Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENELITIAN

Kesintasan Lima Tahun Pasien Penyakit Jantung Koroner


Tiga Pembuluh Darah dengan Diabetes Melitus yang
Menjalani Bedah Pintas Koroner, Intervensi Koroner
Perkutan atau Medikamentosa di Rumah Sakit
dr. Cipto Mangunkusumo
Five-Year Survival in Patients with 3-Vessels Coronary Artery
Disease and Diabetes Mellitus Undergoing Coronary Artery
Bypass Graft, Coronary Percutaneus Intervention, or Receiving
Pharmacological Therapy in Cipto Mangunkusumo Hospital
Andreas Arie Setiawan1,2, Marulam Panggabean2, M Yamin3, Siti Setiati4
1
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang
2
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta
3
Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta
4
Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta

Korespondensi:
M Yamin. Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo.
Jln. Pangeran Diponegoro 71, Jakarta 10430, Indonesia. email: yam511@dnet.net.id

ABSTRAK
Pendahuluan. Hasil revaskularisasi pada pasien diabetes melitus (DM) dengan penyakit jantung koroner 3 pembuluh
darah (PJK 3PD) dengan bedah pintas koroner (BPK) lebih baik dibandingkan intervensi koroner perkutan (IKP) atau
medikamentosa. BPK tidak selalu menjadi prosedur yang dikerjakan meskipun sudah direkomendasikan sesuai Skor Syntax.
Selain itu, tidak semua pasien bersedia menjalani BPK atau IKP. Perlu diketahui apakah pilihan revaskularisasi tersebut
mempengaruhi kesintasan 5 tahun.
Metode. Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dengan pendekatan analisis kesintasan untuk meneliti kesintasan
5 tahun pasien PJK 3PD DM yang menjalani tindakan BPK, IKP atau medikamentosa. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan data sekunder 126 pasien PJK 3PD DM yang menjalani BPK, IKP, maupun medikamentosa di Rumah Sakit dr.
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun 2006-2007 dan diikuti sampai dengan tahun 2011-2012 dengan dilihat
adakah kejadian meninggal.
Hasil. Kesintasan terbaik diketahui yaitu pada kelompok BPK (93,5%). Proporsi kematian terbesar terdapat pada kelompok
medikamentosa (36,1%). Selain itu, hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok IKP memiliki kesintasan yang lebih baik
dibanding medikamentosa (69,5% vs 63,9%). Meskipun tidak bermakna secara statistik, namun pada kelompok IKP proporsi
keluhan yang ditemukan setelah tindakan lebih sedikit dibanding kelompok medikamentosa (52% vs 38%). Skor Syntax yang
berperan menilai kompleksitas stenosis diketahui turut menentukan kesintasan (p= 0,039).
Simpulan. Kesintasan 5 tahun pasien PJK 3PD dengan DM yang paling baik didapatkan pada kelompok yang menjalani
BPK. Kesintasan 5 tahun pasien PJK 3PD dengan DM yang menjalani IKP lebih baik dibandingkan medikamentosa, namun
secara statistik tidak bermakna. Faktor yang berpengaruh pada kesintasan 5 tahun pasien PJK 3PD adalah kompleksitas
stenosis yang dilihat dengan menggunakan skor Syntax.
Kata kunci: DM, kesintasan 5 tahun, PJK 3PD

60 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 3, No. 2 | Juni 2016


Kesintasan Lima Tahun Pasien Penyakit Jantung Koroner Tiga Pembuluh Darah dengan Diabetes Melitus yang Menjalani Bedah Pintas Koroner, Intervensi Koroner
Perkutan atau Medikamentosa di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo

ABSTRACT
Introduction. Revascularization results in patients with diabetes mellitus (DM) and coronary artery disease involving 3 vessels
(CAD 3VD) undergo coronary artery bypass surgery (CABG) are better compared with those undergo percutaneous
coronary intervention (PCI) or medical therapy. However, CABG is not always done despite being recommended in
accordance with Syntax Score because some patients unwilling to undergo CABG or PCI . This trial determined whether the
choice of revascularization affect 5-years survival.
Methods. This was a retrospective cohort study with survival analysis to examine the 5-years survival rate of CAD 3VD DM
patients undergoing CABG, PCI, or medical therapy. The study was conducted using secondary data of 126 CAD 3VD DM
patients who underwent CABG, PCI, or medical therapy at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2006-2007 and followed up to
2011-2012 if there any incident died.
Results. Best survival was seen in the CABG group (93.5%). The largest proportion of death occured in the medical therapy
group (36.1%). The CABG survival was significantly better than the IKP (p=0.01) and medical therapy (p=0.001). PCI group
had better survival than medical therapy (69.5% vs. 63.9%). Although not statistically significant, but the proportion of
complaints after revascularization in PCI group were found less than medical therapy group (52% vs. 38%). Syntax score that
assesses the complexity of stenosis had a significant association with survival (p 0.039).
Conclusions.5-years survival of CAD 3VD DM patients is best obtained in the group that underwent CABG. 5-year survival
of CAD 3VD DM patients who underwent PCI better than medical therapy but was not statistically significant. Factor that
affect the 5-years survival is the complexity stenosis viewed by the Syntax score.
Keywords: 5-years survival, CAD 3VD,DM

PENDAHULUAN memiliki risiko kematian pasca operasi yang lebih tinggi


Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab dibanding pasien non diabetes. Dibanding intervensi
kematian terbanyak di masing-masing benua di dunia, koroner perkutan (IKP), BPK memiliki angka keberhasilan
kecuali Afrika. Berdasarkan data WHO tahun 2011 mengenai jangka panjang yang lebih baik pada penderita diabetes
penyakit penyebab kematian, penyakit jantung iskemik terutama pada penderita three-vessel disease atau PJK
menduduki tempat teratas pada negara-negara dengan 3 pembuluh darah (PJK 3PD).3 Pada hasil penelitian
pendapatan sedang (middle-income countries) yaitu sebesar Bypass Angioplasty Revascularization Investigation (BARI)
5,27 juta per tahun (13,7%) dan negara-negara dengan trial,didapatkan 5 years survival yang lebih tinggi pada
pendapatan tinggi (high-income countries) yaitu sebesar pasien yang menjalani BPK dibanding IKP (81% vs 66%,
1,42 juta per tahun (15,6%).1 Untuk negara-negara dengan p<0,003).3,5 Sementara itu, pada studi syntax, yaitu salah
pendapatan rendah (low income countries), penyakit satu cara untuk mengukur berat ringannya suatu PJK
jantung iskemik menempati urutan ke-4 sebagai penyebab berdasarkan angiografi koroner,6 memberikan kesimpulan
kematian setelah penyakit infeksi saluran napas bawah, bahwa diabetes meningkatkan risiko mortalitas, baik pada
diare dan HIV-AIDS.2 WHO memperkirakan bahwa kematian BPK maupun IKP dengan Paclitaxel Eluting Stent. Selain
akibat PJK di dunia akan meningkat dari 7,2 juta pada tahun itu,BPK masih merupakan prosedur pilihan penderita PJK
2002 menjadi 11,1 juta pada tahun 2020. Sebanyak 30% baik diabetes atau non diabetes dengan Skor Syntax>33
dari seluruh kematian di dunia disebabkan oleh PJK dan mengingat mortalitas yang tinggi dengan IKP.7
80% diantaranya terjadi di negara berkembang.1 Penelitian-penelitian tersebut di atas menyatakan
Hipertensi, dislipidemia dan obesitas merupakan bahwa pada pasien diabetes dengan PJK yang melibatkan
faktor risiko terjadinya PJK. Sementara itu, diabetes banyak pembuluh darah (multivessel disease), memiliki
merupakan faktor risiko yang spesifik karena dapat hasil revaskularisasi yang lebih baik dengan BPK dibanding
meningkatkan terjadinya proses aterosklerosis. Selain IKP.Namun demikian, IKP tetap lebih populer dan lebih
itu, diabetes juga dapat meningkatkan morbiditas dan banyak dipilih.7
mortalitas pasien dengan PJK setelah mengalami sindroma Penelitian yang membandingkan BPK, IKP dan
koroner akut.3,4 Hal tersebut disebabkan oleh AGEs medikamentosa (tidak menjalani BPK dan IKP) pada PJK
(advanced glycation end products) yang terakumulasi pada 3PD diabetes melitus (DM) belum pernah dikerjakan.
keadaan hiperglikemia menyebabkan hilangnya elastisitas Selain itu, belum semua tempat dapat melakukan BPK
dinding pembuluh darah dan menyebabkan kecenderungan atau IKP.8Oleh karena itu, maka penelitian ini dilakukan
ruptur plak yang lebih tinggi pada pasien diabetes.3 untukmelihat perbedaan kesintasan antara BPK, IKP dan
Tindakan coronary artery bypass graft (CABG) atau medikamentosa pada PJK 3PD DM.
bedah pintas koroner (BPK) pada pasien diabetes dinilai

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 3, No. 2 | Juni 2016 | 61


Andreas Arie Setiawan, Marulam Panggabean, M Yamin, Siti Setiati

METODE faktor perancu dalam penelitian ini, demikian juga dengan


Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif skor Syntax untuk menilai kompleksitas stenosis. Proporsi
dengan pendekatan analisis kesintasan untuk meneliti pasien yang mengalami stroke, penyakit ginjal kronik dan
kesintasan 5 tahun pasien PJK 3PD DM yang menjalani infeksi dijumpai lebih kecil baik pada kelompok BPK, IKP
tindakan BPK, IKP atau medikamentosa.Penelitian dilakukan dan Medikamentosa. Karakteristik subjek penelitian dapat
dengan menggunakan data sekunder pasien PJK 3PD DM selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
yang menjalani BPK, IKP atau medikamentosa di Rumah Pada penelitian ini didapatkan proporsi kematian
Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun terbesar pada kelompok medikamentosa, sedangkan
2006-2007 dan diikuti sampai dengan tahun 2011-2012 kesintasan terbaik adalah pada kelompok BPK. (Tabel
dengan dilihat kejadian meninggal.Sampel penelitian iniyaitu 2). Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan tidak
pasien PJK 3PD DM berdasarkan hasil pemeriksaan angiografi ada perbedaan kesintasan yang bermakna antara IKP
koroner yang menjalani BPK, IKP atau medikamentosaselama dan medikamentosa (p= 0.317). Namun apabila dilihat
tahun 2006-2007 yang data rekam medisnya tercatat diRSCM proporsi gejala yang ditemukan pada pasien hidup, maka
dan memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria pasien bebas gejala dijumpai lebih banyak pada kelompok
eksklusi.Kriteria inklusi tersebut yaitu semua pasien PJK 3PD IKP dibanding medikamentosa (Tabel 3).
DM tahun 2006-2007 di RSCM, sedangkan kriteria eksklusinya Tidak ditemukan kematian selama 3 tahun pertama
yaitu pasien yang tidak dapat dihubungi kembali, pasien terlihat pada kelompok BPK, sedangkan pada kelompok
dengan penyakit jantung lainnya (transplantasi, kelainan IKP dan medikamentosa ditemukan kematian dengan
katup, kelainan kongenital), serta pasien yang menjalani dua masing-masingsebesar 11% dan 19% (Tabel 4). Hasil
tindakan baik IKP maupun BPK. analisis juga menemukan bahwa variabel perancu pada
Sumber data pada penelitian ini yaitu data angiografi penelitian ini memiliki hubungan yang tidak bermakna,
dan rekam medik di RSCM tahun 2006-2007. Dari data kecuali skor Syntax (p= 0,039). Hubungan antara variabel
tersebut dilihat CD angiografi koroner untuk mengumpulkan perancu dengan kesintasan pada kelompok BPK, IKP dan
data skor Syntax. Selain itu,kelengkapan data lainnya medikamentosa dapat dilihat pada Tabel 5.
dilakukan dengan wawancara pasien. Selanjutnya, data Selanjutnya, variabel-variabel yang mempunyai
yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program nilai p <0,25 pada analisis bivariat, dimasukkan ke dalam
komputer SPSS 14.0. Pada data tersebut dilakukan analisis analisis multivariat. Variabel yang dimasukkan dalam
kesintasan, pembuatan kurva Kapplan Meier, analisis laju analisis multivariat adalah variable skor Syntax, stroke,
kesintasan (survival rate), median kesintasan, uji statistik penyakit ginjal kronik dan gagal jantung. Pada analisis
log-rank test, serta dicari nilai Hazard Ratio dengan multivariat dengan Cox Proportional Hazard Regression
menggunakan uji cox regression model. Model,didapatkan fully adjusted hazard ratio antara
pasien yang menjalani BPK, IKP dan medikamentosa
HASIL seperti pada Tabel 6.
Pada penelitian ini didapatkan total subjek sebanyak Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel-variabel
126 subjek yang terdiri dari 31 BPK, 59 IKP dan 36 tersebut berpengaruh dan dapat membantu untuk
Medikamentosa. Dari 126 subjek tersebut, jumlah laki-laki menentukan prognosis, meskipun pada penelitian ini
sedikit lebih banyak dibanding perempuan (51%). Pada secara statistik tidak bermakna. Misalnya pada PJK 3PD
kelompok laki-laki tersebut sebagian besar menjalani IKP DM yang memilih medikamentosa dengan penyakit ginjal
(80%),sedangkan perempuan sebagian besar menjalani kronik, maka risiko kematiannya meningkat kira-kira 11
BPK (48%). Rata-rata usia subjek adalah 65 tahun, dengan kali dibanding BPK atau 10 kali dibanding IKP (Tabel 6).
usia terbanyak yaitu >60 tahun, baik pada kelompok BPK, Berdasarkan kurva Kaplan Meier (Gambar 1),
IKP, maupun Medikamentosa. Faktor-faktor risiko PJK didapatkan bahwa kesintasan BPK paling baik dibandingkan
yang lain seperti hipertensi, merokok dan dislipidemia IKP dan medikamentosa (93,5% dibandingkan 69,5%
didapatkan pada sebagian besar subjek, baik pada dan 63,9%). Namun demikian, tidak terdapat perbedaan
kelompok BPK, IKP maupun medikamentosa. Bahkan yang bermakna pada kesintasan antara kelompok IKP dan
merokok serta dislipidemia pada kelompok BPK dijumpai medikamentosa (p=0.317). Sementara itu, perbandingan
dalam jumlah yang besar yaitu masing-masing 96,8% fungsi Hazard dari kelompok BPK, IKP dan medikamentosa
dan 93,5%. Sementara itu, sindroma koroner akut, gagal setelah dilakukan koreksi terhadap variabel-variabel
jantung, stroke, gagal ginjal dan infeksi dicatat sebagai perancu dapat dilihat pada Gambar 2.

62 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 3, No. 2 | Juni 2016 |


Kesintasan Lima Tahun Pasien Penyakit Jantung Koroner Tiga Pembuluh Darah dengan Diabetes Melitus yang Menjalani Bedah Pintas Koroner, Intervensi Koroner
Perkutan atau Medikamentosa di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian Tabel 5. Hubungan antara variabel perancu dengan kesintasan pada
kelompok BPK, IKP, dan medikamentosa
Kelompok
Karakteristik Medikamentosa Variabel Hazard Rasio (IK 95%) p
BPK (n=31) IKP (n=59) Syntax 2,241 (1,042-4,824) 0,039
(n=36)
Jenis kelamin, n (%) SKA 0,966 (0,468-1,991) 0,924
Laki-laki 1 (3,2) 51 (86,4) 12 (33,3) Gagal jantung 1,498 (0,755-2,973) 0,247
Perempuan 30 (96,8) 8 (13,6) 24 (66,7) Stroke 1,996 (0,927-4,295) 0,077
Umur, rerata (SD) 65,44 (14,66) 65,77 (11,96) 65,87 (13,35) Penyakit ginjal kronik 1,561 (0,788-3,089) 0,201
Kategori umur, n (%) Infeksi 1,064 (0,506-2,235) 0,870
<45 tahun 2 (6,5) 3 (5,1) 1 (2,8)
45-60 tahun 10 (32,3) 14 (23,7) 10 (27,8) Tabel 6. Crude hazard ratio dan adjusted hazard ratio
>60 tahun 19 (61,3) 42 (71,2) 25 (69,4) dengan IK 95% untuk pada penambahan variabel
Hipertensi, n (%) perancu secara bertahap
Tidak 8 (25,8) 9 (15,3) 7 (19,4) Variabel Hazard Ratio (IK 95%)
Ya 23 (74,2) 50 (84,7) 29 (80,6) Crude HR
Merokok, n (%) BPK
Tidak 1 (3,2) 16 (27,1) 17 (47,2) IKP 5,410 (1,255-23,319)
Ya 30 (96,8) 43 (72,9) 19 (52,8)
Medikamentosa 6,660 (1,502-29,521)
Dislipidemia, n (%)
Adjusted HR
Tidak 2 (6,5) 11 (19,0) 7 (19,4)
Ya 29 ( 93,5) 47 (81,0) 29 (80,6) + Skor Syntax 11,232 (2,543-49,606)
Sindrom koroner akut, n (%) 11,484 (2,561-51,490)
Tidak 8 (25,8) 11 (18,6) 16 (44,4) + Stroke 11,333 (2,563-50,120)
Ya 23 (74,2) 48 (81,4) 20 (55,6) 10,844 (2,413-48,732)
Stroke, n (%) + Penyakit ginjal kronik 11,011 (2,484-48,815)
Tidak 26 (83,9) 51 (86,4) 28 (77,8) 10,960 (2,441-49,221)
Ya 5 (16,1) 8 (13,6) 8 (22,2) + Gagal jantung 10,848 (2,442-48,192)
Gagal jantung, n (%)
10,896 (2,424-48,975)
Tidak 15 (48,4) 33 (55,9) 20 (55,6)
Ya 16 (51,6) 26 (44,1) 16 (44,4)
Penyakit ginjal kronik, n (%)
Tidak 19 (61) 34 (57,6) 23 (63,9)
Ya 12 (39) 25 (42,4) 13 (36,1)
Infeksi, n (%)
Tidak 18 (58,1) 42 (71,2) 29 (80,6)
Ya 13 (41,9) 17 (28,8) 7 (19,4)
Skor Syntax, n (%)
<33 0 (0,0) 35 (59,3) 15 (41,7)
>33 31 (100) 24 (40,7) 21 (58,3)

Tabel 2. Proporsi kematian pada kelompok BPK, IKP dan medikamentosa


Hidup, Meninggal, Hazard Rasio
Kelompok P
n (%) n (%) (IK 95%)
BPK 28 (90,3) 3 (9,7) 1,000
IKP 41 (69,5) 18 (30,5) 0,024 5,410 Gambar 1. Kurva kaplan meier untuk analisis kesintasan pada
(1,255-23,319) kelompok BPK, IKP, dan medikamentosa
Medikamentosa 23 (63,9) 13 (36,1) 0,013 6,660
(1,502-29,521)

Tabel 3 Simtom pada kelompok BPK, IKP dan medikamentosa


BPK IKP Medikamentosa
Simtom
(n=28) (n=41) (n=23)
Tidak 17 (60,7) 26 (63,4) 11 (47,8)
Ya 11 (39,3) 15 (36,6) 15 (52,2)

Tabel 4. Waktu kematian pada kelompok BPK, IKP dan Medikamentosa


Tahun I II III IV V
BPK 1 (3) 1 (3) 1 (3)
IKP 2 (3) 4 (6) 1 (2) 6 (10) 5 (8)
Medikamentosa 1 (3) 3 (8) 3 (8) 1 (3) 5 (14)
Gambar 2. Hazard Ratio kelompok BPK, IKP dan medikamentosa

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 3, No. 2 | Juni 2016 | 63


Andreas Arie Setiawan, Marulam Panggabean, M Yamin, Siti Setiati

DISKUSI II yang juga memperhitungkan faktor usia, penyakit paru


kronik, klirens kreatinin dan left ventricle ejection fraction
Karakteristik yang berkaitan dengan keadaan gagal jantung.15
Penelitian ini adalah suatu penelitian kohort Pada penelitian ini, skor Syntax>33 pada kelompok
retrospektif dengan jumlah subjek penelitian 126 pasien BPK IKP dan medikamentosa masing-masing secara
PJK3PD DM yang dirawat di RSCM pada tahun 2006-2007 berturut-turut yaitu 100%, 59,3% dan 58,3%. Studi Syntax
dan kemudian dilihat kesintasan 5 tahun. Jumlah subjek mengatakan bahwa BPK masih merupakan pilihan pada
kelompok laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda penderita PJK 3PD dengan skor Syntax >33, baik DM
yaitu masing-masing 64 dan 62. Hal ini serupa dengan maupun non-DM,7 Sementara itu, BARI trial mendapati
karakteristik pada penelitian BARI trial.5Namun, pada bahwa angka keberhasilan jangka panjang BPK lebih baik
penelitian yang lain misalnya penelitian oleh Banning, dibanding IKP pada PJK 3PD dengan DM.3 Permasalahan
dkk.7dan Sianos, dkk.9 didapatkan bahwa laki-laki lebih pembiayaan, sistem asuransi yang belum baik, serta
banyak dibanding perempuan (71%). ketakutan pasien akan risiko operasi membuat pilihan
Kelompok umur terbanyak pada penelitian ini tindakan yang dibuat tidak sesuai dengan yang disarankan.
adalah kelompok >65 tahun (68%). Hasil ini serupa dengan
penelitian-penelitian yang lainnya.5,7,9,10Hal tersebut Proporsi Kematian dan Kesintasan
terkait usia yang merupakan salah satu faktor risiko Adanya kelompok medikamentosa pada
terjadinya PJK.Semakin bertambah usia, maka semakin penelitian ini merupakan sesuatu yang unik, sebab tidak
besar risiko mengalami PJK. Namun, pada penelitian ini mudah menemukan penelitian lain dengan kelompok
tidak dilakukan analisis pengaruh usia terhadap kesintasan medikamentosa pada populasi DM dan PJK3PD. The Clinical
disebabkan sebaran data yang tidak merata. Outcomes Utilizing Revascularization and Aggressive
Faktor-faktor risiko lain seperti rokok, hipertensi Drug Evaluation (COURAGE) trial memberikan hasil yang
dan dislipidemia juga didapatkan pada sebagian besar sama dengan penelitian ini, bahwa medikamentosa yang
subjek yaitu masing-masing 73%, 81%dan 83%. Merokok optimal dan IKP tidak berbeda kesintasannya. Namun,stent
serta dislipidemia pada kelompok BPK dijumpai hamper yang digunakan pada penelitian tersebut adalah bare
pada 100% subjek (96,8% dan 93,5%). DM sendiri metal stent dan populasi penelitian bukan pasien DM.16
merupakan faktor risiko untuk terjadinya PJK. Adanya DM Pada penelitian lainnya didapatkan hasil yang serupa
akibat resistensi insulin menyebabkan perubahan lumen pada populasi DM, namun pasien-pasien dengan PJK3PD
pembuluh darah yang berkaitan dengan hipertensi dan maupun derajat stenosis yang berat dirancang untuk
gangguan metabolik yang berkaitan dengan terjadinya dimasukkan dalam kelompok BPK.8,17,18
dislipidemia. Selain itu, karakteristik adanya AGEs pada Suatu metaanalisis yang mengkaji data dari pubmed,
DM menyebabkan kecenderungan yang lebih besar untuk embase, dan cochrane central menyebutkan bahwa
terjadinya inflamasi, atherosklerosis serta terjadinya ruptur kesintasan IKP dan medikamentosa secara statistik tidak
plak. Adanya faktor-faktor risiko yang lain memperberat berbeda bermakna. Namun, penelitian-penelitian yang
terjadinya proses atherosklerosis.3,11,12-14 dikaji pada penelitian ini sebagian besar tidak pada populasi
Proporsi pasien yang mengalami stroke, penyakit DM dan atau PJK 3 PD.18 Penelitian-penelitian tersebut
ginjal kronik dan infeksi dijumpai dalam jumlah kecil, mendapatkan bahwa pada PJK yang stabilkelompok IKP
baik pada kelompok BPK, IKP maupun medikamentosa. dan Medikamentosa, tidak terdapat perbedaan kesintasan
Dibandingkan kelompok IKP dan medikamentosa, yang bermakna secara statistik. Metaanalisis yang lain
proporsi stroke pada kelompok BPK paling besar (16.1%). menyebutkan bahwa IKP memiliki kesintasan yang lebih baik
Sementara itu, pasien yang mengalami sindroma koroner dan secara statistik bermakna dibanding medikamentosa,
akut lebih banyak di tiap kelompok (Tabel 1). namun penelitian ini tidak mengkaji penelitian pada pasien
Faktor-faktor perancu, kecuali skor Syntax, diketahui DM seperti BARI2D.19 Semua penelitian mendapatkan
tidak memberikan pengaruh yang bermakna secara bahwa keadaan bebas gejala didapatkan lebih banyak pada
statistik terhadap pemilihan tindakan revaskularisasi. kelompok IKP daripada medikamentosa.20-22 Pasien PJK 3PD
Semakin besar skor Syntax, maka semakin kompleks DM simtomatik dinilai akan mendapatkan manfaat yang
stenosis yang terjadi. Namun,sebenarnya variabel-variabel lebih besar dengan IKP.17-19
tersebut berpengaruh dan dapat membantu untuk Pada penelitian ini, setelah dilakukan analisis
menentukan prognosis. Oleh sebab itu, terdapat Syntax dengan Cox’s proportional hazard, didapatkan fully

64 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 3, No. 2 | Juni 2016 |


Kesintasan Lima Tahun Pasien Penyakit Jantung Koroner Tiga Pembuluh Darah dengan Diabetes Melitus yang Menjalani Bedah Pintas Koroner, Intervensi Koroner
Perkutan atau Medikamentosa di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo

adjusted HR antara pasien yang menjalani BPK, IKP dan 2. WHO. Ischemic heart disease, cause of death 2011 [Internet].
Geneva: World Health Organization; 2006 [cited 2013 Feb 13].
medikamentosa setelah penambahan variabel perancu. Available from: www.who.int/media centre/factsheets/fs310/en/
Dari hasil tersebut didapatkan bahwa terdapat hubungan index.html
antara kesintasan dengan pemilihan tindakan (BPK, IKP 3. Nesto RW. Diabetes and heart disease. In: Libby P, Bonow R, Mann
D, Zipes D, Braunwald E, editors. Braunwals's Heart Disease, 8th
atau medikamentosa) yang dilakukan pada pasien PJK 3PD ed: A Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier;
2008. p. 1547-60.
dan artinya terdapat kekuatan asosiasi. Halserupa juga
4. Avogaro A. Incidence of coronary heart disease in type 2 diabetic
didapatkan pada penelitian lain yang berarti menunjukkan men and women, impact of microvascular complications, treatment,
adanya konsistensi. and geographic location. Diabetes Care. 2007;30(5):1241–7.
5. BARI Investigators. The final 10-year follow-up results from the
BARI randomized trial. J Am Coll Cardiol. 2007;49(15):1600-6.
Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian 6. Neeland IJ, Patel RS, Eshtehardi P, Dhawan S, McDaniel MC, Rab
ST, et al. Coronary angiographic scoring system. Am Heart J.
Kelebihan penelitian ini adalah merupakan 2012;164(4):547-52.
penelitian pertama yang melakukan analisis kesintasan 7. Banning AP, Westaby S, Mohr FW, Kappetein AP, Morice MC,
pada pasien PJK 3PD DM yang menjalani BPK, IKP atau Leadley K, et al. Revascularization with cardiac surgery versus
paclitaxel-eluting stents in patients with diabetes and metabolics
medikamentosa. Penelitian ini sudah mempertimbangkan syndrome. 1-year results from the Syntax Study. 58th Annual
Scientific; 2009Mar 29-31; Session, Orlando.
berbagai variabel perancu sehingga hubungan antara
8. BARI 2D Study Group. A randomized trial of therapies for
BPK, IKP, medikamentosa dengan kesintasan yang didapat type 2 diabetes and coronary artery disease. N Engl J Med.
2009;360(24):2503-15.
merupakan hubungan yang independen dan analisis
9. Sianos G, Morel MA, Kappetein AP, Morice MC, Colombo A,
multivariatnya (Cox’s proportional hazard regression) Dawkins K, et al. The SYNTAX Score: an angiographic tool grading
lebih representatif dalam menilai risiko (dalam hal ini the complexity of coronary artery disease. EuroIntervention.
2005;1(2):219-27.
hazard pada setiap satuan waktu).Dengan demikian, dapat 10. Farkouh ME, Domanski M, Sleeper LA, Siami FS, Dangas G, Mack M,
memenuhi syarat hubungan sebab-akibat pada suatu et al. Strategies for revascularization in patients with diabetes. N
Engl J Med. 2012; 365(25):2375-84.
penelitian epidemiologis sesuai dengan kriteria Hill.23 11. Morrow DA, Gersh BJ. Chronic coronary artery disease. In: Libby
Namun, penelitian ini juga memiliki keterbatasan yaitu P, Bonow R, Mann D, Zipes, Braunwald E, editors. Braunwals's
Heart Diseas: A Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia:
bersifat retrospektif dengan mengambil data sekunder Elsevier; 2008. p.1353-405
dari status rekam medik. Dengan demikian, terdapat 12. Dungan KM, Braithwait SS, Preiser JC. Stress hyperglycaemia.
Lancet. 2009;373(9677):1798-807.
keterbatasan informasi baik data dasar maupun faktor-
13. Gössl M, Faxon DP, Bell MR, Holmes DR, Gersh BJ. Complete versus
faktor risiko atau perancu dalam mengontrol keadaan dan incomplete revascularization with coronary artery bypass graft or
kualitas pengukuran.24 percutaneous intervention in stable coronary artery disease. Circ
Cardiovasc Interv. 2012;5(4):597-604.
14. Goldin A, Beckman JA, Schmidt AM, Creage MA. Advanced glycation
SIMPULAN end products sparking the development of diabetic vascular injury.
Circulation. 2006;114(6):597-605.
Kesintasan 5 tahun pasien PJK 3PD dengan DM yang 15. Farooq V, Vergouwe Y, Raber L, Vrancx P, Garcia-Garcia H, Diletti R,
paling baik didapatkan pada kelompok yang menjalani et al. Combined anatomical and clinical factors for the long-term
risk stratification of patients undergoing percutaneous coronary
BPK. Kesintasan 5 tahun pasien PJK 3PD dengan DM intervention: the Logistic Clinical SYNTAX score. Eur Heart J.
yang menjalani IKP lebih baik dibanding medikamentosa. 2012;33(24):3098-104.
16. Maron DJ. The Clinical Outcomes Utilizing Revascularization and
Meskipun secara statistik tidak bermakna, namun Aggressive Drug Evaluation (COURAGE). Curr Atheroscler Rep.
demikian proporsi terjadinya gejala lebih banyak 2000;2(4):290-6.
didapatkan pada kelompok medikamentosa. Faktor 17. Roffi M, Angiolillo DJ, Kappetein AP. Current concepts on
coronary revascularization in diabetic patients. Eur Heart J.
perancu yang berpengaruh pada kesintasan 5 tahun 2011;32(22):2748-57.
pasien PJK 3PD adalah kompleksitas stenosis yang dilihat 18. Pursnani S, Korley F, Gopaul R, Kanade P, Chandra N, RE Shaw, et
al. Percutaneous coronary intervention versus optimal medical
dengan menggunakan skor Syntax. Sementara itu, faktor- therapy in stable coronary artery disease: A systematic review and
faktor lain seperti sindrom koroner akut, gagal jantung, meta-analysis of randomized clinical trials. Circ Cardiovasc Interv.
2012;5(4):476-90.
stroke, penyakit ginjal kronik dan infeksi diketahui tidak 19. Kirtane AJ, Gada H, Bangalore S, Kereiakes D, Stone G. TCT-845
berpengaruh pada kesintasan. percutaneous coronary intervention is associated with lower
mortality compared with optimal medical therapy in patients with
stable ischemic heart disease and objective evidence of ischemia
or abnormal fractional flow reserve: a meta-analysis of randomized
DAFTAR PUSTAKA Controlled Trials. J Am Coll Cardiol. 2013;62(18_S1):B255.
1. Gaziano TA, Gaziano JM. Global burden of cardiovascular disease. 20. Roffi M, Angiolillo DJ, Kappetein AP. Current concepts on
In: Libby P, Bonow R, Mann D, Zipes D, Braunwald E, editors. coronary revascularization in diabetic patients. Eur Heart J.
Braunwals's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine 2011;32(22):2748-57.
9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2012. p.1-18.

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 3, No. 2 | Juni 2016 | 65


Andreas Arie Setiawan, Marulam Panggabean, M Yamin, Siti Setiati

21. Pursnani S, Korley F, Gopaul R, Kanade P, Chandra N, RE Shaw, et


al. Percutaneous coronary intervention versus optimal medical
therapy in stable coronary artery disease: A systematic review
and meta-analysis of randomized clinical trials. Circ Cardiovasc
Interv.2012;5(4):476-90.
22. Kirtane AJ, Gada H, Bangalore S, Kereiakes D, Stone G. Percutaneous
coronary intervention is associated with lower mortality compared
with optimal medical therapy in patients with stable ischemic heart
disease and objective evidence of ischemia or abnormal fractional
flow reserve: a meta-analysis of randomized Controlled Trials. J Am
Coll Cardiol. 2013;62(18_S1):B255.
23. Blumenthal RS, Cohn G, Schulman SP. Medical therapy versus
coronary angioplasty in stable coronary artery disease: a critical
review of the literature. J Am Coll Cardiol. 2000;36(3):668–73.
24. Sastroasmoro S, Aminullah A, Rukman Y, Munasir Z. Variabel dan
hubungan antar variabel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, editor.
Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Ed 2. Jakarta: Sagung
Seto; 2002. p.235-38.

66 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 3, No. 2 | Juni 2016 |

Anda mungkin juga menyukai