Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada dekade akhir abad ini populasi bising mulai melanda bidang
industri, musik yang menggunakan instrument elektronik yang digelarkan
dengan irama rock dan jazz demikian pula bidang penerbangan antariksa
dengan peluncuran roket angkasa dan akhirnya populasi bising meluas ke
rumah tangga dengan eletrifikasi alat-alat seperti air conditioning, mesin cuci
dan menghisap debu, pengering rumput, lemari es dan sebagainya. Dengan
demikian benarlah apa yang di nyataka oleh Mo Kenzi (1916) bahwa
civilization is noise atau kemajuan peradaban manusia di tandai dengan
bising.
Kerusakan pendengaran akibat terpapar bising keras dalam waktu
yang cukup lama yang lazimnya disebut trauma bising diperkirakan mulai
terjadi pada abad perunggu sejak manusia mengenal logam. Penempatan
bahan perunggu dan besi untuk dibuat alat-alat atau senjata yang diperlukan
dalam sehari-hari menimbulkan bising keras yang dapat merusak
pendengaran.
Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke
arah penggunaan mesin-mesin, alat-alat transportasi berat, musik yang
menggunakan instrument elektronik yang digelarkan dengan irama rock dan
jazz. Demikian juga bidang penerbangan antariksa dengan peluncuran roket
angkasa dan akhirnya polusi bising meluas ke rumah tangga dengan
elektrifikasi alat-alat seperti air conditioner, mesin cuci, penghisap debu,
pengering rumput, dan sebagainya. Dengan demikian benarlah apa yang
dinyatakan oleh Mc Kenzi (1916) bahawa civilitation is noise atau kemajuan
peradapan manusia ditandai dengan bising. Akibatnya kebisingan makin
dirasakan mengganggu dan dapat memberikan dampak pada kesehatan.
Kerusakan organ pendengaran akibat bising terjadi pada lingkaran
basal coohleae yang ditandai dengan menghilangnya sebagian sel-sel rambut
organon spirale coohleae. Selanjutnya dengan hasil pengukuran pendengaran

1
dengan audiometer yang terlihat dengan jelas terinci frekuensi-frekuensi
organ pendengaran yang mengalami kerusakan.
Biaya yang harus ditanggung akibat kebisingan ini sangat besar.
Misalnya, bila terjadi di tempat-tempat bisnis dan pendidikan, maka bising
dapat mengganggu komunikasi yang berakibat menurunnya kualitas bisnis
dan pendidikan. Trauma akustik ataupun gangguan pendengaran lain yang
timbul akibat bising di tempat kerja, gangguan sistemik yang timbul akibat
kebisingan, penurunan kemampuan kerja, bila dihitung kerugiannya secara
nominal dapat mencapai milyaran rupiah. Untuk itu, tenaga kesehatan perlu
mengenali pengaruh bising terhadap kesehatan tenaga kerja, melakukan
deteksi dini dan pengendalian bising di tempat kerja.
Pemeriksaan tingkat ketulian telinga manusia menggunakan alat
audiometer dilakukan oleh seorang operator dengan cara mengatur beberapa
kombinasi nilai intensitas dan frekuensi, kemudian kombinasi nilai intensitas
dan frekuensi tersebut dikirim satu persatu dalam bentuk sinyal listrik ke
earphone agar mampu diubah menjadi bentuk bunyi. Earphone dipasang di
kedua telinga probandus, apabila probandus mendengar bunyi dari tiap-tiap
bunyi yang diperdengarkan maka probandus tersebut diharuskan mengangkat
tanda sebagai pertanda mendengar dan pada saat itu pula operator memberi
tanda pada sebuah kartu hasil pemeriksaan yang disebut audiogram.
Hal utama dari program konsevarsi pendengaran pada pekerja adalah
untuk mencegah kehilangan fungsi pendengaran akibat pajanan kebisingan di
tempat kerja orang yang bertanggung jawab atas keberhasilan Program
konservasi pendengaran ini sudah sepatutnya mengusakan atau memodifikasi
sesuai situasi dan kondisi yang ada untuk mencapai tujuan yang diinginkan
yaitu perlindungan bagi pekerja terhadap bahaya potensial pajanan
kebisingan, hal kedua pada Program konservasi pendengaran ini adalah
mendidik dan memotivasi individu dimana mereka akan selalu memilih untuk
melindungi diri sendiri dari pajanan kebisingan di luar lingkungan kerja dan
memberikan pengetahuan mereka pada teman atau sanak keluarga tetang
Program konservasi pendengaran ini. Program Program konservasi
pendengaran berupa program pencegahan kehilangan fungsi pendengaran

2
pada pekerja memberikan keuntungan berupa dapat menjaga kemampuan
pendengaran pekerja secara optimal dalam hidup dan hubungan interpersonal,
menyadari akan bunyi alarm bahaya dan banyak lagi, dan dapatmenurunkan
angka kecelakaan kerja dan berkerja lebih efisien.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa rumusan masalah yang akan dibahas mengenai pentingnya
menggunakan audiometer dengan benar dalam memberikan asuhan
keperawatan.

C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui cara penggunaan, tujuan penggunaan, dan manfaat
audiometer.
2. Untuk mengetahui derajat ketulian.
3. Untuk deteksi dini adanya kasus Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
dan mencegah Temporary Threshold Shift (TTS) yang timbul menjadi
permanen.
4. Untuk mengetahui ambang batas pendengaran anggota kelompok 1
ProDi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

D. Manfaat Penulis
1. Pendidkan
Sebagai bahan bacaan ilmiah, kerangka perbandingan untuk
mengembangkan ilmu keperawatan
2. Perawat
Sebagai bahan masukan bagi perawat yang ada di rumah sakit
untuk mengambil langkah-langkah kebijakan dalam rangka upaya
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

3. Pasien
Meningkatkan kemandirian dan pengalaman dalam memberikan
pelayanan khususnya menggunakan audiometer serta sebagai acuan bagi
keluarga untuk melakukan perawatan kepada keluarga.
4. Penulis

3
Memperoleh pengetahuan tentang pentingnya menggunakan
audiometer dengan baik dan benar.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
1. Pengertian Audiometer
Audiometer adalah suatu alat diantara berbagai macam

4
alat kesehatan yang digunakan untuk memeriksa kepekaan pendengaran
atau sering disebut dengan ambang pendengaran. Ketika pertama kali
ditemukan audiometer, itu dibuat agar terlihat seperti kotak tegangan
sederhana yang digunakan dalam system suara dan cahaya pada telingan
kita. Bisa juga disebut lebih atau kurangnya Nampak seperti volt meter.
Hal itu disebut indicator meteran kecil dengan jarum untuk
menunjukan tingkat frekuensi yang sedang digunakan. Audiometer juga
memiliki tombol kecil untuk menambah atau mengurangi frekuensi suara.
Audiometer adalah alat yang mampu menghasilkan suara yang sangat
lembut atau suara nyaring.
Audiometer diperlukan untuk mengukur ketajaman pendengaran, yaitu :
a. Digunakan untuk mengukur ambang pendengaran.
b. Mengindikasikan kehilangan pendengaran.
c. Pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis.
d. Mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada
deret frekuensi yang berbeda.
e. Menghasilkan audiogram (grafik ambang pendengaran
untuk masing-masing telinga pada suatu rentang frekuensi).
f.Pengujian perlu dilakukan di dalam ruangan kedap bunyi namun di
ruang yang heningpun hasilnya memuaskan.
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu
audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi
melalui earphone. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan
diplotkan pada sebuah grafik sebagai presentasi dari pendengaran normal.
Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran
mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang
berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja
dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat
dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran.Audiometri adalah subuah alat yang
digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan
sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman
pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi

5
seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang
yang akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman
pendengaran.
2. Jenis-jenis Audiometri
a. Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik
yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai
frekuensi 250 - 500, 1000 - 2000, 4000 - 8000 dan dapat diatur
intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan
melalui telepon kepala, tulang ketelinga orang yang diperiksa
pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman
pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat
intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva hantaran
tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat
mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran
audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan
berusia sekitar 20 - 29 tahun merupakan nilai ambang baku
pendengaran untuk nada murni.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan
kisaran frekwuensi 20 - 20.000 Hz. Frekwensi dari 500 - 2000 Hz yang
paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari. Menurut ISO
derajat ketulian adalah sebagai berikut :
1) Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih
normal.
2) Jika peningkatan ambang dengar antara 26 – 40 dB,
disebut tuli ringan.
3) Jika peningkatan ambang dengar antara 41 – 60 dB,
disebut tuli sedang.
4) Jika peningkatan ambang dengar antara 61 – 90 dB,
disebut tuli berat.
5) Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 dB disebut
tuli sangat berat.
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran
pasien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan

6
frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang
normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan earphone (air kondution) dan skala skull
vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka
mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran
oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
b. Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah sistem uji pendengaran yang
menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan
melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mengukur beberapa
aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama
dengan audiometri nada murni, hanya disini sebagai alat uji
pendengaran digunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada
penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa
melalui microphone yang dihubungkan dengan audiometri tutur,
kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa
pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam
atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan
melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan
jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar
makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar
diminta untuk menebaknya. Pemeriksa mencatatan presentase kata-kata
yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil
ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah
intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah
presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar. Dari audiogram
tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
1) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50 % dari
sejumlah kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal
dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan
dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
2) Kemamuan maksimal perndengaran untuk

7
mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata
yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur
atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal
kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara
barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada
murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran
tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh
diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar
kata-kata yang jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi
gangguan sampai 50 % tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat.
Kriteria orang tuli :
1) Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20 - 40 dB
2) Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40 - 60 dB
3) Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60 - 80 dB
4) Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas > 80 dB.
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi,
apabila seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan
bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada
diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya
semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang
kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi
tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan
mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memang kata-kata
tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan
kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20
dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar
intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum
dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah
congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran
telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk
menentukan penyabab kurang pendengaran.

8
3. Tujuan dan Manfaat Audiometri
a. Tujuan Audiometri
1) Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga.
2) Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi.
3) Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada
anak-anak.
b. Manfaat Audiometri, ada empat tujuan (Davis, 1978) :

1) Mediagnostik penyakit telinga.


2) Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap
percakpan sehari-hari, atau dengan kata lain validitas sosial
pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat
pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi
(misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
3) Skrinig anak balita dan SD.
4) Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.

B. Fungsi Audiometer
Sebenarnya dari ulasan diatas kita sudah dapat mengetahui apa
fungsi alat Audiometer. Fungsi alat audiometer ini sejatinya adalah sebagai
generator suara yang dapat diseting frekuensinya juga intensitasnya.
Seseorang diperiksa dengan cara mendengarkan gelombang suara dengan
level tertentu pada rentang frekuensi yang berbeda dengan tingkat
kekerasan tertentu. Seseorang yang mempunyai pendengaran normal
cenderung akan mendengar seluruh rentang frekuensi dan umumnya ukuran
untuk pendengaran normal adalah dibawah 25 dB.
Dari hasil pemeriksaan Audiometri ini akan dihasilkan grafik
respon kedua telinga pendengar terhadap frekuensi dan juga intensitas suara
yang berbeda – beda. Graik hasil pemeriksaan iasa disebut dengan
Audiogram. Gangguan pendengaran nantinya akan dapat dideteksi dengan
melihat audiogram tersebut.

C. Cara Kerja Audiometer


1. Cara Kerja
a. Audiometri set telah dikalibrasi

9
b. Memasang earphone sesuai dengan liang telinga (warna
merah pada telinga kanan dan warna biru pada telinga kiri).
c. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON/power.
d. Dahulukan telinga yang lebih baik pendengaranya atau
telinga kanan (tekan tombol nada warna merah untuk memeriksa
telinga kanan).
e. Mulai pemeriksaan di frekuensi 500 Hz dengan
menekan/memutar tombol frekuensi sesuai dengan nomor 500 Hz.
f. Tekan tombol nada mulia 50 dB dan turunkan bertahap
dengan menekan/memutar tombol intensitas,
g. Turunkan intensitas 10 dB lebih rendah dan berikan nada
pendek (1 detik penekanan tombol nada)
h. Jika terdapat respon ulangi hingga intensitas 10 dB.
i. Periksa tingkat ambang dengar pada frekuensi 500 Hz,
1000 Hz, 2000 Hz, dan 4000 Hz dengan prosedur yang sama.
j. Periksa telinga sebelahnya denga prosedur yang sama.
2. Tata Cara Pengujian
a. Sebelum dilakukan pemeriksaan maka tenaga
kerja/pasien/probandus harus bebas bising selama 16 jam agar
didapatkan gambaran audiogram yang dapat dipercaya. Selain itu
dilakukan juga penulisan status pasien/tenaga kerja/probandus yang
meliputi : nama, umur, masa kerja, bagian, jenis kelamin, riwayat
penyakit telinga, dan keluhan yang dialami saat sekarang, pekerjaan
sebelumnya, pekerjaan sekarang dan hobi.
b. Tempatkan kartu audiogram dan selipkan pena pada posisi
ujung kiri dengan menekan tombol RETURN.
c. Jelaskan pada tenaga kerja/pasien/probandus sebagai
berikut :
1) Anda akan diperiksa telinganya baik kiri maupun kanan.
2) Begitu dengan suara atau nada tekanan tombol handswitch
dan lepaskan dengan segera bila sudah tidak dengar lagi. Jangan
dibiarkan nada/suara tersebut terdengar semakin keras dan jangan
biarkan nada/suara tersebut hilang terlalu lama.
d. Pasang earphone yang tepat dan posisi yang nyaman.
Untuk itu perlu :
1) Singkirkan semua gangguan antara earphone dengan
telinga seperti : rambut, kaca mata dan anting-anting.

10
2) Atur pembalut kepala sehingga terletak pada bagian atas
dari kepala pasien probandus.
3) Pastiakan bahwa earphone dengan label merah berada di
telinga kanan dan yang berlabel biru berada di telinga kiri.
Perhatian : pendengaran earphone harus hati-hati. Goncangan
mekanik akan dapat mengubah karakteristik dan mengharuskan
untuk diganti.
e. Test dimulai dengan nada PULSE dari frekuensi 500 Hz
sampai dengan frekuensi 8000 Hz untuk kedua telinga dan kemudian
nada CONT untuk kedua telinga.
f. Setelah semua test dilakuakn maka matikan alat, ambil
fiber pena dengan hati-hati dan ambil kartu audiogramnya.

11
3. Gambar Alat

Keterangan alat :
a. kabel jack
b. badan audiometer
c. tombol-tombol control
d. lampu pilot
e. careieage
f. fiber pen
g. kertas audiogram
h. earphone
i. hand switch

Fungsi alat :
a. Jack untuk menghubungkan arus listrik.
b. Tombol-tombol Kontrol :
1) TONE : untuk memilih test signal mode Pulse atau Cont
a) Pulse : signal model mendengung
b) Cont : signal model terputus-putus
2) TEST : untuk memulai test.
3) STOP : untuk menghentikan test.
4) HOLD : tombol dimana bila ditekan signal
akan ada pada frequensi dimana carieage berada
dan akan memberikan signal.
5) FORWARD : tombol
dimana apa bila ditekan careieage akan bergerak
ke frequensi yang diinginkan sehingga test terhenti
untuk sementara.

12
6) RETRUN : tombol tekan
pemindahan arus yang mana test terhenti, dan
carieage akan kembali ke posisi semula.
7) RESPONSE COUNTER : akan
menyala bila test berada di luar daerah
normal.
c. Tombol ON : untuk menghidupkan. Saat hidup lampu pilot menyala.
d. Fiber pen untuk menunjukkan atau menulis hasil dari test
audiogram.
e. Kartu atau kertas audiogram digunakan untuk data medis.
f. Earphone berfungsi untuk mendengarkan frekuensi suara
terdiri dari kiri dan kanan yaitu warna merah dan biru.
g. Handswitch berfungsi untuk menunjukkan respon dari
probandus.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jenis dan derajat
ketulian (gangguan dengar). Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis

13
ketulian yaitu tuli konduktif dan tuli saraf (Sensorineural). Audiometer adalah
peralatan elektronik untuk menguji pendengaran. Audiometer diperlukan
untuk mengukur ketajaman pendengaran, yaitu :
1. Digunakan untuk mengukur ambang pendengaran.
2. Mengindikasikan kehilangan pendengaran.
3. Pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis.
4. Mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada deret
frekuensi yang berbeda.
5. Menghasilkan audiogram (grafik ambang pendengaran untuk
masing-masing telinga pada suatu rentang frekuensi).
6. Pengujian perlu dilakukan di dalam ruangan kedap bunyi namun di
ruang yang heningpun hasilnya memuaskan.
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu
audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui
earphone. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan
pada sebuah grafik sebagai presentasi dari pendengaran normal. Hal ini
menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai
rentang nada yang paling terpengaruh.
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios
yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak
saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat
dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran.Audiometri adalah subuah alat yang
digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan
sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman
pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi
seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yang
akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran.

B. Saran
1. Pendidikan
Sebaiknya dalam memahami dan menerapkan menggunakan
Audiometer dengan bersungguh-sungguh dan tidak banyak bercanda
ataupun membuat kegaduhan, sehingga dapat mengembangkan ilmu
keperawatan.

14
2. Perawat
Diharapkan makalah ini dapat memberikan masukan bagi peraat
yang di rumah sakit untuk mengambil langkah-langkah kebijakan dalam
rangka upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya
asuhan keperawatan.

3. Pasien
Diharapkan makalah ini dapat meningkatkan kemandirian dan
pengalaman dalam memberikan pelayanan khususnya menggunakan
Audiometer serta sebagai acuan bagi keluarga untuk perawatan kepada
keluarga.

4. Penulis
Memperoleh pengetahuan tentang pentingnya menggunakan
audiometer dengan baik dan benar dalam keperawatan.

DARTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/12092631/AUDIOMETRI
https://id.scribd.com/doc/306070086/audiometri-doc
https://www.medicalogy.com/blog/audiometer-alat-skirining-pendengaran-
manusia/
https://sentralalkes.com/blog/pengertian-audiometer/

15
16

Anda mungkin juga menyukai