Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP MISSED ABORTION


1. Pengertian
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat – akibat tertentu pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup
di luar kandungan (Prawirohardjo,2006).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin mampu hidup diluar
kandungan (Nugroho,2010).
Missed abortion adalah kematian pada janin berusia sebelum 20 minggu masih belum
dikeluarkan dari rahim selama 8 minggu atau lebih. Kemungkinan disebabkan oleh kurangnya
hormon progesteron sehingga dinding rahim bagian dalam tipis. Biasanya juga didahului oleh
tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang mendadak atau spontan setelah
pengobatan (YBP.SP.2002)

2. Manifestasi klinis Abortus tertunda (missed abortion)


a. Janin sudah meninggal dalam rahim tetapi tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
b. Tanpa ada rasa nyeri.
c. Perdarahan bisa ada, bisa tidak.
d. Payudara terasa mengecil.
e. Hilangnya tanda – tanda kehamilan.
f. Berat badan ibu menurun.
g. Besar uterus lebih kecil dari umur kehamilan.

3. Etiologi
a. Faktor genetik
Kelainan kromosom: Kelainan kromosom yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah
trisomi, monosomi, triploid/tetraploid
b. Faktor hormonal
Ibu hamil menderita penyakit hormonal. Seperti diabetes mellitus dan gangguan kelenjar
tyroid
c. Kelainan anatomi uterus
d. Faktor infeksi genitalia interna
1) Toxoplasmosis
2) Sitomegalovirus
3) Rubela
4) Herpes simpleks
e. Postur ibu hamil
1) Kurus, BB kurang dari 40 kg
2) Gemuk, BB diatas 80 kg
3) Faktor – faktor immunologi
f. Trombofilia
g. Infeksi

4. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi
itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban
pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika
plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam
bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya
kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas dan
mungkin pula janin telah mati lama. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu
yang cepat maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apaila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi
organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam
hal ini amnion tampak berbenjol – benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi diamana
janin mengering dan karena cairan amnion berkurang maka ia jadi gepeng (fetus kompressus).
Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus)
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah terjadinya maserasi,
kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan dan seluruh janin
berwarna kemerah – merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila perdarahan yang
terjadi sudah berlangsung lama.(Prawirohardjo,2005),

5. Diagnosa dan Prognosa


Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang
perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering terdapat pula terasa mules.
Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan
bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau imunologik. Harus diperhatikan macam
dan banyaknya perdarahan, pembukaan servik dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau
vagina (Prawirohardjo,2006)

6. Penatalaksanaan
a. Lakukan penilaian awal untuk menentukan kondisi pasien (gawat darurat, komplikasi
berat atau masih cukup stabil).
b. Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien sebelum melakukan
tindakan lanjutan (tindakan medic atau rujukan).
c. Penilaian medic untuk menentukan kelaikan tindakan di fasilitas kesehatan setempat atau
dirujuk kerumah sakit.
d. Periksa kadar fibrinogen atau test perdarahan dan pembekuan darah sebelum tindakan
kuretase. Bila normal jaringan konsepsi dapat segera dikeluarkan, teapi bila kadarnya
rendah ( 7gr/dl (anemia) atau dicurigai adanya infeksi.
KONSEP MEDIK KURETASE
1. PENGERTIAN KURETASE
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok
kerokan). Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding
kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrument (sendok kuret) ke dalam
kavum uteri.
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok
kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk
menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus. Gunanya untuk mencegah
terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi. Kuret adalah tindakan medis untuk
mengeluarkan jaringan dari dalam rahim. Jaringan itu sendiri bisa berupa tumor, selaput
rahim, atau janin yang dinyatakan tidak berkembang maupun sudah meninggal. Dengan
alasan medis, tidak ada cara lain jaringan semacam itu harus dikeluarkan. ( Dr. H. Taufik
Jamaan, Sp.OG )

2. TUJUAN KURETASE

Menurut ginekolog dari Morula Fertility Clinic, RS Bunda, Jakarta, tujuan kuret ada dua yaitu:

a. Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus. Intinya, kuret ditempuh oleh dokter untuk
membersihkan rahim dan dinding rahim dari benda-benda atau jaringan yang tidak
diharapkan.
b. Penegakan diagnosis. Semisal mencari tahu gangguan yang terdapat pada rahim, apakah
sejenis tumor atau gangguan lain. Meski tujuannya berbeda, tindakan yang dilakukan pada
dasarnya sama saja. Begitu juga persiapan yang harus dilakukan pasien sebelum menjalani
kuret.
3. KAPAN KURETASE HARUS DILAKUKAN

Kuretase bukan ditujukan untuk menggugurkan janin dalam kandungan. Masih banyak
kasus lain yang lebih penting untuk dilakukan tindakan kuretase, karena masalah tersebut bisa
mengganggu kesehatan. Kuretase tak bisa asal dilakukan. Selain harus ada indikasi medis, juga
harus ada persetujuan dari pasangan suami-istri. Dan, keputusan tersebut ditentukan oleh tim
dokter dari hasil diagnosa.
Beberapa kondisi dimana seorang wanita harus menjalani kuretase:
1. Jiwa ibu terancam oleh kehamilan
Ada kalanya kehamilan dapat mengancam jiwa ibu, karena ibu mempunyai kelainan. Seperti
kelainan jantung atau paru-paru. Wanita dengan kelainan organ penting berisiko tinggi bila
hamil. Misalnya, mengalami kelainan pada paru-paru, untuk berbaring saja sesak apalagi
kalau hamil, dimana ada tekanan pada paru-paru risikonya akan makin besar.
2. Perdarahan pascapersalinan
Kehamilan dan kelahiran bisa saja lancar. Namun, ada kalanya terjadi perdarahan hebat
pascapersalinan akibat sisa-sisa jaringan yang belum keluar atau terlepas. Pada kondisi ini,
tindakan kuretase harus dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa jaringan yang masih
tertinggal agar perdarahan tidak terus terjadi. Perdarahan pascapersalinan ini bisa langsung
terjadi setelah melahirkan, tapi bisa juga satu minggu atau satu bulan kemudian.
3. Ada gangguan haid
Kuretase bisa saja dilakukan pada wanita yang tidak hamil, yang mengalami perdarahan
akibat gangguan haid. Gangguan haid seperti itu, seringkali tidak dapat diatasi dengan obat-
obatan. Begitupun dengan perdarahan yang terjadi pada wanita usia di atas 40 tahun, yang
juga terjadi akibat gangguan haid. Pada kondisi seperti itu, harus dilakukan kuretase, dengan
dua tujuan. Pertama, untuk menghentikan perdarahan akibat adanya sisa-sisa jaringan yang
masih tertinggal dan kedua untuk mencari kepastian apakah jaringan tersebut ganas atau tidak.
Bila mengandung keganasan, akan ditentukan pengobatan selanjutnya sehingga keganasan
tersebut segera dapat dihentikan atau diminimalkan.
4. Kehamilan bermasalah
Wanita yang kehamilannya mengalami masalah, seperti hamil anggur, hamil kosong, ataupun
janin meninggal dalam kandungan, juga harus diatasi dengan kuretase untuk mengeluarkan
sisa-sisa jaringan. Untuk mencegah perdarahan yang bisa saja terjadi.
Banyak wanita yang takut menjalani kuretase. Tapi, bila mengalami masalah seperti yang
telah disebutkan, mau tidak mau kuretase harus dilakukan demi menyelamatkan nyawa.
Tindakan kuretase sebaiknya dilakukan pada trimester pertama atau maksimal janin berusia
12 minggu. Sebab, pada saat itu janin belum begitu besar, dan keamanannya cukup tinggi.
Tapi, pada kasus lain, misalnya, janin meninggal dalam kandungan usia 4-5 bulan pun bisa
dilakukan meski risikonya lebih tinggi. Tindakan kuretase memang relatif aman dilakukan
saat usia kehamilan baru menginjak trimester pertama. Sebab, pada saat itu risiko terjadinya
efek samping sangat kecil.

Indikasi Kuretase :
1. Abortus incomplete ( keguguran saat usia kehamilan < 20 mg dengan didapatkan sisa-sisa
kehamilan, biasanya masih tersisa adanya plasenta). Kuretase dalam hal ini dilakukan untuk
menghentikan perdarahan yang terjadi oleh karena keguguran. Mekanisme perdarahan pada
kasus keguguran adalah dengan adanya sisa jaringan menyebabkan rahim tidak bisa
berkontraksi dengan baik sehingga pebuluh darah pada lapisan dalam rahim tidak dapat
tertutup dan menyebabkan perdarahan.
2. Blighted ova ( janin tidak ditemukan, yang berkembang hanya plasenta ). Dalam kasus ini
kuretase harus dilakukan oleh karena plasenta yang tumbuh akan berkembang menjadi suatu
keganasan, seperti chorio Ca, penyakit trophoblas ganas pada kehamilan.
3. Dead conseptus ( janin mati pada usia kehamilan < 20 mg ). Biasanya parameter yang jelas
adalah pemeriksaan USG, dimana ditemukan janin tetapi jantung janin tidak berdenyut.
Apabila ditemukan pada usia kehamilan 16-20mg, diperlukan obat perangsang persalinan
untuk proses pengeluaran janin kemudian baru dilakukan kuretase. Akan tetapi bila ditemukan
saat usia kehamilan < 16 mg dapat langsung dilakukan kuretase.
4. Abortus MOLA ( tidak ditemukannya janin, yang tumbuh hanya plasenta dengan gambaran
bergelembung2 seperti buah anggur, yang disebut HAMIL ANGGUR ). Tanda2 hamil anggur
adalah tinggi rahim tidak sesuai dengan umur kehamilannya. Rahim lebih cepat membesar
dan apabila ada perdarahan ditemukan adanya gelembung2 udara pada darah. Hal ini juga
dapat menjadi suatu penyakit keganasan trophoblas pada kehamilan.
5. Menometroraghia ( perdarahan yang banyak dan memanjang diantara siklus haid ). Tindakan
kuretase dilakukan disamping untuk menghentikan perdarahan juga dapat digunakan untuk
mencari penyebabnya, oleh karena ganguan hormonal atau adanya tumor rahim ( myoma
uteri) atau keganasan ( Kanker endometrium ) setelah hasil kuretase diperiksa secara
mikroskopik ( Patologi Anatomi jaringan endometrium ).

4. PERSIAPAN SEBELUM KURETASE

A. Konseling pra tindakan :


1) Memberi informed consent
2) Menjelaskan pada klien tentang penyakit yang diderita
3) Menerangkan kepada pasien tentang tindakan kuretase yang akan dilakukan:
garis besar prosedur tindakan, tujuan dan manfaat tindakan.
4) memeriksa keadaan umum pasien, bila memungkinkan pasien dipuasakan.

B. Pemeriksaan sebelum kuretase:


1. USG (ultrasonografi)
2. Mengukur tensi dan Hb darah
3. Memeriksa sistim pernafasan
4. Mengatasi perdarahan
5. Memastikan pasien dalam kondisi sehat dan fit

C. PERSIAPAN TINDAKAN

1) Menyiapkan pasien
• Mengosongkan kandung kemih
• Membersihkan genetalia eksterna
• Membantu pasien naik ke meja ginek
• Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung, dan Paru – paru dan
sebagainya.
• Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis
• Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara IV dengan ketalar.
• Sebelum masuk ke ruang operasi, terlebih dahulu pasien harus dipersiapkan dari ruangan
• Puasa: Saat akan menjalani kuretase, dilakukan puasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya
perut dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.
• Cek adanya perdarahan

Persiapan Psikologis

Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada yang bilang kuret
sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang biasa-
biasa saja. Sebenarnya, seperti halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat individual.
Sebab, segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah ketakutan bahkan
syok lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi. Sebab rasa
takut akan menambah kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang
diberikan bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya sudah bekerja lebih dahulu.
Walhasil, dokter akan menambah dosisnya.

Sebaliknya, bila saat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa mengatasi rasa takut,
biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik. Meskipun obat bius yang diberikan kecil sudah bisa
bekerja dengan baik. Untuk itu sebaiknya sebelum menjalani kuret ibu harus mempersiapkan
psikisnya dahulu supaya kuret dapat berjalan dengan baik. Persiapan psikis bisa dengan berusaha
menenangkan diri untuk mengatasi rasa takut, pahami bahwa kuret adalah jalan yang terbaik
untuk mengatasi masalah yang ada. Sangat baik bila ibu meminta bantuan kepada orang terdekat
seperti suami, orangtua, sahabat, dan lainnya. Bila diperlukan, gunakan jasa psikolog apabila ibu
tak yakin dapat mengatasi masalah ini sendirian.

• Mengganti baju pasien dengan baju operasi


• Memakaikan baju operasi kepada pasien dan gelang sebagai identitas
• Pasien dibawa ke ruang operasi yang telah ditentukan
• Mengatur posisi pasien sesuai dengan jenis tindakan yang akan dilakukan, kemudian pasien
dibius dengan anesthesi narkose
• Setelah pasien tertidur, segera pasang alat bantu napas dan monitor EKG
• Bebaskan area yang akan dikuret

2) Persiapan petugas
a) Mencuci tangan dengan sabun antiseptic
b) Baik dokter maupun perawat instrumen melakukan cuci tangan steril
c) Memakai perlengkapan : baju operasi, masker dan handscoen steril
d) Perawat instrumen memastikan kembali kelengkapan alat-alat yang akan digunakan dalam
tindakan kuret
e) Alat disusun di atas meja mayo sesuai dengan urutan
3) Persiapan alat dan obat

5. PERAWATAN SETELAH KURETASE

Perawatan usai kuretase pada umumnya sama dengan operasi-operasi lain. Harus
menjaga bekas operasinya dengan baik, tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat, tidak
melakukan hubungan intim untuk jangka waktu tertentu sampai keluhannya benar-benar hilang,
dan meminum obat secara teratur. Obat yang diberikan biasanya adalah antibiotik dan
penghilang rasa sakit. Jika ternyata muncul keluhan, sakit yang terus berkepanjangan atau
muncul perdarahan, segeralah memeriksakan diri ke dokter. Mungkin perlu dilakukan tindakan
kuret yang kedua karena bisa saja ada sisa jaringan yang tertinggal. Jika keluhan tak muncul,
biasanya kuret berjalan dengan baik dan pasien tinggal menunggu kesembuhannya.

Hal-hal yang perlu juga dilakukan:

1. Setelah pasien sudah dirapihkan, maka perawat mengobservasi keadaan pasien dan terus
memastikan apakah pasien sudah bernapas spontan atau belum
2. Setelah itu pasien dipindahkan ke recovery room
3. Melakukan observasi keadaan umum pasien hingga kesadaran pulih
4. Pasien diberikan oksigen 2 liter/menit melalui nasal kanule dan tetap observasi keadaan pasien
sampai dipindahkan ke ruangan perawatan.
5. Konseling pasca tindakan
6. Melakukan dekontaminasi alat dan bahan bekas operasi

6. DAMPAK SETELAH KURETASE

Terkadang kuret tidak berjalan lancar. Meskipun telah dilakukan oleh dokter kandungan
yang sudah dibekali ilmu kuret namun kekeliruan bisa saja terjadi. Bisa saja pada saat
melakukannya dokter kurang teliti, terburu-buru, atau jaringan sudah kaku atau membatu seperti
pada kasus abortus yang tidak ditangani dengan cepat. Berikut adalah dampaknya:
a. Perdarahan
Bila saat kuret jaringan tidak diambil dengan bersih, dikhawatirkan terjadi perdarahan. Untuk
itu jaringan harus diambil dengan bersih dan tidak boleh tersisa sedikit pun. Bila ada sisa
kemudian terjadi perdarahan, maka kuret kedua harus segera dilakukan. Biasanya hal ini
terjadi pada kasus jaringan yang sudah membatu. Banyak dokter kesulitan melakukan
pembersihan dalam sekali tindakan sehingga ada jaringan yang tersisa. Namun biasanya bila
dokter tidak yakin sudah bersih, dia akan memberi tahu kepada si ibu, “Jika terjadi perdarahan
maka segera datang lagi ke dokter.”
b. Cerukan di Dinding Rahim
Pengerokan jaringan pun harus tepat sasaran, jangan sampai meninggalkan cerukan di dinding
rahim. Jika menyisakan cerukan, dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan rahim.
c. Gangguan Haid
Jika pengerokan yang dilakukan sampai menyentuh selaput otot rahim, dikhawatirkan akan
mengganggu kelancaran siklus haid.
d. Infeksi
Jika jaringan tersisa di dalam rahim, muncul luka, cerukan, dikhawatirkan bisa memicu
terjadinya infeksi. Sebab, kuman senang sekali dengan daerah-daerah yang basah oleh cairan
seperti darah.
e. Kanker
Sebenarnya kecil kemungkinan terjadi kanker, hanya sekitar 1%. Namun bila kuret tidak
dilakukan dengan baik, ada sisa yang tertinggal kemudian tidak mendapatkan penanganan
yang tepat, bisa saja memicu munculnya kanker. Disebut kanker trofoblast atau kanker yang
disebabkan oleh sisa plasenta yang ada di dinding rahim.
EFEK SAMPING DARI TINDAKAN KURETASI
1. Rahim berlubang
Kuretase memungkinkan terjadinya lubang pada rahim, atau di dunia kedokteran disebut
perforasi uterus. Hal itu bisa terjadi karena pada saat hamil, dinding rahim sangat lunak,
sehingga berisiko tinggi untuk terjadinya lubang akibat pengerokan sisa-sisa jaringan. Risiko
terjadinya lubang pada rahim semakin besar bila kuretase dilakukam pada ibu yang hamil
anggur. Sebab, ada tahapan yang harus dilakukan sebelum sampai pada tindakan keretase.
Pada hamil anggur, perut ibu biasanya cukup besar. Usia tiga bulan saja biasanya sudah
seperti enam bulan. Karena itu, sebelum kuretase dilakukan, dokter akan mengevakuasi
posisi kehamilan menggunakan vacuum lebih dulu, baru mengerok menggunakan sendok
tajam untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan.
2. Infeksi
Tindakan kuretase memungkinkan terjadinya infeksi, akibat adanya perlukaan. Tapi, dengan
pengobatan yang tepat, infeksi itu biasanya cepat sembuh.
3. Sindrom Asherman
Sindrom Asherman adalah terjadinya perlekatan pada lapisan dinding dalam rahim. Karena
lengket, jaringan selaput lendir rahim tidak terbentuk lagi. Akibatnya, pasien tidak
mengalami haid. Ini memang bisa terjadi, karena selaput lendir rahim terkikis habis saat
tindakan kuretase. Tapi hal itu masih bisa diatasi dengan pemberian obat, sehingga pasien
bisa haid kembali.
4. Keluar vlek
Vlek-vlek darah bisa saja keluar setelah tindakan kuretase dilakukan, sampai satu minggu
kemudian. Keluarnya vlek-vlek darah itu sangat wajar. Tapi, bagaimanapun harus tetap
dikonsultasikan pada dokter, agar bisa diwaspadai. Sebab, bisa saja keluarnya vlek tersebut
karena adanya gangguan pada fungsi pembekuan darah.
5. Mual dan pusing
Mual dan pusing bisa terjadi akibat pembiusan yang dilakukan. Tapi, kalau muntah pada saat
pasien sedang tidak sadar diri, hal itu perlu diwaspadai.
6. Nyeri
Rasa nyeri, terutama di perut bagian bawah, bisa timbul setelah tindakan kuretase dilakukan.
Untuk menguranginya, dokter biasanya akan memberikan obat-obatan pereda nyeri. Dan
biasanya akan cepat hilang.

7. TEKNIK PENGELUARAN JARINGAN


Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan dilatasi),
jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan kuretase.
1. Sondage, menentukan posisi dan ukuran uterus.
2. Masukkan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 90˚ untuk melepaskan jaringan,
kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut.
3. Sisa abortus dikeluarkan dengan kuret tumpul, gunakan sendok terbesar yang bisa masuk.
4. Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari maupun kuret.
ASUHAN KEPERAWATAN MISSED ABORTION POST KURETASE

STATUS KESEHATAN SAAT INI


a. Keluhan utama
Klien mengeluh keluar darah lewat vagina, terasa nyeri pada perut dan pinggang, kenceng-
kenceng, nyeri tidak menyebar, skala 7
b. Riwayat obstetri
 Menarche usia
 Menstruasi

RIWAYAT KELUARGA
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit

RIWAYAT KESEHATAN
a. Penyakit yang pernah dialami
b. Operasi
c. Alergi
d. Kebiasaan

PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
b. BB dan TB
c. Tanda vital
d. Kepala : mesochepal
e. Leher : tidak ada peningkatan JVP dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
f. Telinga : simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, bersih dan tidak bau
g. Hidung : simetris, jalan nafas lancar
h. Tenggorokan : tidak ada gangguan menelan
i. Dada : payudara tidak mengeluarkan ASI
j. Abdomen : tidak ada pembesaran vena abdomen, nyeri tekan dan nyeri tekan pada abdomen
k. Genetalia : keluar lenarah, warna merah.
l. Muskuloskeletal : gerakan normal, tidak ada gangguan, tidak ada edema.

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
b. Nutrisi dan metabolisme
c. Eliminasi
Pasien BAB satu kali per hari, konsistensi lunak, warna kuning bau khas feses.
d. Aktivitas dan latihan
Selama hamil pasien melakukan aktivitas mandiri. Selama di rumah sakit pemenuhan ADL
pasien dibantu oleh keluarganya
e. Istirahat dan tidur
Sebelum masuk rumah sakit, klien tidur 6-7 jam sehari. Setelah masuk rumah sakit dan post
kuretase klien tidur 5-6 jam sehari
f. Persepsi dan kognitif
g. Persepsi terhadap diri sendiri
Klien merasa sedih karena anak yang dikandungnya mengalami keguguran, padahal pasien
ingin punya anak lagi.
h. Hubungan dan peran
Hubungan klien dengan keluarga baik dan hubungan klien dengan masyarakat juga baik
i. Seksual dan reproduksi
j. Stres dan koping
Jika ada masalah, klien selalu melakukan musyawarah dengan suaminya.
k. Kepercayaan dan nilai
Klien beragama islam dan rajin beribadah

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb, AL, AT, Gol. Darah, PPT, APTT, Control PPT,
HbsAg

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Nyeri berhubungan dengan penatalaksanaan medis.
Tujuan: klien melaporkan nyeri berkurang/ hilang.
Kriteria hasil:
- Tampak tidak meringis kesakitan.
- Skala nyeri 0
- Klien dapat beraktivitas seperti biasa.
Intervensi :
1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
R/ untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri
R/ pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan
pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3) Ciptakan lingkungan yang tenang
R/ Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
R/ Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
R/ Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin.
Lakukan massage.
R/ massage dapat meningkatkan vaskulerisasi.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
R/ Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan: Klien meningkatkan ambulan atau aktivitas.
Kriteria hasil:
-KU baik
-Akral hangat
-Sclera normal
-Konjungtiva normal
- Turgor kulit elastis
Intervensi:
1. Observasi kelemahan otot.
R/ menjaga keamanan pasien/ resiko cidera.
2. Observasi TTV sebelum dan sesudah aktivitas.
R/ menunjukkan kondisi pasien saat itu.
3. Berikan lingkungan tenang batasi pengunjung dan kurangi suara bising, pertahankan tirah
baring bila di indikasikan.
R/ meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan
regangan jantung dan paru.
4. Anjurkan klien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan
aktivitas semampunya.
R/ meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi infuse dan memberikan transfuse darah.
R/ mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan.


Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil : Pasien mengetahui penyebab, pencegahan dan perawatan yang benar.
Intervensi:
1) Anjurkan klien untuk banyak minum air putih 2 – 2,5 liter air dan hindari konsumsi kopi
dan alkohol.
R/ Mengurangi iritasi pada mukosa kandung kemih
2) Jelaskan untuk tidak menahan keinginan berkemih, kosongkan kandung kemih secara
sempurna setiap kali berkemih
R/ Mencegah distensi kandung kemih
3) Ajarkan perawatan perineal yang benar terutama setelah berkemih dan defekasi,
bersihkan dari depan ke belakang
R/ Mencegah perpindahan mikroorganisme yang ada di anus
4) Jaga kebersihan perineal agar tetap kering dan bersih keringkan depan sampai ke
belakang.
R/ Mencegah perkembangan mikroorganisme
5) Gunakan celana dalam dari bahan katun.
R/ Menyerap cairan dan keringat
6) Jelaskan pentingnya mengkonsumsi antibiotik sesuai dengan resep atau sampai habis
R/ Antibiotik mengatasi infeksi dan mencegah resistensi.

4. Kecemasan (ansietas) berhubungan dengan kurang pengetahuan tindakan kuretase.


Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria :
- klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
- tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Intervensi:
1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
R/ memudahkan intervensi.
2) Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
R/ mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol
ansietas.
3) Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaan.
R/ pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan
yang dirasakan.
4) Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan
yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R/ alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi
kecemasan.
5) Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam
keadaan cemas.
R/ menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi
masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan
orang lain atas kemampuannya.
6) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
R/ menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
7) Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut
diagnosis, perawatan dan prognosis.
R/ meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
8) Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
R/ mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta.

Nanda. (2013). Nursing Diagnoses : Definition & Clasification. Philadepia

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah volume 3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

M. Rendy Clevo, Margareth TH. (2012 ). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Nuha Medika.

Setiadi. (2007). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu: Yogyakarta

Sibuea, W. Heidin. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Rineka Cipta: Jakarta

Syaifudin, H. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Perawat Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta

Tambayong, Jan. (2006). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran
Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

YBP.SP. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal.


Jakarta:YBP.SP

Anda mungkin juga menyukai