurang paparan mengungkapkan Jelaskan proses
terhadap informasi, kembali yg dijelaskan. terjadinya penyakit,
keterbatan kognitif Klien kooperatif saat tanda gejala serta
dilakukan tindakan komplikasi yang
mungkin terjadi
Berikan informasi
pada keluarga
tentang
perkembangan
klien.
Berikan informasi
pada klien dan
keluarga tentang
tindakan yang akan
dilakukan.
Diskusikan pilihan
terapi
Berikan penjelasan
tentang pentingnya
ambulasi dini
Jelaskan komplikasi
kronik yang
mungkin akan
muncul
DAFTAR PUSTAKA
13
www.nursesblog.askep-askep-fraktur.com
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &
Suddarth,Edisi 8. EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.
14