Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nyeri kepala merupakan gejala umum yang pernah dialami hampir semua

orang dan lebih dari 90% populasi pernah mengalami satu jenis sakit kepala. Setidak-

tidaknya secara episodik selama hidupnya. Di Amerika Serikat lebih dari 23 juta

orang mengalami nyeri kepala, dimana 17,6% diderita oleh wanita dan 6% pada laki-

laki (1,2,3).

Nyeri kepala dapat merupakan bagian dari gejala sisa (sekuele) akibat

peningkatan tekanan intrakranial, cedera kepala, tumor otak, ketegangan mata,

sinusitis, perubahan atmosfir, alergi makanan, strees emosional, alkohol, makanan,

dan sebagainya. Daftar faktor-faktor etiologi yang mugkin menjadi penyebab nyeri

kepala tidak ada habisnya dan bersifat individual. Ada tiga jenis nyeri kepala,

berdasarkan klasifikasi Internasional Nyeri Kepala dari IHS (International Headache

Society) yang terbaru tahun 2004, terdiri atas Migraine, Tension Type Headache

(TTH), serta Cluster Headache dan cephalalgia lainnya dari nyeri kepala primer

lainnya (1,2,4).

Tension headache atau nyeri kepala tipe tegang adalah manifestasi dari reaksi

tubuh terhadap stres, kecemasan, depresi, konflik emosional, kelelahan atau hostilitas
yang tertekan.Respon fisiologis yang terjadi meliputi refleks pelebaran pembuluh

darah ekstrakranial serta kontraksi otot-otot rangka kepala, leher dan wajah (5).

1.2. Definisi

Tension Type headache atau nyeri kepala tipe tegang didefinisikan sebagai

rasa berat atau tertekan yang menetap, pada kedua sisi kepala yang timbul episodik

dan berkaitan dengan stres, tetapi dapat berulang hampir setiap hari tanpa adanya

faktor psikologis. Nyeri ini timbul karena kontraksi terus-menerus otot-otot kepala

dan tengkuk yaitu m. splenius kapitis, m. temporalis, m.maseter, m.

sternokleidomastoideus, m. trapezius, m. servikalis posterior, dan m. levator skapula.

Sifat nyerinya biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan-berat, bilateral,

tidak dipicu oleh aktivitas fisik dan gejala penyertanya tidak menonjol (6,7). Tension

headache ini juga dikenal sebagai stres headache, muscle contraction headache,

psychomiogenic headache, ordinary headache, and psikogenik headache (8).

1.3. Epidemiologi

Pada penelitian di Amerika, tension headache merupakan penyakit nyeri

kepala primer. Penyakit ini 88% dijumpai pada wanita dan 66% pada laki-laki dan

sekitar 60% serangan sakit kepala jenis ini terjadi pada usia lebih dari 20 tahun (8).

1.4. Etiologi

Etiologi dari tension headache ini belum diketahui secara pasti, namun diduga

disebabkan oleh beberapa faktor pencetus antara lain adalah cahaya yang

menyilaukan, stres psikososial, kecemasan, depresi, stres otot, marah, terkejut, serta

penggunaaan obat untuk tension headache yang berlebihan (6).


1.5. Klasifikasi

Klasifikasi nyeri kepala tipe tegang/ Tension Headache menurut Ad Hoc

Committee of The International Headache Society adalah sebagai berikut (6,8) :

1. Nyeri kepala tipe tegang episodik

a. Minimal mengalami 10 kali episode nyeri kepala, dimana jumlah hari

dengan nyeri kepala tersebut < 180 hari/tahun (<15 hari/bulan)

b. Nyeri kepala berlangsung antara 30 menit sampai 7 hari

c. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri berikut ini :

- Kualitas nyeri seperti diikat atau ditekan

- Intensitas nyeri ringan sampai sedang

- Lokasi bilateral

- Tidak diperberat dengan berjalan menaiki tangga atau aktivitas fisik sejenis

d. Tidak ada mual atau muntah, tidak ada fotofobia dan fonofobia

2. Nyeri kepala tipe tegang kronik

a. Rata-rata frekuensi nyeri kepala > 15 hari/bulan (>180 hari/tahun) selama 6

bulan yang memenuhi kriteria 1b-1d diatas

b. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri pada nyeri kepala

tipe tegang episodik

c. Tidak ada muntah, dan tidak lebih satu hal berikut : mual, fotofobia atau

fonofobia

1.6. Patofisiologi
Patofisiologi dari TTH sangat kompleks dan banyak faktor yang

mempengaruhinya, baik dari faktor sentral maupun perifer. Pada penderita TTH

didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan

miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang menjalar ke kepala

mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot

maupun tendon tempat insersinya (9).

TTH adalah kondisi stres mental, nonfisiologikal motor stres, dan miofasial

lokal yang melepaskan zat iritatif ataupun kombinasi dari ke tiganya yang menstimuli

perifer kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi supraspinal pain, kemudian

berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing-masing individu mempunyai sifat self

limiting yang berbeda-beda dalam hal intensitas nyeri kepalanya (8,10).

Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga struktur

fascia dan tendonnya. Dalam keadaan normal nyeri miofascial di mediasi oleh serabut

kecil bermyelin (Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan serabut tebal yang

bermyelin (A∞ dan AB) dalam keadaan normal mengantarkan sensasi yang ringan/

tidak merusak (inocuous). Pada rangsang noxious dan inocuous, seperti misalnya

proses iskemik, stimuli mekanik, maka mediator kimiawi terangsang dan timbul

proses sensitisasi serabut Aoc dan serabut C yang berperan menambah rasa nyeri

tekan pada tension type headache (9).


Dulu dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan leher yang dapat

menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension type headache

sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle contraction headache. Akan tetapi

pada akhir-akhir ini pada beberapa penelitian yang menggunakan EMG

(elektromiografi) pada penderita tension type headache ternyata hanya menunjukkan

sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak mengakibatkan iskemik otot, jika

meskipun terjadi kenaikan aktifitas otot maka akan terjadi pula adaptasi protektif

terhadap nyeri. Peninggian aktifitas otot itupun bisa juga terjadi tanpa adanya nyeri

kepala (8,9,10)

Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial

trigger point yang berukuran kecil, hanya beberapa milimeter saja (tidak terdapat

pada semua otot). Mediator kimiawi substansi endogen seperti serotonin( dilepas dari

platelet), bradikinin( dilepas dari belahan precursor plasma molekul kallin) dan

kalium (yang dilepas dari sel otot), substance P dan Calcitonin Gene Related Peptide

dari aferens otot berperan sebagai stimulan sensitisasi terhadap nosiseptor otot skelet.

Jadi pada saat ini yang dianggap lebih berperan adalah nyeri miofascial terhadap

timbulnya TTH (8,9).


Untuk jenis TTH episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap

nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi otot

sefalik secara involunter, berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory

activity, dan hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan

terhadap timbulnya nyeri pada tension headache. Semua nilai ambang pressure pain

detection, thermal & electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun

ekstrasefalik (9).
1.7. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala yang dapat timbul pada tension headache adalah nyeri kepala yang

dirasakan seperti kepala berat, pegal seperti diikat tali yang melingkari kepala, kencang

dan menekan. Kadang-kadang disertai nyeri kepala yang berdenyut. Bila berlangsung

lama, pada palpasi dapat ditemukan daerah-daerah yang membenjol, keras dan nyeri

tekan. Dapat pula disertai gejala mual, kadang-kadang muntah, vertigo, lesu, sukar

tidur, mimpi buruk, sering terbangun menjelang pagi dan sulit tidur kembali,

hiperventilasi, perut kembung, sedih, hilangnya kemauan untuk belajar atau bekerja,

anoreksia dan keluhan depresi lainnya. Bisa juga nyeri dirasakan seperti perasaan

tegang yang menjepit di kepala dan nyeri berlokasi di daerah oksipito servikal (5,7)

Bentuk akut dikaitkan dengan keadaan stres, kegelisahan dan atau kelelahan

temporer yang biasanya berlangsung satu atau 2 hari. Tipe kronis biasanya nyeri bersifat

bilateral, tidak mereda, dapat berlangsung siang maupun malam hari, dan berlangsung

sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, terasa menekan, tidak berdenyut dan sering

dikaitkan dengan perasaan gelisah, depresi dan perasaan tertekan (4,7).

Gejala yang lain dari nyeri kepala ini berupa konsentrasi yang lemah, perasaan

lelah dan iritabel. Kualitas nyeri kepala ini digambar sebagai nyeri yang tumpul dan

menetap. Sering tidak digambarkan sebagai rasa nyeri tetapi sebagai rasa berat atau rasa

tertekan atau juga rasa ketat. Pada 25% penderita serangan nyeri tumpul dapat

kemudian berubah menjadi rasa berat dan kadang-kadang ada kualitas berdenyut

(pulsasi). Nyeri kepala yang tumpul ini bisa berasal dari bangunan yang terletak dalam

di kulit. Pada beberapa keadaan, nyeri dapat dirasakan terlokalisir di satu tempat

misalnya : orang dengan kebiasaan mengerutkan dahi dapat merasakan nyeri di daerah

bitemporal, dan orang dengan kebiasaan leher lurus merasakan nyeri di oksipital (11).
Gambaran intensitas nyeri pada nyeri kepala ini sebagai “seakan-akan kepala

akan pecah, yang menunjukkan karakteristik histerik”. Sedangkan durasi dari nyeri

kepala ini dapat kontinyu menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

Penderita dapat melaporkan tak pernah sembuh dari nyeri kepalanya. Namun selama

perjalanan yang panjang itu intensitas nyerinya dapat menyusut dan mengembang dari

jam ke jam. Frekuensi nyeri akan dilaporkan setiap hari, ters menerus dan tak pernah

bebas nyeri kepala, pola temporalnya disebut pola undulasi (bergelombang), dimana

nyeri menetap kontinyu, periodisitasnya tak jelas dan awitannya tidak paroksismal (11).

Selain itu juga ada gelaja lain pada nyeri kepala tegang otot ini yaitu (11) :

- Fotofobia ringan namun konstan, mendorong penderita memakai kacamata hitam

walaupun hari mendung.

- Gejala-gejala GI : nausea pada pagi hari, Vomitus (jarang), sendawa belebihan dan

mengeluarkan flatus.

- Hiperventilitas, gangguan konsentrasi, kurang minat dalam bekerja dan melakukan

hobi, Gejala-gejala ini dapat ditafsirkan sebagai sindrom cemas (anxietas).

- Rasa nyeri di dada kiri, di punggung dan region koksigeus. Rasa nyeri ini bersamaan

gejala GI dan Gejala psikosomatik lainnya dapat ditafsirkan sebagai sindrom depresi.

Banyak penderita yang mengalami nyeri kepala tegang otot walaupun tak ada

stress emosional yang berat. Pada nyeri kepala yang sudah berlangsung lama, faktor

pencetus bisa juga berlaku sebagai faktor yang memperberat sehingga akan menambah

intensitas nyerinya. Gerakan-gerakan pada jurusan tertentu dapat memperberat nyerinya

(11).

Pada tension headache biasanya tidak ditemukan kelainan organik, anemia

sedang dan tekanan darah sistemik yang sedikit tinggi atau rendah tidak relevan bagi
tension headache, yang menonjol adalah unsur fobia berupa sakit kepala kalau melihat

orang banyak, sakit kepala kalau berada ditempat yang tinggi atau sakit kepala kalau

naik lift, jenis fobia yang diproyeksikan dalam keluhan adalah agorafia (fobia terhadap

tempat yang luas dan ramai), akrofobia (fobia terhadap kecuraman), klustrofobia (fobia

terhadap ruang yang sempit). Tension headache yang diwarnai dengan unsur histerik

adalah klavus histerik yaitu sakit kepala yang terpusat pada kalvarium. Sakit kepala

semacam ini hampir selalu disertai gejala globus histerikus yaitu perasaan seolah-olah

tenggorokan dicekik atau kerongkongan tersumbat (12).

Nyeri kepala tension headache bisa berupa suatu aktivitas yang dapat

menyebabkan kepala berada pada 1 posisi dalam jangka waktu lama tanpa bergerak,

sehingga menyebabkan sakit kepala, aktivitas tersebut meliputi pengetikan atau

penggunaan computer, pekerjaan halus dengan tangan dan penggunaan mikroskop.

Tidur di dalam suatu ruangan yang dingin atau tidur dengan posisi leher yang salah

dapat mencetuskan sakit kepala jenis ini (13).

1.8. Diagnosis

Tidak ada tes khusus untuk menegakkan diagnosis TTH. Penderita yang

mempunyai riwayat pengobatan dan melakukan pemeriksaan fisik termasuk evaluasi

neurological yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis pasti

dapat ditentukan dari anamnesa, riwayat medis dan pemeriksaan fisik.

1.9. Penatalaksanaan

Pada nyeri kepala tension headache penatalaksanaan yang dilakukan adalah

sebagai berikut (6,7,8,13,14,15) :

1. Terapi psikofisiologis
Terapi ini dapat berupa terapi relaksasi, program untuk mengatasi stres, serta

tehnik ayap balik hayati (biofeedback). Dengan modalitas terapi tersebut, frekuensi

tension headache serta beratnya penyakit dapat berkurang. Strategi pengelolaan stress

mungkin sangat menolong pada tension headache. Perubahan cara hidup mungkin

diperlukan untuk nyeri kepala tension headache kronik. Cara tersebut meliputi istirahat

yang cukup dan latihan, perubahan dalam pekerjaan atau kebiasaan relaksasi ataupun

perubahan yang lain

2. Fisioterapi

Terapi ini berupa latihan pengendoran otot-otot, misalnya latihan relaksasi,

yoga, semedi, diatermi, kompres hangat, TENS (Transcutaneus electrical nerve

stimulation) ataupun terapi akupuntur. Terapi fisik dan teknik relaksasi ini dapat

memberikan keuntungan pada kasus-kasus khusus.

3. Farmakoterapi

Terdiri atas terapi abortif yang bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi

serangan penyakit pada tension headache tipe episodik, serta terapi

pencegahan/preventif untuk terapi jangka panjang yang bermanfaat pada tension

headache kronik, namun dapat juga digunakan pada tension headache tipe episodik.

Obata-obatan yang dapat digunakan pada pengobatan tension headache yaitu :

a. Analgetikum /Non Streoid Anti Infalammatory Drugs (NSAIDs), dapat

menghilangkan rasa nyeri kepala ringan dan sedang, bila sebelumnya diberi obat yang

memacu gastrointestinal. Obat-obat yang dapat digunakan yaitu :

 Asam Asetilsalisilat 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr

 Metampiron 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr


 Glafein 200 mg tablet dengan dosis 600-1200 mg/hr

 Asam Mefenamat 250-500 mg tablet dengan dosis 750-1500 mg/hr

 Ibuprofen 400-800 mg tablet dengan dosis < 2400 mg/hr

b. Hipnotik-sedatif/antiansietas. Kerjanya terutama merupakan potensiasi inhibisi

neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Efek sampingnya

berupa inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor,

gangguan koordinator berpikir, bingung, disartria, mulut kering dan rasa pahit. Obat-

obat yang dapat digunakan yaitu :

 Klordiazepoksid 5 mg tablet dengan dosis 15-30 mg/hr

 Klobazam 10 mg tablet dengan dosis 20-30 mg/hr

 Lorazepam 1-2 mg tablet dengan dosis 3-6 mg/hr

 Diazepam 2-5 mg tablet dengan dosis 2-10 mg/hr

c. Antidepresan. Cara kerjanya dengan memblokade pengambilan kembali noradrenalin

dan memblokade aktivitas kolinergik, adrenergik, dan reseptor histamin. Efek

sampingnya adalah mengantuk, mulut kering, mata kabur dan sukar berak. Obat-obatan

yang dapat digunakan misalnya :

 Amitriptilin 10/25 mg tablet dengan dosis 150-300mg/hr

 Maprotiline 25/50/75 mg tablet dengan dosis 25-75 mg/hr

 Amineptine 100 mg tablet dengan dosis 200 mg/hr

d. Antagonis serotonin, sebaiknya diberikan dalam bentuk sediaan injeksi atau spray

nasal, jika pemberian oral tidak memungkinan saat ada gejala mual atau muntah.

Golongan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kadar neurotransmitter serotonin

di otak. Obat yang digunakan yaitu :

 Metysergid 2 mg tablet dengan dosis 4-6 mg/hr


 Sumatriptan 100 mg tablet dengan dosis 300 mg/hr

 Fluoksetin 10 mg tablet dengan dosis maksimal 60 mg/hr

e. Agonis selektif reseptor α2, obat yang digunakan yaitu tizanidin. Cara kerjanya adalah

dengan mencegah mengecilnya dan melebarnya pembuluh darah secara abnormal.

Bekerja pada rangsangan sentral neuron-neuron penghambat. Efek sampingnya adalah

mengantuk, mulut kering dan depresi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tizanidin

ternyata efikasius, aman dan dapat ditoleransi pada terapi profilaksis nyeri kepala

harian.

Serangan akut berespon terhadap aspirin dan obat AINS lainnya seperti asam

asetilsalisilat, metampiron maupun asam mefenamat. Untuk tindakan profilaksis

diberikan pengobatan amitriptilin, atau pemberian kembali inhibitor selektif serotonin

dan tizanidin sangat berguna dalam beberapa kasus. Meski banyak pasien berespon

terhadap benzodiazepin seperti diazepam, obat-obat ini harus dibatasi penggunaannya

karena memiliki potensi adiktif (6,7,8).

Selain ketiga jenis terapi diatas adapula cara-cara lain yang bisa digunakan

untuk meredakan nyeri pada tension headache, diantaranya yaitu (6,7) :

1. Botulinum toksin A (BTX A), adalah obat yang poten untuk beberapa penyakit berat

yang berhubungan dengan kenaikan tonus otot. Meskipun mekanismenya belum

diketahui secara pasti, diduga BTX A mempunyai target menurunkan Substance P, dan

sebagai relaksan otot.

2. Injeksi dengan anastesi lokal, misalnya injeksi prokain, prokain-kofein kompleks,

lidokain dan lain-lain, atau yang lebih dikenal dengan istilah injeksi trigger point, yang

juga membantu mempercepat penyembuhan.

1.10. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan pada nyeri kepala Tension Headache ini dapat

berupa teknik relaksasi pencegahan dan penghindaran situasi stress. Pada beberapa

orang, suatu pengobatan sehari dapat membantu, secara khas dapat digunakan Trisiklik

antidepresan, bahkan untuk orang-orang tanpa depresi (5).

Pencegahan lain meliputi penggunaan bantal yang berbeda atau mengubah

posisi tidur, posisi saat membaca harus benar, saat bekerja atau melakukan aktivitas lain

yang dapat menyebabkan sakit kepala. Latihan leher dan bahu harus sering terutama

saat mengetik, menggunakan computer atau pekerjaan lain. Selain itu juga harus cukup

tidur dan istirahat atau pemijitan otot dapat mengurangi sakit kepala. Mandi atau

berendam air panas/dingin dapat membebaskan sakit kepala untuk sebagian orang (13).

Nyeri kepala Tegang Tension Headache dapat berkurang atau membaik dengan

beberapa cara antara lain (11) :

- Obat vasodilator

- Obat analgetik

- Kombinasi Kafein-analgetik

- Relaksasi dan masage tengkuk

- Relaksasi volunter pada otot kering dan mandibula

1.11. Prognosis

Prognosis dari Tension Headache umumnya memberikan respon yang baik

terhadap pengobatan tanpa pengaruh efek sisa (11).

1.12. Komplikasi

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yangdisebabkan

oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang

berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai