Anda di halaman 1dari 4

Kakakku Tidak Keparat!

Suasana di kantin kampus sangat penuh dengan hiruk pikuk suara orang yang saling
bercerita diselingi canda tawaan dan ada pula yang sibuk berdiskusi seputar mata kuliah. Di
antara semua orang yang ada di kantin, tampak seorang mahasiswi baru dan
teman-temannya ditandai dari baju putih serta rok hitam yang mereka kenakan tengah
berbincang mengenai pendiksaran yang akan mereka hadapi.
"Uh kamu Zairan, bayangkan saja. Kalau kita ikut apa itu? LDKM yah dan Inaugurasi
pasti kita tidak akan mendapat penyiksaan bertubi-tubi lagi. Tidak akan ada lagi senior yang
masuk dan marah-marah tidak jelas. Serta nilai plus-nya, tidak akan ada lagi pemukulan,"
bujuk Fitri, salah seorang mahasiswi baru tersebut.
"Memangnya kamu percaya? Itu tergantung, kalau kamu rajin dan diskusi seputar apa
itu? Kemahasiswaan… dengan senior-senior ya pikiran mereka pasti berubah, saya
beritahukan yah, perempuan seperti kita ini biasanya lebih gampang terpancing. Contohnya
saja, ketika kamu ditembak kamu langsung luluh hati, baper. Hati-hati yah, biasanya itu
hanya diucapkan di mulut, masalah berubah itu tergantung sikapmu ke depan pada
mereka," jawab Zairan, orang yang diajak bicara tersebut.
Setelah berbincang lama dan dibujuk oleh teman-temannya agar ikut tahap-tahap
pendiksaran tersebut, Zairan pun menyetujuinya dengan satu syarat yaitu harus meminta
izin pada orang tuanya terlebih dahulu.
Semua pun bersorak gembira atas kesetujuan Zairan. Zairan pun tampak memikirkan
sesuatu. Zairan belum pernah menyentuh hal-hal seperti ini sebelumnya, dunia kampus
masih begitu baru untuk dilaluinya apalagi untuk urusan himpunan dan gerakan mahasiswa.
Zairan khawatir kedua orang tuanya akan sangat marah apalagi ayahnya seorang polisi
begitu pula kakaknya. Zairan lebih menyukai pelajaran sosial dan kemasyarakatan. Zairan
juga lebih kenyang akan pelajaran budaya, sejarah dan sejenisnya.
Zairan pun mencoba membujuk kedua orang tua dan kakaknya sepulang sekolah.
Ternyata betul dugaan Zairan dan yang mendukungnya hanya lah kakaknya seorang. Ayah
Zairan pun sangat murka dan memukuli kakaknya dengan rim. Ayah Zairan juga
menamparnya.
"Kita ikuti saja pak, apa yang Zairan mau. Kita tidak boleh terlalu keras kepadanya," ujar
kakak Zairan.
"Anak bodoh! Jadi kamu mau dia akhirnya menentang ayahnya gegara mengikuti
kelompok mahasiswa yang tidak berguna itu?!" bentak ayahnya.
"Mahasiswa tidak akan membuat himpunan bila seandainya mereka tidak punya tujuan
yang baik. Semua hal di dunia ini ada karena suatu tujuan dan niat. Kalau hanya untuk hal
yang sia-sia, maka mungkin kelompok himpunan itu sudah lama tiada," sanggah kakaknya
lagi.
Ayahnya pun menyuruh kedua anaknya tersebut agar masuk ke kamar. Zairan
sebenarnya muak dengan hal seperti ini sebab selalu saja orang-orang di rumah harus
patuh pada ayahnya. Jam 12.00, Zairan mengintip keluar kamar dan memastikan semua
orang telah tidur. Zairan masuk ke kamar kakaknya. Kakaknya tidur meringis memegang
luka-luka di tubuhnya. ​"Kak, baek-baek jaki'?"
Kakaknya terjaga dan melihat adiknya tengah memandanginya prihatin. Kakaknya lalu
bangun, "Kenapa kamu di sini? Nanti ayah melihatmu," tegurnya.
"Seharusnya kakak tidak perlu bersikap seperti tadi. Biar kak, kalau memang tidak
diizinkan, saya tidak perlu ikut. Lagipula masih ada lagi Inaugurasi, ini baru LDKM," kata
Zairan sesekali melihat bagian tubuh kakaknya yang dipukul oleh ayahnya tadi.
"Tapi kamu mau ​to?​ Kakak ingin kamu berbeda dari kakak, kakak sendiri harus terpaksa
jadi polisi karena ayah yang mau. Tapi walau terpaksa, kakak merasa senang. Ada banyak
teman, pengalaman dan lain-lainnya,"
"Demi kamu…" ucap kakaknya. Kali ini Zairan terdiam, air matanya tumpah. Dari dulu,
Zairan tidak pernah tega kakaknya dihukum dan dimarah oleh ayahnya. Zairan lalu
mengobati kakaknya dengan minyak gosok.
~°°~°°~°°~

Esok harinya, Fitria dan Nathalia menanyai Zairan. "Hanya kakak yang membiarkan,"
jawabnya singkat. Mulanya semua memasang wajah cemberut, "Kakak ingin saya pergi,"
ucapnya lagi hingga membuat yang lainnya kegirangan.
Sepulang kuliah, mereka ke ​bale-bale​, tempat santai dan ngumpul-ngumpul yang sudah
dianggap sebagai rumah oleh mahasiswa dari jurusan mereka.
"​What?"​
"Kenapa?"
"Ini yang dianggap rumah oleh senior-senior kita?"
"Iya, jangan meledek,"
"Memangnya kamu tidak lihat… Atap seperti rumah honai dan tidak ada dinding, hanya
ada 4 tiang yang menyangga atap dan tempat duduk santai yang terbuat dari bambu ini
disebut rumah? Kamu bercanda?"
"Huss… Ini sudah beberapa generasi tetap bertahan loh… Lagipula itu atap seng bukan
daun rumbia seperti rumah honai," tegur Nathalia. "Mending kita diam daripada nanti senior
mengamuk kita membicarakan rumahnya,"
Mereka pun bersalaman dengan senior-senior lalu duduk bergabung. Selama beberapa
jam mereka hanya duduk bercerita hingga Zairan hanya bisa diam dan mulai merasa bosan.
"Astaga, saya kira kita bisa melakukan apa saja di sini ternyata hanya duduk diam selama
beberapa jam di sini," ucap Zairan dalam hati.
Salah satu senior memandangi Zairan dan membentaknya. Fitri dan Nathalia menggigit
jarinya merasa takut membayangkan bila Zairan mengamuk di bale-bale. Tenaga Zairan
bahkan lebih kuat daripada tenaga kuda yang berlari atau pun gajah yang sedang
mengamuk.
"Siapa yang melucu? Lihat mukamu.." Fitri membekap mulutnya agar Zairan tidak
meneruskan kalimatnya. Senior perempuan tersebut mulai emosi dan memarahi Fitri atas
tindakannya.
Nathalia pun membuat alasan agar mereka bisa pergi dari situ. Saat mereka hendak
keluar, senior perempuan tersebut menjambak rambut Zairan hingga Zairan menarik dan
membantingnya dengan jurus silat yang dimilikinya. Semua spontan berdiri saking
terkejutnya. Nathalia dan Fitri mencegah Zairan berbuat lebih jauh namun Zairan terlanjur
mengamuk hingga membuat senior tersebut babak belur. Kedua temannya tersebut lalu
menghela Zairan menjauh dari bale-bale namun sebelum itu, Zairan sempat mengancam
yang lainnya agar tidak berbuat macam-macam.
Selama perjalanan pulang, Zairan ditegur oleh kedua temannya, "Kamu akan membuat
masalah, kamu memancing senior tua datang ke kelas kita besok! Semua pasti akan
diinterograsi dan dipukul karenamu. Sebelum bertindak, berfikir lah dahulu,"
Esok harinya ternyata betul perkiraan mereka, senior tua akan masuk hingga
menyebabkan kepanikan di antara teman-teman sekelas Zairan. Fitri, Nathalia dan Zairan
bersembunyi di WC. Nathalia menutup kepala Zairan dengan sebuah jaket agar orang-orang
tidak mengenalnya. Fitri juga memberikan kacamata seolah-olah Zairan itu rabun dan
seorang kutubuku.
"Siapa di dalam?! Saya mau masuk! Jangan lama!," teriak seseorang dari luar pintu
kamar mandi. Mereka pun keluar dan segera ke belakang gedung tempat mereka belajar
dan mengintip suasana kelas yang begitu tegang.
​"WE JUJURKO!! SIAPA YANG BERANI PUKUL SENIORNYA!! REWAMAKO KAH?!
APA MAKSUDMU KASIH BEGITU SENIORMU?! KALAU BEGINI DIAM SEMUA TAPI
BERANI SEKALI PAS DI BALE-BALE…"​ kata senior tua dengan logat Makassar kasar.
"Astaga senior tua! Saya sudah katakan padamu, Zairan.." kata Fitri
"Ih takut, siapa suruh main jambak-jambak rambut orang sembarangan? Memangnya
saya menyuruhmu untuk menjambak rambutku yang malang ini?" keluh Zairan memegang
rambutnya. Fitri dan Nathalia tertawa mendengar ocehan Zairan.
Salah seorang senior melempar sendal ke arah mereka hingga mereka bertiga spontan
terkejut. Mereka pun lari. "Siapa di sana tadi?!" bentak kak Andi. Kak Andi pun menyuruh
kak Ahdi, juniornya untuk mengejar mereka. Zairan dan kedua temannya berlari ke arah
fakultas psikologi namun dihadang oleh kak Ahdi. Zairan menendang alat vital kak Ahdi
hingga kak Ahdi tersungkur.
"Astaga, Zairan! Kamu menambah masalah lagi!!" seru Fitri. "Ah yang penting kita
memyelamatkan diri dulu!" hela Zairan pada kedua temannya ke arah gedung Direktorat.
Ketika sampai di lantai paling atas Phinisi mereka bertemu Arhan, teman sekela mereka.
"Kalian dari mana? Tampaknya kalian kehabisan nafas,"
Zairan dan kedua temannya saling berpandangan lalu menceritakan segalanya. "Menurut
saya, hanya ada dua. Pergi minta maaf atau kamu akan terus berlari seperti ini dan yang
lain akan terkena masalah," saran Arhan.
Mulanya, Zairan menolak dengan alasan mereka yang memulai lebih dulu namun Arhan
memberinya nasehat bahwa senior-senior hanya ingin lihat mereka bisa solid. "Saat yang
lain dalam masalah, maka kita juga harus turut merasakannya. Tapi kita yang membuat
masalah yang lain terkena dampaknya. Seharusnya kita hanya diam saja untuk kebaikan
kita bersama," ujar Arhan.
"Tapi mereka bukan temanku," sahut Zairan. "Kenapa kamu bicara seperti itu? Jadi, saya
bukan temanmu? Kamu tidak boleh bicara begitu, siapa tau ada yang mau berteman
denganmu tapi hanya kamu saja yang memisahkan diri. Mereka ingin dekat tapi kamu yang
terlalu cuek,"
Zairan pun memikirkan perkataan Arhan dan berniat untuk meminta maaf langsung di
kostnya sesuai arahan Fitri karena bila di ​bale-bale​, pasti Zairan akan terkena masalah.
Malam harinya, Zairan pun hendak keluar bersama, Nathalia dan Fitri juga ada Zahmat
yang telah menunggu di luar. Zairan mengendap-ngendap keluar dari rumahnya dan tak
menyangka kakaknya memperhatikannya sejak Zairan keluar dari kamar.
Zairan pun mengatakan yang sejujurnya, "Lain kali jangan diulang, emosi hanya akan
membawa orang pada masalah. Pikirkan lah dahulu sebelum bertindak. Alangkah indahnya
bila dunia tanpa kekerasan. Bila seandainya senior-seniormu tetap kasar pada kamu dan
teman-temanmu, kamu harus bisa melunakkan hati mereka. Pegang kata-kata kakak, suatu
hari nanti mereka yang akan berteman denganmu bukan kamu. Kita hanya cukup menjalani
hidup sesuka kita entah orang suka atau tidak, itu hak kita. Bila hari ini senior-senior
membencimu, suatu hari nanti mereka akan menyukaimu karena kelebihan, kecerdasan,
dan kebijaksanaanmu bukan karena keburukanmu," pesan kakaknya.
Pertama-tama mereka meminta maaf pada kak Nini, senior perempuan yang dibanting
oleh Zairan kemarin. Mulanya kak Nini menolak dan merasa sakit hati atas perlakuan Zairan
namun setelah dibujuk oleh Zairan.
"Ih yang penting kakak tidak apa-apa, kan. Itu lebih baik daripada

Anda mungkin juga menyukai