Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan sel yang
tidak memiliki tujuan, bersifat parasit dan tumbuh dengan merugikan manusia
sebagai pejamu (Brooker, 2009). Kanker termasuk salah satu peyakit yang
tidak menular (noncommunicable disease) yang menjadi masalah kesehatan
utama baik didunia maupun di Indonesia (Dikutip dari Amanda, 2015).
Kanker dapat menyerang siapa saja termasuk anak-anak. Leukemia
adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari
keganasan pediatrik (Umiati dkk, 2010). Menurut data dari WHO (2008),
setiap tahun penderita kanker pada anak di dunia meningkat sekitar 6,25 juta
orang sehingga jumlahnya mencapai 110-130 kasus per satu juta anak
pertahun. Berdasarkan hasil penelitian Simanjorang dkk (2010) jenis
leukemia paling banyak ditemukan pada anak adalah Leukemia Limfoblastik
Akut, yaitu 26 kasus (65,4%). Jenis leukemia yang lain terdiri dari Leukemia
Mieloid Akut (19,2 %).Leukemia Mieloid Kronik (15,4 %) dan tidak ada
jenis leukemia kronik (0%).Status meninggal paling banyak terdapat pada
anak penderita leukemia dengan jenis leukemia myeloid akut (80%) (Dikutip
dari Angela, 2017).
Sampai saat ini, apa yang menjadi penyebab leukimia belum diketahui
dengan pasti. Sementara apa yang menjadi faktor risiko dapat diketahui di
antaranya adalah penggunaan pestisida, radiasi, bahan kimia, virus, kelainan
genetik, ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkhohol saat hamil dan lain
sebagainya (Simanjorang dkk, 2010). Salah satu pengobaatan yang ditempuh
unutk leukimia adalah kemoterapi. Kemoterapi membutuhkan waktu yang
lama, bisa bertahun-tahun. Disamping itu, kemoterapi memiliki berbagai efek
samping yang menimbulkan ketidaknyamanan pada anak. (Pernomo dkk,
2006) (Dikutip dari Amanda, 2015).
Keadaan sakit dan hospitalisasi menjadi stresor bagi anak saat dirawat
di rumah sakit, yang ditunjukan dengan adanya perubahan beberapa perilaku

1
pada anak (Wong, 2009). Apabila stresor tidak diatasi, maka hal ini akan
menghambat proes perawatan anak dan kesembuhan anak itu sendiri (Dikutip
dari Amanda, 2015).
Berdasarkan masalah diatas maka Penulis tertarik untuk mengangkat
masalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Leukimia”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis dari Leukimia pada anak?
2. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan Leukimia pada anak?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari Leukimia pada anak.
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Leukimia pada anak.

2
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Leukemia adalah suatu tipe dari kanker yang berasal dari kata Yunani
leukos-putih dan haima-darah. Leukemia adalah poliferasi sel leukosit yang
abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain dari pada normal,
jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombisitopeni dan
diakhiri dengan kematian (Nurarif & Kusuma, 2015) (Dikutip dari Martha,
2019).
Leukemia adalah kanker yang mulai dari sel-sel darah. Penyakit ini
terjadi ketika sel darah memiliki sifat kanker yaitu membelah tidak terkontrol
dan menggangu pembelahan sel darah normal. Leukemia (kanker darah)
adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel darah putih yang diproduksi
oleh sumsum tulang (bone marrow) (Padila, 2013) (Dikutip dari Martha,
2019).
B. Etiologi
Etiologi leukimia belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukimia, yaitu faktor
genetik, sinar radioa aktif, dan virus (Handayani & Hariwibowo,2008)
(Dikutip dari Amanda, 2015) :
1. Faktor genetik
Insiden leukimia akut pada anak dengan Sindrom Down adalah 20 kali
lebih banya dari pada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukimia akut. Insidensi leukimia akut juga meningkat pada
pendertita kelainan kongenital dengan aneuloidi, misalnya agranulositosis
congenital, sindrom Ellis van Greveld, penyakit seliak, sindrom Bloom,
anemia fanconi, sindrom klinifelter, dan sindrom trisomi D.
2. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Angka kejadian Leukimia Mieloblastik Akut
(LMA) dan Leukimia Granulostik Kronis (LGK) jelas sekali meningkat

3
setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar
radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita
leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian
tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan
bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20
kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah
ledakan tersebut terjadi.
3. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukimia pada
binatang. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan bahwa penyebab
leukimia pada manusia adalah virus. Meskipun demikian, ada beberapa
hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai penyebab leukimia,
yaitu enzime reserve trascriptase ditemukan dalam darah manusia. Seperti
diketahui enzim ini diketahui didalam virus onkogenik seperti retrovirus
tipe C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukimia pada binatang.
Enzim tersebut dapat menyebabkan virus yang bersangkutan dapat
membentuk bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang
terinfeksi.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada anak dengan leukima yaitu
pucat, letih,demam, ptekie, nyeri pada tulang dan persendian, nyeri abdomen,
hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, muntah dan anoreksia (Wong,
2009) (Dikutip dari Amanda, 2015).
1. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan
kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia
(mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan.
Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi,
hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum,
tibia dan femur (Dikutip dari Annisa, 2016).

4
2. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya
terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit
yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya mengalami
gangguan kesadaran, napas sesak, nyeri dada dan priapismus. Selain itu
juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan
hipoglikemia (Dikutip dari Annisa, 2016).
3. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK
yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata,
penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu
makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat
malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya
(Dikutip dari Annisa, 2016).
4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas.
Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang
akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah
penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan
anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai
infeksi (Dikutip dari Annisa, 2016).
D. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan
kita terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai dengan
perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Leukemia
dapat meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih
dari normal. Sel darah putih terlihat berbeda dengan sel darah normal dan
tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemia memblok produksi sel darah
putih yang normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemia
juga dapat merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel

5
darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada
jaringan. Leukemia terjadi jika proses pematangan dari sitem sel menjadi sel
darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah
keganasan. Perubahan yang terjadi sering kali melibatkan penyusunan
kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).
Penyusunan kromosom (translokasi kromosom) menganggu pengendalian
normal dari pembelahan sel, sehingga sel yang membelah tidak dapat
terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum
tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah
normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk
hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak (Padila, 2013) ) (Dikutip
dari Martha, 2019).
E. Klasifikasi
1. Leukimia Akut
Leukimia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,
sering disertai bentuk leukosit yang lalin daripada normal, jumlahnya
berlebih, serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri
dengan kematian (Handayani & Haryono, 2008). Leukimia akut menurut
klasifikasi FAB (French-American-British) dapat dikklasifikasikan
menjadi dua, yaitu Leukimia Mielositik Akut/ Acute Myeloid Leukimia
(LMA/AML) dan Leukimia Limfositik Akut (LLA) (Handayani &
Haribowo, 2008) (Dikutip dari Amanda, 2015).
2. Leeukimia Kronis
Leukimia kronis dibagi menjadi dua, yaiut Leukimia myeloid-leukimia
granulositik/leukimia myeloid kronis (LGK/LMK) dan leukimia
Limfositik Kronis (Hndayani & Haribowo, 2008) (Dikutip dari Amanda,
2015).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan
kadang-kadang leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan

6
penurunan eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK ditemukan
limfositosis lebih dari 50.000/mm3, sedangkan pada penderita LGK/LMK
ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3 (Dikutip dari Annisa,
2016).
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut
ditemukan keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang
diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda
(blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast
minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK
ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari
40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan
oleh peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK
ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah megakariosit
dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3
(Dikutip dari Annisa, 2016).
3. Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini sangat penting untuk menentukan klasifikasi imunologik
leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface
marker guna membedakan jenis leukemia (Desmawati, 2013) (Dikutip
dari Martha, 2019).
G. Penatalaksanaan
Terapi leukimia meliputi pemakaian agen kemoterapik, dengan atau
tanpa iradiasi kranial, dalam empat fase yaitu :
1. Terapi induksi. Terapi ini dilakukan setelah diagnosis ditegakkan dan
berlangsung selama 4 hingga 6 minggu serta menghasilkan remisi total
atau remisi dengan kurang dari 5% sel-sel leukimia dalam sumsum tulang.
Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L
asparagiase (Wong, 2009) (Dikutip dari Amanda, 2015).
2. Terapi profilaksis SSP. Tujuan terapi ini adalah untuk mencegah sel-sel
leukimia tidak menginvasi SSP. Penanganan SSP terdiri atas terapi

7
profilaksis melalui kemoterapi intratekal dengan metotreksat, sitarabin,
dan hidrokortison. Namun hal ini memberikan efek samping iradiasi
kranial sehingga terapi ini hanya dilakukan pada pasien-paseien yang
beresiko tinggi dan memiliki penyakit SSP (Wong, 2009) (Dikutip dari
Amanda, 2015).
3. Terapi intensifikasi (konsolidasi). Setelah remisi total tercapai,
dilaksanakan suatu periode terapi yang menghilangkan sel-sel leukimia
yang masih tersisa, diikuti dengan terapi intensifikasi lembat (delayed
intensification), yang mencegah timbulnya klon leukemik yang resisten
SSP (Wong, 2009) (Dikutip dari Amanda, 2015).
4. Terapi rumatan. Terapi rumatan dimulai sesudah terapi induksi dan
konsolidasi selesai dan berhasil dengan jumlah sel leukimia. Terapi ini
berfungsi untuk mempertahankan fase remisi (Wong, 2009) (Dikutip dari
Amanda, 2015).
5. Selain kemoterapi, transplantasi sumsum tulang juga dapat digunakan
sebagai terapi leukimia. Transplantasi sumsum tulang sudah dilakukan
untuk penanganan anak-anak yang menderita ALL dan AML dengan hasil
yang baik. Transplantasi ini tidak direkomendasikan untuk anak-anak yang
menderita ALL selama remisi yang pertama karena kemoterapi masih
mungkin memberikan hasil yang baik. Namun, transplantasi sumsum
tulang alogenik dapat dilakukan pada anak yang menderita AML selama
remisi pertama karena prognosisnya yang lebih buruk (Wong, 2009)
(Dikutip dari Amanda, 2015).

8
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
A. Pengkajian
1. Identitas pasien yang meliputi nama, no RM, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, agama, status tanggal MRS, dan tanggal pengkajian (Dikutip
dari Martha, 2019).
2. Keluhan utama
Anak yang menderita leukemia sering mengalami keluhan-keluhan yang
tidak spesifik sehingga diduga anak hanya mengalami sakit yang sifatnya
ringan, sehingga tidak segera dibawa ke dokter. Data-data yang perlu di
kaji adalah data yang didapatkan pada anak berkaitan dengan kegagalan
sumsum tulang dan adanya infiltrasi ke organ lain, diantaranya sebagai
berikut :
a. Kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi sel darah
mengakibatkan berbagai keluhan dan gejala yaitu sebagai berikut:
1) Anemia
Seperti bahasan terdahulu tentang gejala anemia, anak pada
leukemia juga mengalami pucat, mudah lelah, dan kadang-kadang
sesak nafas. Anemia terjadi karena sumsum tulang gagal
memproduksi sel darah merah.
2) Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Adanya penurunan leukosit secara otomatis akan menurunkan
daya tahan tubuh karena yang berfungsi mempertahankan daya
tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal. Konsekuensi dari
semua itu adalah tubuh akan mudah terkena infeksi yang bersifat
lokal atau sistemik dan sering berulang. Adanya suhu tubuh yang
meningkat akibat ada infeksi kuman secara sistemik (sepsis).
3) Perdarahan, tanda-tanda perdarahan dapat kita lihat dan kita kaji
dari adanya perdarahan mukosa, seperti gusi, hidung (epistaksis),
atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut dengan petekia.
Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma,

9
tergantung kadar trombosit dalam darah. Bila kadar trombosit
sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
b. Adanya sel-sel darah abnormal yang melakukan infiltrasi ke organ
tubuh lain dapat mengakibatkan hal sebagai berikut :
1) Nyeri pada tulang dan sendi, adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke
sistem muskuloskeletal membuat anak merasa tidak nyaman pada
persendian terutama bila digerakkan.
2) Pembesaran kelenjar getah bening, selain tulang belakang,
kelenjar getah bening merupakan salah satu tempat untuk
membentuk limfosit yang mempunyai salah satu fungsi untuk
mekanisme pertahanan diri. Limfosit merupakan salah satu bagian
dari leukosit.
3) Hepatosplenomegali, lien atau limpa juga merupakan salah satu
organ yang berfungsi untuk membentuk sel darah merah pada
masa bayi dalam kandungan. Bila sumsum tulang mengalami
kerusakan, lien atau hepar dapat mengambil alih fungsinya untuk
pertahanan diri.
4) Penurunan kesadaran, adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak
dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai
koma.
c. Selain data-data tersebut, perlu juga kita kaji data yang tidak spesifik
yang biasanya dialami anak yang sakit, misalnya :
1) Pola makan, biasanya mengalami penurunan nafsu makan
2) Kelemahan dan kelelahan fisik
3) Pola hidup, terutama dikaitkan dengan kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang tergolong karsinogenik, yaitu makanan yang
beresiko mempermudah timbulnya kanker karena mengandung
bahan pengawet/kimia.
4) Apabila pasien yang kita kaji sedang dalam pemberian sitostatika,
perlu diperhatikan efek samping yang kemungkinan timbul,

10
seperti rambut rontok, mual, kuku yang menghitam atau
stamatitis.
5) Pengkajian pola nutrisi meliputi anak sering mengalami
penurunan nafsu makan dan anoreksia, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan asupan nutrisi tidak adekuat, dapat dikaji
dengan metode: A (antropometric measurement) pengukuran
antropometri, B (biochemical data) data biomedis, C (clinical
sign) tanda-tanda klinis status gizi, D (dietary) diet. Data mayor
yang dapat dikaji pada defisit nutrisi adalah penurunan berat
badan minimal 10% dari rentang normal adapun data minornya
meliputi cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu
makan menurun, bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah,
otot menelan lemah, membrane mukosa pucat, sariawan, serum
albumin turun, rambut rontok berlebihan dan diare.
(Susilaningrum, 2013) (Dikutip dari Martha, 2019).
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Adanya kerusakan pada organ sel darah/sum-sum tulang.
2) Gejala awal biasanya terjadi secara mendadak panas dan
perdarahan.
b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
1) Riwayat kehamilan/persalinan.
2) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
3) Riwayat pemberian imunisasi.
4) Riwayat nutrisi, pemberian makanan yang adekuat.
5) Infeksi-infeksi sebelumnya dan pengobatan yang pernah dialami.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Genogram 3 generasi
d. Riwayat Imunisasi

11
Riwayat imunisasi yang di dapatkan oleh klien yaitu BCG, DPT (I, II,
III), Polio (I, II ,III), Campak, Hepatitis, dan riwayat penyakit yang
berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
e. Riwayat Tumbuh Kembang
1) Berat badan
2) Tinggi badan
3) Perkembangan tiap tahap usia (berguling, duduk, merangkak,
berdiri, jalan, senyum pertama kali dengan orang lain, bicara,
berpakaian tanpa dibantu)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran composmentis sampai koma
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah : hipotensi
2) Nadi : takikardi dan filiformis
3) Suhu : demam sampai dengan hiperpireksia
4) Pernafasan : takipnea sesak nafas
c. Antopometri
a) TB : Tinggi badan
b) BB : Berat badan
c) LLA : Lingkar lengan atas
d) LK : Lingkar kepala
e) LD : Lingkar dada
f) LP : Lingkar perut
d. Pemeriksaan Head To Toe
a) Kepala
(1) Wajah : pucat
(2) Mata :Iconjungtiva pucat, perdarahan retina, pupil
odema
(3) Hidung : epitaksis
(4) Mulut :igusi berdarah, bibir pucat, hipertropi gusi,

12
stomatitis
(5) Leher : pembesaran kelenjar gejah bening, faringitis
b) Dada : nyeri tekan pada tulang dada, terdapat efusi
pleura
c) Abdomen : hepatomegali, spenomefali, limfodenopati
d) Skeletal : nyeri tulang dan sendi
e) Integumen : purpura, ekimosis, ptekie, mudah memar
(Dikutip dari Wiwi, 2017)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hemoglobin : kukrang dari 10 gr/100 ml
2) Jumlah trombosit : kurang dari 50.000/mm
3) Sel darah putih : lebih dari 50.000
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Donna L Wong 2004 (Dikutip dari Wiwi, 2017) diagnosa
pada anak dengan leukemia adalah:
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan efek fisiologis dan leukemia
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping
kemoterapi dan atau stomatitis.
4. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnya kemampuan fisik.
5. Risiko infeksi faktor risiko menurunnya sistem pertahanan tubuh.
6. Risiko perdarahan faktor risiko : penurunan jumlah trombosit.
C. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana
keperawatan sebagai berikut (Wong ,2004) (Dikutip dari Wiwi, 2017) :
1. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dan leukemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai
tingkat yang dapat diterirna anak

13
Kriteria Hasil : skala nyeri 0-4 (ringan), tidak ada ekspresi wajah klien
nampak rileks.
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
c. Tempatkan klien pada posisi nyaman, dan sokong sendi ekstremitas
dengan bantal.
d. Latih klien atau keluarga untuk melakukan teknik relaksasi atau
distraksi pada klien.
e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
Tujuan : pasien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria Hasil :i
a. Pasien atau keluarga melaporkan adanya peningkatan toleransi aktifitas
yang dapat diukur.
b. Menunjukan penurunan tanda fisiologis tidak toleran.
c. Dapat berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat dilakukan sehari-hari
sesuai dengan tingkat kemampuan pasien.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan
atau dibutühkan.
b. Observasi adanya kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari.
c. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan.
d. Lakukan teknik penghemat energi, contoh : lebih baik duduk daripada
berdiri, penggunaan kursi untuk mandi.
e. Bantu ambulasi/aktifitas lain sesuai indikasi.
f. Kolaborasi pemberian oksigen jika diperlukan

14
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping
kemoterapi dan atau stomatitis.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil : mual dan muntah berkurang atau bahkan menghilang,
berat badan dapat dipertahankan, klien bisa menghabiskan makan 1 porsi.
Intervensi :
a. Monitor pemasukkan dan pengeluaran makanan.
b. Berikan makan sedikit dan frekuensi sering.
c. Pastikan pola diit makanan yang disukai dan tidak disukai.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diit.
4. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnya kemampuan fisik.
Tujuan : klien mampu mempertahankan kemampuan motorik dan
kemampuan komunikasi verbal.
Kriteria Hasil : anak mampu mempertahankan perkembangannya sesuai
usia, orang tua mengerti tugas-tugas perkembangan secara normal sesuai
usia, orang tua mengeri dan mampu menstimulasi perkembangan anak
sesuai usia.
Intervensi :
a. Kaji tingkat perkembagan yang telah dicapai oleh anak.
b. Perkuat perkembangan kata-kata dengan pengulangan kata-kata yang
digunakan anak.
c. Ajarkan orang tua tentang perkembangan anak sesuai usia.
d. Ajari anak bermain untuk merangsang kemampuan motorik dan
pendengaran.
5. Risiko infeksi faktor risiko menurunnya sistem pertahanan tubuh.
Tujuan : mencegah timbulnya infeksi.
Kriteria Hasil :
a. Mengidentifikasi tindakan untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.

15
b. Menunjukan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan
keamanan lingkungan, meningkatkan penyembuhan.
Intervensi :
a. Observasi adanya tanda-tanda infeksi.
b. Tempatkan pada ruang khusus, batasi pengunjung sesuai indikasi.
c. Lakukan teknik aseptik sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
dan setelah berkunjung meninggalkan pasien,
e. Ajarkan pada keluarga klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.
f. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
6. Risiko perdarahan faktor risiko : penurunan jumlah trombosit.
Tujuan : tidak terjadi perdarahan.
Kriteria Hasil : tidak ada hematuria dan hematemesis, tekanan darah
dalam batas normal, tidak ada distensi abdomen, hemoglobin dan
hemotokrit dalam batas normal.
Intervensi :
a. Monitor adanya tanda-tanda perdarahan.
b. Monitor tanda-tanda vital.
c. Anjurkan keluarga untuk meningkatkan intake makanan yang
mengandung vitamin K.
d. Pertahankan patensi Intra Vena (IV) line.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dan perencanaan
keperawatan yang telah dibuat untuk rnencapai hasil yang efektif. Dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan
pengetahuan hams dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang
diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dan rencana yang telah
ditentukan dapat tercapai (Wong. 2004) (Dikutip dari Wiwi , 2017).

16
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Donna L
Wong (2004:596-610) (Dikutip dari Wiwi , 2017) hasil yang diharapkan pada
klien dengan leukemia adalah:
1. Keluhan nyeri berkurang dan anak nampak rileks
2. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan,
adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas.
3. Masukan nutrisi adekuat.
4. Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan
muntah.
5. Anak mampu melewati tahap perkembangan sesuai dengan usianya
6. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
7. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.

17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leukemia adalah kanker yang mulai dari sel-sel darah. Penyakit ini
terjadi ketika sel darah memiliki sifat kanker yaitu membelah tidak terkontrol
dan menggangu pembelahan sel darah normal. Leukemia (kanker darah)
adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel darah putih yang diproduksi
oleh sumsum tulang.
Sampai saat ini, apa yang menjadi penyebab leukimia belum diketahui
dengan pasti. Sementara apa yang menjadi faktor risiko dapat diketahui di
antaranya adalah penggunaan pestisida, radiasi, bahan kimia, virus, kelainan
genetik, ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkhohol saat hamil dan lain
sebagainya.
Adapun masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak
dengan Leukimia adalah Nyeri akut yang berhubungan dengan efek fisiologis
dan leukemia, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping
kemoterapi dan atau stomatitis, gangguan pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan dengan melemahnya kemampuan fisik, Risiko infeksi faktor
risiko menurunnya sistem pertahanan tubuh dan Risiko perdarahan faktor
risiko : penurunan jumlah trombosit.
B. Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat menambah
pengetahuan Pembaca tentang Leukimia pada Anak. Dan diharapkan kepada
pihak Institusi perlunya menambah buku Keperawatan khususnya tentang
Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Leukimia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Amanda. 2015. Dukungan Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Leukimia Usia
6-12 Tahun Di RSU Kabupaten Tanggerang. https://repository.uinjkt.ac.id
Anggela. 2017. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Pasien An. F Dengan
Acute Myeloid Leukemia (Aml) Di Ruang 7b Rsud Dr. Saiful Anwar
Malang. https://repository.stikesmaharani.ac.id
Annisa. 2016. Asuhan Keperawatan Leukimia pada Anak.
https://www.academia.edu
Martha. 2019. Gambaran Asuhan Keperawatan pada Anak Leukimia dengan
Myeloid Akut dengan Naausea Di Ruang Pudak RSUP Sanglah Tahun
2019. https://repository.potlekkes-denpasar.ac.id
Wiwi. 2017. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Leukimia.
https://www.academia.edu

19

Anda mungkin juga menyukai