Anda di halaman 1dari 12

MIKROORGANISME (BAKTERI, KHAMIR, DAN KAPANG) DALAM

INDUSTRI BESERTA KARAKTERISTIKNYA

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Ulfah Utami, M.Si.

Oleh :
Muzid Syauqil Umam
(13620082)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2016
A. Bakteri dalam Industri
a. Pengeretian dan Karakteristik Bakteri
Bakteri merupakan mikrobia uniseluler. Pada umumnya bakteri tidak
mempunyai klorofil. Ada beberapa yang fotosintetik dan reproduksi
aseksualnya secara pembelahan. Bakteri tersebar luas di alam, di dalam tanah,
di atmosfir, di dalam endapan-endapan lumpur, di dalam lumpur laut,dalam
air, pada sumber air panas, di daerah antartika, dalam tubuh hewan, manusia,
dan tanaman. Jumlah bakteri tergantung keadaan sekitar. Misalnya, jumlah
bakteri dalam tanah tergantung jenis dan tingkat kesuburan tanah (Hidayat
dkk, 2006).
Bakteri dikelompokkan dengan berbagai cara. Beberapa bakteri
dikelompokkan berdasarkan pengelompokan umum. Sedangkan yang lain
dibedakan berdasarkan karakteristik bentuk morfologi yang dominan,
kebiasaan nutrisional, habitat umum, kebutuhan oksigen, fotosintesis,
pembentukan endospora, dan reaksi terhadap pewarnaan gram (Dinata, 2009).
Kebutuhan oksigen perlu diperhatikan dalam penggunaan mikroba
secara komersial. Dalam proses aerobik, diperlukan penambahan oksigen
untuk proses metabolisme mikroba. Industri cuka (vinegar) dan beberapa
industri antibiotik dan suplemen makanan hewan merupakan aplikasi mikroba
yang memerlukan aerasi. Kelarutan oksigen dalam medium cair menjadi
pertimbangan utama dalam mendesain suatu proses. Protista yang tidak
memerlukan oksigen digunakan dalam pembuatan beberapa alkohol atau
dalam proses penguraian limbah organik secara anaerob (Dinata, 2009).
Spesies-spesies bakteri tertentu membentuk spora di luar sel vegetatif
(eksospora) atau di dalam sel vegetatif (endospora). Spora bersifat tahan
terhadap panas, radiasi, dan bahan kimia. Jika keadaan lingkungan dapat
kembali mendukung fungsi sel, spora dapat tumbuh sebagai sel biologis yang
aktif (bentuk vegetatif). Hal yang penting dalam aplikasi bakteri secara
komersial adalah kemampuan bakteri membentuk endospora dalam kondisi
lingkungan yang kurang memadai. Spesies aerob basilus tersebar cukup luas
dan sangat mudah beradaptasi. Beberapa spesies anaerob Clostridium bentuk
vegetatif akan mati dengan adanya oksigen, tetapi bentuk sporanya tidak.
Beberapa bentuk vegetatif bakteri akan mati pada temperatur 450C, tetapi
tahan terhadap pendidihan selama beberapa jam dalam bentuk spora (Dinata,
2009).
Berbagai bakteri dapat menggunakan sumber karbon dan sumber
energi yang bermacam-macam, ternasuk gula, pati, selulosa, dan limbah
petrokimia dan hidrokarbon. Konsentrasi substrat karbon dan energi pada
kultur batch berada di kisaran 1-5%, dan dapat lebih rendah dengan kultur
kontinyu. Perbandingan karbon: nitrogen dalam medium pertumbuhan dijaga
pada kisaran 10:1. Ketika kandungan nitrogen lebih rendah, maka akan
menjadi faktor penghambat pertumbuhan. Sumber nitrogen yang paling
sesuai adalah garam ammonium atau ammonia anhidrous. pH dijaga pada
kisaran 5-7 dengan menambahakan asam fosfat dan ammonia. Transfer
oksigen untuk pertumbuhan sel merupakan faktor penting untuk produksi
protein sel tunggal (bakteri) pada kondisi aerobik. Apabila methana
digunakan sebagai sumber karbon dan energi, maka konsentrasi oksigen
dalam fase gas harus lebih kecil dari 12% volume (Riadi, 2007).
b. Bakteri yang Penting dalam Fermentasi
Ada berbagai macam bakteri yang penting dalam fermentasi, yang
antara lain adalah sebagai berikut (Hidayat dkk, 2006):
1. Acetobacter aceti. Bakteri ini penting dalam produksi asam asetat, yang
mengoksidasi alkohol sehingga menjadi asam asetat. Banyak terdapaty
pada ragi tapai, yang menyebabkan tapai yang melewati 2 hari fermentasi
akan menjadi berasa masam.
2. Acetobacter xylinum. Bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de
coco. Bakteri ini mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi.
Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengembang di permukaan
substrat. Saat ini pembuatan nata telah berkembang pesat sehingga dapat
diproduksi secara kontinu dengan lempengan penyangga. Bakteri ini juga
terdapat produk kombucha yaitu fermentasi dari teh.
3. Bacillus sp. Bacillus merupakan genus dengan kemampuan yang paling
luas. Pada mulanya hanya digunakan untuk menghasilkan enzim amilase.
Namun kini berkembang untuk bioinsektisida yang diwakili oleh Bacillus
thuringiensis maupun untuk penanganan limbah seperti B. Subtilis dan B.
Megaterium. Melalui rekayasa genetika, kini bakteri ini juga digunakan
untuk produksi bahan baku plastik ramah lingkungan.
4. Bividobacterium sp. Bakteri ini bersifat anaerob dan digunakan sebagai
mikrobia probiotik. Produk probiotik dari bakteri ini biasanya berbentuk
padat.
5. Lactobacillus sp. Bakteri ini cukup populer karena selain dapat digunakan
dalam produksi asam laktat juga banyak berperan dalam fermentasi
pangan seperti yogurt, sauerkraut, dan juga produk probiotik yang saat ini
banyak diminati masyarakat. Probiotik merupakan mikrobia yang
dikonsumsi untuk mengatur keseimbangan flora usus. Asam laktat dari
bakteri ini dapat dibuat poli asam laktat sebagai bahan baku plastik ramah
lingkungan.
c. Pembuatan Asam Asetat dengan Bakteri Acetobacter aceti (Hardoyo dkk,
2007)
Asam asetat atau lebih dikenal sebagai asam cuka (CH3COOH)
adalah suatu senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat,
memiliki rasa asam yang tajam dan larut didalam air, alkohol, gliserol, eter.
Pada tekanan atmosferik, titik didihnya 118.1oC. Asam asetat mempunyai
aplikasi yang sangat luas di bidang industri dan pangan. Di Indonesia
kebutuhan asam asetat masih harus diimport, sehingga perlu diusahakan
kemandirian dalam penyediaan bahan tersebut.
Proses produksi asam asetat dapat dilakukan secara kimiawi dan
biologis. Untuk kebutuhan pangan, produksi asam asetat harus dilakukan
melalui proses biologis, salah satunya adalah fermentasi dari bahan baku
alkohol. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan bakteri dari genus
Acetobacter dalam kondisi aerobik. Salah satu spesies yang banyak
digunakan untuk fermentasi asam asetat adalah Acetobacter aceti. Reaksi
dasar fermentasi asam asetat adalah seperti pada Persamaan (1):
Acetobacter aceti
C2H5OH + O2  CH3COOH + H2O (1)
Alkohol Asam asetat
Menurut Presscot dan Dunn dalam Tyasning, apabila kadar alkohol
14% atau lebih akan terbentuk suatu lapisan yang akan menghambat proses
fermentasi, sehingga tidak semua alkohol dapat diubah menjadi asam asetat.
Bila kadar alkohol kurang dari 1 atau 2% asam asetat yang terbentuk akan
teroksidasi menjadi air dan karbondioksida. Kondisi lingkungan (temperatur,
pH, pengadukan dan lain-lain) dan konsentrasi dari bahan-bahan baku akan
mempengaruhi kuantitas dan kualitas dari asam asetat yang diproduksi.
B. Khamir dalam Industri
a. Pengertian dan Karakteristik Khamir
Khamir atau ragi (yeast) adalah salah satu jenis protista eukariotik dari
kelompok jamur (fungi) yang tersebar luas di alam dan hidup di daerah yang
memiliki kelembapan rendah. Mikroba ini tidak dapat mengolah energi sinar
matahari dan umumnya hidup bebas. Jamur umumnya mempunyai morfologi
yang relatif kompleks, tetapi khamir terdapat dalm bentuk sel tunggal dengan
panjang 5-10µm dan lebar 1-5µm (Dinata, 2007). Istilah khamir umumnya
digunakan untuk menyebut bentuk-bentuk yang mnyerupai jamur dari
kelompok Ascomycetes yang tidak berfilamen tetapi uniseluler dengan bentuk
ovoid dan spheroid (Hidayat dkk, 2006).
Khamir ada yang bermanfaat dan ada pula yang membahayakan
manusia. Khamir yang tidak diinginkan adalah yang ada pada makanan dan
menyebabkan kerusakan pada saurkraut, jus buah, sirup, molase, madu, jelly,
daging, dan sebagainya (Hidayat dkk, 2006). Kahmir atau ragi merupakan
mikroba yang sangat penting poda produksi minuman beralkohol. Untuk
memenuhi kebutuhan minuman beralkohol bir dan anggur, ragi anaerob juga
dipergunakan untuk memproduksi alkohol. Selain itu, ragi juga ditumbuhkan
untuk tujuan pembuatan roti dan sebagai suplemen protein pada makanan
hewan (Dinata, 2009).
Khamir dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik morfologinya.
Namun demikian sifat fisiologi juga dipentingkan bagi para ahli mikrobiologi
pangan. Beberapa karakteristik khamir antara lain (Hidayat dkk, 2006):
1. Bentuk dan Struktur
Bentuk khamir dapat sperikal sampai ovoid. Kadang dapat membentuk
miselium semu. Ukurannya juga bervariasi. Struktur yang dapat diamati
meliputi dinding sel, sitoplasma, vakuol air, globula lemak dan granula.
2. Reproduksi
Kebanyakan khamir melakukan reproduksi secara aseksual melalui
pembentukan tunas secara multilateral ataupun polar. Reproduksi secara
aseksual menghasilkan aksospora melalui konjugasi dua sel atau konjugasi
dua aksospora yang menghasilkan sel anakan kecil. Jumlah spora dalam
askus bervariasi tergantung macam khamirnya.
3. Karakteristik Kultur
Khamir dapat membentuk lapisan film di atas permukaan medium cair.
Produksi pigmen karotenoid menandakan adanya pertumbuhan genus
Rhodotorula. Sulit membedakan antara khamir dengan bakteri pada
medium agar, kecuali dengan mikroskop. Koloni khamir yang masih muda
biasanya lembab dan sering berlendir dengan warna putih. Beberapa
berwarna merah muda.
Khamir ada yang bersifat oksidatif, fermentatif, ataupun keduanya.
Khamir yang oksidatif dapat tumbuh dengan membentuk lapisan film pada
permukaan medium cair sedang yang fermentatif biasanya tumbuh dalam
cairan medium.
b. Khamir yang Penting dalam Fermentasi
Ada berbagai khamir yang memiliki fungsi penting dalam fermentasi,
di antaranya adalah sebagai berikut (Hidayat dkk, 2006).
1. Saccaromyces cerevisiae, merupakan khamir yang paling popular dalam
pengolahan makanan. Khamir ini telah lama digunakan dalam industri
wine dan bir. Dalam bidang pangan, khamir digunakan dalam
pengembangan adonan roti dan dikenal sebagai ragi roti.
Khamir ini melakukan reproduksi vegetatif dengan membentuk tunas. Sel
berbentuk ellipsoid atau silindir. Dapat membentuk pseudohifa tetapi hifa
tidak bersepta. Aksospora berbentuk ellipsoid pendek dengan dinding
halus, biasanya satu sampai empat, kadang-kadang lebih, per askus.
Khamir ini tidak mampu tumbuh pada nitrat sebagai satu-satunya sumber
energi.
2. Saccaromyces roxii, adalah khamir yang digunakan dalam pembuatan
kecap dan berkontribusi pada pembentukan aroma.
c. Pembuatan Wine dengan Saccaromyces cerevisiae (Hawusiwa dkk, 2015)
Wine merupakan minuman hasil fermentasi dari buah anggur yang
sudah dikenal sejak sekitar 6000 tahun sebelum masehi. Wine merupakan
minuman yang berasal dari daerah Mesopotamia yang kemudian menyebar ke
berbagai negara di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Terbukti sejak tahun
2004 industri - industri wine semakin berkembang dan mulai merambah di
Indonesia dengan jumlah produksi sebesar 10 - 20 juta hectoliter atau sekitar
2 - 3 miliar botol wine per tahunnya.
Wine diproduksi dengan melibatkan serangkaian proses biokimiawi
yang kompleks. Proses ini melibatkan peran sejumlah enzim dari beberapa
mikroorganisme yang secara alami hidup pada buah anggur khususnya
khamir, yang banyak berperan pada terbentuknya etanol melalui proses
fermentasi primer. Wine adalah minuman beralkohol yang dibuat dari sari
buah anggur (must). Wine dibuat melalui fermentasi gula yang ada di dalam
buah anggur yang kemudian akan diubah menjadi alkohol.
Selain buah anggur, wine sebenarnya bisa dibuat dari buah - buahan
yang lain, seperti pisang, salak, apel, dan strawberry. Hal tersebut bisa
dilakukan karena yang dibutuhkan untuk memproduksi minuman wine adalah
bahan yang memiliki kandungan gula maupun bahan yang dapat
menghasilkan gula sebagai bahan dasar fermentasi. Pada saat fermentasi, gula
akan diubah menjadi alkohol menggunakan Saccharomyces cerevisiae.
Saccharomyces cerevisiae memiliki beberapa kelebihan dalam produksi
etanol, antara lain pertumbuhan yang cepat, pemanfaatan glukosa yang efisien
dan tahan terhadap etanol dengan kadar 12-18%. Reaksi dasar fermentasi
adalah seperti pada Persamaan (2):
S. cerevisiae
(
(2)
C. Kapang dalam Industri
a. Pengertian dan Karakteristik Kapang
Kapang (mold) adalah jamur tingkat tinggi yang memilki strukutur
vegetatif yang disebut miselium. Miselium merupakan sistem tabung yang
bercabang banyak. Dalam tabung tertutup, terdapat sitoplasma yang bergerak
dan mengandung banyak inti. Miselium tersebut dapat memiliki lebih dari
satu sel dengan berbagai tipe. Filamen sel yang panjang dan tipis pada
miselium disebut hifa. Beberapa jenis kapang memiliki miselium yang sangat
padat. Karakteristik tersebut berhubungan dengan kebutuhan oksigen yang
menyebabkan kompleksitas proses kultivasi karena miselium merupakan
substansi yang tahan terhadap transfer massa. Seperti juga ragi, kapang tidak
memiliki klorofil dan umumnya nonmotil. Reproduksi baik secara seksual
maupun aseksual dilakukan melalui spora. Sifat-sifat spora merupakan
komponen penting dalam klasifikasi fungi (Dinata, 2009).
Kenampakan sekilas pertumbuhan jamur benang pada makanan
kadang cukup untuk mengidentifikasi jamur tersebut sampai pada tingkat
kelas atau ordo. Ada beberapa jamur dengan miselia longgar atau seperti bulu
kapas, sedang yang lainnya kompak. Beberapa lainnya memiliki kenampakan
seperti beludru (velvet) pada permukaan atasnya, beberapa kering dan seperti
bubuk (powdery), yang lainnya basah atau memiliki massa seperti gelatin.
Beberapa jamur mempunyai keterbatasan ukuran, sedang lainnya hanya
terhambat oleh makanan dan wadah. Batasan zona pertumbuhan pada talus
dapat digunakan untuk membedakan beberapa jamur, contohnya Aspergillus
niger. Pigmen pada miselium merah, ungu, kuning, coklat, kelabu, hitam
adalah spesifik. Demikian pula pigmen pada massa spora aseksual: hijau,
hijau kebiruan, kuning, oranye, jingga coklat kelabu atau hitam. Kenampakan
koloni jamur dari belakangcawan juga tertentu, seperti hitam kebiruan atau
seperti warna hitam pada Cladosporium (Hidayat dkk, 2006).
Karakteristik fisiologi jamur adalah sebagai beriku (Hidayat dkk,
2006):
1. Kandungan Air
Pada umumnya jamur benang lebih tahan terhadap kekeringan dibanding
khamir atau bakteri. Namun demikian, batasan (pendekatan) kandungan air
total pada makanan yang baik untuk pertumbuhan jamur dapat
diestimasikan, dan dikatakan bahwa kandungan air di bawah 14-15% pada
biji-bijian atau makanan kering dapat mencegah atau memperlambat
pertumbuhan jamur.
2. Suhu
Kebanyakan jamur termasuk dalam kelompok mesofilik, yaitu dapat
tumbuh pada suhu normal. Suhu optimum untuk kebanyakan jamur sekitar
250-370C, namun beberapa tumbuh baik pada suhu 350-370C atau lebih,
misalnya pada spesies Aspergillus. Sejumlah jamur termasuk dalam
psikotrofik, yaitu yang dapat tumbuh baik pada suhu dingin, dan beberapa
masih dapat tumbuh pada suhu di bawah pembekuan (-50 – 100C). Hanya
beberapa yang mampu tumbuh pada suhu tinggi (termofilik).
3. Kebutuhan Oksigen dan Derajad Keasaman
Jamur benang biasanya bersifat aerob, yang membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya. Kebanyakan jamur dapat tumbuh pada interval pH yang
luas (pH 2,0 - 8,5), walaupun pada umumnya jamur lebih suka pada
kondisi asam
4. Kebutuhan Makanan (Nutrisi)
Jamur pada umumnya mampu menggunakan bermacam-macam makanan,
dari yang sederhana sampai yang kompleks. Kebanyakan jamur memiliki
bermacam-macam enzim hidrolitik, yaitu amilase, pektinase, proteinase,
dan lipase.
5. Senyawa Penghambat
Beberapa jamur memproduksi komponen penghambat bagi mikrobia lain,
contohnya Penicillium chrysogenum dengan produksi penisilinnya,
Aspergillus clavatus, klavasin. Beberapa komponen kimia bersifat
mikostatik, menghambat pertumbuhan jamur (misalnya asam sorbat,
propionat, asetat) atau bersifat fungisida yang mematikan jamur.
Pertumbuhan awal jamur benang adalah lambat dibanding bakteri atau
khamir, oleh karena itu ketika kondisi lingkungannya menguntungkan bagi
pertumbuhan seluruh mikrobia, jamur biasanya kalah dalam berkompetisi.
Namun demikian setelah pertumbuhan berlangsung, kemungkinan jamur
dapat tumbuh dengan cepat (Hidayat dkk, 2006).
b. Kapang yang Penting dalam Fermentasi
Ada beberapa jenis kapang atau jamur yang memiliki kedudukan
penting dalam fermentasi, antara lain sebagai berikut (Hidayat dkk, 2006):
1. Aspergillus niger. Jamur ini digunakan dalam pembuatan asam sitrat.
Asam sitrat merupakan salah satu asam organik yang banyak digunakan
dalam bidang pangan, misalnya pada pembuatan permen dan minuman
kemasan. Jamur ini mengontaminasi makanan, misalnya roti tawar.
2. Rhizopus oryzae. Jamur ini penting dalam pembuatan tempe. Aktivitas
jamur ini menjadikan nutrisi pada tempe siap dikonsumsi manusia.
Aktivitas enzim yang dihasilkan menjadi protein terlarut meningkat.
Produk tempe kini juga telah dikembangkan menjadi produk isoflavon
yang penting bagi kesehatan.
3. Neurospora sitophila. Jamur ini merupakan sumber beta karoten pada
fermentasi tradisional. Produk oncom yang dikenal di Jawa Barat adalah
hasil fermentasi yang dilakukan oleh jamur ini. Produksi spora untuk
sumber beta karoten yang dapat disubstitusikan pada makanan juga telah
diteliti. Selain mampu memberikan asupan, beta karoten juga merupakan
sumber warna yang cukup menarik
4. Monascus purpureus. Jamur ini di kalangan mikrobiolog jarang dikenal
karena produk yang dihasilkan. Mula pertama jamur ini ditemukan di Jawa
namun menjadi produk utama Cina dengan nama angkak. Angkak adalah
fermentasi pada beras. Jamur ini menghasilkan pewarna alami yang
umumnya digunakan pada masakan Cina. Saat ini telah ditemukan adanya
zat aktif pada angkak yang dapat membantu kesehatan dan telah dikemas
dalam bentuk kapsul.
5. Penicillium sp. Jamur ini paling terkenal karena kemampuannya
menghasilkan antibiotika yang disebut penisilin. Sejak pertama kali
dikenal terus sampai sekarang. Jamur penghasil antibiotika saat ini telah
banyak diketahui sehingga ragam antibiotikapun semakin banyak. Selain
untuk pembuatan antibiotika, spesies yang lain juga digunakan dalam
pembuatan keju khusus.
c. Pembuatan Asam Sitrat dengan Aspergillus niger (Syamsuriputra, 2006)
Asam sitrat adalah asam organik yang secara alami terdapat pada
buah-buahan seperti jeruk, nenas dan pear. Asam sitrat pertama kali
diekstraksi dan dikristalisasi dari buah jeruk, sehingga asam sitrat hasil
ektraksi dari buah-buahan ini dikenal sebagai asam sitrat alami.
Wehner (1893) pertama kali melaporkan produksi asam sitrat sebagai
hasil sampingan pada fermentasi produksi asam oksalat dengan menggunakan
Penicillium glaucum. Tahun 1917, Currie juga melaporkan bahwa Aspergillus
niger dapat menghasilkan asam sitrat pada medium pH rendah dengan kadar
gula tinggi. Sejak saat itu asam sitrat diproduksi secara komersial dengan
menggunakan kapang A. niger.
Asam sitrat merupakan salah satu produkkomersial yang penting di
dunia maupun di Indonesia. Di Indonesia, 65% konsumsi asam sitrat berada
di industri makanan dan minuman, 20% berada di industri deterjen rumah
tangga dan sisanya berada di industri tekstil, farmasi, kosmetik dan lainnya.
Produksi asam sitrat pada proses fermentasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah jenis media, pH media, waktu fermentasi,
suhu, aerasi, dan mikroorganisme yang digunakan. Faktor yang paling
menentukan adalah media tumbuh (substrat) dan mikroorganisme yang
digunakan.
Pada umumnya hasil samping pertanian dan perkebunan seperti jerami
padi, onggok, bagas, dan kulit kakao masih mengandung lignoselulosa.
Limbah ini masih mengandung pati, protein, lemak, dan senyawa kimia
lainnya. Dengan teknologi fermentasi, hasil samping ini dapat dimanfaatkan
lebih lanjut menjadi produk lain yang berguna seperti pangan, pakan ternak,
pelarut organik, asam-asam organik seperti asam sitrat dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Dinata, Deden Indra. 2009. Bioteknologi: Pemanfaatan Mikroorganisme dan


Teknologi Bioproses. Jakarta: EGC
Hardoyo dkk. 2007. Kondisi Optimum Fermentasi Asama Asetat Menggunakan
Acetobacter aceti B166. Jurnal Sains MIPA. 13(1): 17-20.
Hawusiwa, Eko Sutrisno dkk. 2015. Pengaruh Konsentrasi Pasta Singkong
(Manihot esculenta) dan Lama Fermentasi pada Proses Pembuatan
Minuman Wine Singkong. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(1):
147-155.
Hidayat, Nur dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi
Riadi, Lieke. 2007. Teknologi Fermentasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syamsuriputra, Ahmad Ali dkk. 2006. Pengaruh Kadar Air Substrat dan
Konsentrasi Dedak Padi pada Produksi Asam Sitrat dari Ampas
Tapioka Menggunakan Aspergillus Niger Itbccl74. Seminar
Nasional Teknik Kimia Indonesia. ISBN 979-97893-0-3.

Anda mungkin juga menyukai