Anda di halaman 1dari 160

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP


NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) KARYAWAN
DI PT. SCTI JAKARTA TIMUR
TAHUN 2008

TESIS

OLEH:
SITI FATIMAH
NPM: 0606019844

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2008

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP


NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) KARYAWAN
DI PT. SCTI JAKARTA TIMUR
TAHUN 2008

Tesis ini diajukan sebagai


Salah satu syarat untuk memperoleh gelar
MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh:
SITI FATIMAH
NPM: 06 06 019 844

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2008

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama : Siti Fatimah

NPM : 06 06 019 844

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Kekhususan : Kesehatan Lingkungan

Angkatan : 2006

Jenjang : Magister

menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis saya

yang berjudul: ”PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP NOISE INDUCED

HEARING LOSS (NIHL) KARYAWAN DI PT. SCTI JAKARTA TIMUR TAHUN

2008”

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan

menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Depok, Juli 2008

(Siti Fatimah)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


PERNYATAAN PERSETUJUAN

Tesis dengan judul

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP


NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) KARYAWAN
DI PT. SCTI JAKARTA TIMUR
TAHUN 2008

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Tesis Program
Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Depok, Juli 2008

Komisi pembimbing

Ketua

(Ririn Arminsih W, drg, MKM)

Anggota

(Laila Fitria, SKM, MKM)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


PANITIA SIDANG UJIAN TESIS
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA

Depok, Juli 2008

Ketua

(Ririn Arminsih W, drg, MKM)

Anggota

(Laila Fitria, SKM, MKM)

(Dr. Dewi Susanna, dra, MKM)

(Sujono, SKM, MSPH)

(Kuat Prabowo, SKM, M.Kes)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
Thesis, Juni 2008

Siti Fatimah, NPM. 0606019844

PENGARUH KEBISINGAN TERHADAP NOISE INDUCED HEARING LOSS


(NIHL) KARYAWAN DI PT. SCTI JAKARTA TIMUR TAHUN 2008

xiii + 105 halaman, 22 tabel, 7 gambar, 5 lampiran

ABSTRAK

Kebisingan merupakan salah satu polutan dan hasil samping pemanfaatan


teknologi. Menurut Permenkes no. 718 tahun 1987, kebisingan diartikan sebagai
bunyi yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu atau membahayakan
kesehatan, yang bersumber dari industri dan transportasi/lalu lintas. Ketika tingkat
kebisingan di suatu lokasi kerja sudah melampaui ambang batas yang dipersyaratkan
berdasarkan SNI 2004, maka penanganan terhadap sumber maupun titik-titik
penjalarannya perlu dilakukan.
Tujuan penelitian ini untuk diketahuinya adanya hubungan intensitas
kebisingan di tempat kerja dengan NIHL pada karyawan di bagian produksi PT.
SCTI. Populasi penelitian ini meliputi karyawan di PT. SCTI, dan sebagai sampel
yaitu karyawan yang bekerja di bagian produksi PT. SCTI dengan masa kerja ≥ 3
tahun dan berumur < 40 tahun berjumlah 105 responden, sampel diambil secara
Stratified Random Sampling (SRS). Rancangan desain studi yaitu cross sectional.
Data diambil dengan 2 (dua) cara yaitu melakukan pengukuran dan wawancara
dengan kuesioner. Analisa data pada penelitian ini menggunakan program analisis
yang ada di FKM UI.
Hasil penelitian diperoleh, rata-rata intensitas kebisingan di lingkungan
kerja adalah 96,0 dB (A) dengan intensitas terendah 78,2 dB (A) dan tertinggi 98,4
dB (A). Sedangkan rata-rata lama pajanan kebisingan per hari responden di
Departemen Spinning dan Weaving adalah 10 menit sampai dengan 3,5 jam. Hasil
audiogram menunjukkan, responden paling banyak tidak menderita NIHL yaitu 82
orang (781%) sedangkan yang menderita NIHL ada 23 orang (21,9%).

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


Berdasarkan analisis hubungan antara intensitas kebisingan di lingkungan
kerja dengan NIHL didapatkan nilai p = 0,023, berarti pada alpha 5% terlihat ada
hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan di lingkungan kerja dengan
NIHL. Analisis multivariat menunjukkan, variabel yang berhubungan bermakna
(signifikan) dan mempunyai pengaruh paling besar terhadap NIHL adalah variabel
intensitas kebisingan, dengan Odds Ratio (OR) = 1,115. Variabel umur, jenis
kelamin, memakai APT, dan merokok merupakan variabel konfonding.
Kesimpulan penelitian ini yaitu intensitas kebisingan merupakan faktor yang
paling dominan dan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap NIHL setelah
dikontrol variabel umur, jenis kelamin, memakai APT, dan merokok. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk mengambil kebijakan terutama
bidang kesehatan karyawan, khususnya untuk mengurangi dampak akibat dari bising
di lingkungan kerja. Selain itu dapat memberikan informasi yang valid dan reliable
pada Instansi program terkait, mengenai prevalensi dari NIHL pada sebagian besar
karyawan pabrik tekstil.

Daftar Pustaka: 57 (1985 – 2007)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH SCIENCE
ENVIRONMENT HEALTH, FACULTY OF PUBLIC HEALTH
Thesis, Juli 2008

Siti Fatimah, NPM. 0606019844

EFFECTS OF NOISE ON NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL)


WORKER IN PT. SCTI EAST JAKARTA 2008

xiii + 105 pages, 22 tables, 7 pictures, 5 appendices

ABSTRACT

Noise is one of pollutant and by product of technology benefit. According by


decree of the health minister no. 718 in 1987, noise deciphrable as unwanted sound
and can annoyed or endangered of health that source from industry and
transportation. When noise levels at workplaces exceeding Threshold Limit Values
(TLV) based on SNI 2004 then handling to source need to do.
Objectives of the research to find out there was relation of noise intensity at
workplaces with NIHL on worker in PT. SCTI production departement. Population
in the research is worker in PT. SCTI and as a sample that is worker in production
departement has working life ≥ 3 year and be old < 40 tahun amount to 105
respondent, with Stratified Random Sampling (SRS) and a cross-sectional study.
Data handling with two way that is measurement and direct interview using
questionnaire. Data analysis in the research using analysis program at FKM UI.
Results: noise intensity average at workplaces is 96,0 dB (A), lowest intensity
78,2 dB (A) and highest 98,4 dB (A), with exposed to time weighted average is 10
minute-3,5 hour. The most respondent who is not suffer NIHL 82 person (78,1%)
and suffer NIHL 23 person (21,9%). According to relationship analysis between
noise intensity at workplaces with NIHL acquired p value = 0,023, mean that on 5%
alpha there was significant relationship between noise intensity at workplaces with
NIHL. Multivariate analysis indicating that noise intensity variable which is
significant relationship and have biggest effects to NIHL (Odds Ratio (OR) = 1,115).
Variable of age, sex, APT, and smoker as confounding variable.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


Conclusion: noise intensity is the most dominant factor and have biggest
effects to NIHL after controlable by variable of age, sex, APT, and smoker. The
research result expectation can helping company to taking policy on worker health
sector, particularly to reduce the effect in consequence of noise at workplaces.
Beside that is can giving an information which is valid and reliable to relevant
program instance about prevalence from NIHL on the most worker in textile factory.

References: 57 (1985 – 2007)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, sebagai ucapan puji syukur awal ditunjukkan kepada Allah

SWT, karena atas berkat dan karunia-Nya penulisan tesis ini dapat selesai pada

waktu yang telah ditetapkan. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh ijasah Magister Kesehatan, pada Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

Penulisan tesis ini dapat selesai atas bantuan, dukungan serta kerjasama yang

baik dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini secara khusus dan dengan

rasa hormat, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu

Ririn Armininsih W, drg, MKM yang telah mengorbankan waktu, pikiran dan

tenaga serta memberikan dorongan dalam membimbing penulisan tesis ini hingga

selesai. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula saya sampaikan kepada Ibu Laila

Fitria, SKM, MKM yang turut memberikan bimbingannya selama penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Indra Martriandra M.Kes, Bapak Amar Muntaha, SKM, M.Kes., dan

Ibu Megawati, ST, M.Kes. sebagai Pimpinan Balai Teknik Kesehatan

Lingkungan (BTKL) P2PL Palembang yang telah memberikan kesempatan

pada penulis untuk mengikuti progam ini.

2. Bapak Noer Thomas Prayogo, SE selaku salah satu direksi PT. SCTI dan Ibu

Lusirah selaku kepala poloklinik PT. SCTI yang telah memberikan

kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian di sana.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


3. Bapak Fachrul Azwar, dr selaku audiologist dan Ibu Heny D Mayawati

selaku tenaga ahli audiologi yang telah memberikan bantuan dalam

pengukuran dan pembacaan hasil audigram untuk tesis penulis.

4. Teman-teman seangkatan yang telah memberikan bantuan dan dorongan

dalam penulisan tesis ini, serta atas kerjasamanya selama mengikuti

pendidikan pada program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

5. Kepada semua pihak yang telah membantu penulisan tesis ini.

Saya menyadari sepenuhnya, bahwa keberhasilan ini sesungguhnya adalah

keberhasilan kedua orang tua saya tercinta Moch. Yusuf dan Muchlisa.

Semoga Allah SWT membalas budi baik Bapak, Ibu serta saudara sekalian

yang telah diberikan kepada saya. Saya menyadari atas segala keterbatasan yang saya

miliki. Pada akhirnya semoga tesis ini dengan segala kekurangannya dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Wassalam,

Penulis

ii

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


DAFTAR ISI

Judul Halaman

ABSTRAK
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
RIWAYAT HIDUP

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR SINGKATAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3. Pertanyaan Penelitian 6
1.4. Tujuan Penelitian 6
1.5. Manfaat Penelitian 6
1.6. Ruang Lingkup 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Kebisingan 8
2.1.1. Definisi dan Karakteristik 8
2.1.2. Sumber, Sifat, dan Tipe dari Suara /Bising 10
2.1.3. Ambang Batas Kebisingan 14
2.1.4. Alat Ukur dan Metode Pengukuran 18
2.1.4.1. Alat Ukur Kebisingan 18
2.1.4.2. Metode Pengukuran 20
2.1.5. Efek Kebisingan terhadap Kesehatan 26
2.2. Anatomi dan Fisiologi Pendengaran 33

iii

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


2.2.1. Anatomi Telinga 33
2.2.2. Gangguan Pendengaran Akibat Bising 37
(Noise Induced Hearing Loss/NIHL)
2.2.2.1. Definisi dan Karakteristik 37
2.2.2.2. Etiologi 41
2.3. Hubungan Kebisingan dengan NIHL 41
2.4. Pemeriksaan Pendengaran dan Alat Pemeriksaan 42

BAB 3 KERANGKA KONSEP


3.1. Kerangka Teori 48
3.2. Kerangka Konsep 50
3.3. Defenisi Operasional 51

BAB 4 METODE PENELITIAN


4.1. Rancangan Studi 53
4.2. Rancangan Sampel 54
4.2.1. Populasi 54
4.2.2. Perhitungan Jumlah Sampel 54
4.2.3. Cara Pengambilan Sampel 55
4.3. Pengumpulan Data 56
4.3.1. Cara Pengumpulan Variabel Independen 56
4.3.2. Cara Pengumpulan Variabel Dependen 57
4.3.3. Persiapan Pengumpulan Data 58
4.3.4. Validitas dan Reliabilitas 58
4.3.5. Pengolahan Data 60
4.3. Analisa Data 60

BAB 5 HASIL
5.1. Gambaran Umum Perusahaan PT. SCTI 62
5.1.1. Profil PT. Southern Cross Textile Industry (PT. SCTI) 62
5.1.1.1. Visi, Misi, dan Tujuan 63
5.1.1.2. Struktur Organisasi 64

iv

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


5.1.1.3. Komposisi Karyawan 64
5.1.1.4. Pengaturan Jam Kerja Karyawan 66
5.1.2. Proses Produksi dan Produk yang dihasilkan 67
5.1.2.1. Bahan Baku 67
5.1.2.2. Proses Produksi 67
5.1.2.3. Produk yang Dihasilkan 68
5.1.3. Sarana dan Prasarana 69
5.2. Hasil Penelitian 70
5.2.1. Distribusi Rata-Rata dan Frekuensi Responden 70
5.2.1.1. Distribusi Pengukuran Intensitas Kebisingan 70
Per Lokasi Kerja
5.2.1.2. Distribusi Pengukuran Intensitas Kebisingan 71
pada Responden
5.2.1.3. Distribusi Variabel Umur, Masa Kerja dan 73
Intensitas Kebisingan
5.2.1.4. Distribusi Frekuensi Variabel Independen 78
dan Dependen
5.2.1.5. Distribusi Frekuensi Variabel Pendukung 80
5.2.2. Analisis Hubungan 81
5.2.2.1. Hubungan Variabel Umur dan Masa Kerja 81
dengan NIHL
5.2.2.2. Hubungan Variabel Jenis Kelamin, Lama Waktu Kerja 84
Per Hari, Memakai APT, Merokok, Riwayat Penyakit,
Riwayat Keturunan dengan NIHL
5.2.3. Multivariat 86
5.2.3.1. Permodelan Multivariat Regresi Logistik 86
Ganda Model Prediksi
5.2.3.2. Permodelan Terakhir 88

BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Intensitas Kebisingan 90
6.1.1. Intensitas Kebisingan dan Threshold Limit Values (TLV) 90
v

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


6.1.2. Intensitas Kebisingan dan Pengukuran Dosimeter 91
6.1.3. Intensitas Kebisingan dan NIHL 92
6.2. Karakteristik Individu 93
6.2.1. Umur 93
6.2.2. Jenis Kelamin 94
6.2.3. Lama Waktu Kerja Per Hari 95
6.2.4. Masa Kerja 96
6.2.5. Pemakaian Alat Pelindung Telinga (APT) 97
6.2.6. Merokok 99
6.2.7. Riwayat Penyakit 100
6.2.8. Riwayat Keturunan 101
6.3. Keterbatasan Penelitian 102

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN


7.1. Kesimpulan 103
7.2. Saran 103

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1. Tipe-tipe Kebisingan Lingkungan 12

2.2. NAB kebisingan berdasarkan ISO/ACGIH dan OSHA 15

2.3. Baku Tingkat Kebisingan 16

2.4. NAB Kebisingan di Tempat Kerja (SNI Tahun 2008) 18

2.5. Jenis-Jenis dari Akibat Kebisingan 27

2.6. Derajat ketulian menurut WHO-1992 46

4.1. Penelitian Di Pabrik Tekstil Yang Pernah Dilakukan 54

4.2. Perhitungan Jumlah Sampel Tiap Stratum 56

4.3. Analisis Data Statistik 61

5.1. Komposisi Karyawan PT. SCTI Menurut Umur, Jenis Kelamin


dan Tingkat Pendidikan 65

5.2. Komposisi Karyawan PT. SCTI Menurut Status 65

5.3. Komposisi Karyawan PT. SCTI Menurut Departemen 66

5.4. Sistem Pembagian Jam Kerja PT. SCTI Menurut


2 (Dua) Kelompok 66

5.5. Distribusi Intensitas Kebisingan di PT. SCTI Tahun 2008 71

5.6. Distribusi Responden Menurut Umur, Masa Kerja dan


Intensitas Kebisingan di PT. SCTI Tahun 2008 77

5.7. Distribusi Frekuensi Variabel Independen dan Dependen


di PT. SCTI Tahun 2008 79

5.8. Distribusi Frekuensi Variabel Pendukung di PT. SCTI Tahun 2008 81

5.9. Distribusi Rata-Rata Umur, Masa Kerja dan Intensitas


Kebisingan Responden Menurut NIHL di PT. SCTI Tahun 2008 84
vii

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


5.10. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin, Lama Waktu Kerja
Per Hari, Memakai APT, Merokok, Riwayat Penyakit, dan
Riwayat Keturunan dengan NIHL di PT. SCTI Tahun 2008 86

5.11. Hasil Seleksi Bivariat 87

5.12. Hasil Multivariat 87

5.13. Model Terakhir Multivariat 88

viii

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

2.1. Gelombang Sinusoidal dan Garis Bentuk Kenyaringan 13


2.2. Tingkat Tekanan Suara Berbobot A Yang Sepadan Dan Kontinyu 23
3.1. Bagan Kerangka Teori 49
3.2. Bagan Kerangka Konsep 50
5.1. Pajanan Intensitas Kebisingan Responden pada 2 (dua) Departemen
di PT. SCTI Tahun 2008 73

5.2. Distribusi Umur, Masa Kerja Responden dan Intensitas Kebisingan


di PT. SCTI Tahun 2008 77

5.3. Distribusi Responden Menurut Umur, Masa Kerja dan Intensitas


Kebisingan dengan Proporsi Kejadian NIHL di PT. SCTI
Tahun 2008 88

ix

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

1. Kuesioner Faktor Resiko Terhadap Kejadian NIHL pada Karyawan

di PT. SCTI Jakarta Timur, 2008

2. Gambar Alat Pengukuran

3. Hasil Audiometric Test dan Foto Lapangan

4. Proses Produksi Tekstil dan Lay Out 3 (Tiga) Departemen

5. Hasil Uji Statistik

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

APD Alat Pelindung Diri

APT Alat Pelindung Telinga.

APM Ambang pendengaran minimum

ACGIH The American Conference of Governmental Industrial


Hygienists

ANSI American National Standard Institute

BSN Badan Standardisasi Nasional

CDK Cermin Dunia Kedokteran (Majalah)

CDC Centers for Disease Control

95% CI 95% Confidence Interval atau Tingkat Kepercayaan

dB (A) Satuan Tingkat Kebisingan (desibel) dalam Bobot A

Dir. PLP Dep. Kes. Direktorat Penyehatan Lingkungan Perumahan Departemen.


Kesehatan

EPA Environmental Protection Agency

EHC Environmental Health Criteria

HCA The Hearing Conservation Amendment

Hiperkes Hygiene Perusahaan Kesehatan Kerja

IATA International Air Transportation Association

IPCS The International Programme on Chemical Safety

ISO Organization International for Standardization

Kep.MENLH Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Kep. Menkes Keputusan Menteri Kesehatan

Kep. Dir.Jen P2M PL Keputusan Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular


dan Penyehatan Lingkungan

xi

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


Leg atau Laeq Equivalent Energy Level atau Tingkat Kebisingan Ekivalen

Lsm Leq selama 24 jam

Lm Nilai Leq pada siang hari (16 jam)

Ls Nilai Leq pada malam hari (8 jam)

NAB Nilai Ambang Batas

NIHL Noise Induced Hearing Loss

NITTS/TTS Noise Induced Temporary Threshold Shift

NIPTS Noise Induced Permanent Threshold Shift

NIOSH National Institute for Occupational Safety and Health

OSHA Occupational Safety & Health Administration

OR Odds Ratio

PT. SCTI PT. Southern Cross Textile Industry

PEL Permissible Exposure Level

PPIC Planning Product Inventory Control

PMA Penanaman Modal Asing

PMDN Penanaman Modal Dalam Negeri

Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan

Renstranas PGPKT Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan


Pendengaran dan Ketulian

SNI Standar Nasional Indonesia

SLM Sound Level meter

Standar IEC International Electrotechnical Commission Standard

SLC Sound Level Calibrator

SRS Stratified Random Sampling

xii

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


SDM/HRD Human Resource Developmen

TAB Tuli Akibat Bising

THT Telinga, Hidung dan Tenggorokan

TWA Time Weighted Average

TLV Threshold Limit Values


WHO World Health Organization atau Organisasi Kesehatan
Dunia

xiii

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam satu dasawarsa terakhir, laju derap pembangunan di Indonesia

demikian cepatnya. Mulai dari sektor pertanian, kehutanan, pertambangan,

pariwisata, industri, dan lain-lain. Khusus di lingkungan industri, meliputi industri

petrokimia, elektronika, tekstil dan masih banyak lagi. Semakin berkembangnya

dunia industri, maka semakin banyak potensi bahaya dan risiko yang dihadapi.

Industrilisasi mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif antara lain;

meningkatkan produksi, menciptakan lahan kerja, menaikkan pendapatan per kapita

dan menambah devisa negara. Sedangkan dampak negatif yang sangat dirasa yaitu

adanya pencemaran lingkungan.

Pencemaran lingkungan diakibatkan masuknya makhluk hidup, zat, energi,

dan komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh

aktivitas manusia dan proses alam, sehingga kualitas lingkungan tersebut turun yang

dapat menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak berfungsi sesuai dengan

peruntukannya (pasal 1 angka 12 UU RI no. 23 tahun 1997). Pencemaran lingkungan

dapat berupa fisik/kimia, biologi dan sosekbud. Dimana salah satu aspek fisik dari

pencemaran lingkungan yaitu kebisingan (Mukono, 2000).

Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja.

Menurut WHO (1995), diperkirakan hampir 14% dari total tenaga kerja negara

industri terpapar bising melebihi 90 dB di tempat kerjanya. Diperkirakan lebih dari

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


2

20 juta orang di Amerika terpapar bising 85 dB atau lebih. Waugh dan Forcier

mendapat data bahwa perusahaan kecil sekitar Sydney mempunyai tingkat

kebisingan 87 dB. Di Quebec-Canada, Frechet mendapatkan data 55% daerah

industri mempunyai tingkat kebisingan di atas 85 dB dan berdasarkan survei

prevalensi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) bervariasi antara 40-50% (CDK,

2004).

Di Indonesia, berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan seperti; pada

pabrik peleburan besi baja ditemukan prevalensi NIHL 31,55% pada tingkat paparan

kebisingan 85-105 dB (Sundari, 1997); pada awak pesawat helikopter TNI AU dan

AD didapatkan paparan bising antara 86-117 dB dengan prevalensi NIHL 27,16%

(Zuldidzaan, 1995); serta pada pengemudi bajaj paparan bising antara 97-101 dB

dengan 50% NIHL (Kertadikara, 1997). Penelitian ini diperkuat juga berdasarkan

laporan tahunan Direktorat Penyehatan Lingkungan Perumahan (PLP) Dep. Kes.

menemukan adanya gangguan kebisingan di berbagai industri yang rata-rata diatas

85 dB, yang semuanya berpotensi menjadi penyebab gangguan kesehatan pada

masyarakat. Gambaran di atas memperlihatkan bahwa paparan di atas 85 dB dapat

menimbulkan NIHL atau ketulian.

Masalah yang ditimbulkan akibat kebisingan, baik pengaruhnya terhadap

produktivitas pekerja, kinerja perusahaan, gangguan kesehatan maupun penurunan

kualitas kehidupan sosial penderita, baik di dalam maupun di luar negeri, tidak bisa

begitu saja diabaikan. Mekanisme industri dan irama kerja yang semakin cepat,

meningkatkan risiko terpajan kebisingan bagi pekerja juga masyarakat sekitar, dan

kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan baik auditory maupun

nonauditory.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


3

Kondisi lingkungan yang bising, sebagai akibat dari deru mesin yang sedang

berproduksi, dapat juga mempengaruhi kesehatan para tenaga kerja, yang makin

lama dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yang dinamakan „Hearing Loss’,

yaitu merupakan penyakit telinga, dimana kemampuan pendengarannya menjadi

berkurang atau hilang, sebagai akibat pengaruh kebisingan yang berkepanjangan

tanpa perlindungan sama sekali.

Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu

atau membahayakan kesehatan (Permenkes no. 718/1987). Ketika tingkat kebisingan

di suatu wilayah dan lingkungan kerja telah melampaui ambang batas yang

dipersyaratkan (Kep. MENLH No. 48/1996 dan Kep. Menteri Tenaga Kerja No.

51/1999), maka penanganan terhadap sumber maupun titik-titik penjalarannya perlu

dilakukan.

Kebisingan tidak dapat dihilangkan dari kehidupan manusia dan kita

‟terpaksa‟ menerima tetap hidup berdampingan dengan kebisingan, dimana

kebisingan itu sendiri tidak akan menyebabkan kematian pada manusia, tapi dapat

membuat hidup kita tidak nyaman, meningkatkan stres, tekanan darah, tidur tidak

nyenyak, mengurangi tingkat intelektualitas, kelahiran prematur dan mengganggu

perkembangan janin serta tentu saja kehilangan pendengaran (Buletin The American

Academy of Pediatrics edisi Oktober 1997).

Occupational Safety & Health Administration (OSHA) menetapkan batas

pajanan kebisingan di tempat kerja yang diperkenankan adalah 90 dB, sedangkan

Environmental Protection Agency (EPA) dan The American Conference of

Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) menetapkan pengurangan pada 85

dB. Kriteria EPA ini lebih memperhatikan efek kebisingan terhadap kesehatan dan

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


4

keselamatan manusia tetapi kurang mempertimbangkan kemampuan ekonomi

industri. The Hearing Conservation Amendment (OSHA-HCA, 1981) atau OSHA

program perlindungan pendengaran menetapkan batas pajanan kebisingan

disesuaikan dengan Time Weighted Average (TWA) batasan 85 dB jika pajanan

terhadap faktor risiko lebih dari 8 jam periode kerja dalam sehari (Wilson, 1989;

Wentz, 1999 dan Levy, 2006).

Berdasarkan survei "Multi Center Study" di Asia Tenggara menemukan

“Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu

4,6%”; 3 negara lainnya yakni Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India 6,3%.

Walaupun bukan yang tertinggi tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup untuk dapat

menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat. Hal ini dipertegas dengan

“Survei Kesehatan Indera tahun 1993-1996” dilaksanakan di 8 Provinsi Indonesia,

dimana prevalensi morbiditas telinga, hidung dan tenggorokan (THT) 38,6%; dan

kasus NIHL yaitu: morbiditas telinga 18,5%, gangguan pendengaran 16,8% serta

ketulian 0,4% (Depkes, 2004; Komnas PGPKT, web page).

Untuk menurunkan angka ketulian, WHO telah merekomendasikan visi

"Sound Hearing 2030" yaitu dimana setiap orang mempunyai pendengaran yang

optimal pada tahun 2030 (Hearing International, 2005). Untuk menjabarkan visi

tersebut, Dirjen Bina Kesmas, Depkes bersama lintas sektor dan organisasi profesi

telah menyusun Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran

dan Ketulian (Renstranas PGPKT) tahun 2004. (Depkes, 2004).

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


5

Belum timbulnya permasalahan di Indonesia, mungkin disebabkan hanya

sebagian kasus dilaporkan oleh perusahaan atau pekerja, namun karena kegiatan

industri menggunakan banyak mesin, dapat diperkirakan bahwa jumlah kasus

gangguan kesehatan akibat kebisingan di tempat kerja terutama penurunan

pendengaran akan meningkat.

Untuk melengkapi data yang ada, dilakukan penelitian mengenai kebisingan

di salah satu industri tekstil yaitu PT. SCTI (Southern Cross Textile Industry) yang

terletak di Jakarta Timur. Survei yang dilakukan pada bulan Oktober 2004,

menemukan tingkat kebisingan pada tiga lokasi yang di ukur yaitu Spinning, Dep.

False Twise dan Weaving II rata-rata melebihi 90 dB, dan data ini melebihi Nilai

Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2004

yaitu 85 dB untuk lingkungan kerja industri (Hiperkes DKI Jakarta, 2004).

1.2. Perumusan Masalah

Prevalensi ketulian di Indonesia menduduki rangking ke-4 (empat) di Asia

Tenggara dimana hampir 35% diakibatkan oleh bising di lingkungan kerja, terutama

industri. Data rutin mengenai gangguan pendengaran karyawan di PT. SCTI tidak

cukup memperlihatkan terjadinya gangguan yang diakibatkan oleh bising lingkungan

kerja terutama karyawan bagian produksi, dimana survei awal Januari 2008

menunjukkan intensitas kebisingannya lebih dari 90 dB. Kebisingan sendiri tidak

akan menyebabkan kematian tetapi karena frekuensi kebisingan yang sifatnya

kontinyu dan tingkat intensitas yang tinggi (melebihi NAB menurut Kep. Menteri

Tenaga Kerja No. 51/1999, untuk lingkungan kerja industri adalah 85 dB) akan

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


6

memberikan efek pada pendengaran terutama pada karyawan yang bekerja melebihi

TWA yaitu 8 jam per hari.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Apakah tingginya intensitas kebisingan di bagian produksi PT. SCTI sebagai

faktor risiko terhadap NIHL pada karyawan.

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya adanya hubungan intensitas kebisingan di tempat kerja dengan

NIHL pada karyawan di bagian produksi PT. SCTI..

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi intensitas kebisingan di bagian produksi PT. SCTI.

b. Mengetahui distribusi NIHL pada karyawan di bagian produksi PT. SCTI.

c. Mengetahui hubungan intensitas kebisingan di tempat kerja dengan NIHL.

d. Mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi hubungan intensitas

kebisingan di tempat kerja dengan NIHL.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Bagi Pimpinan Perusahaan; dengan informasi tersebut diharapkan dapat

memberikan rekomendasi terhadap kebijakan yang akan diambil terutama bidang

kesehatan karyawan khususnya untuk mencegah terjadinya gangguan

pendengaran akibat bising lingkungan kerja.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


7

b. Bagi Karyawan; meningkatkan kesadaran untuk senantiasa melindungi diri

terhadap bahaya di tempat kerja, terutama bahaya kebisingan dengan selalu

menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT).

c. Bagi Instansi Program Terkait; diharapkan dapat membuat suatu program yang

lebih spesifik sehingga penurunan prevalensi ketulian akibat bising tercapai.

d. Bagi Bidang Kesehatan Masyarakat; menambah khasanah kepustakaan terutama

mengenai pengaruh kebisingan terhadap NIHL pada karyawan pabrik tekstil.

e. Bagi Akademisi/Peneliti; memberikan pelajaran yang berharga terutama dapat

mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari langsung ke masyarakat.

1.6. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada industri yang akan diteliti yaitu

PT. SCTI, yang bergerak di bidang tekstil berupa produk bahan kain, dimana

pekerjaannya banyak menggunakan peralatan elektronik terutama mesin-mesin

dengan rata-rata intensitas kebisingannya tinggi (melebihi NAB). Penelitian ini ingin

melihat, sejauh mana pajanan intensitas kebisingan di PT. SCTI menimbulkan

dampak NIHL pada karyawan pabrik. Lokasi pabrik yang akan diteliti yaitu di

bagian produksi pada Departemen Spinning, Weaving, dan Dyeing.

Pendekatan studi dilakukan secara cross sectional, dimana pajanan dan

dampaknya diteliti kurang lebih secara bersamaan. Populasi penelitian adalah

karyawan yang bekerja di PT. SCTI, dimana sebagai subyeknya yaitu karyawan yang

bekerja di bagian produksi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2008.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebisingan

2.1.1. Definisi, dan Karakteristik

Kebisingan merupakan salah satu polutan dan hasil samping pemanfaatan

teknologi (Subagio, 1992). Secara fisik, tidak ada perbedaan antara suara (bunyi) dan

bising. Bila suara (bunyi) berhubungan dengan sensor sedangkan bising berhubungan

dengan suara yang tidak diinginkan. Kep.MENLH No. 48 tahun 1996, kebisingan

diartikan bunyi yang kehadirannya dapat mengganggu pendengaran manusia.

Jumlah sumber bunyi bertambah secara teratur di lingkungan sekitar, dan

ketika bunyi menjadi tidak diinginkan maka bunyi ini disebut kebisingan (Salter,

1976). Murwono (1999), mendefinisikan kebisingan sebagai suara yang tidak

diinginkan dan pengukurannya menimbulkan kesulitan besar, karena begitu bervariasi

diantara perorangan dalam situasi yang berbeda. JIS Z 8106 [IEC60050-801] kosa

kata elektro-teknik Internasional Bab 801: Akustikal dan elektroakustik

mendefinisikan kebisingan sebagai "suara yang tak dikehendaki, misalnya yang

merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya, atau yang menyebabkan

rasa sakit dan menghalangi gaya hidup" (MNLH web page).

Diantara pencemaran lingkungan yang lain, pencemaran/polusi kebisingan

dianggap istimewa dalam hal: (1) Penilaian pribadi dan penilaian subyektif sangat

menentukan untuk mengenali suara sebagai pencemaran kebisingan atau tidak, (2)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


9

Kerusakan setempat dan sporadis dibandingkan dengan pencemaran air dan

pencemaran udara (bising pesawat udara merupakan pengecualian).

Mengenai karakteristik pertama di atas, ada masalah mengenai bagaimana

menempatkan kebisingan antara tingkat penilaian subjektif seorang individu yang

menangkapnya sebagai "kebisingan" dan tingkat fisik yang dapat diukur secara

obyektif. Pada karakteristik kedua, tidak ada perbedaan jelas antara siapa agresornya

dan siapa korbannya, sebagaimana yang sering terjadi ada korban-korban dari

kebisingan akibat piano dan karaoke. Meskipun jumlah keluhan yang terdaftar di

kota-kota besar selama beberapa tahun terakhir ini telah berkurang, kebisingan masih

merupakan bagian besar dari keluhan-keluhan masyarakat.

Bising dalam kesehatan kerja (K3), diartikan sebagai suara yang dapat

menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif yaitu, peningkatan ambang

pendengaran, maupun secara kwalitatif yaitu; penyempitan spektrum pendengaran.

Yang berkaitan erat dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu.

Menurut Kep. Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999, kebisingan adalah semua

suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau

alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran

Secara umum setiap pengukuran kebisingan akan melibatkan tiga aktifitas

yaitu sumber kebisingan, pengukuran kebisingan dan penerima kebisingan. Ketiga

aktifitas itu, satu sama lain saling berkaitan, sehingga pengertian ketiganya diperlukan

sebelum kita mencoba menyelesaikan masalah pengukuran kebisingan. (Permenkes

no. 718 tahun 1987, Kep. Dir-Jen PPM & PLP-Dep.Kes, 1992, KepMenKes No. 1405

tahun 2002).

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


10

2.1.2. Sumber, Sifat dan Tipe dari Suara/Bising

Menurut asal sumbernya, kebisingan dibagi atas tiga macam (Wardhana,

2001 dan Tambunan, 2005), yaitu:

a. Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus-

menerus akan tetapi sepotong-sepotong.

b. Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terus-menerus

dalam waktu yang cukup lama.

c. Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang

hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi macam.

Berdasarkan sifatnya bising (CDK, 2004), dapat dibedakan menjadi :

a. Bising kontinyu dengan spektrum frekuensi luas

Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo

kurang lebih 5 dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti: dalam

kokpit pesawat helikopter, gergaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas

angin, suara dapur pijar, dan sebagainya.

b. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit

Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja (misal 5000,

1000 atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji sirkuler, suara katup gas.

c. Bising terputus-putus

Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu kebisingan tidak

berlangsung terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Contoh

kebisingan ini adalah suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang dan

lain-lain.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


11

d. Bising impulsif

Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam

waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Contoh bising

impulsif misalnya suara ledakan mercon, tembakan, meriam dan lain-lain.

e. Bising impulsif berulang-ulang

Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang misalnya pada

mesin tempa. Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah

bising yang bersifat kontinu, terutama yang memilikis pektrum frekuensi lebar

dan intensitas yang tinggi.

. Mukono (2000) dan Tarwaka, (2004), menyatakan sumber kebisingan di

lingkungan industri antara lain; peralatan pemakai energi pada indutri (furnace dan

heater), sistem kontrol benda cair (pompa air dan generator), proses industri (mesin

dan segala sistemnya), menara pendingin (cooling water), cerobong pembakaran

(flare stack), suara mesin, alat/mesin bertekanan tinggi, pengelolaan material (crame

and fork-lift), kendaraan bermotor, dan pengaturan arsitek bangunan yang tidak

memenuhi syarat. Tipe-tipe kebisingan lingkungan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Sumber suara yang menimbulkan kebisingan di tempat kerja terutama di

industri, diklasifikasikan menjadi 3 macam (OSHA web page, Nasri, 1997 dan

Tambunan, 2005) yaitu;

a. Mesin, kebisingan yang timbul akibat aktivitas mesin

b. Vibrasi, kebisingan yang timbul akibat getaran yang dikarenakan aktivitas

peralatan.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


12

c. Pressure-reducing valve (pergerakan udara, gas, dan cairan), kebisingan

yang timbul akibat pergerakan dari udara, gas, liquid/cairan dalam kegiatan

proses kerja industri.

Tabel 2.1. Tipe-Tipe Kebisingan Lingkungan

Definisi Uraian
Jumlah kebisingan Semua kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu waktu
tertentu.
Kebisingan spesifik Kebisingan di antara jumlah kebisingan yang dapat dengan
jelas dibedakan untuk alasan-alasan akustik. Seringkali
sumber kebisingan dapat diidentifikasikan.
Kebisingan residual Kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan seluruh
kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di suatu tempat
tertentu dan suatu waktu tertentu.
Kebisingan latar belakang Semua kebisingan lainnya ketika memusatkan perhatian
pada suatu kebisingan tertentu. Penting untuk membedakan
antara kebisingan residual dengan kebisingan latar belakang.
(Sumber: Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48/1996)

Partikel-partikel di udara berbentuk padat, bila tekanan udara bertambah. Jika

jarang, maka tekanan berkurang. Gejala yang disebarkan oleh perubahan tekanan

dimana jarak antara dua titik geografis (dua titik di antara tekanan suara maksimum

dari suatu suara murni yang dihasilkan) terpisah hanya oleh satu periode dan

menunjukkan tekanan suara yang sama dinamakan "gelombang suara", dinyatakan

sebagai (m). Apabila tekanan suara pada titik sembarangan berubah secara periodik,

jumlah berapa kali di mana naik-turunnya periodik ini berulang dalam satu detik

dinamakan "frekwensi", yang dinyatakan sebagai f (Hz) Gambar. 2.1. Suara-suara

berfrekwensi tinggi adalah suara tinggi, sedangkan yang berfrekwensi rendah adalah

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


13

suara rendah. Hubungan antara kecepatan suara c (m/s), gelombang dan frekwensi f

dinyatakan sebagai berikut: c = f x

Panjang gelombang dari suara yang dapat didengar adalah beberapa

sentimeter dan sekitar 20 m. Kebanyakan dari obyek di lingkungan kita ada dalam

lingkup ini. Mutu suara, dipengaruhi oleh kasarnya permukaan-permukaan yang

memantulkan suara, tingginya pagar-pagar dan faktor-faktor lainnya, akan berbeda

sebagai perbandingan dari panjang gelombang terhadap dimensi obyek, karena itu

masalahnya menjadi lebih rumit.

Gambar 2.1. Gelombang Sinusoidal dan Garis bentuk Kenyaringan


(MENLH, web page)

Frekwensi adalah jumlah satuan getaran yang dihasilkan dalam satuan waktu

(detik). Rentang frekwensi suara yang dapat didengar manusia berkisar; 20 s/d 20.000

Hz. Suara percakapan manusia mempunyai rentang frekwensi; 250 s/d 4.000 Hz.

Frekwensi suara lebih dari 20 Hz disebut Infra sound. Sedangkan frekwensi suara

kurang dari 20.000 Hz disebut Ultra sound. Pada umumnya suara percakapan

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


14

manusia mempunyai frekwensi sekitar 1000 Hz (Nasri, 1997; Tambunan, 2005;

Wald, 2002 dan Wentz, 1999).

Batas perbedaan suara yang bisa terdengar oleh rata-rata orang adalah 20-

20,000 Hz, tetapi bisa terdengarnya tergantung pada frekwensi (Levy, 2006 and

Kryter, 1985). Tes-tes hearing psikiatris menghasilkan garis bentuk kenyaringan

(Gambar 2.1). Kurva menggunakan 1000 Hz dan 40 dB sebagai referensi untuk suara

murni dan mem-plot suara referensi ini dengan tingkat-tingkat yang bisa terdengar

dari kenyaringan yang sama pada berbagai frekwensi. Seperti diperlihatkan pada

gambar, kenyaringan suara yang diterima oleh telinga manusia bervariasi karena

dua sifat-sifat fisik yaitu tingkat tekanan suara dan frekwensi. Bahkan dalam lingkup

yang bisa terdengar, frekwensi-frekwensi rendah dan tinggi sulit untuk ditangkap.

Dibutuhkan kepekaan tinggi pada lingkup 1-5 kHz.

Apabila tingkat kenyaringan dari suatu suara dikurangi, pada suatu titik

tertentu, suara tidak lagi terdengar. Tingkat ini juga berbeda sesuai dengan frekwensi.

Tingkat ini diindikasikan sebagai tingkat minimum yang bisa terdengar/garis titik-

titik pada gambar 2.1. Tingkat minimum yang bisa terdengar pada 20 dB atau lebih

dipandang sebagai kesulitan pendengaran.

2.1.3. Ambang Batas Kebisingan

Regulasi (Standards-29 CFR), Occupational Noise Exposure.-1910.95:

(OSHA), mengelompokan nilai batas pajanan sebagai berikut :

a. Pajanan kebisingan minimun: <85 dB(A)

b. Pajanan kebisingan yang tingginya sedang: 85−90 dB(A)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


15

c. Pajanan kebisingan yang tinggi: >90 dB(A).

Pajanan bising yang terjadi dengan intensitas relatif sedang (≥85 dB), dalam

waktu yang lama, dapat menyebabkan efek kumulatif yang bertingkat dan

menyebabkan gangguan pendengaran berupa NIHL (Wentz, 1999 dan Wald, 2002).

Tabel 2.2. NAB kebisingan berdasarkan ISO/ACGIH dan OSHA

Intensitas Kebisingan (dBA) Waktu Pemajanan Per Hari


ISO/ACGIH OSHA (Jam)

85 90 8
92 6
88 95 4
97 3
91 100 2
94 105 1
97 110 ½
100 115 1/4
(Sumber; ISO 1964, ACGIH 2007 dan OSHA-29 CFR 1910.95)

Zona peruntukan menurut Permenkes no. 718/1987 tentang kebisingan yang

berhubungan dengan kesehatan, pada Bab I Pasal 1, sebagai berikut;

1) Zona A, diperuntukan untuk tempat penelitian, Rumah Sakit, tempat

perawatan kesehatan atau sosial dan sejenisnya.

2) Zona B, diperuntukan bagi perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan

sejenisnya.

3) Zona C, diperuntukan bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar dan

sejenisnya.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


16

4) Zona D, diperuntukan bagi industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bus

dan sejenisnya. Pada Bab III Pasal 3, syarat-syarat kebisingan, pada tingkat

kebisingan zona D harus memenuhi syarat-syarat; maksimum yang dianjurkan

60 dB, maksimum yang diperbolehkan 70 dB.

Perlindungan zona terhadap kebisingan yang tercantum dalam Permenkes

718/1997 pada Bab IV pasal 5 menyatakan: sumber kebisingan yang berasal dari

kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat

pengangkutan dan kegiatan rumah tangga dan sebagainya diredam ataupun tidak,

tidak boleh menimbulkan kebisingan, sehingga melampaui persyaratan kebisingan

pada Pasal 3. Batasan nilai tingkat kebisingan untuk beberapa kawasan atau

lingkungan tertentu dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Baku Tingkat Kebisingan

Peruntukan Kawasan/ Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan - dB(A)


Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Permukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan perdagangan 65
4. Ruangan Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
8. Khusus: 60
- Bandar Udara -
- Stasiun Kereta Api -
- Pelabuhan Laut 70
- Cagar Budaya 60
Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55
2. Sekolah atau sejenisnya 55
3. Tempat Ibadah atau sejenisnya 55
(Sumber: Kep. MENLH No. 48/1996)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


17

International Air Transportation Association (IATA) menentukan intensitas

bising dalam empat zona yaitu;

a. Zona A, intensitas >150 dB merupakan daerah yang berbahaya dan perlu

dihindari,

b. Zona B, intensitas antara 135-150 dB, dimana individu yang terpapar perlu

memakai earmuff (sumbat teling) dan earplug (tutup telinga).

c. Zona C, intensitas antara 115–135, dimana individu yang terpapar perlu

memakai earmuff, dan

d. Zona D, intensitas antara 100-115, dimana individu harus memakai earplug

Untuk keseragaman serta acuan penentuan NAB iklim kerja (panas),

kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja,

disusunlah suatu standar oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Standar ini

dirumuskan oleh Subpanitia Teknis Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Panitia

Teknis 94S, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang mengacu pada Keputusan

Menteri Tenaga Kerja No: Kep-51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisika di Tempat

Kerja dan telah dikonsensuskan di Jakarta pada tanggal 6 November 2003 yang

dihadiri oleh instansi pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan asosiasi profesi

dengan no. standar SNI 16-7063-2004. Tingkat pajanan kebisingan maksimal selama

1(satu) hari di tempat kerja pada ruang proses produksi dapat dilihat pada tabel 2.4.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


18

Tabel. 2.4. NAB Kebisingan di Tempat Kerja (SNI tahun 2004)

Tingkat Kebisingan
Pemaparan Harian
(dBA)

85 8 jam
88 4 jam
91 2 jam
94 1 jam
97 30 menit
100 15 menit

2.1.4. Alat Ukur dan Metode Pengukuran

2.1.4.1. Alat Ukur Kebisingan

Intensitas bising di lingkungan diukur dengan menggunakan Sound Level

meter (SLM), sedangkan untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan

Noise Dose Meter karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja

selama 8 jam ia bekerja. NAB intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja

maksimum adalah 8 jam per hari. NAB merupakan standar faktor bahaya di tempat

kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya

tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari

untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan,

yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit “attenuator” dan beberapa alat lainnya.

Alat ini mengukur kebisingan antara 30–130 dB dan dari frekwensi 20–20.000 Hz.

SLM dibuat berdasarkan standar ANSI (American National Standard Institute) tahun

1977 dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam frekwensi yaitu A, B dan C yang

menentukan secara kasar frekwensi bising tersebut. (Melnick, 1994 dan Tambunan,

2005).

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


19

SLM memberikan respons kira-kira sama dengan respons telinga manusia dan

memberikan pengukuran objektif serta bisa diulang-ulang tiap tingkat kebisingan.

Dalam penggunaannya SLM kadang-kadang dihubungkan dengan frequency

analyzer. Alat ini berfungsi sebagai filter yang akan memberikan informasi tentang

frekuensi dominan kebisingan. Informasi ini sangat berguna terutama dalam rangka

pengendalian kebisingan.

Baku tingkat kebisingan diukur berdasarkan rata-rata pengukuran tingkat

kebisingan ekivalen (Leq). Leg atau Laeq (equivalent energy level) adalah tingkat

kebisingan rata-rata ekivalen selama waktu pengukuran, disebut juga tingkat

kebisingan sinambung setara, dimana tingkat kebisingan ajeg (steady noise) yang

sama dengan kebisingan fluktuatif dalam suatu periode/interval waktu pengukuran

tersebut, dinyatakan dalam dB(A).

Tingkat kebisingan merupakan ukuran tinggi rendahnya kebisingan yang

dinyatakan dalam satuan dB(A). dB(A) adalah satuan tingkat kebisingan (desibel)

dalam bobot A, yaitu bobot yang sesuai dengan respon telinga manusia normal,

dimana jumlah dB adalah 10 kali logaritma (dasar 10) dari perbandingan. dB(A)

diperoleh bila menggunakan alat ukur SLM pada filter pembobotan A, dengan

respons terhadap frekuensi SLM mendekati respon telinga.

SLM mempunyai 3 macam skala/frekwensi pengukuran yaitu ;

a. Skala A untuk mengukur respon karakteristik dari telinga untuk tingkat

kebisingan rendah; >55 dB

b. Skala B untuk mengukur respon karakteristik dari telinga untuk tingkat

kebisingan sedang; 55-85 dB

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


20

c. Skala C untuk mengukur respon karakteristik dari telinga untuk tingkat

kebisingan lebih tinggi; >85 dB

Skala A sering digunakan untuk mengukur resiko dari kebisingan, yang

menyebabkan penyakit dan merupakan faktor resiko terhadap Gangguan Pendengaran

(Barbara, 1996; Tambunan, 2005; Wentz, 1999 dan Wald, 2002)

2.1.4.2. Metoda Pengukuran

Pengukuran tingkat kebisingan secara langsung harus menggunakan SLM

yang memenuhi persyaratan standar IEC (International Electrotechnical

Commission) 651 kelas 2. Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan indeks

kebisingan rata-rata ekivalen (Leq). Penggunaan SLM yang tidak memiliki perangkat

penghitungan Leq diperbolehkan, namun hasil akhir harus dikonversi sehingga

didapatkan nilai Leq yang bersesuaian. Durasi pengukuran dengan interval

pengukuran dilaksanakan 15 menit.

Metoda pengukuran kebisingan lingkungan dan kasus kebisingan di masing-

masing zona peruntukan, dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Dirjen PPM dan

PLP No. 70-I/PD.03.04.LP tahun 1992 tentang Petunjuk Pengawasan Kebisingan

yang Berhubungan dengan Kesehatan, dan metoda pengukuran dan analisis

kebisingan lingkungan Puslitbang KIM-LIPI. Kebisingan lingkungan merupakan

kebisingan yang berubah-ubah dengan waktu, maka harus dianalisis selama 24 jam,

artinya tingkat kebisingan sinambung setara harus dihitung 24 jam, yang selanjutnya

level siang-malam disebut Lsm. Nilai Lsm inilah yang kemudian dibandingkan

dengan nilai baku tingkat kebisingan seperti pada Permenkes No. 718/1987. Lsm

dapat dihitung dengan rumus:

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


21

10,1Ls 0,1(Lm+10) Lsm = 101og [ 16.10 + 8.10 ] dBA 24

Keterangan: Lsm = Leq selama 24 jam

Lm = nilai Leq pada siang hari (16 jam)

Ls = nilai Leq pada malam hari (8 jam)

Lm + 10 menyatakan bahwa hasil pengukuran di malam hari ditambah 10 dB sebagai

pembebanan atau koreksi khusus.

Metoda Pengukuran Sederhana

(1) Standar Alat Ukur, Peralatan dan Kalibrasi

Cara ini memerlukan alat SLM dan 2 orang operator. SLM yang dianjurkan

digunakan yaitu kelas 1 (precision) atau serendah-rendahnya kelas 2 dan memenuhi

standar SII-2025-86. Kalibrasi dilakukan setiap kali akan melakukan pengukuran.

Alat untuk kalibrasi dianjurkan adalah dari jenis piezoelectric yang menghasilkan 94

dB pada 1.000 Hz. Peralatan lain seperti octave filter, level recorder, tape recorder,

statistical analyzer dipakai untuk keperluan rekayasa pengendalian kebisingan,

sepanjang alat-alat tambahan tersebut tidak akan membebani SLM bila

disambungkan. Peralatan tambahan tersebut tidak boleh dipakai untuk menganalisis

hasil pengukuran di lapangan dengan tujuan membandingkan dengan baku mutu.

(2) Titik Ukur dan Teknik Pengukuran

Titik Ukur:

a) Dasar pengukuran dilakukan di tempat terdapat keluhan, atau di mana

pemantauan dilakukan secara permanen. Tidak diizinkan untuk melakukan

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


22

pengukuran di tempat di mana sehari-hari sama sekali tidak pernah ada orang lalu

lalang.

b) Pengukuran harus dilakukan di tempat terbuka, berjarak 3 meter dari dinding-

dinding untuk menghindari pantulan. Kalau hal ini tidak mungkin, maka diizinkan

untuk melakukan pengukuran pada jarak 0,5 meter di depan jendela terbuka.

c) Tinggi alat ukur sekitar 1,2 meter di atas tanah, harus dipasang pada statif. Dalam

keadaan apapun tidak diizinkan untuk memegang alat ukur terus menerus, kecuali

pada saat mengubah control attenuator pada alat ukur. Jarak antara badan

operator dan alat ukur harus cukup jauh agar tidak terjadi pantulan.

Teknik Pengukuran;

a) Cara pengukuran sederhana memerlukan 2 orang operator, satu orang untuk

membaca alat ukur, dan satu orang untuk memberi aba-aba membaca dan

mencatat hasil pengukuran.

b) Pengukuran dilakukan pada pembobotan "A" dan waktu fast. Sebelum

pengukuran, alat harus dikalibrasi dengan sound level calibrator (SLC) atau

piston phone dan baterai harus pada kondisi penuh atau masih diizinkan (normal).

c) Untuk pengukuran di lingkungan harus dilakukan pada cuaca yang cerah, tidak

hujan, kecepatan angin tidak terlalu besar. Sebagai pengaman, pada mikropon

harus selalu dipasang pelindung angin (wind screen).

d) Bila pada saat mengukur terjadi gangguan yang semestinya tak terjadi, misalnya

suara pesawat terbang (kecuali di daerah sekitar lapangan terbang) dan suara

geledek, maka sampel dibatalkan dan harus diambil sampel baru pada interval

waktu itu juga, atau keesokan harinya.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


23

e) Hasil pengukuran untuk tiap sampel ditulis.

Penilaian Kwantitatif Kebisingan Tingkat Tekanan Suara/Tingkat Kebisingan

Alat ukur tingkat kebisingan menggunakan rangkaian penyesuaian frekwensi

yang mengasimilasikan kepekaan telinga manusia terhadap kenyaringan. Tingkat

kenyaringan yang didapat sesudah penyesuaian frekwensi ini dinamakan "Tingkat

Tekanan Suara Berbobot A (Tingkat Kebisingan)".

Kenyaringan kebisingan fluktuasi dengan waktu, karena itu perlu

mempertimbangkan fluktuasi selama satu periode waktu ketika menilai tingkat

tekanan suara. Dalam pengukuran yang menggunakan faktor waktu aktual, praktek

pada umumnya adalah mengambil contoh tingkat tekanan suara pada interval waktu

yang konstan, peroleh distribusi frekwensi kumulatifnya, kemudian mendapatkan

tingkat percentile spesifik. Pada umumnya, dalam penilaian kebisingan lingkungan,

sebaiknya mengambil 50 atau lebih contoh pada interval 5 detik atau kurang.

Gambar 2.2. Tingkat Tekanan Suara Berbobot A Yang Sepadan Dan Kontinyu
Sumber; MENLH, web page

Tingkat ekspos terhadap suara digunakan untuk menyatakan kebisingan satu

kali atau kebisingan sebentar-sebentar dalam jangka waktu pendek dan kontinyu.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


24

Variabel mengubah jumlah energi dari kebisingan satu kali menjadi tingkat tekanan

suara berbobot A dari kebisingan tetap 1(satu) detik yang kontinyu dari energi

sepadan.

Tindakan pencegahan dalam pengukuran kebisingan sebagai berikut;

1. Catat sebelum pengukuran: catat tanggal dan waktu pengukuran, lokasi, kondisi

cuaca, nama-nama personil, tinggi mikrofon, lingkup pengukuran, kompensasi

frekwensi dari meteran tingkat kebisingan, kecepatan pencatuan kertas dari

perekam tingkat, model peralatan dan pabrik peralatan.

2. Pengaruh angin: waktu mengukur kebisingan di luar rumah, pasanglah layar

pencegah angin pada mikrofon dari meteran tingkat kebisingan.

3. Tempat pengukuran: pilihlah lokasi yang tidak dipengaruhi oleh suara yang tidak

bergema atau yang terpengaruhi oleh medan magnetik, getaran-getaran, atau suhu

ekstrim atau kelembaban.

4. Periode pengukuran: pilihlah waktu yang kebisingan latar belakangnya stabil dan

tidak ada sumber-sumber lainnya yang mempengaruhi pengukuran-pengukuran.

Di mana sumber masalah stabil, kebutuhan pengukuran hanya perlu berlangsung

2-3 menit. Tetapi, jika tingkat tekanan suara berbobot A sangat berfluktuasi,

ukurlah selama 250 detik atau lebih. Apabila ada kebisingan latar belakang dari

lalu lintas mobil atau sumber lain, ukurlah untuk waktu yang disebutkan

sebelumnya dalam periode di mana efek-efek tersebut tidak kelihatan dengan

jelas. Terutama bila sedang merekam, makin lama perekamannya, makin baik.

5. Mengatur lingkup: dapatkan ide tentang tingkat tekanan suara berbobot A

sebelum pengukuran, kemudian setel skala penuh dengan kelonggaran tertentu

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


25

yang bertanggung jawab atas waktu pengukuran penuh. Dengan sinyal-sinyal

kejutan, puncak bentuk gelombang dapat keluar dari skala meskipun pembacaan

jarum (nilai yang terukur) mungkin tidak, oleh karena itu perlu mengawasi lampu

pengingat kelebihan beban yang menyala bila suatu bentuk gelombang

memuncak. Langkah pencegahan yang sama diperlukan untuk perekam audio dan

tidak hanya untuk alat alat pengukuran.

6. Pelihara catatan-catatan selama pengukuran: dengan menggunakan indra

pendengaran seseorang, bedakan antara suara target dan kebisingan lainnya dan

buatlah catatan tentang itu pada kertas rekaman selama pengukuran. Bila

lingkungan pengukuran berubah selama pengukuran, catatlah perubahan itu dalam

status dan waktu hal itu terjadi dan informasi terkait lainnya pada kertas rekaman.

Misalnya, bila suatu mesin berhenti atau seseorang lewat di depan meteran tingkat

kebisingan, buatlah catatan mengenai status dan waktu hal itu terjadi pada kertas

rekaman.

7. Instruksi kepada orang lain: peringatkan orang-orang lain untuk tidak membuat

suara-suara selama merekam kebisingan.

8. Catat titik pengukuran: bedakan titik-titik perekaman dengan angka-angka atau

cara-cara lainnya dan terlebih dahulu tandailah hal-hal itu pada dokumen-

dokumen yang disediakan, serta masukkan jarak dari sumber, dinding-dinding,

dan sebagainya. Untuk mengecek kembali titik pengukuran sesudah pengukuran,

ambillah foto tempat kerja.

9. Komunikasi selama pengukuran: bila daerah perbatasan tak dapat dilihat dari

sumber, tempatkan seseorang pada sumber untuk memantau operasi dan seorang

lain pada titik pengukuran, keduanya berkomunikasi dengan transceiver. Bila

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


26

ditemukan adanya pemuncakan yang tinggi atau kejadian istimewa lainnya pada

titik pengukuran maka orang yang ada di titik pengukuran harus menghubungi

orang yang memantau sumber dan mencatat informasi apa saja yang berguna

yang dapat dilaporkan.

Cara Pengendalian Kebisingan (OSHA web page) dimulai dari:

a. Sumber: Mengurangi intensitas bising, desain akustik,

b. Media: Menggunakan mesin/alat yang kurang bising, mengurangi transmissi

bising dengan cara, menjauhkan sumber dari pekerja, mengabsorbsi dan

mengurangi pantulan bising secara akustik pada dinding, langit-langit dan

lantai,

c. Pekerja: Menutup sumber bising dengan barrier, mengurangi penerimaan

bising, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD); berupa sumbat telinga (ear

plug) yang dapat menurunkan pajanan sebesar 6-30 dB atau penutup telinga

(ear muff) yang dapat menurunkan 20-40 dB, ruang isolasi untuk istirahat,

rotasi pekerja untuk periode waktu tertentu antara lingkungan kerja yang

bising dengan yang tidak bising serta pengendalian secara administratif

dengan menggunakan jadwal kerja sesuai NAB.

2.1.5. Efek Kebisingan Terhadap Kesehatan

Secara umum jenis dari akibat kebisingan dapat dibagi dalam 2 tipe

(Men.LH,1996) yaitu akibat–akibat badaniah dan akibat-akibat psikologis, seperti

terlihat pada tabel 2.5.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


27

Tabel 2.5. Jenis-Jenis dari Akibat Kebisingan

Tipe Uraian
Perubahan ambang batas sementara
Kehilangan pendengaran akibat kebisingan, perubahan ambang
Akibat- batas permanen akibat kebisingan.
akibat
badaniah Rasa tidak nyaman atau stres meningkat,
Akibat-akibat fisiologis tekanan darah meningkat, sakit kepala,
bunyi dering
Gangguan emosional Kejengkelan, kebingungan
Akibat- Gangguan tidur atau istirahat, hilang
Gangguan gaya hidup konsentrasi waktu bekerja, membaca dsb.
akibat
psikologis Merintangi kemampuan mendengarkan
Gangguan pendengaran TV, radio, percakapan, telpon dsb.

(Sumber; Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1996)

Efek kebisingan terhadap kesehatan terbagi menjadi dua (Melnick, 1994;

Mukono, 2000 dan Wald, 2002), yaitu efek terhadap pendengaran (auditory) dan non

pendengaran (non-auditory), antara lain:

A. Efek terhadap pendengaran (auditory), dapat dibagi atas 2 kategori, yaitu;

1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (TTS)

2. Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)

Ad. 1. Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS)

Noise Induced Temporary Threshold Shift (Pergeseran NAB Sementara)

adalah efek terhadap pendengaran yang bersifat sementara dan non patologis,

waktu pemulihan bervariasi serta reversible bisa kembali normal. Seseorang yang

pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang

mula-mula tampak adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekwensi

tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch “ yang curam pada

frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal terjadi

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


28

pergeseran ambang pendengaran yang bersifat sementara, yang disebut juga

NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan bising biasanya pendengaran dapat

kembali normal.

Ad. 2. Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)

Noise Induced Permanent Threshold Shift (Pergeseran Nilai Ambang Batas

Menetap) adalah efek terhadap pendengaran yang bersifat patologis dan menetap,

dapat terjadi di tempat kerja karena trauma akustik dan kebisingan serta dapat juga

terjadi di bukan tempat kerja. Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus

kehilangan pendengaran akibat suara bising, dan hal ini disebut dengan

“occupational hearing loss“ atau kehilangan pendengaran karena pekerjaan atau

nama lainnya ketulian akibat bising industri. Untuk merubah NITTS menjadi

NIPTS diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10–15 tahun, tetapi

hal ini bergantung juga kepada tingkat suara bising dan kepekaan seseorang

terhadap suara bising.

NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan

meningkat dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa

keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah

(2000 dan 3000 Hz) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan

mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi

bila sudah menyebar ke frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan

untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000–

6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada

frekwensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekwensi 4000 Hz

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


29

akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian

perkembangannya menjadi lebih lambat.

B. Efek terhadap bukan pendengaran (non-auditory), gangguannya berupa;

penyakit akibat stres (stres fisik dan mental/psikogenik), kelelahan, perubahan

penampilan, gangguan komunikasi.

Pengaruh Bising Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja

Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja, seperti gangguan

fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian (CDK, 2004).

a. Gangguan fisiologis

Umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus

atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah

(10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada

tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

b. Gangguan psikologis

Berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila

kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik

berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain.

c. Gangguan komunikasi

Disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau

gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara

berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada

kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


30

bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan

keselamatan tenaga kerja.

e. Gangguan keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa

atau melayang, yang dapat me-nimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala

pusing (vertigo) atau mual-mual.

f. Efek pada pendengaran

Adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian

bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali

bila menghindar dari sumber bising; namun bila terus menerus bekerja di tempat

bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.

Ketulian akibat pengaruh bising ini dapat berupa TTS atau NIPTS.

Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi

bunyi, intensitas dan lama waktu paparan (Soetirto, 2001), berupa;

1. Adaptasi

Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu

oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi

karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.

2. Peningkatan ambang dengar sementara

Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan-lahan akan

kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa

jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang

pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila

pemaparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


31

akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu

pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap

individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-masing

individu.

3. Peningkatan ambang dengar menetap

Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama

terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan

bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang

menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang

mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin

tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah

dilakukan pemeriksaan audiogram.

Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh

setelah istirahat beberapa jam (1–2 jam). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu

yang cukup lama (10–15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ

Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas terjadinya,

tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat

mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi kerusakan

degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ Corti. Akibatnya terjadi kehilangan

pendengaran yang permanen.

Umumnya frekwensi pendengaran yang mengalami penurunan intensitas

adalah antara 3000–6000 Hz dan kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang

terberat terjadi pada frekwensi 4000 Hz/4 K notch (Soetirto, 1990). Ini merupakan

proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


32

para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri. Apabila

bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup

lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekwensi

percakapan (500–2000 Hz). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena

tidak dapat mendengar pembicaraan sekitarnya.

Faktor resiko terhadap penyakit gangguan pendengaran antara lain: intensitas

bising, makin tinggi maka makin berisiko; frekuensi bising, makin tinggi & sering

maka makin besar pengaruhnya; lama pajanan per hari, makin lama pajanan maka

makin berisiko; dan masa kerja/tinggal (Barbara, 1996; Wald, 2002 dan Harrington,

2003)

NIHL terjadi cukup lama bisa lebih dari 5 tahun dan tergantung kerentanan

individu. NIHL dipengaruhi; umur, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit,

kardiovasculer, merokok, riwayat keturunan, dan lain-lain (Soetirto, 1990; Boillat,

1998 dan Wentz, 1999). Umur, menurut Achmadi (1994) dan Wald, (2002), orang

berusia lebih dari 40 tahun lebih mudah mengalami penurunan pendengaran akibat

bising (NIHL). Faktor yang lain yaitu riwayat penyakit telinga yang telah ada,

keadaan sekitar lingkungan. yang bising serta jarak dari sumber bising.

Salah satu yang dapat mempengaruhi NIHL adalah rokok. Rokok

mengandung 28 agent penyebab kanker, dimana dengan merokok terjadi peningkatan

risiko terhadap kejadian kanker pada manusia (CDC). Di Indonesia, dalam satu

batang rokok mengandung 12-20 zat kimia tergantung dari jenis dan merknya. Zat-zat

kimia tersebut antara lain: Cadmium, Toluene, Hexamine, Methanol, Carbon

monoxide, DDT, Acetic acid, Aceton, Formaldehyde, Ammonia, Stearic acid,

Arsenik, Hydrogen cyanide, Nicotine, Ethanol, Metahane, Butane, Vinyl chloride,

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


33

Benzopyrene, Napthalena, Pyrene, Naphtylamine, Urethane, Toluidine dan Polonium-

210. Dari 20 zat kimia tersebut hanya ada 1 (satu) jenis zat yaitu Toluene yang

mempunyai gejala tinnitus yang dapat mempengaruhi NIHL (EHC 52, 1986),

sedangkan 2 (dua) zat kimia yang lain berdasarkan penelitian dapat mempengaruhi

hasil audiogram yaitu Carbon monoxide (EHC 213, 1999) dan Vinyl chloride (EHC

215, 1999).

2.2. Anatomi dan Fisiologi Pendengaran

2.2.1. Anatomi Telinga

Secara anatomi, telinga dapat dibagi menjadi tiga yaitu telinga luar, tengah,

dan dalam. Telinga luar terdiri dari; daun telinga, liang lahat (canal) dan membran

timpani (selaput pendengaran), dimana kulit liang telinga menghasilkan cairan

(sekret) yang berguna sebagai pelindung membran timpani. Fungsi telinga luar

adalah mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi energi getaran sampai ke

gendang telinga.

Telinga tengah terdiri dari tiga tonjolan tulang (malleus), incus dan stapes

(sanggurdi) dimana terdapat dua otot (musculus) tensor tempani dan stapadius.

Fungsi dari telinga tengah adalah menghubungkan gendang telinga sampai ke kanalis

semisirkularis yang berisi cairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang

dihasilkan tadi diteruskan melewati tulang-tulang pendengaran sampai ke cairan di

kanalis semisirkularis; adanya ligamen antar tulang mengamplifikasi getaran yang

dihasilkan dari gendang telinga.

Telinga dalam terdiri dari labirin tulang, labirin membran, cochlea dan corti.

Labirin tulang berisi cairan penlimfe dan labirin membran berisi endolimfe, cochlea

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


34

adalah tabung berkelok-kelok (35 mm) membentuk 2¾ putaran, corti mengandung

sel-sel reseptor yang berupa sel-sel rambut yang tersusun dua baris. Telinga dalam

merupakan tempat ujung-ujung saraf pendengaran yang akan menghantarkan

rangsangan suara tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia. Pada telinga

manusia terdapat ± 3.500 sel rambut dalam dan 20.000 sel rambut luar (Nasri, 1997;

CDK, 2004 dan Wentz, 1999)

Konduksi Tulang

Konduksi tulang adalah konduksi energi akustik oleh tulang-tulang tengkorak

ke dalam telinga tengah, sehingga getaran yang terjadi di tulang tengkorak dapat

dikenali oleh telinga manusia sebagai suatu gelombang suara. Jadi segala sesuatu

yang menggetarkan tubuh dan tulang-tulang tengkorak dapat menimbulkan konduksi

tulang. Secara umum tekanan suara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk

menimbulkan efek konduksi tulang ini. Hal ini perlu diketahui, karena pemakaian

sumbat telinga tidak menghilangkan sumber suara yang berasal dari jalur ini.

Respon Auditorik

Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapat diterima oleh telinga

manusia dimana suara yang nyaman diterima oleh telinga kita bervariasi tekanannya

sesuai dengan frekuensi suara yang digunakan, namun suara yang tidak

menyenangkan atau yang bahkan menimbulkan nyeri adalah suara-suara dengan

tekanan tinggi, biasanya di atas 120 dB. Ambang pendengaran untuk suara tertentu

adalah tekanan suara minimum yang masih dapat membangkitkan sensasi auditorik.

Nilai ambang tersebut tergantung pada karakteristik suara (frekuensi), cara untuk

mendengar suara tersebut melalui earphone/pengeras suara, dan pada titik mana suara

itu diukur (saat mau masuk ke liang telinga atau di udara terbuka).

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


35

Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai ambang tekanan

suara yang masih dapat didengar oleh seorang yang masih muda dan memiliki

pendengaran normal, diukur di udara terbuka setinggi kepala pendengar tanpa adanya

pendengar. Nilai ini penting dalam pengukuran di lapangan, karena bising akan

mempengaruhi banyak orang dengan banyak variasi. Pendengaran dengan kedua

telinga lebih rendah 2 sampai 3 dB. Jika seseorang terpajan pada suara di atas nilai

kritis tertentu kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut, maka nilai ambang

pendengaran orang tersebut akan meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang

tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali normal dalam waktu singkat, maka

pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara. Fenomena ini dinamakan kelelahan

auditorik.

Kekuatan suara

Merupakan suatu perasaan subjektif yang dirasakan seseorang sehingga dia

dapat mengatakan kuat atau lemahnya suara yang didengar. Kekuatan suara sangat

dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara yang keluar dari stimulus suara, dan sedikit

dipengaruhi oleh frekuensi serta bentuk gelombang suara. Pengukuran kekuatan suara

dapat dilakukan dengan cara : 1) pengukuran subyektif dengan menanyakan suara

yang didengar oleh sekelompok orang yang memiliki pendengaran normal dan yang

dijadikan patokan adalah suara dengan frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan

menghitung menggunakan pita suara 2 atau 3 band, 3). Mengukur dengan alat yang

dapat menggambarkan respon telinga terhadap suara yang didengar.

Masking

Karakteristik lain yang cukup penting dalam menilai intensitas suara adalah

masking. Masking adalah suatu proses di mana ambang pendengaran seseorang

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


36

meningkat dengan adanya suara lain. Suatu suara masking dapat didengar bila nilai

ambang suara utama melampaui juga nilai ambang untuk suara masking tersebut.

Sensitivitas Pendengaran

Kemampuan telinga untuk mengolah informasi akustik sangat tergantung

pada kemampuan untuk mengenali perbedaan yang terjadi pada stimulus akustik.

Pemahaman percakapan dan identifikasi suara-suara tertentu, atau suatu alunan musik

tertentu merupakan suatu proses harmonis di dalam otak manusia yang mengolah

informasi auditorik berdasarkan frekuensi, amplitudo, dan waktu yang didengar untuk

masing-masing rangsangan auditorik tersebut. Perbedaan kecil tekanan suara akan

didengar oleh telinga sebagai kuat atau lemahnya suara. Makin tinggi tekanan udara,

makin kecil perbedaan yang dapat dideteksi oleh telinga manusia. Perbedaan

minimum yang dapat dibedakan pada frekuensi suara yang sama tergantung pada

frekuensi suara tersebut, nilai ambang di atasnya, dan durasi.

Lokalisasi Sumber Bunyi

Telinga mampu melokalisasi sumber suara/bunyi. Kemampuan ini merupakan

kerja sama kedua telinga karena didasarkan atas perbedaan tekanan suara yang

diterima oleh masing-masing telinga, serta perbedaan saat diterimanya gelombang

suara di kedua telinga. Kemampuan telinga untuk membedakan sumber suara yang

berjalan horizontal lebih baik daripada kemampuannya untuk membedakan sumber

suara yang vertikal. Kemampuan ini penting untuk memilih suara yang ingin

didengarkan dengan mengacuhkan suara yang tidak ingin didengarkan.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


37

2.2.2. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing


Loss/NIHL)

2.2.2.1. Definisi dan Karakteristik

Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/NIHL)

adalah tuli syaraf yang terjadi akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam

jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja

(Kryter, 1985; Soetirto, 1990 dan Wentz, 1999 ).

Akibat paparan bising lebih dari 85 dB selama 8 jam atau lebih dalam sehari

akan mengakibatkan gangguan pendengaran yang bersifat permanen. OSHA dan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menetapkan intensitas bising rata-rata atau

Permissible Exposure Level (PEL) 90 dB selama 8 jam kerja per hari menurut OSHA

dan Threshold Limit Values (TLV) tidak lebih dari 85 dB selama delapan jam per hari

atau 40 jam per minggu, serta akselerasi getaran tidak lebih dari 4 m/dt2 menurut

WHO dan ACGIH (Kryter, 1985; Wald, 2002 dan Wentz, 1999 ).

A. Ketulian atau Kurang Pendengaran

Yang dimaksud "ketulian" disini adalah sama dengan "kurang pendengaran",

yang dalam buku istilahnya ditulis dengan deafness atau hearing loss. Kata "tuli"

menggambarkan adanya kekurangan pendengaran 70 db atau lebih pada telinga yang

terbaik. Secara garis besar ketulian dibagi menjadi tiga (Boillat, 1998), yaitu;

a. Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainan

terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengana tulang pendengaran

stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong dengan

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


38

memuaskan, baik dengan pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya

pembedahan.

b. Tuli persepsi (sensorineural hearing loss) dimana letak kelainan mulai dari

organ korti di koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi

ini biasanya sulit dalam pengobatannya.

c. Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan, disebut tuli

campuran.

Untuk mengetahui jenis ketulian diperlukan pemeriksaan pendengaran, dari

cara yang paling sederhana sampai dengan memakai alat elektro akustik yang disebut

audiometer. Dengan menggunakan audiometer ini jenis ketulian dengan mudah dapat

ditentukan.

B. Penyebab Ketulian

Banyak hal yang mempermudah seseorang menderita NIHL antara lain

intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising,

mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (ototoxic drug) seperti

streptomisin, kanamisin, garamisin (golongan aminoglikosida), kina asetosal dan lain-

lain (Soetirto, 1990). Kryter, (1985) membagi penyebab ketulian dalam 5 (lima)

katagori, sebagai berikut:

a. Periode prenatal, oleh faktor genetik atau bukan faktor genetik.

Terutama penyakit-penyakit yang diderita ibu pada kehamilan trimester pertama

(minggu ke 6 s/d 12) yaitu pada saat pembentukan organ telinga pada fetus.

Penyakit-penyakit itu ialah rubela, morbili, diabetes melitus, nefritis, toksemia dan

penyakit-penyakit virus yang lain. Obat-obat yang dipergunakan untuk penyakit

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


39

tersebut seperti salisilat, kinin, talidomid, streptomisin dan obat-obat untuk

menggugurkan kandungan.

b. Periode perinatal

Penyebab ketulian disini terjadi diwaktu ibu sedang melahirkan. Misalnya trauma

kelahiran dengan memakai forceps, vakum ekstraktor, letak bayi yang tak normal,

partus lama. Juga pada ibu yang mengalami toksemia gravidarum. Sebab yang lain

ialah prematuritas, penyakit hemolitik dan kern ikterus.

c. Periode postnatal

1). Penyebabnya dapat berupa faktor genetik atau keturunan, misalnya pada

penyakit familiar perception deafness.

2). Penyebab yang bukan berupa faktor genetik atau keturunan, pada orang

dewasa;

a). Gangguan pada pembuluh-pembuluh darah koklea, dalam bentuk

perdarahan, spasme (iskemia), emboli dan trombosis. Gangguan ini

terdapat pada hipertensi dan penyakit jantung.

b). Kolesterol yang tinggi, Kopetzky membuktikan bahwa penderita tuli

persepsi rata-rata mempunyai kadar kolesterol yang tinggi dalam darah.

c). Diabetes Melitus, seringkali penderita tak mengeluh adanya kekurangan

pendengaran walaupun kalau diperiksa secara audiometris sudah jelas

adanya kekurang pendengaran. Penderita diabetes sering terkena infeksi

dan menggunakan antibiotika yang ototoksik.

d). Penyakit-penyakit ginjal, Bergstrom menjumpai 91 kasus tuli persepsi

diantara 224 penderita penyakit ginjal. Diperkirakan penyebabnya ialah

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


40

obat ototoksik, sebab penderita penyakit ginjal mengalami gangguan

ekskresi obat- obat yang dipakainya.

e). Influenza oleh virus, Lindsay membuktikan bahwa sudden deafness pada

orang dewasa biasanya terjadi bersama-sama dengan infeksi traktus

respiratorius yang disebabkan oleh virus.

f). Obat-obat ototoksik, yang menyebabkan ketulian, misalnya:

dihidrostreptomisin, salisilat, kinin, neomisin, gentamisin, arsenik,

antipirin, atropin, barbiturat, librium.

g). Defisiensi vitamin, seperti A, B1, B kompleks dan vitamin C dapat

menyebabkan ketulian.

h). Faktor alergi, dikarenakan terjadi gangguan pembuluh darah pada koklea.

i). Trauma akustik, seperti letusan bom, letusan senjata api, tuli karena suara

bising.

j). Presbiakusis, tuli karena usia lanjut; tumor, Akustik neurinoma; Penyakit

Meniere dan Trauma kapitis.

d. Psikogen, ketulian karena : simulated (malingering) dan fungsional (histeri)

e. Tak diketahui sebabnya (unknown)

Arnvig memberitakan bahwa 21,1% dari kasus tak diketahui sebabnya. Menurut

Harrison dan Livingstone besarnya 30%, menurut Fraser 38% dari 2355 kasus dan

menurut Maran 28% dari 464 kasus.

C. Gejala NIHL

Gejala NIHL yaitu kurang pendengaran disertai tinitus (berdenging di dalam

telinga) atau tidak, bila sudah cukup berat disertai keluhan sukar menangkap

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


41

percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah berat percakapan yang keraspun

sukar dimengerti. (Soetirto, 1990).

2.2.2.2. Etiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan selain intensitas,

frekwensi, lamanya waktu pemaparan, kerentanan individu, jenis kelamin, usia serta

kelainan di telinga tengah (Soetirto, 1990). NIHL yaitu tuli sensorineural yang paling

sering dijumpai setelah presbikusis, serta merupakan tuli saraf koklea yang bersifat

menetap (irreversible).

NIHL mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah

yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya

degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia

pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap

stimulasi. Bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan menimbulkan lebih

banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena

adalah daerah basal, dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan

oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam

dan sel-sel penunjang juga rusak dan semakin luas kerusakan pada sel-sel rambut,

dapat menimbulkan degenerasi pada saraf, yang juga dapat dijumpai di nukleus

pendengaran pada batang otak (Soetirto, 1990).

2.3. Hubungan Kebisingan dengan NIHL

Suara yang sangat keras dapat mengakibatkan kerusakan sementara ataupun

permanen pada organ pendengaran. Berat-ringannya kerusakan tergantung pada

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


42

frekuensi suara, derajat kekerasannya, serta lamanya rangsangan suara di telinga.

Guna mencegah terjadi NIHL tersebut maka paling tidak setelah 2-3 jam

menggunakan headphone/earphone atau terpajan dengan sumber kebisingan, kita

mengistirahatkan telinga dari kebisingan. Kerusakan sementara bisa berupa kualitas

pendengaran menurun dan telinga berdenging (tinnitus) setelah mendengar suara

keras. Kerusakan sementara ini bisa menjadi permanen kalau masih terus saja

dipapari suara keras. Susunan organ telinga kita terdiri atas liang telinga, gendang

telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput. Suara berdenging itu akibat

rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar, getaran ini

diterima pendengaran dan diteruskan ke otak, kemudian terdengar suara denging.

Lebih baik menjaga organ pendengaran tetap sehat, terutama organ rambut

getar dalam rumah siput. Rusaknya gendang telinga dan tulang pendengaran masih

bisa diatasi dengan operasi dan obat-obatan. Namun, kalau rumah siput yang rusak,

tidak bisa dibetulkan. Dalam rumah siput yang begitu kompleks terdapat ratusan

rambut getar, materi penting yang menghantarkan suara ke saraf dan berlanjut ke

otak. Kalau sudah banyak rambut getar rontok, otomatis pendengaran juga

berkurang. Karena itu, ada baiknya mengistirahatkan telinga dari suara bising dan

mencari keheningan. Pendengaran yang terganggu biasanya ditandai dengan mudah

marah, pusing, mual, dan mudah lelah.

2.4. Pemeriksaan Pendengaran dan Alat Pemeriksaan

Dari pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar sampai

gendang telinga. Pemeriksaan dengan garpu tala (Rinne, Weber, dan Schwabach)

akan menunjukkan suatu keadaan tuli saraf: Tes Rinne menunjukkan hasil positif,

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


43

pemeriksaan Weber menunjukkan adanya lateralisasi ke arah telinga dengan

pendengaran yang lebih baik, sedangkan pemeriksaan schwabach memendek. Untuk

menilai ambang pendengaran, dilakukan pemeriksaan audiometri.

Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan

intensitas (pada axis vertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan

pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya diwajibkan memeriksa

nilai ambang pendengaran untuk frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000

Hz. Bila sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi maka dilakukan

pengukuran pada frekuensi 8000 Hz karena ini merupakan frekuensi kritis yang

menunjukkan adanya kemungkinan hubungan gangguan pendengaran dengan

pekerjaan; tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali membedakan apakah

gangguan pendengaran yang terjadi akibat kebisingan atau karena sebab yang lain

(CDK, 2004).

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan fa’al telinga dinamakan Audiometer.

Audiometer adalah suatu alat yang dapat menghasilkan suara bervariasi dalam

frekuensi 125–8.000 Hz dan intensitas 0-110 dB. Hasil tercatat dalam suatu

audiogram, dimana garis horizontal menggambarkan frekuensi, garis vertikal

menggambarkan intensitas. Dimana derajat ketulian/penyakit pada gangguan

pendengaran dapat diketahui.

Perawatan audiometer dikerjakan oleh petugas yang berkompeten, dimana

waktunya alat ini dilakukan kalibrasi dan bilamana perlu juga dilakukan service,

sehingga oleh pihak teknisi dari distributornya masih dinyatakan bahwa alat dalam

kondisi jalan baik, semua itu merupakan tanggung jawab petugas tersebut.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


44

Selain bertanggung jawab, menjaga dan merawat alat tersebut, petugas pun

harus dapat memahami, mampu dan menguasai cara pengoperasiannya, serta trampil

dan mampu menilai, apakah cara/prosedur pemeriksaan yang sedang dilakukan

tersebut sudah berlangsung dengan baik dan benar, sehingga apabila pelaksanaan

pemeriksaan yang sedang berlangsung belum baik atau masih salah, maka

pemeriksaan harus diulang. Benar tidaknya cara pelaksanaan pemeriksaan tersebut

sangat besar pengaruhnya atas hasil pemeriksaan yang diperoleh bagi setiap orang

yang sedang diperiksa.

Petugas pelaksana audiometric test harus seorang ahli yang mendapat

pengakuan formal (sertifikasi) untuk melakukan tugas tersebut, seperti audiologist,

otolaryngologist, atau teknisi-teknisi khusus bersertifkat. Audiometric test harus

dilaksanakan di tempat khusus yang sangat tenang, berventilasi dengan penerangan

yang memadai. Berdasarkan periode pelaksanaannya, proses evaluasi kesehatan

pendengaran pekerja dengan melibatkan audiometric test terbagi dalam tiga fase

(Tambunan, 2005), yaitu:

a. Pengujian dasar (baseline audiometric test)

Audiogram dasar (hasil baseline audiometric) tiap pekerja sedapat mungkin

diperoleh dalam kurun waktu tidak lebih dari 3 (tiga) bulan pertama sejak

pekerja di tempat dengan tingkat kebisingan ≥ 85 dB A atau 8 jam TWA.

Sebagai perbandingan, OSHA menggunakan waktu 6 (enam) bulan pertama.

Agar pengujian dasar ini efektif, sebelum pengujian dilakukan pekerja

sebaiknya tidak berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan ≥ 85 dB

A (8 jam TWA) paling tidak selama 14 jam.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


45

b. Pengujian tahunan (annual audiometric test)

Untuk mengetahui pengaruh tingkat kebisingan (pada/di atas level 85 dB A, 8

jam TWA) di tempat kerja pada pekerja, sekurang-kurangnya harus dihasilkan

sebuah audiogram tahunan untuk setiap pekerja.

c. Pengujian pascakerja (post-employment audiometric test)

Audiogram untuk tahap ini merupakan hasil pengujian audiometri terhadap

seorang pekerja pada saat tidak lagi bekerja (berhenti bekerja) untuk waktu

yang cukup lama atau permanen di tempat kerja dengan tingkat kebisingan ≥

85 dB A (8 jam TWA).

Penilaian untuk fa’al telinga

Alat audiometer mengacu pada OSHA, dapat mengukur kemampuan

pendengaran seseorang dengan menggunakan beberapa macam suara dengan 6

(enam) macam frekuensi yaitu frekuensi-frekuensi dari 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz,

4000 Hz, 6000 Hz dan 8000 Hz (Tambunan, 2005).

Batas pendengaran di ukur dalam desibel (dB) oleh ANSI 1969-ISO 1964

interpretasi audiogram (Barbara, 1996; Tambunan, 2005 & 2007) ;

a. Normal 0-25 dB, b. Tuli Ringan 26-40 dB,

c. Tuli Sedang 41-55 dB, d. Tuli Berat 56-70 dB,

e. Tuli Sangat Berat 70-90 dB f. Tuli Total >90 dB

Interpretasi nilai audiometri dalam desibel batas pendengaran menurut WHO (1992),

dibagi berdasarkan nilai ketulian dimana penampilan daya dengar kedua telinga ikut

dilihat, seperti terlihat pada tabel 2.6.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


46

Tabel. 2.6. Derajat Ketulian Menurut WHO-1992

Penampilan Nilai Ketulian Nilai Audiometri

Kedua telinga tidak dapat mendengar 5 Tuli sangat berat > 81 dB


kata yang diucapkan dua telinga

Dapat mendengar beberapa kata yang 4 Tuli berat dua telinga 61-80 dB
diteriakkan pada sisi telinga yang lebih
mendengar

Dapat mendengar kata-kata yang 3 Tuli sedang dua telinga 41-60 dB


diteriakkan dari jarak 3 m

Agak sulit mendengar, tapi biasanya 2 Tuli ringan dua telinga 26-40 dB
dapat mendengar kata-kata yang
diucapkan dengan kekerasan suara
yang normal

Ketulian hanya terjadi pada 1 (satu) 1 Tuli satu telinga Telinga yang sehat mempunyai
telinga nilai audiometri normal (< 25 dB)

Tidak ada masalah pendengaran 0 Normal Ke-2 telinga dengan nilai


audiometri yang normal (< 25 dB)
(Sumber: Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja, 2004)

Penyakit NIHL dapat dilihat melalui gradasi di bawah ini :

Gradasi Parameter
Normal Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6 m)
Sedang Kesulitan dalam percakapan sehari-hari (>1,5 m)
Menengah Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak >1,5 m
Berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak >1,5 m
Sangat Berat Kesulitan dalam percakapan keras /berteriak pada jarak <1,5 m
Tuli total Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi

Diagnosa ’Hearing Loss’ karena Pengaruh Kebisingan di Tempat Kerja

Menurut The American College of Occupational Medicine (Wald, 2002),

dasar/pedoman yang jelas dan mantap sebagai kriteria/landasan untuk menegakkan

diagnosa penyakit akibat kerja, konsep diagnosa NIHL sebagai berikut:

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


47

1. Adanya keluhan kemampuan mendengar makin berkurang

2. Hasil dari audiometri (fa’al telinga) minimal termasuk kriteria ’Hearing Loss

Sedang’ yaitu sudah diatas nilai 40 dBA untuk kedua telinga (kanan dan kiri)

3. Besar/kecilnya perubahan penurunan kemampuan mendengar (dBA) sesuai,

seimbang dan sejalan dengan tinggi rendahnya derajat kebisingan pada masing-

masing frequensi suara, yang tinggi pada lokasi penelitian. Dimana terdapat

derajat kebisingan yang tinggi pada beberapa frequensi, maka disitulah terjadi

penonjolan besar kecilnya kemampuan pendengaran yang tertinggi (terberat).

4. Perubahan pengaruh antara telinga kanan dan kiri terhadap kebisingan tentunya

harus seimbang. Sehingga grafik untuk telinga kiri dan kanan posisinya harus

sejajar. Karena pengaruh kebisingan berlaku untuk kedua telinga, sehingga grafik

untuk data-data telinga kanan dan kiri tentunya harus sejajar.

5. Tidak ada kondisi/faktor lain yang dapat memperberat kemampuan mendengar.

Untuk mendiagnosa seseorang menderita NIHL atau tidak, dengan melihat

terjadinya perubahan hearing threshold (ambang dengar) seseorang sebesar 10 dB

atau lebih (OSHA), 15 dB atau lebih (NIOSH) pada frekuensi 2000 Hz, 3000 Hz, dan

4000 Hz dalam pengujian audiometri sebagai dasar perubahan audiogram dasar

(baseline audiogram) (Tambunan, 2005).

Anamnesis seseorang pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising

dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya 5 tahun atau lebih. Pada pemeriksaan

otoskopik tidak ditemukan kelainan, dan pada pemeriksaan audiologik didapatkan;

pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi

antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang

patognomonik untuk jenis ketulian NIHL (Soetirto, 1990 dan Wald, 2002).

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


BAB 3

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Teori

Kerangka teori ini dibuat dalam bentuk bagan atau skema yang mengacu pada

landasan teori yang tertulis dalam Bab 2 berupa Tinjauan Pustaka. Dimana

didalamnya dijelaskan sumber, karakteristik, serta mekanisme dari variabel

dependen (intensitas kebisingan) yang dapat menimbulkan dampak NIHL pada

karyawan di bagian produksi.

Pencemaran lingkungan dapat diakibatkan oleh aktivitas manusia dan proses

alam yaitu berupa gangguan fisik/kimia, biologi dan sosekbud. Dimana salah satu

aspek pencemar fisik dari lingkungan yaitu kebisingan. Sumber kebisingan di tempat

kerja khususnya industri berasal dari mesin, vibrasi, serta pergerakan udara, gas, dan

cairan. Hal ini dapat mencemari lingkungan ambien (eksternal) dan indoor (internal).

Asal sumber dan sifat kebisingan berupa imfulsif, semi kontinyu dan kontinyu,

dimana NAB kebisingan yang dapat mengganggu kesehatan manusia disesuaikan

dengan TWA batasan 85 dB maximum bekerja 8 jam per hari. Efek yang dapat di

timbulkan akibat kebisingan yaitu efek auditory dan non audiotory, yang menyerang

syaraf pendengaran berupa gangguan fisik dan syaraf otak berupa gangguan

fisiologis dan psikologis.

48

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


49

Gangguan Fisik ;
OSHA-HCA (1981), Intensitas Syaraf  Gangguan Pendengaran
Alamiah Kebisingan disesuaikan dengan Pendengaran (Noise Induced Temporary
- Kebakaran Hutan TWA batasan 85 dB jika pajanan Threshold Shift (TTS) atau
- Gunung berapi terhadap faktor risiko lebih dari 8 Noise Induced Permanent
jam periode kerja dalam sehari. Threshold Shift (NIPTS)
- dll
NAB intensitas bising adalah 85 dB Efek terhadap  Tuli Akibat Bising (TAB)
Pencemar Fisik; dan waktu bekerja maksimum pendengaran (Auditory) atau Noise Induced Hearing
Kebisingan adalah 8 jam per hari (SNI, 2004). & Loss (NIHL)
Sumber Kebisingan di bukan pada pendengaran  Penurunan Pendengaran
Tempat Kerja (Industri); (Non-Auditory)  Hilang Pendengaran
a. Mesin Menurut Asal Sumber & Sifat Manusia;
b. Vibrasi Kebisingan;  Umur
c. Pressure-reducing - Imfulsif & Imfulsif berulang-  Sex
Pencemaran valve (pergerakan ulang  Intensitas & Frekwensi Kebisingan
Lingkungan; udara, gas, dan cairan) - Semi Kontinyu/intermittent  Lama Waktu Kerja Per Hari Syaraf Otak
 Fisik/Kimia (bising terputus-putus)  Masa Kerja/Tinggal
 Biologi - Kontinyu; spektrum luas &  Merokok
 Sosekbud sempit  Pemakaian APT
 Riwayat Penyakit
 Riwayat Keturunan
 Kardiovaskuler, DM, Cholesterol Gangguan Fisiologis ;
Tinggi, dan lain-lain  Stres
Aktivitas Manusia  Tekanan darah tinggi
 Transportasi Udara Ambien  Sakit kepala
1. Darat (mobil, motor, Gangguan Psikologis ;  Rasa tidak nyaman
&
kereta api, dll)  Gangguan emosional (mudah marah,
2. Udara (Pesawat terbang) Indoor
cepat lelah, mudah jengkel, bingung)
 Industri
 Gangguan gaya hidup (Gangguan
 Kegiatan Konstruksi tidur, hilang konsentrasi
 dll belajar/bekerja)

Bagan 3.1. Kerangka Teori Pengaruh Kebisingan terhadap Noise Induced Hearing Loss (NIHL) Karyawan PT. SCTI 2008 (UU RI 23/1997; Mukono, 2000; Nasri, 1997;
Wardhana, 2001; CDK, 2004; OSHA-HCI, 1981; SNI, 2004; Soetirto, 1990; Boillat, 1998; Barbara, 1996; Melnick, 1994; Achmadi, 1994; MNLH, 1996)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


50
3.2. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini dibuat berdasarkan dua variabel yaitu variabel

Independen dan Dependen. Selain dua variabel tersebut, variabel yang lain ikut

dicantumkan di dalam kerangka konsep di bawah ini, untuk variabel umur, masa kerja

dan intensitas kebisingan sudah kami inklusikan. Responden pada penelitian ini

meliputi karyawan yang bekerja di lokasi pabrik dengan intensitas kebisingan lebih

dari 85 dB dan kurang dari 85 dB, berumur kurang dari 40 tahun dan masa kerja

minimal lebih dari atau sama dengan 3,5 tahun .

Variable Dependen
Variable Independen  Noise Induced Hearing Loss
 Intensitas Kebisingan di (NIHL) pada Karyawan Bagian
Bagian Produksi PT. Produksi
SCTI

 Umur
 Sex
 Lama Waktu Kerja/hari
 Masa Kerja
 Merokok
 Pemakaian APT
 Riwayat Penyakit
 Riwayat Keturunan

Bagan 3.2. Kerangka Konsep Pengaruh Kebisingan terhadap Noise Induced Hearing Loss
(NIHL) Karyawan PT. SCTI 2008 yang merupakan ringkasan dari kerangka teori.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


51
3.3. Definisi Operasional

Skala Katagorik
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Satuan Cara Ukur
Ukur
Dependen:
Noise Induced Gangguan Audiometer Desibel Pengukuran Ordinal 0. Bukan
Hearing Loss pendengaran (tuli (dB) derajat NIHL
(NIHL) pada syaraf) yang bersifat ketulian/hearin 1. NIHL
Karyawan Pabrik sensorineural dari g loss pada
responden yang setiap
terjadi akibat terpapar responden
oleh bising yang dengan
cukup keras (>85 dB) memeriksa
selama 8 jam atau nilai ambang
lebih dalam sehari pendengaran
dalam jangka waktu pada nada
yang cukup lama murni dengan
biasanya diakibatkan frekuensi 500
oleh bising s/d 8000 Hz
lingkungan kerja. dan pada
frekuensi 4000
Hz sering
terdapat takik
(notch) yang
patognomonik
untuk jenis
ketulian NIHL
Independen:
Intensitas Ukuran tingginya Sound Level Desibel Pengukuran Rasio -
Kebisingan di bunyi/suara yang Meter (SLM) (dB) A kebisingan di
bagian produksi tidak dikehendaki & Noise lakukan dalam
& pada karyawan yang diterima oleh Dose Meter pabrik pada
bagian produksi responden dan dapat jarak lebih dari
PT. SCTI mengganggu atau 1 (satu) m dari
membahayakan sumber bising,
kesehatan (SNI, dengan durasi
2004) yang waktu satu
bersumber dari serie
lingkungan kerja pengukuran
responden. NAB bervariasi
intensitas bising antara 1-8 jam
adalah 85 dB kerja & interval
pengukuran 10-
15 menit
(keterangan
lengkap di
lampiran 1).
Hasil yang
didapat
disesuaikan
dengan SNI
2004

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


52

Skala Katagorik
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Satuan Cara Ukur
Ukur
Variabel lain ;
 Sex Jenis kelamin Kuesioner - Observasi Nominal Laki-laki
responden /Perempuan

 Lama waktu kerja Berapa lama responden Kuesioner Jam Wawancara Ordinal 0. ≤ 8 jam
Per Hari bekerja di lokasi yang & 1. > 8 jam
di jadikan penelitian Observasi
yang dihitung mulai
masuk kerja sampai
pulang.

 Merokok Responden yang Kuesioner - Wawancara Ordinal 0. Tidak


memiliki kebiasaan 1. Ya
merokok, minimal 1
batang per hari.

 Pemakaian Alat Responden yang Kuesioner - Wawancara Ordinal 0. Tidak


Pelindung Telinga memakai APT jenis apa 1. Ya
(APT) saja pada saat bekerja.

 Riwayat Penyakit Riwayat penyakit yang Kuesioner - Wawancara Ordinal 0. Tidak


pernah/ sedang diderita 1. Ya (bila
oleh responden (DM, pernah/sed
Hipertensi, Ginjal, ang
Cholesterol tinggi & menderita
Jantung) salah satu
penyakit)

 Riwayat Keturunan Riwayat anggota Kuesioner - Wawancara Ordinal 0. Tidak


keluarga responden 1. Ya
yang menderita
deafness atau hearing
loss (kurang
pendengaran atau tuli)

 Umur Lama hidup responden Kuesioner Tahun Wawancara Rasio -


yang dihitung dari
tanggal lahir sampai
saat diwawancarai
kurang dari 40 tahun.

 Masa Kerja Lama kerja responden Kuesioner Tahun Wawancara Interval -


yang dihitung dari
tanggal mulai masuk
kerja sampai saat
diwawancarai minimal
lebih dari atau sama
dengan 3,5 tahun

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Studi

Studi epidemiologi yang dipilih pada penelitian ini yaitu; epidemiologi

deskriptif dengan studi observasional. Jenis studi yang digunakan studi cross

sectional, sebagai unit analisisnya menggunakan individu.

Studi cross sectional (studi potong lintang) merupakan studi yang mengamati

paparan dan penyakit pada waktu kurang lebih bersamaan (non-directional). Dimana

studi potong lintang mencuplik sebuah sampel dari populasi dalam suatu waktu,

lantas memeriksa status paparan dan status penyakit pada titik waktu yang sama dari

masing-masing individu dalam sampel tersebut.

Studi kross seksional pada dasarnya adalah studi survei, karena yang

diperoleh pada penelitian ini pada suatu titik waktu, maka studi potong lintang ibarat

”memotret” (snap-shot) frekuensi penyakit paparan faktor penelitian, atau kedua-

duanya pada suatu populasi suatu saat. Konsekuensinya, data yang dihasilkan adalah

prevalensi, bukan insidens, karena itu studi potong lintang disebut juga ”studi

prevalen”, atau ”survei prevalensi” (Kleinbaum, 1982 pada Murti, 1997 & 2003;

Sastroasmoro, 2002).

Salah satu keuntungan dari studi kross seksional ini, studi tersebut lebih

representatif dalam mendeskripsikan karakteristik populasi dari pada jenis studi lain,

serta lebih efisien untuk merumuskan hipotesa baru. Tetapi studi ini lebih lemah

untuk pengujian hipotesa kausal jika dibandingkan dengan studi kohort dan kasus

53

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


54

kontrol, karena ketidakpastian sekuensi temporal paparan penyakit (Feinstein, 1978

pada Murti, 1997 & 2003).

4.2. Rancangan Sampel

4.2.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah karyawan PT. SCTI yang bekerja di bagian

produksi, dengan kriteria inklusi untuk populasi adalah karyawan yang berumur

kurang dari 40 tahun yang telah bekerja minimal lebih dari atau sama dengan 3,5

tahun.

4.2.2. Perhitungan Jumlah Sampel

Tabel 4.1. Penelitian Di Pabrik Tekstil Yang Pernah Dilakukan

Gangguan
Peneliti Tahun Industri ∑ Sampel Alat Ukur
Pendengaran
Ahmad Taha Pabrik Tekstil di
1994 20 NIHL 8 (40%) Audiometer
MD et al Kairo, Mesir
Dheni Yudhi Unit Weaving II
W (Skripsi) 2000 PT Argo Pantes 61 27 (44,3%) Kuesioner
Tbk Tangerang
Warman Unit AJI Dep.
(Skripsi) 2003 Weaving PT 75 55 (73,3%) Kuesioner
Unitex Bogor

Berdasarkan hasil penelitian diatas, diketahui prevalensi dari NIHL di pabrik

tekstil ± 40%. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam mencari jumlah sampel

minimal, dengan rumus besar sampel (Lemeshow, 1997) sebagai berikut :

Z 21-/2  P (1 - P)
n 
d2

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


55

Keterangan; Z1 – α /2 = Derajat Kepercayaan 95 % yaitu 1,96

P = Estimasi Proporsi (Prevalensi NIHL) 40%

d = Simpangan Mutlak 10%

1,96 2  0,40 (1 - 0,40)


n   92,2
0,12

Minimal sampel yang didapat berdasarkan hasil perhitungan diatas pada

penelitian ini yaitu 92,2 sampel, untuk menghindari terjadinya droup out maka dari

minimal sampel tersebut di tambahkan 10% sehingga sampel yang harus diambil

berjumlah 101 sampel, yang dibulatkan menjadi 105 responden.

4.2.3. Cara Pengambilan Sampel

Studi cross sectional ini menggunakan teknik Stratified Random Sampling

(SRS) pada populasi (Hasan, 2005), dimana caranya dari data yang ada diketahui

jumlah karyawan PT. SCTI 759 orang, terdiri dari 2 (dua) bagian; bagian produksi

dan kantor, dimana bagian produksi mencakup ruang Spinning 382 orang,

Sizing/Weaving 134 orang, dan Dyeing/Finishing 89 orang, selebihnya bagian kantor

yang terdiri dari bagian accounting, SDM/HRD (Human Resource Development),

PPIC (Planning Product Inventory Control), Utility, dan lain-lain yang berjumlah

154 orang. Dari 759 orang ini akan dijadikan sampel hanya karyawan yang bekerja

di bagian produksi berjumlah 605 orang, dari jumlah tersebut yang akan dijadikan

sampel hanya 105 orang. Untuk menentukan banyaknya sampel tiap stratum

(menggunakan metode sebanding), caranya; jumlah orang tiap stratum dibagi jumlah

total bagian produksi kemudian dikali jumlah sampel, seperti terlihat pada tabel 4.2.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


56

untuk pemilihan sampel pada tiap stratum dilakukan dengan menggunakan tabel

bilangan random/acak.

Tabel 4.2. Perhitungan Jumlah Sampel Tiap Stratum

∑ sampel/bagian
Stratum Bagian Jumlah (orang)
(orang)
I Spinning 382 67
II Weaving 134 23
III Dyeing 89 15

Jumlah 605 105

4.3. Pengumpulan Data

4.3.1. Cara Pengumpulan Variabel Independen

Data exposure didapat dengan cara mengukur intensitas kebisingan di lokasi

pabrik dengan menggunakan SLM dan tingkat pajanan pekerja digunakan Noise

Dose Meter, kedua alat tersebut milik Hiperkes DKI Jakarta (produksi Quest

Sumber
Technologies).
Titik Ukur

Titik Ukur Titik-titik pengukuran ditentukan


Ttk Ukur

Titik Ukur mulai dari titik sumber sampai ke work area,

dimana level kebisingan minimal 78 dBA.

Ambilah radius kelipatan ± 5 m dari sumber.

Sudut pengukuran kelipatan 60° dari sumber,

atau Membagi work area menjadi area bujur sangkar kelipatan 5x5 m. Pengukuran

dimulai dari titik sumber dan menjauh sampai akhir work area atau lokasi dengan

level kebisingan 78 dBA. Hasil yang di dapat, kemudian disesuaikan dengan SNI

2004.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


57

Untuk menjamin akurasi pengukuran telah dilakukan kalibrasi alat, baik

berupa kalibrasi biologik yang dilakukan setiap hari tehadap 2 atau 3 orang yang

diketahui mempunyai audiogram normal, maupun kalibrasi elektrik yang dilakukan

sekali setahun oleh laboratorium yang berkompeten. Pengukuran selain dilakukan

oleh peneliti sendiri, peneliti dibantu juga oleh teman-teman dari Hiperkes DKI

Jakarta yang berkompeten dalam pengukuran alat-alat lingkungan dan kesehatan.

Variabel data yang lain diambil dengan wawancara & observasi

menggunakan kuisioner berupa daftar pertanyaan lengkap mengenai identitas, status

kesehatan, masa kerja, lama waktu kerja per hari, kebiasaan merokok, riwayat

penyakit, riwayat keturunan, riwayat tempat tinggal, pengetahuan tentang

kebisingan, yang dilengkapi dengan definisi tiap pertanyaan.

4.3.2. Cara Pengumpulan Variabel Dependen

Data variabel dependen didapat dengan melakukan pengukuran derajat

ketulian menggunakan alat audiometer, hasil tercatat dalam suatu audiogram, dimana

garis horizontal menggambarkan frekuensi, garis vertikal menggambarkan intensitas.

Petugas pelaksana audiometric test, peneliti dibantu seorang ahli audiologist,

dan seorang teknisi khusus bersertifkat.

Prosedur Pemeriksaan Audiometri (Hiperkes, 2005), persyaratannya;

1. Tenaga kerja yang akan diperiksa, harus tidak terpapar kebisingan minimal 13

jam. Peralatan yang akan digunakan; Audiometer dan booth (ruang kedap suara

dengan back ground noise < 40 dB).

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


58

2. Berikan instruksi kepada yang diperiksa untuk menekan tombol respon setiap

mendengar nada. Pakai headphone pada telinga, yang berwarna merah pada

telinga kanan, biru pada telinga kiri.

3. Mulailah dengan telinga kanan pada frekwensi 500 Hz.Tekan tombol interrupter

mulai dari 0 dB dan tingkatkan secara bertahap dengan kelipatan tiap 5 dB,

lepaskan bila mendapat respon.

4. Turunkan 10 dB dan berikan nada rendah. Ulangi hingga tidak terdapat respon.

Tingkatkan 5 dB dan berikan nada rendah 3 kali, tingkatkan intensitas suara

terendah dengan 2 respon diambil sebagai ambang dengar.

5. Periksa frekwensi-frekwensi diatas 500 Hz dengan cara yang sama. Untuk telinga

kiri dilakukan prosedur yang sama, gunakan tombol yang biru.

6. Catat hasil pengukuran pada audio card, dan hubungkan titik-titik (diberi O untuk

telinga kanan, dan tanda X untuk telinga kiri) dan didapat grafik audiometri,

dimana batas normal tiap frekwensi 25 dB.

4.3.3. Persiapan Pengumpulan Data

Persiapan pengumpulan data pada penelitian ini tidak memerlukan rekrutmen,

training serta pengorganisasian karena data diambil oleh peneliti sendiri serta dibantu

oleh teman-teman peneliti yang sudah berpengalaman. Waktu untuk pengumpulan

data ± 2 bulan.

4.3.4. Validitas dan Reliabilitas

Sebelum dilakukan analisis data, sebaiknya dilakukan uji terhadap instrumen

yang digunakan dalam penelitian. Uji instrumen meliputi validitas yaitu suatu uji

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


59

untuk melihat ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data, dengan

melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dimana dikatakan valid bila

skor berkorelasi signifikan dengan skor total (r hitung > r tabel, Ho ditolak, artinya

variabel valid) dan uji reliabilitas yaitu untuk melihat ke-konsistenan hasil

pengukuran, dengan melakukan pengukuran hanya sekali kemudian hasilnya

dibandingkan dengan pertanyaan lain (r alpha > r tabel, pertanyaan reliabel).

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner yang berisi

pertanyaan tentang fakta dan informasi dari responden. Tiap pertanyaan dalam

kuesioner pada penelitian ini tidak diikut sertakan dalam uji validitas dan reliabilitas

karena masing-masing pertanyaan hanya mempertanyakan kenyataan riil dari

responden sendiri seperti umur, pendidikan, sex, status perkawinan dan lain-lain.

Selain pertanyaan tentang fakta ada juga pertanyaan yang mempertanyakan informasi

yang ingin peneliti dapat dari responden seperti lama waktu kerja per hari, kebiasaan

merokok, pemakaian APT, riwayat penyakit dan riwayat keturunan, yang

kesemuanya ini tidak dicari pembenarannya dengan diagnosa dokter terutama untuk

riwayat penyakit dan riwayat keturunan. Validitas memerlukan bukti-bukti relevan

untuk mengkonfirmasikan hasil pengukuran instrumen, bukti-bukti relevan sering

disebut standar emas (golden standard) (Murti, 1997 & 2003).

Walaupun tidak di lakukan uji validitas dan reliabilitas, peneliti melakukan

pretest terhadap kuesioner tersebut. Pretest diadakan untuk menyempurnakan

kuesioner, dengan melakukan pretest akan diketahui berbagai hal antara lain: apakah

pertanyaan tertentu perlu dihilangkan (mungkin tidak relevan untuk responden yang

diteliti), pertanyaan perlu ditambah, apakah tiap pertanyaan dapat dimengerti dengan

baik oleh responden, urutan pertanyaan perlu diubah, apakah pertanyaan yang

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


60

sensitif perlu diperlunak dengan mengubah bahasa, dan berapa lama wawancara

memakan waktu (Singarimbun, 1995).

4.3.5. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan penelitian

setelah pengumpulan data. Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang

benar, ada 4 (empat) tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui (Hastono,

2007);

a. Editing, yaitu pengecekan isian kuiesioner apakah jawaban yang ada sudah

lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.

b. Coding, yaitu merubah data bebentuk huruf menjadi data berbentuk

angka/bilangan.

c. Processing, yaitu meng-entry data dari kuesioner ke paket program komputer

(SPSS for Window).

d. Cleaning atau pembersihan data, yaitu pengecekan kembali data yang sudah di-

entry apakah ada kesalahan atau tidak, dengan cara; mendeteksi adanya missing

data (data yang hilang), mengetahui variasi data, dan mendeteksi adanya

ketidakkonsistensian data dengan menghubungkan dua variabel.

4.4. Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini menggunakan program analisis statistik yang

ada di FKM. Dimulai dari Analisis Univariat (Deskriptif), yang bertujuan untuk

menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, dimana dapat

mengetahui ukuran tengah (mean, median, modus), ukuran variasi (range, standar

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


61

deviasi) untuk data numerik serta ukuran persentase atau proporsi untuk data

katagorik.

Dilanjutkan dengan Analisis Bivariat dimana pengujian variabel independen

dan dependen dengan menggunakan uji-t (lihat tabel 4.3). Disamping uji-t, dilakukan

juga uji Chi Square untuk data dengan variabel katagorik dikotomi, tujuan ini

dilakukan untuk menguji perbedaan proporsi/persentase antara beberapa kelompok

data. Hasil uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya perbedaan

proporsi antara kelompok atau hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya hubungan

dua variabel katagorik.

Permodelan terakhir menggunakan Model Prediksi Regresi Logistik Ganda

Multivariat. Variabel-variabel independen meliputi; intensitas kebisingan di dalam

lokasi pabrik & pada karyawan, umur, masa kerja responden yang sudah di inklusi,

sex, lama pajanan per hari, kebiasaan merokok, riwayat penyakit dan riwayat

keturunan. Sedangkan variabel dependennya kejadian NIHL pada Karyawan PT.

SCTI bagian produksi.

Tabel. 4.3. Analisis Data Statistik

Variabel 1 Variabel 2 Jenis Uji


Bivariat:
 Intensitas Kebisingan di
Lokasi Pabrik PT. SCTI Numerik Vs Katagorik 2 klp (t-test)
 Umur
 Masa Kerja NIHL pada
 Sex Karyawan Bagian
 Lama pajanan per hari Produksi
 Merokok Katagorik Vs Katagorik
 Pemakaian APT (chi-square)
 Riwayat penyakit
 Riwayat keturunan
Multivariat: Katagorik (Var. Dependen) Vs
 Variabel Dependen: NIHL Vs Numerik/Katagorik,
 Var. Independen = Variabel 1 Uji Regresi Logistik Ganda Model
Prediksi.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


BAB 5

HASIL

5.1. Gambaran Umum Perusahaan PT. SCTI

5.1.1. Profil PT. Southern Cross Textile Industry (PT. SCTI)

PT. SCTI berdiri pada luas lahan ± 16 hektar pada tanggal 14 Desember 1972

di Jalan Raya Bogor km 26 Ciracas, Jakarta timur 13740 dan merupakan salah satu

bagian dari Trisula Corporation. PT. SCTI, PT. Trisula Textile Industry serta sebuah

perusahaan yang terletak di Cibaligo bergerak dalam bidang tekstil, selain itu Trisula

Corporation juga bergerak dalam bidang garmen dan penjualan.

Tahun 1970, Ciracas merupakan kawasan industri, tetapi saat ini statusnya

sudah berubah menjadi kawasan perumahan dan industri. Kendala yang dihadapi PT.

SCTI berhubungan dengan letak lokasi pabrik yang dekat dengan perumahan

penduduk antara lain kurangnya persediaan air untuk kebutuhan produksi dan di sisi

lain memiliki keuntungan yaitu tempat yang strategis, dipinggir jalan, dekat jalan tol

dan sangat mudah dalam menyerap tenaga kerja. Kantor pusat PT. SCTI terletak di

Delta Building Blok A No. 20-23 Jalan Suryo Pranoto No. 1 Jakarta 10160.

PT. SCTI pertama kali berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang

dikelola oleh empat perusahaan induk Jepang, yaitu : Jet Co International, Teijin

Limited, C. Itoh and Co Ltd, dan Toyo Menka Kaisha Limited. Sejak didirikan tahun

1972 sampai sekarang ada perluasan pabrik secara bertahap mulai dari kapasitas

produksi ± 500.000 yard per bulan sampai mencapai produksi ± 1.200.000 yard per

bulan. Tahapan pembangunan yang telah dilakukan PT. SCTI adalah: tahun 1972

62

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


63

membangun Departemen Weaving, Dyeing dan Utility; tahun 1973 membangun

Departemen Spinning, dan tahun 1974 membangun Departemen False Twisting.

Secara bertahap ada restorisasi atau penggantian mesin produksi pada tahun 1985.

Pada tahun 1985 terjadi perubahan status dari PMA menjadi perusahaan

swasta nasional yang bergerak dalam bidang usaha pertekstilan atau perusahaan

dengan fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan persetujuan

dan perizinan pemerintah yang tertera dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1967,

Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, dan surat Sekretaris Negara No. B 3492/ M.

Sesneg/ 11/ 85 pada tanggal 28 November 1985 hingga sekarang.

5.1.1.1. Visi, Misi, dan Tujuan

A. Visi

”Good Product and Good Service By Good Leader” maksudnya lebih

menekankan pada mutu dengan menghasilkan produk yang lebih baik daripada

yang diharapkan para pelanggan PT. SCTI, dimana telah merumuskan apa yang

diyakini dalam berusaha yaitu untuk menghasilkan produk-produk yang baik dan

pelayanan yang baik oleh pemimpin-peminpin yang baik.

B. Misi

Menjadi penyedia tekstil yang amat kompetitif baik lokal maupun ekspor dengan

memberikan pelayanan yang baik untuk memenuhi kepuasan pelanggan, serta

menjadi industri tekstil yang efisien dan berkontribusi terhadap pembangunan

nasional dengan terus memperbaiki standar mutu, dan memanfaatkan secara

efektif sumber-sumber yang ada seperti sumber daya manusia, bahan baku,

peralatan, modal, dan waktu yang tersedia.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


64

C. Tujuan

Menjadi industri tekstil tebesar di Indonesia, mengembangkan budaya

perusahaan yang mendorong manajemen yang mandiri, menjadi industri tekstil

nomor satu di Asia Tenggara dengan melakukan ekspansi pemasaran di luar Asia

Tenggara serta menembus pasar bebas dalam arus globalisasi sehingga dapat

membantu pertumbuhan ekonomi dalam negeri, mempertahankan eksistensi di

dunia pertekstilan, sumber daya manusia, peralatan maupun manajemen.

5.1.1.2. Struktur Organisasi

Saat ini PT. SCTI dipimpin oleh Lie K.T. sebagai direktur utama dan

beberapa warga negara Jepang sebagai dewan komisaris. Direktur utama memiliki

seorang sekretaris dan membawahi 3 (tiga) asisten direktur yaitu asisten direktur

marketing, produksi, dan supporting, dimana masing-masing asisten direktur

produksi membawahi beberapa manajer-manajer. Misalnya asisten direktur produksi

membawahi manajer rancang dan desain, spining, weaving, dyeing dan finishing.

5.1.1.3. Komposisi Karyawan

Komposisi karyawan PT. SCTI sampai dengan 1 Maret 2008 didistribusikan

menurut umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status karyawan, seperti

terlihat pada tabel 5.1. dan 5.2. Dari 917 karyawan, distribusi karyawan terbanyak

berumur 31-35 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan dengan tingkat pendidikan

tertinggi yaitu SMA atau sederajat, sedangkan status karyawan yang terbanyak yaitu

karyawan tetap.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


65

Tabel 5.1. Komposisi Karyawan PT. SCTI Menurut Umur, Jenis Kelamin
dan Tingkat Pendidikan

Jumlah Karyawan
Variabel
(n = 917)
Umur
<20 0
21 – 25 92
26 – 30 229
31 – 35 366
36 – 40 184
41 – 45 46
46 – 50 0
51 – 55 0
>55 0
Jenis Kelamin
Laki-Laki 642
Perempuan 275
Pendidikan
SD 0
SMP atau sederajatnya 60
SMA atau sederajatnya 714
Akademi 50
Universitas 83
Master 10
(Sumber: PT.SCTI)

Tabel 5.2. Komposisi Karyawan PT. SCTI Menurut Status

Jumlah Karyawan
Status
(n = 917)
Tenaga Tetap 677
Tenaga Kontrak 83
Tenaga Harian Sementara 83
Bagian Staff 50
Bagian Kantor 11
Bagian Manajemen 13
(Sumber: PT.SCTI)

Komposisi karyawan PT. SCTI terbanyak menurut Departemen yaitu di

Departemen Spinning, hal ini terlihat pada tabel 5.3. Departemen Spinning

merupakan proses awal dari suatu proses produksi tekstil, dimana proses di

Departemen tersebut membutuhkan waktu lebih banyak (± 1 bulan) dari lama proses

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


66

produksi yaitu selama 2 bulan. Hal ini menyebabkan karyawan yang dibutuhkan

akan lebih banyak bila dibandingkan dengan Departemen yang lain.

Tabel 5.3. Komposisi Karyawan PT. SCTI Menurut Departemen

No. Departemen Jumlah Karyawan


(n = 917)
1. Spining 377
2. Weaving 173
3. Dyeing 123
4. PPC 115
5. RND 12
6. Utility 36
7. Accounting 16
8. Sales 9
9. SDM – Umum 51
10. Staf Direksi 5
(Sumber: PT.SCTI)

5.1.1.4. Pengaturan Jam Kerja Karyawan

Sistem pengaturan jam kerja karyawan di PT. SCTI dikelompokkan dalam 2

kelompok yaitu shift dan non shift, hal ini seperti terlihat pada tabel 5.4. Dimana rata-

rata lama istirahatnya adalah 60 menit (1 jam).

Tabel 5.4. Sistem Pembagian Jam Kerja PT. SCTI Menurut 2(Dua) Kelompok

Hari Jam Kerja Waktu Istirahat Lama Istirahat


Non Shift
 Senin s/d kamis 08.00 – 17.00 12.00 – 13.00 60 Menit
 Jumat 08.00 – 17.00 11.30 – 12.30 60 Menit
Shift
I 06.00-14.00 10.15-11.15 60 menit
11.15-12.15 60 menit
 II 14.00-22.00 17.15-18.15 60 menit
18.15-19.15 60 menit
 III 22.00-06.00 02.00-03.00 60 menit
03.00-04.00 60 menit
Keterangan: Shift I; pagi, Shift II; siang dan Shift III; malam. (Sumber: PT.SCTI)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


67

5.1.2. Proses Produksi dan Produk yang dihasilkan

5.1.2.1. Bahan Baku

Dalam mambuat kain jadi, ada dua macam bahan dasar yang digunakan, yaitu:

1. Bahan dasar alami terdiri dari 65% polyester staple fiber berasal dari chip

minyak bumi, lebih di kenal dengan nama tetoron sebagai nama merk dagang dan

35% rayon (viscose) staple fiber berasal dari tumbuhan atau selulosa dengan

kapasitas ± 350.000 yard per bulan.

2. Bahan dasar polyester fabric 100% dengan kapasitas ± 250.000 yard per bulan.

Bahan dasar tersebut di kemas dalam karung dengan warna karung yang

berbeda-beda, perbedaan warna karung menunjukan identitas bahan dasar. Karung

berwarna kuning adalah tetoran Br (bright), sedangkan karung berwarna biri tua

adalah tetoran Sd (semidal). Karung berwarna coklat merupakan rayon Br dan

karung berwana biru muda merupakan rayon Sd. Bahan dasar tersebut disuplai dari

PT. Indo Bharat Rayon yang terletak di Purwakarta, Jawa Barat.

5.1.2.2. Proses Produksi

Lama proses produksi dari pembuatan benang hingga menghasilkan kain jadi

adalah dua bulan. Dengan rincian, satu setengah bulan merupakan lama proses

pembuatan benang hingga menghasilkan kain grey dan setengah bulan merupakan

lama dari mengolah kain grey menjadi yang siap untuk di jual. Proses produksi

terdiri dari 3 (tiga) tahapan pada 3 (tiga) bagian yaitu:

A. Spinning (Pemintalan)

Adalah berupa proses pembuatan benang menggunakan beberapa jenis fiber

alur proses spinning.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


68

B. Weaving (Penenunan)

Adalah proses dimana benang saling merajut dan mengikat sehingga

menghasilkan kain mentah (kain grey). Prinsip dasarnya menyilangkan antar

benang dengan menggunakan konstruksi tertentu. Pada weaving juga terdapat

2 (dua) step proses produksi yaitu pre-weaving yang menghasilkan produk

bersih dalam sehari yaitu 360 tan x 62,2 yds, dan weaving yang dihasilkan

produk bersih dalam sehari yaitu 310 tan x 62,5 yds.

C. Dyeing (Pewarnaan)

Adalah proses pencampuran warna pada kain yang dikembangkan dengan

teknik mutakhir untuk mendapatkan warna-warna yang solid dan serasi.

Proses produksi yang terdiri dari 3 (tiga) tahapan tersebut, alur proses

produksi lebih lengkapnya di tampilkan pada lampiran dari tesis ini.

5.1.2.3. Produk yang Dihasilkan

Perusahaan ini membuat berbagai macam jenis kain jadi dalam jumlah yang

relatif besar, mulai dari kain untuk membuat celana, kain sarung sampai dengan jenis

blue jeans. Merk dagang yang di pakai oleh perusahaan lebih kurang ada 100 merk

diantaranya ada merk Jobb, merk Catarina, merk Bellini, merk Osaka, merk Lea,

merk Yasuka dan lain-lain. Produk bersih yang dihasilkan dalam sehari yaitu 400 ton.

Selain kain, benang juga menjadi komoditi untuk dijual disamping sebagai bahan

baku untuk membuat kain. Benang yang di hasilkan 60% di pakai sebagai bahan

baku proses produksi selanjutnya dan 30% di jual.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


69

Untuk memasarkan hasil produksinya, PT. SCTI tidak mengadakan promosi

besar-besaran seperti industri perusahaan sejenisnya. Hal ini dikarenakan PT. SCTI

telah memiliki segmen pasar tertentu dan tetap menjadi jaminan bagi pemasaran

produk-produknya. Segmen pasarnya adalah:

1. Ekspor, hingga tahun 1998 meningkat menjadi 85% dari total penjualan kain.

Negara tujuan ekspor meliputi: Jepang, Timur Tengah, Amerika, Australia,

dan sebagian besar Benua Eropa.

2. Lokal, untuk benang jenis T/R dan benang jenis Texture Polyester dengan

tujuan langsung ke distributor pasar di Jakarta.

3. Perusahaan Garmen Lokal, sekitar 15% dari total penjualan kain yang

menggunakan hasil produk PT. SCTI sebagai bahan bakunya, antara lain:

Perusahaan Garmen Nusantara Cemerlang, Perusahaan Trimus, Perusahaan

Tridharma Andhika, dan Perusahaan Saimoda Garmindo Indonesia

5.1.3. Sarana dan Prasarana

Untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan PT. SCTI menyediakan sarana

dan fasilitas berupa:

1. Poliklinik, tenaga medis disediakan oleh yayasan terdiri dari 3 orang dokter

dan 2 orang perawat. Hari kerja dari senin sampai sabtu dengan waktu kerja

jam 09.00 sampai 15.00. Poliklinik bekerja sama dengan Klinik setempat

yaitu Klinik Sejahtera dan Rumah Sakit Polri Jakarta sebagai rujukan.

2. Kantin yang buka selama 24 jam, perusahaan tidak menyediakan makanan

bagi karyawan tapi hanya diberikan uang makan, hal ini dikarenakan

sebagian besar karyawannya berdomisili dekat dengan lokasi pabrik.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


70

Karyawan diberi kemudahan dalam pembayaranya, karena diperbolehkan

membayar jika sudah mendapat gaji dengan cara dipotong sesuai catatan

tunggakannya.

3. Sarana Olahraga, yaitu lapangan sepak bola dan bulu tangkis.

4. Sarana Keagamaan, yaitu Masjid Al Muttaqien .

5. Koperasi Karyawan, dikelola oleh 2 orang karyawan, dengan hari kerja dari

senin sampai sabtu dan waktu kerja jam 08.00-17.00.

6. Fasilitas Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang disediakan diantaranya: Alat

Pelindung Diri, Safety Sign, alat Pemadam Api Ringan dan lain-lain.

5.2. Hasil Penelitian

5.2.1. Distribusi Rata-Rata dan Frekuensi Responden

5.2.1.1. Distribusi Pengukuran Intensitas Kebisingan Per Lokasi Kerja

Distribusi hasil pengukuran intensitas kebisingan di PT. SCTI yang diukur

per Departemen/lokasi kerja dari responden, ditampilkan pada tabel 5.5. Dari tabel

tersebut terlihat, intensitas kebisingan yang paling tinggi terdapat pada lokasi Ring

Spinning di Departemen Spinning yaitu 98,4 dB. Responden yang bekerja pada

lokasi tersebut juga merupakan yang terbanyak dari semua lokasi pada setiap

Departemen yaitu berjumlah 16 orang. Ring Spinning merupakan proses untuk

pembuatan benang tunggal, penentuan nomor benang, dan pemberian antihan.

Jumlah mesin yang ada di lokasi ini lebih banyak bila dibandingkan dengan lokasi

lain di Departemen Spinning yaitu 73 set mesin. Tabel tersebut menunjukkan,

responden yang berada pada lokasi Ring Spinning di Departemen Spinning

mempunyai risiko lebih besar untuk terganggu kesehatan pendengarannya bila

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


71

dibandingkan dengan responden yang berada pada lokasi lain, karena intensitas

kebisingan pada lokasi tersebut telah melebihi NAB menurut OSHA dan

ACGIH/SNI (90 dB dan 85 dB untuk 8 jam kerja per hari).

Tabel 5.5. Distribusi Intensitas Kebisingan di PT. SCTI Tahun 2008

Rata-rata Jumlah Responden


Departemen/Lokasi
Intensitas Kebisingan (dB A) Per Lokasi
Spinning
 Blowing 89,8 8
 Carding 88,6 3
 Drawing 97,3 0
 Roving/Speed Frame 97,1 6
 Ring Spinning 98,4 16
 Winding 96,0 8
 Twisting 96,6 4
 Office 86,2 2
 Lain-lain 93,4 21
Weaving
 Weaving 96,0 12
 Office 81,7 2
 Lain-lain 85,3 9
Dyeing
 Produksi 82,4 8
 Office 78,2 7

5.2.1.2. Distribusi Pengukuran Intensitas Kebisingan pada Responden

Pengukuran pajanan intensitas kebisingan pada responden dengan

menggunakan Dosimeter dapat dilihat pada grafik 5.1. Pengukuran pajanan tersebut

hanya dilakukan pada 4 orang responden (yang mewakili) dari 105 total responden.

Grafik 5.1. (A) di Departemen Weaving untuk responden yang bekerja pada

pagi hari, rata-rata pajanan intensitas kebisingan yang responden terima telah

melebihi NAB yaitu 96 dB (85 dB menurut ACGIH/SNI dan 90 dB menurut OSHA

untuk 8 jam kerja per hari). Grafik tersebut memperlihatkan rata-rata pajanan per

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


72

hari responden terima yaitu 1,5 s/d 3,5 jam terus-menerus. Hasil ini belum melebihi

NAB untuk lama pajanan per hari 1,5 s/d 3,5 jam yaitu menurut ACGIH/SNI 88,0

s/d 92,5 dB. Sedangkan menurut OSHA telah melebihi NAB yaitu 96 s/d 100 dB

untuk lama pajanan per hari 1,5 s/d 3,5 jam.

Rata-rata pajanan intensitas kebisingan untuk responden yang bekerja pada

pagi, siang dan malam hari di Departemen Spinning (grafik 5.1.B, C, dan D)

diperoleh, rata-rata intensitas kebisingan yang responden terima telah melebihi NAB

yaitu 96 dB (85 dB menurut ACGIH/SNI dan 90 dB menurut OSHA untuk 8 jam

kerja per hari). Pajanan yang diterima oleh responden per hari dengan bekerja di

pagi hari pada Departemen Spinning rata-ratanya yaitu 3,5 jam terus-menerus (grafik

5.1.D), dimana hal ini telah melebihi NAB untuk lama pajanan per hari 3,5 jam baik

menurut OSHA: 96 dB maupun ACGIH/SNI: 88 dB.

Untuk responden yang bekerja pada malam hari di Departemen Spinning

(grafik 5.1. C), rata-rata pajanan per hari responden terima yaitu 10 menit s/d 1 jam

terus-menerus. Hal ini belum melebihi NAB untuk lama pajanan per hari 10 menit

s/d 1 jam yaitu menurut OSHA 100 dB sedangkan menurut ACGIH/SNI 94-100 dB.

Rata-rata pajanan per hari responden terima pada siang hari di Departemen

Spinning (grafik 5.1. B) yaitu 1 s/d 2,5 jam terus-menerus. Hasil ini telah melebihi

NAB untuk lama pajanan per hari 1 s/d 2,5 jam yaitu menurut ACGIH/SNI 89,5 s/d

94,0 dB. Sedangkan menurut OSHA tidak melebihi NAB yaitu 98,5 s/d 100 dB

untuk lama pajanan per hari 1 s/d 2,5 jam.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


73

A. B.
120.0
120.0

100.0
100.0

80.0 80.0
dB (A)

dB (A)
60.0 60.0

40.0 40.0

20.0 20.0

0.0 0.0

13:30:00
14:13:00

14:37:00
15:00:00

15:23:00
15:46:00

16:09:00

16:32:00
16:55:00

17:18:00
17:41:00

18:04:00
18:27:00

18:50:00

19:13:00
19:36:00
8:03:00
8:25:00
8:47:00
9:09:00
9:31:00
9:53:00
10:15:00
10:37:00
10:59:00
11:21:00
11:43:00
12:05:00
12:27:00
12:49:00
13:12:00
13:34:00
Waktu (25 April 2008, Pagi hari di Bagian Weaving) Waktu (25 April 2008, Siang hari di Bagian Spinning)

C. D.
120.0 120.0

100.0 100.0

80.0 80.0
dB (A)
dB (A)

60.0 60.0

40.0 40.0

20.0 20.0

0.0 0.0

12:03:00 PM
8:03:00 AM
8:19:00 AM
8:35:00 AM
8:51:00 AM
9:07:00 AM

9:23:00 AM
9:39:00 AM
9:55:00 AM
10:11:00 AM
10:27:00 AM
10:43:00 AM

10:59:00 AM
11:15:00 AM
11:31:00 AM

11:47:00 AM
20:03:00 PM
20:19:00
20:35:00
20:51:00

21:07:00
21:23:00
21:39:00
21:55:00
22:11:00

22:27:00
22:43:00

22:59:00
23:15:00

23:31:00

23:47:00
0:03:00

Waktu (25 April 2008, Malam hari di Bagian Spinning) Waktu (26 April 2008, Pagi hari di Bagian Spinning)

Grafik 5.1. Pajanan Intensitas Kebisingan Responden pada 2 (dua) Departemen


di PT. SCTI Tahun 2008

5.2.1.3. Distribusi Variabel Umur, Masa Kerja dan Intensitas Kebisingan

Bentuk distribusi suatu data dapat diketahui dari grafik histogram dan kurve

normalnya, perbandingan nilai skewness dan standar error, nilai p Kolmogorov-

Smirnov, Stem-and-Leaf Plot, Q-Q plot baik garis diagonal maupun horizontal, serta

bentuk bar dengan garis tengah didalamnya.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


74

Grafik 5.2 memperlihatkan, tampilan grafik histogram variabel umur

berbentuk bel shape, berarti variabel umur berdistribusi normal. Umur responden

pada awalnya berdistribusi tidak normal dengan sampel awal berjumlah 106

responden, selanjutnya data umur tersebut dibuat normal dengan cara variabel umur

dibuat dalam nilai log 10 maupun In (Kirkwood, 2003). Kemudian dilakukan uji

kenormalan data, setelah diuji ternyata variabel umur masih tidak dapat dibuat

normal. Langkah selanjutnya, dilihat apakah ada nilai ekstrim pada variabel umur

dan bila ada, nilai ekstrim tersebut di hilangkan yaitu dengan cara mengeluarkan

responden yang memiliki nilai ekstrim (syaratnya tidak mengganggu jumlah minimal

sampel). Setelah dikeluarkan 1 (satu) responden dan tidak mengganggu jumlah

sampel minimal, akhirnya variabel umur dapat berdistribusi normal dengan jumlah

sampel menjadi 105 responden.

Uji kenormalan data yang lain dari variabel umur dapat juga dilihat dari

perbandingan nilai skewness dan standar error (tabel 5.6), didapatkan: 0,466/0,236 =

1,97 (distribusi normal bila hasil perbandingan tersebut ≤ 2). Dari hasil perbandingan

tersebut terlihat hasilnya < 2, sehingga data tersebut disimpulkan berdistribusi

normal. Uji kenormalan data pada variabel umur, nilai p Kolmogorov- Smirnov

terlihat nilai p nya < 0,05, ini berarti distribusi variabel umur tidak normal. Dari ke-3

uji kenormalan data yang diambil, ada 2 uji yang berdistribusi normal, ini berarti

nilai tengah yang digunakan untuk hasil analisis ini adalah nilai Mean.

Hasil analisis seperti terlihat pada tabel 5.6. didapatkan rata-rata umur

responden adalah 34,08 tahun (95% CI: 33,40-34,75), dengan stándar deviasi 3,49

tahun. Umur termuda 26 tahun dan tertua 39 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


75

disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata umur responden adalah diantara 33,40

sampai dengan 34,75 tahun.

Tampilan grafik histogram dari variabel masa kerja juga berbentuk bel shape,

berarti variabel masa kerja berdistribusi normal. Uji kenormalan data yang lain

dilihat dari perbandingan nilai skewness dan standar error (tabel 5.6), didapatkan:

0,055/0,236 = 0,23 (distribusi normal bila hasil perbandingan tersebut ≤ 2). Dari

hasil perbandingan tersebut terlihat hasilnya < 2, sehingga data tersebut disimpulkan

berdistribusi normal. Uji kenormalan data pada variabel masa kerja, nilai p

Kolmogorov- Smirnov terlihat nilai p nya > 0,05, ini berarti distribusi variabel umur

normal. Dari ke-3 uji kenormalan data yang diambil, semuanya berdistribusi normal,

berarti nilai tengah yang digunakan untuk hasil analisis ini adalah nilai Mean.

Dari tabel 5.6, hasil analisis didapatkan rata-rata masa kerja responden

adalah 12,67 tahun (95% CI: 11,98-13,35), dengan stándar deviasi 3,53 tahun. Masa

kerja minimal 3,5 tahun dan maksimal 21,0 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat

disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata masa kerja responden adalah diantara

11,98 sampai dengan 13,35 tahun.

Bentuk grafik 5.2 untuk variabel intensitas kebisingan terlihat, tampilan

grafik histogram tidak berbentuk bel shape, berarti variabel intensitas kebisingan

berdistribusi tidak normal. Data intensitas kebisingan tersebut dapat dibuat normal

dengan cara variabel intensitas kebisingan dibuat dalam nilai log 10 maupun In.

Kemudian dilakukan uji kenormalan data, setelah diuji ternyata variabel intensitas

kebisingan masih tidak dapat dibuat normal. Selanjutnya dilihat apakah ada nilai

ekstrim pada variabel intensitas kebisingan dan bila ada, nilai ekstrim tersebut di

hilangkan dengan cara mengeluarkan responden yang memiliki nilai ekstrim tersebut

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


76

dari sampel kita (syaratnya tidak mengganggu jumlah minimal sampel). Responden

dikeluarkan satu persatu, setelah mengeluarkan 5 (lima) responden yang memiliki

nilai ekstrim, uji dihentikan karena mengganggu jumlah minimal sampel, dan

ternyata variabel intensitas kebisingan tidak juga bisa dibuat normal, akhirnya data

variabel intensitas kebisingan tetap memakai data awal.

Uji kenormalan data yang lain dari perbandingan nilai skewness dan standar

error (tabel 5.6), didapatkan: 0,927/0,236 = 3,93 (distribusi normal bila hasil

perbandingan tersebut ≤ 2). Berdasarkan hasil perbandingan ke-2 nilai tersebut

diperoleh hasilnya > 2, ini berarti intensitas kebisingan di lingkungan kerja

responden yang diukur selama 8 jam berdistribusi tidak normal. Uji kenormalan data

pada variabel intensitas kebisingan, nilai p Kolmogorov- Smirnov terlihat nilai p nya

< 0,05, ini berarti distribusi variabel umur tidak normal. Dari ke-3 uji kenormalan

data yang diambil, semuanya berdistribusi tidak normal, sehingga nilai tengah yang

digunakan untuk hasil analisis ini adalah nilai median.

Hasil analisis (tabel 5.6) didapatkan, rata-rata intensitas kebisingan adalah

96,0 dB (95% CI: 90,90-93,34), dengan stándar deviasi 6,29 dB. Intensitas terendah

78,2 dB dan tertinggi 98,4 dB. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa

95% diyakini rata-rata intensitas kebisingan di lingkungan kerja responden adalah

antara 90,90 dB sampai dengan 93,34 dB.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


77

Histogram Histogram

20 25

20
15
Frequency

Frequency
15

10

10

5
5

Mean =34.08 Mean =12.67


Std. Dev. =3.485 Std. Dev. =3.526
N =105 N =105
0 0
26 28 30 32 34 36 38 40 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0
umur responden saat wawancara masa kerja responden

Histogram

20

15
Frequency

10

Mean =92.12
Std. Dev. =6.293
N =105
0
75.0 80.0 85.0 90.0 95.0 100.0
intensitas kebisingan di tempat kerja

Grafik 5.2. Distribusi Umur, Masa Kerja Responden dan Intensitas Kebisingan
di PT. SCTI Tahun 2008

Tabel 5.6. Distribusi Responden Menurut Umur, Masa Kerja dan Intensitas
Kebisingan di PT. SCTI Tahun 2008

Nilai Skewness
Rata- Minimal- p Kolmogorov-
Variabel SD 95% CI dan Standard
rata Maksimal Smirnov
Error
Umur 34,08 3,485 26-39 33,40-34,75 0,000 0,466 & 0,236
Masa Kerja 12,667 3,5258 3,5-21,0 11,984-13,349 0,200 0,055 & 0,236
Intensitas Kebisingan 96.0 6,2934 78,2-98,4 90,899-93,335 0,000 0,927 & 0,236

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


78

5.2.1.4. Distribusi Frekuensi Variabel Independen dan Dependen

Dari tabel 5.7 terlihat, hasil analisis distribusi frekuensi dari 105 responden

didapatkan, distribusi jenis kelamin, lama waktu kerja per hari, pemakaian APT,

riwayat penyakit, riwayat keturunan, intensitas kebisingan di lingkungan kerja dalam

2 (dua) kelompok, hasil audiometri dan NIHL responden tidak merata, kecuali

distribusi kebiasaan merokok responden hampir merata.

Paling banyak responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 96 orang (91,4%)

sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan hanya 9 orang (8,6%). Lama

waktu kerja per hari responden paling banyak dengan waktu kerja per hari ≤ 8 jam

yaitu 73 orang (69,5%) sedangkan untuk waktu kerja per hari > 8 jam ada 32 orang

(30,5%). Pemakaian APT, responden paling banyak tidak memakai APT yaitu 93

orang (88,6%) sedangkan yang memakai APT ada 12 orang (11,4%).

Kebiasaan merokok, paling banyak responden memiliki kebiasaan merokok

yaitu 55 orang (52,4%) sedangkan yang tidak merokok ada 50 orang (47,6%).

Riwayat penyakit, responden paling banyak tidak memiliki riwayat penyakit yaitu 93

orang (88,6%) sedangkan yang memiliki riwayat penyakit ada 12 orang (11,4%).

Riwayat keturunan menderita kurang pendengaran atau ketulian, paling banyak

responden tidak memiliki riwayat keturunan yaitu 99 orang (94,3%) sedangkan yang

memiliki riwayat keturunan hanya ada 6 orang (5,7%).

Intensitas kebisingan di lingkungan kerja paling banyak ≥ 90 dB yaitu pada

lokasi kerja 68 orang (64,8%) sedangkan untuk intensitas kebisingan < 90 dB ada

pada lokasi kerja 37 orang (35,2%). Hasil audiometri, paling banyak responden

dengan hasil audiometrinya normal yaitu 61 orang (58,1%) sedangkan untuk hasil

audiometri Tuli Konduktif dan NIHL masing-masing 21 orang (20%) dan 23 orang

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


79

(21,9%). Menderita NIHL, paling banyak responden tidak menderita NIHL yaitu 82

orang (78,1%) sedangkan yang menderita NIHL ada 23 orang (21,9%).

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Variabel Independen dan Dependen di PT. SCTI
Tahun 2008

Variabel Frekuensi (n = 105) Persentase

Jenis Kelamin
 Laki-laki 96 91,4
 Perempuan 9 8,6
Lama Waktu Kerja Per Hari
 ≤ 8 jam 73 69,5
 > 8 jam 32 30,5
Alat Pelindung Telinga (APT)
 Ya 12 11,4
 Tidak 93 88,6
Merokok
 Ya 55 52,4
 Tidak 50 47,6
Riwayat Penyakit
 Ya 12 11,4
 Tidak 93 88,6
Riwayat Keturunan
 Ya 6 5,7
 Tidak 99 94,3
Intensitas Kebisingan dalam 2
(dua) Kelompok
 < 85 dB  22 21,0
 ≥ 85 dB 83 79,0
Hasil Audiometri
 Normal 61 58,1
 Tuli Konduktif 21 20,0
 NIHL 23 21,9
Menderita NIHL
 Ya 23 21,9
 Tidak 82 78,1

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


80

5.2.1.5. Distribusi Frekuensi Variabel Pendukung

Dari tabel 5.8. terlihat, hasil analisis menunjukkan distribusi masing-masing

variabel antara lain: status karyawan, tingkat pendidikan, bagian/lokasi kerja, riwayat

tempat tinggal, pengetahuan kebisingan, gangguan kesehatan, dan riwayat pekerjaan

responden tidak merata.

Pada status karyawan, paling banyak responden dengan status karyawan tetap

berjumlah 99 orang (94,3%) sedangkan responden dengan status karyawan kontrak

hanya ada 6 orang (5,7%). Tingkat pendidikan, paling banyak responden

berpendidikan SMA yaitu 86 orang (81,9%) sedangkan untuk pendidikan SD, SMP

dan PT masing-masing 1 orang (1,0%), 15 orang (14,3%) dan 3 orang (2,9%).

Bagian/lokasi kerja, paling banyak responden di bagian/lokasi kerja Spinning yaitu

68 orang (64,8%) sedangkan untuk bagian/lokasi kerja Weaving dan Dyeing masing-

masing 23 orang (21,9%), dan 14 orang (13,3%). Riwayat tempat tinggal, responden

paling banyak bertempat tinggal jauh dari kebisingan berjumlah 69 orang (65,7%)

sedangkan responden yang dekat dari kebisingan ada 36 orang (34,3%).

Pengetahuan kebisingan, responden paling banyak memiliki pengetahuan

kebisingan berjumlah 88 orang (83,8%) sedangkan responden yang tidak memiliki

pengetahuan kebisingan ada 17 orang (16,2%). Gangguan kesehatan, responden

paling banyak memiliki gangguan kesehatan berjumlah 92 orang (87,6%) sedangkan

responden yang tidak memiliki gangguan kesehatan ada 13 orang (12,4%). Riwayat

pekerjaan, paling banyak responden yang tidak memiliki riwayat pekerjaan

berjumlah 79 orang (74,2%) sedangkan responden yang memiliki riwayat pekerjaan

ada 26 orang (24,8 %).

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


81

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Variabel Pendukung di PT. SCTI Tahun 2008

Variabel Frekuensi (n = 105) Persentase

Status Karyawan
 Karyawan Kontrak 6 5,7
 Karyawan Tetap 99 94,3
Tingkat Pendidikan
 SD  1 1,0
 SMP 15 14,3
 SMA 86 81,9
 PT 3 2,9
Bagian/Lokasi Kerja
 Spinning 68 64,8
 Weaving 23 21,9
 Dyeing 14 13,3
Riwayat Tempat Tinggal
 Jauh dari Kebisingan 69 65,7
 Dekat dari Kebisingan 36 34,3
Pengetahuan Kebisingan
 Ya 88 83,8
 Tidak 17 16,2
Gangguan Kesehatan
 Ya 92 87,6
 Tidak 13 12,4
Riwayat Pekerjaan
 Ya 26 24,8
 Tidak 79 75,2

5.2.2. Analisis Hubungan

5.2.2.1. Hubungan Variabel Umur dan Masa Kerja dengan NIHL

Variabel umur dan masa kerja merupakan data numerik, data tersebut akan di

analisa hubungannya dengan variabel NIHL yang berupa data katagorik. Untuk

melihat hubungan dari 2 (dua) variabel dengan jenis data berupa numerik dan

katagorik jenis uji yang kita gunakan adalah uji-t.

Dari tabel 5.9, hasil uji-t pertama didapatkan, rata-rata umur responden yang

menderita NIHL adalah 34,91 tahun dengan standar deviasi 2,97 tahun, sedangkan

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


82

responden yang tidak menderita NIHL rata-rata umurnya adalah 33,84 tahun dengan

standar deviasi 3,60 tahun. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,194, berarti pada

alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan umur responden antara yang

menderita NIHL dengan yang tidak menderita NIHL.

Grafik 5.3 memperlihatkan secara jelas adanya peningkatan yang tidak linear

antara kejadian NIHL dengan peningkatan umur, diawali peningkatan yang tajam,

kemudian landai.

Hasil uji-t untuk masa kerja didapatkan, rata-rata masa kerja responden yang

menderita NIHL adalah 13,11 tahun dengan standar deviasi 3,06 tahun, sedangkan

responden yang tidak menderita NIHL rata-rata masa kerjanya adalah 12,54 tahun

dengan standar deviasi 3,65 tahun. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,499,

berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan masa kerja

responden antara yang menderita NIHL dengan yang tidak menderita NIHL.

Proporsi kejadian NIHL dan lamanya masa kerja memperlihatkan secara jelas

adanya peningkatan yang tidak linear dan penurunan yang tajam antara NIHL dengan

lamanya masa kerja (grafik 5.3), diawali peningkatan yang tajam, kemudian agak

menurun, naik lagi secara tajam dan akhirnya menurut secara tajam.

Hasil uji-t untuk intensitas kebisingan didapatkan, rata-rata intensitas

kebisingan di lingkungan kerja responden yang menyebabkan NIHL adalah 94,49

dB dengan standar deviasi 5,05 dB, sedangkan yang tidak menyebabkan NIHL rata-

rata intensitas kebisingannya adalah 91,45 dB dengan standar deviasi 6,47 dB. Hasil

uji statistik didapatkan nilai p = 0,021, berarti pada alpha 5% terlihat ada perbedaan

yang signifikan intensitas kebisingan di lingkungan kerja antara intensitas kebisingan

yang menyebabkan NIHL dengan yang tidak menyebabkan NIHL.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


83

Tampilan grafik 5.3 untuk proporsi kejadian NIHL dan intensitas kebisingan

memperlihatkan secara jelas adanya peningkatan fluktuasi antara NIHL dengan

peningkatan intensitas kebisingan, diawali peningkatan yang landai kemudian

meningkat tajam pada intensitas kebisingan 92,1-94,0 dB dan penurunan yang tajam

serta akhirnya landai kembali.

0.30 0.40

0.35
0.25
Proporsi Kejadian NIHL

Proporsi Kejadian NIHL


0.30
0.20
0.25
0.15 0.20

0.15
0.10
0.10
0.05
0.05
0.00 0.00
25-27 28-30 31-33 34-36 37-39 3.0-5.0 6.0-8.0 9.0-11.0 12.0-14.0 15.0-17.0 18.0-20.0 21.0-23.0
Umur Masa Kerja

1.20
Proporsi Kejadian NIHL

1.00

0.80

0.60

0.40

0.20

0.00
.0

.0

.0

.0

.0

.0

.0

.0

.0

.0

0
0.
80

82

84

86

88

90

92

94

96

98

10
.1-

.1-

.1-

.1-

.1-

.1-

.1-

.1-

.1-

.1-

.1-
78

80

82

84

86

88

90

92

94

96

98

Intensitas Kebisingan

Grafik 5.3. Distribusi Responden Menurut Umur, Masa Kerja dan Intensitas
Kebisingan dengan Proporsi Kejadian NIHL di PT. SCTI Tahun 2008

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


84

Tabel 5.9. Distribusi Rata-Rata Umur dan Masa Kerja Responden Menurut NIHL
di PT. SCTI Tahun 2008

∑ NIHL Mean SD SE
Variabel Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak p value
Ya Tidak
NIHL NIHL NIHL NIHL NIHL NIHL
Umur 34,910 33,840 2,9680 3,599 0,6190 0,3970 0,194
Masa Kerja 23 82 13,109 12,543 3,0598 3,6533 0,6380 0,4034 0,499
Intensitas Kebisingan 94,487 91,452 5,0528 6,4713 1,0536 0,7146 0,021

5.2.2.2. Hubungan Variabel Jenis Kelamin, Lama Waktu Kerja Per Hari,
Memakai APT, Merokok, Riwayat Penyakit, Riwayat Keturunan
dengan NIHL

Untuk melihat hubungan dari 2 (dua) variabel dengan jenis data berupa

katagorik dan katagorik, jenis uji yang kita gunakan adalah uji Chi-square

Tabel 5. 10, hasil uji Chi-square menunjukkan hubungan antara jenis kelamin

dengan NIHL diperoleh sebanyak 23 (24%) responden laki-laki menderita NIHL,

sedangkan diantara perempuan tidak ada (0%) yang menderita NIHL. Hasil uji

statistik didapatkan nilai p = 0,098 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan

proporsi NIHL antara responden laki-laki dengan perempuan (tidak ada hubungan

yang signifikan antara jenis kelamin dengan NIHL).

Hubungan antara lama waktu kerja per hari dengan NIHL diperoleh

sebanyak 10 (31,3%) responden dengan waktu kerja > 8 jam menderita NIHL,

sedangkan diantara waktu kerja per hari ≤ 8 jam ada 13 (17,8%) responden yang

menderita NIHL. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,102 maka dapat

disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi NIHL antara lama waktu kerja per hari > 8

jam dengan ≤ 8 jam.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


85

Hasil analisis variabel pemakaian APT menunjukkan, hubungan antara

pemakaian APT dengan NIHL diperoleh sebanyak 22 (23,7%) responden yang tidak

memakai APT menderita NIHL, sedangkan diantara yang memakai APT ada 1

(8,3%) responden yang menderita NIHL. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,207

maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara memakai APT

dengan NIHL.

Hubungan antara merokok dengan NIHL diperoleh sebanyak 16 (29,1%)

responden yang merokok menderita NIHL, sedangkan diantara yang tidak merokok

ada 7 (14,0%) responden yang menderita NIHL. Dari hasil uji statistik didapatkan

nilai p = 0,050 maka disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara merokok

dengan NIHL.

Pada variabel riwayat penyakit didapatkan nilai p = 0,515 jadi disimpulkan

tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan NIHL.

Hubungan antara riwayat penyakit dengan NIHL diperoleh sebanyak 3 (25,0%)

responden dengan riwayat penyakit menderita NIHL, sedangkan diantara yang tidak

ada riwayat penyakit ada 20 (21,5%) responden yang menderita NIHL

Tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat turunan dengan NIHL,

(nilai p = 0,392). Hasil analisis diperoleh sebanyak 2 (33,3%) responden dengan

riwayat turunan menderita NIHL, sedangkan diantara yang tidak ada riwayat

turunan ada 21 (21,2%) responden yang menderita NIHL.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


86

Tabel 5. 10. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin, Lama Waktu Kerja Per
Hari, Memakai APT, Merokok, Riwayat Penyakit, dan Riwayat
Keturunan dengan NIHL di PT. SCTI Tahun 2008

NIHL
Total OR
Variabel Ya Tidak p value
(95% CI)
n % n % n %
Jenis Kelamin
1,315
 Perempuan  0 0 9 100 9 100 0,098
1,175-1,471
 Laki-laki 23 24,0 73 76,3 96 100
Lama Waktu Kerja Per Hari
2,098
 ≤ 8 jam 13 17,8 60 82,2 73 100 0,102
0,805-5,470
 > 8 jam 10 31,3 22 68,8 32 100
Pemakaian APT
3,408
 Ya 1 8,3 11 91,7 12 100 0,207
0,416-27,896
 Tidak 22 23,7 71 76,3 93 100
Merokok
2,520
 Ya 16 29,1 39 70,9 55 100 0,050
0,938-6,771
 Tidak 7 14,0 43 86,0 50 100
Riwayat Penyakit
1,217
 Ya 3 25,0 9 75,0 12 100 0,515
0,301-4,920
 Tidak 20 21,5 73 78,5 93 100
Riwayat Turunan
1,857
 Ya 2 33,3 4 66,7 6 100 0,392
0,318-10,843
 Tidak 21 21,2 78 78,8 99 100
Jumlah Responden 23 21,7 83 78,3 105 100

5.2.3. Multivariat

5.2.3.1. Permodelan Multivariat Regresi Logistik Ganda Model Prediksi

Variabel yang diikut sertakan dalam permodelan yaitu bila hasil analisis

bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Bila hasil bivariat menghasilkan nilai p < 0,25,

maka variabel tersebut langsung masuk tahap multivariat. Variabel independen yang

menghasilkan nilai p > 0,25 namun secara substansi penting, maka variabel tersebut

dapat dimasukkan dalam model multivariat. Dari hasil seleksi bivariat didapat ada 6

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


87

(enam) variabel yang masuk ke model multivariat, seperti ditunjukkan pada tabel

5.11.

Tabel 5.11. Hasil Seleksi Bivariat

Variabel p value
Umur 0,194
Intensitas Kebisingan 0,021
Jenis Kelamin 0,098
Lama Waktu Kerja Per Hari 0,102
Pemakaian APT 0,207
Merokok 0,050

Tabel 5.12. memperlihatkan hasil permodelan multivariat regresi logistik

ganda model prediksi. Dari hasil analisis terlihat ada 5 (lima) variabel yang p value >

0,05 yaitu umur, jenis kelamin, lama waktu kerja per hari, pemakaian APT dan

merokok. Permodelan multivariat selanjutnya dilakukan dengan mengeluarkan

variabel yang mempunyai nilai p > 0,05 satu persatu dimulai dengan p value terbesar,

sampai akhirnya di dapat nilai p semua variabel < 0,05.

Tabel 5.12. Hasil Multivariat

Variabel p value OR 95% CI


Umur 0,126 1,133 0,966-1,330
Intensitas Kebisingan 0,041 1,114 1,005-1,235
Jenis Kelamin 0,999 3.00E+08 0,000-.......
Lama Waktu Kerja Per hari 0,956 1,032 0,342-3,113
Pemakaian APT 0,158 4,934 0,538-45,239
Merokok 0,157 2,190 0,740-6,479

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


88

Setelah satu persatu variabel dikeluarkan, di cek dulu apakah setelah

dikeluarkan ada perubahan besar (OR pada variabel yang di tinggalkan berubah >

10%). Bila ada perubahan yang besar maka variabel tersebut tidak jadi dikeluarkan

dalam model (tetap dipertahankan di model). Perhitungan untuk melihat ada

perubahan nilai OR, sebagai contoh: nilai OR merokok pertama adalah 2,190 setelah

variabel jenis kelamin dikeluarkan nilai OR kedua merokok yaitu 2,742, selanjutnya

perhitungannya nilai OR pertama dibagi nilai OR kedua kemudian dibagi nilai OR

pertama, terakhir dikali 100%. Langkah berikutnya dilihat apakah ada perubahan

nilai OR > 10%. Dari perhitungan perubahan nilai OR pada masing-masing variabel

ternyata OR variabel intensitas kebisingan, lama waktu kerja per hari, dan merokok

berubah > 10%, dengan demikian variabel jenis kelamin dimasukkan kembali dalam

model. Hal ini dilakukan sampai semua variabel yang memiliki nilai p > 0,05 telah di

keluarkan sehingga didapat model akhir dari multivariat.

5.2.3.2. Permodelan Terakhir

Dari hasil permodelan multivariat tidak ada variabel yang secara substansi

ada interaksi, dengan demikian uji interaksi tidak perlu dilakukan. Model terakhir

dari hasil multivariat seperti terlihat pada tabel 5.18.

Tabel 5.13. Model Terakhir Multivariat

Variabel p value OR 95% CI


Umur 0,126 1,133 0,966-1,330
Intensitas Kebisingan 0,030 1,115 1,011-1,230
Jenis Kelamin 0,999 3E+008 0,000-.......

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


89

Memakai APT 0,149 4,989 0,563-44,200


Merokok 0,148 2,201 0,755-6,416

Dari analisis multivariat ternyata variabel yang berhubungan bermakna

(signifikan) dan mempunyai pengaruh paling besar terhadap NIHL adalah variabel

intensitas kebisingan. Sedangkan variabel umur, jenis kelamin, memakai APT, dan

merokok sebagai variabel konfounding. Hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR)

dari variabel intensitas kebisingan adalah 1,115, artinya responden dengan intensitas

kebisingan lingkungan kerjanya tinggi akan berpeluang mengalami NIHL 1 (satu)

kali lebih besar dibandingkan responden yang intensitas kebisingan lingkungan kerja

rendah setelah dikontrol variabel umur, jenis kelamin, memakai APT, dan merokok.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


BAB 6

PEMBAHASAN

6.1. Intensitas Kebisingan

6.1.1. Intensitas Kebisingan dan Threshold Limit Values (TLV)

Intensitas kebisingan di 3 (tiga) bagian produksi PT. SCTI yaitu Departemen

Spinning, Weaving dan Dyeing berdasarkan pengukuran selama 8 jam berkisar antara

78,2–98,4 dB(A), dimana rata-rata intensitas kebisingannya 96,0 dB (A). Intensitas

kebisingan ini sudah melebihi standar (NAB) yang ditetapkan sebagai berikut:

a. Nilai TLV menurut ACGIH tahun 2007 dan EPA tentang kebisingan adalah:

85 dB (A) dengan TWA 8 jam kerja,

b. Permissible Exposure Level (PEL) menurut OSHA 90 dBA dengan TWA 8

jam kerja per hari,

c. Sedangkan di Indonesia NAB kebisingan diatur berdasarkan keputusan

Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51 MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisika di

Tempat Kerja yaitu 85 dB (A) dengan waktu pajanan per hari 8 jam,

d. Peraturan Menteri Kesehatan No. 718/Men.Kes/XI.1987 tentang Kebisingan

yang berhubungan dengan Kesehatan yaitu untuk Zona D (kawasan industri)

maksimum yang diperbolehkan adalah 70 dB(A),

e. Keputusan Menteri Kelestarian Lingkungan Hidup No. Kep.

48/MenKLH/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan untuk peruntukan

kawasan industri adalah 70 dB(A), dan

90

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


91

f. SNI 16-7063 tahun 2004 mengenai tingkat pajanan kebisingan maksimal

selama 1(satu) hari atau 8 jam di tempat kerja pada ruang proses produksi

adalah 85 dB (A).

Perbedaan batasan intensitas kebisingan tersebut dikarenakan perbedaan

peruntukkan. NAB untuk waktu pemaparan maksimum 8 jam perhari atau 40 jam

perminggu pada 85 dB (A), diperuntukkan melindungi kesehatan tenaga kerja,

sedangkan syarat-syarat dan Baku Mutu 70 dB (A) diperuntukkan atau sebagai

sasaran perlindungan kesehatannya adalah masyarakat umum di kawasan industri.

6.1.2. Intensitas Kebisingan dan Pengukuran Dosimeter

Intensitas kebisingan di lingkungan kerja responden selain diukur dengan

menggunakan SLM, juga diukur langsung pada responden dengan menggunakan

Dosimeter. Walaupun pengukurannya tidak dilakukan pada semua responden (yang

mewakili saja), tetapi dengan pengukuran tersebut dapat telihat gambaran berapa

desibel dan berapa jam sebenarnya responden itu terpajan oleh kebisingan di

lingkungan kerja per hari. Dari hasil pengukuran pajanan kebisingan rata-rata yang

responden terima yaitu 96 dB.

Rata-rata pajanan kebisingan per hari responden di Departemen Spinning dan

Weaving adalah 10 menit s/d 3,5 jam. Berdasarkan standar intensitas kebisingan yang

ditetapkan oleh ISO (ACGIH) dan OSHA untuk TWA 10 s/d 30 menit adalah 97 s/d

100 dB. Dari hasil ini diketahui, bahwa responden masih cukup aman untuk berada di

lingkungan kerja dengan lama pajanan 10 s/d 30 menit dan intensitas kebisingan 97

s/d 100 dB. Sedangkan untuk TWA 1,0 s/d 3,5 jam, rata-rata intensitas kebisingan

tersebut telah melebihi standar ISO/SNI (ACGIH) yaitu 88 s/d 94 dB dan OSHA

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


92

untuk TWA 3,5 jam yaitu 96 dB. Dari hasil ini diketahui, responden yang terpajan

bising 1,0 s/d 3,5 jam berisiko untuk menderita NIHL lebih besar bila dibandingkan

dengan responden yang terpajan bising 10 s/d 30 menit. Untuk standar OSHA dengan

TWA 1 s/d 3 jam yaitu 97 s/d 100 dB, responden masih cukup aman untuk berada di

lingkungan kerja dengan lama pajanan 1 s/d 3 jam dan intensitas kebisingan 97 s/d

100 dB.

Dengan melihat hasil ini, salah satu tujuan khusus peneliti telah tercapai yaitu

untuk mengetahui distribusi intensitas kebisingan di bagian produksi PT. SCTI,

maupun pada masing-masing responden yang bekerja di bagian tersebut.

6.1.3. Intensitas Kebisingan dan NIHL

Analisis hubungan antara intensitas kebisingan dan NIHL, diketahui ada

hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan di lingkungan kerja responden

dan NIHL. Dimana memperlihatkan secara jelas adanya peningkatan fluktuasi antara

proporsi NIHL dengan peningkatan intensitas kebisingan, diawali peningkatan yang

landai kemudian meningkat tajam pada intensitas kebisingan 92,1-94,0 dB dan

penurunan yang tajam serta akhirnya landai kembali.

Dari hasil penelitian terlihat, semakin tinggi intensitas kebisingan semakin

besar peluang untuk menderita NIHL hal ini sesuai dengan literatur dalam Wentz,

(1999) dan Wald, (2002) serta hasil penelitian Taha, (1994). Begitu juga dengan hasil

penelitian yang dilakukan Bedi, (2006) serta Nelson, (2005) dimana pada penelitian

tersebut diperoleh rata-rata kebisingan di pabrik tekstil ± 90 dB dengan kejadian

gangguan pendengaran ke arah NIHL 42% dan 16%.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


93

Hasil penelitian terakhir memperlihatkan, intensitas kebisingan merupakan

variabel yang berhubungan bermakna (signifikan) dan mempunyai pengaruh yang

paling besar terhadap NIHL, dimana memperlihatkan risiko responden dengan

intensitas kebisingan lingkungan kerjanya tinggi akan mengalami kejadian NIHL 1

(satu) kali lebih besar dibandingkan responden dengan intensitas kebisingan

lingkungan kerjanya rendah. Hasil ini diperkuat dengan kenyataan di lapangan

dimana, 65,7% responden bertempat tinggal jauh dari kebisingan. Sehingga NIHL

yang didapat oleh responden memang benar disebabkan oleh lingkungan kerja yang

bising. Hasil penelitian ini, telah menjawab pertanyaan bahwa ”tingginya intensitas

kebisingan di bagian produksi PT. SCTI merupakan faktor risiko terhadap NIHL

karyawan”. Selain itu, tujuan dari penelitian sudah tercapai, dimana dapat

diketahuinya ada hubungan antara intensitas kebisingan di tempat kerja dengan NIHL

karyawan di bagian produksi PT. SCTI.

Pengendalian kebisingan di tempat kerja sebenarnya dapat diatasi dengan

berbagai cara seperti isolasi mesin, penempatan penghalang pada jalan transmisi,

peredam ruangan dan penggunaan earplug atau earmuff atau kedua-duanya sekaligus

pada tenaga kerja.

6.2. Karakteristik Individu

6.2.1. Umur

Berdasarkan hasil penelitian diketahui, rata-rata umur responden adalah 34,08

tahun, dengan umur termuda 26 tahun dan tertua 39 tahun. Hasil analisis hubungan

antara umur dan NIHL didapatkan, tidak ada hubungan yang signifikan antara umur

responden dan NIHL, walaupun terlihat secara jelas adanya peningkatan yang tidak

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


94

linear antara proporsi NIHL dengan peningkatan umur. Hal ini sesuai dengan literatur

yang menyatakan bahwa umur merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya

terhadap NIHL (Wald, 2002 dan Wentz, 1999). Analisis terakhir memperlihatkan,

umur merupakan salah satu variabel konfonding terhadap NIHL, dimana semakin

bertambah umur seseorang semakin berpeluang untuk menderita NIHL. Dari hasil ini

diketahui, NIHL merupakan suatu kejadian yang tidak dapat berdiri sendiri atau

multifaktorial yang salah satu faktor yang ikut mempengaruhi kejadian tersebut adalah

umur.

Hasil penelitian ini tidak sama dengan hasil penelitian Pouryaghoub, (2007),

dimana pada penelitian tersebut terjadi hubungan yang bermakna (signifikan) antara

umur dan NIHL. Umur merupakan salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian

khusus, karena setiap orang memiliki adaptasi yang berbeda-beda terhadap bahaya

kebisingan di lingkungan kerjanya. Semakin bertambah umur maka daya adaptasinya

akan berkurang sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kesehatannya dan akhirnya

dapat mengganggu kinerjanya di perusahaan yang akhirnya akan merugikan

perusahaan tempatnya bekerja. Sebagai salah satu cara untuk menghindari atau

mengurangi hal tersebut, perusahaan sebaiknya memindahkan karyawannya ke lokasi

kerja yang dirasa dapat mengurangi gangguan tersebut. Cara lainnya dengan merotasi

karyawan minimal 3 (tiga) tahun sekali pada lokasi kerja yang berbeda.

6.2.2. Jenis kelamin

Distribusi jenis kelamin responden pada penelitian ini paling banyak

responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 96 orang (91,4%) sedangkan responden

perempuan hanya 9 orang (8,6%). Hal ini terjadi karena, sebagian besar karyawan

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


95

pabrik berjenis kelamin laki-laki. Karyawan pabrik tekstil baik di dalam maupun luar

negeri sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, hal ini berbeda pada pabrik garmen

dimana yang terjadi kebalikannya. Prosedur kerja antara pabrik tekstil dan garmen

berbeda, dimana pabrik tekstil merupakan suatu proses pembuatan produk dari kapas

menjadi bahan kain, sedangkan garmen merupakan pabrik yang bergerak dalam

bidang pakaian jadi.

Analisa hubungan didapatkan, tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis

kelamin dan NIHL. Hal ini tidak sesuai dengan referensi yang menyatakan adanya

hubungan jenis kelamin dan NIHL (Wald, 2002). Hasil analisis diperoleh sebanyak

23 (24,0%) responden laki-laki menderita NIHL, sedangkan diantara perempuan tidak

ada (0%) yang menderita NIHL. Analisis terakhir memperlihatkan, jenis kelamin

merupakan salah satu variabel konfonding terhadap NIHL. Dari hasil ini diketahui,

NIHL merupakan suatu kejadian yang tidak dapat berdiri sendiri atau multifaktorial

yang salah satu faktor yang ikut mempengaruhi kejadian tersebut adalah jenis

kelamin. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nelson, (2005).

6.2.3. Lama Waktu Kerja Per Hari

Lama waktu kerja per hari responden paling banyak ≤ 8 jam yaitu 73 orang

(69,5%) sedangkan untuk > 8 jam ada 32 orang (30,5%). Hasil analisa hubungan

antara lama waktu kerja per hari dan NIHL menunjukkan, tidak ada hubungan yang

signifikan antara lama waktu kerja per hari dan NIHL. Hasil ini sesuai dengan

pernyataan yang menyatakan ”semakin lama seseorang terpajan dengan kebisingan

maka semakin besar pula risikonya untuk menderita NIHL”(Wentz, 1999 dan Wald,

2002). Rata-rata lama pajanan per hari dari responden terhadap kebisingan adalah 10

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


96

menit s/d 3,5 jam per hari kerja. Berdasarkan hal ini, adalah wajar analisa hubungan

menghasilkan hubungan yang tidak bermakna (signifikan) antara lama waktu kerja per

hari dan NIHL. Dimana hasil yang ditunjukkan pada grafik tersebut jauh dari standar

yang ditetapkan oleh ISO (ACGIH) dan OSHA untuk lama pajanan per hari (TWA)

adalah delapan jam per hari atau 40 jam per minggu (Kryter, 1985; Wald, 2002 dan

Wentz, 1999 ).

Hasil analisis menunjukkan sebanyak 10 (31,3%) responden dengan lama

waktu kerja per hari > 8 jam menderita NIHL, sedangkan dengan lama waktu kerja

per hari ≤ 8 jam ada 13 (17,8%) responden menderita NIHL. Hasil penelitian ini tidak

sama dengan hasil penelitian Pouryaghoub, (2007), dimana pada penelitian tersebut

terjadi hubungan yang bermakna (signifikan) antara lama waktu kerja per hari dan

NIHL.

6.2.4. Masa Kerja

Rata-rata masa kerja responden adalah 12,667 tahun, dengan masa kerja

minimal 3,5 tahun dan maksimal 21,0 tahun. Hasil penelitian memperlihatkan secara

jelas adanya peningkatan yang tidak linear dan penurunan yang tajam antara proporsi

NIHL dengan lamanya masa kerja. Hasil ini lebih kurang sama dengan literatur

dimana terlihat adanya peningkatan NIHL pada seseorang dengan masa kerjanya

(Wald, 2002 dan Wentz, 1999).

Analisa hubungan antara masa kerja dan NIHL didapatkan, tidak ada

hubungan yang signifikan antara masa kerja responden dan NIHL. Berdasarkan

penelitian makin bertambah masa kerja seseorang tidak begitu berpeluang untuk

semakin menderita NIHL, karena masa kerja tergantung dengan umur seseorang yang

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


97

secara literatur mengatakan semakin bertambah umur seseorang kemungkinan

menderita Presbiakusis (tuli karena usia lanjut) akan lebih besar (Kryter, 1985). Hasil

penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Taha, (1994), dimana ada hubungan

yang kuat antara masa kerja dengan hasil audiogram terutama pada frekuensi tinggi

tetapi tidak ada hubungan dan hubungan lemah pada frekuensi rendah.

Masa kerja seseorang merupakan salah satu aspek penting dalam suatu

perusahaan. Semakin lama masa kerja seseorang semakin banyak pengalaman yang

mereka dapat. Walaupun sebagian besar (75,2%) responden tidak memiliki

pengalaman kerja, pihak perusahaan akan sangat menghargai orang tersebut dengan

menaikkan jabatannya sebagai inspektur shift atau mandor (dari 105 responden ada 9

inspektur shift atau mandor). Pekerjaan inspektur shift/mandor adalah mengawasi

jalannya proses produksi, sehingga mereka tidak mungkin berada di suatu tempat

dalam waktu yang lama terutama ditempat bising dengan intensitas tinggi selama 8

jam kerja per hari. Hal ini terlihat pada penelitian, dimana penelitian ini tidak cukup

memperlihatkan adanya hubungan antara masa kerja dengan NIHL.

6.2.5. Pemakaian Alat Pelindung Telinga (APT)

Paling banyak responden tidak memakai APT yaitu 93 orang (88,6%)

sedangkan yang memakai APT ada 12 orang (11,4%). Hasil analisis menunjukkan

sebanyak 22 (23,7%) responden yang tidak memakai APT menderita NIHL,

sedangkan diantara yang memakai APT ada 1 (8,3%) responden yang menderita

NIHL. Analisa hubungan antara pemakaian APT dan NIHL menghasilkan, tidak ada

hubungan yang signifikan antara memakai APT dan NIHL. Analisis terakhir

diperoleh, variabel pemakaian APT sebagai salah satu variabel konfonding terhadap

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


98

NIHL. Dari hasil ini diketahui, NIHL merupakan suatu kejadian yang tidak dapat

berdiri sendiri atau multifaktorial yang salah satu faktor yang ikut mempengaruhi

kejadian tersebut adalah pemakaian APT.

Hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan Bedi, (2006).

Dalam penelitian tersebut terdapat 28% respondennya memakai APT sesuai standar,

sehingga pemakaian APT merupakan salah satu variabel yang bermakna (signifikan)

terhadap NIHL. Hal tersebut bisa saja terjadi dikarenakan responden yang memakai

APT di PT. SCTI tidak sesuai dengan standar, dengan kata lain APT yang digunakan

responden hanya berupa kapas, dimana kapas memiliki daya proteksi sangat rendah

hanya sekitar 7 dB (Tambunan, 2007).

Penggunaan earplug yang permanen hanya terlihat pada sebagian kecil tenaga

kerja yang pada umumnya pada level ketua kelompok dan pada beberapa tenaga kerja.

Setelah dikonfirmasi dengan kepala unit dan kepala bagian didapatkan keterangan

bahwa sebenarnya perusahaan pernah menyediakan earplug tetapi kenyataan tenaga

kerja banyak yang tidak mau dan merasa tidak nyaman menggunakannya, sehingga

pada akhirnya diputuskan oleh perusahaan tidak menyediakan lagi.

Pengetahuan responden terhadap bahaya atau dampak dari kebisingan pada

penelitian ini diketahui, 83,9% responden mengetahui akan bahaya kebisingan

terhadap kesehatan. Dilihat dari tingkat pendidikan, 81,9% responden berpendidikan

SMA atau sederajat. Pengetahuan terhadap kebisingan dan tingkat pendidikan yang

cukup tinggi tidak menjamin karyawan tersebut untuk secara sadar menggunakan

APT. Hal ini bisa terjadi karena NIHL itu merupakan kejadian yang bersifat kronis,

artinya NIHL dapat terjadi pada seseorang bila dia telah bekerja selama lebih dari 10

tahun. Seseorang tidak akan tahu bahwa dia telah menderita NIHL sebelum dia sendiri

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


99

diperiksa oleh dokter THT atau dengan menggunakan alat audiometri. Sehingga

mereka yang menderita NIHL ringan tidak akan sadar bahwa ada gangguan terhadap

pendengarannya. Selain itu lokasi kerja yang bising bisa menyebabkan mereka cepat

dapat beradaptasi terhadap kebisingan di tempat kerja tersebut..

Pemakaian APT yang paling baik yaitu dengan menggunakan earplug, dimana

APT jenis tersebut dapat mereduksi 6-30 dB (tergantung Noise Reduction Rating-

NRR pada alat tersebut). Selain itu APT jenis tersebut lebih murah, ukuran jauh lebih

kecil, lebih ringan, dan jauh lebih nyaman digunakan terutama di tempat-tempat

bersuhu tinggi bila dibandingkan earmuff. Earplug lebih banyak digunakan pada

tempat bising berfrekuensi rendah (<400 Hz).

6.2.6. Merokok

Distribusi responden yang merokok dengan yang tidak hampir merata yaitu

paling banyak responden memiliki kebiasaan merokok 52 orang (52,4%) sedangkan

yang tidak merokok ada 50 orang (47,6%). Hasil analisis sebanyak 16 (29,1%)

responden yang merokok menderita NIHL, sedangkan diantara yang tidak merokok

ada 7 (14,0%) responden yang menderita NIHL. Dari 28% responden merokok yang

menderita NIHL, rata-rata merokoknya ≤ 10 batang/hari. Analisis hubungan

memperlihatkan tidak ada hubungan antara merokok dan NIHL.

Analisis terakhir diperoleh, variabel merokok merupakan salah satu variabel

konfonding terhadap NIHL. Dari hasil ini diketahui, NIHL merupakan suatu kejadian

yang tidak dapat berdiri sendiri atau multifaktorial yang salah satu faktor yang ikut

mempengaruhi kejadian tersebut adalah merokok. Hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian Pouryaghoub, (2007), dimana pada hasil tersebut hubungan merokok dan

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


100

NIHL terjadi hubungan yang bermakna (signifikan), walaupun mekanisme terjadinya

NIHL karena merokok masih harus dikaji lebih lanjut.

6.2.7. Riwayat Penyakit

Responden paling banyak tidak memiliki riwayat penyakit yaitu 93 orang

(88,6%) sedangkan yang memiliki riwayat penyakit ada 12 orang (11,4%). Hasil

analisis menunjukkan sebanyak 3 (25,0%) responden dengan riwayat penyakit

menderita NIHL, sedangkan diantara yang tidak ada riwayat penyakit ada 20 (21,5%)

responden yang menderita NIHL. Riwayat penyakit dari 25% responden yang

menderita NIHL adalah jantung dan ginjal, dimana mereka biasanya menggunakan

obat-obat ototoksik, yang menyebabkan dapat menyebabkan ketulian, misalnya:

dihidrostreptomisin, salisilat, kinin, neomisin, gentamisin, arsenik, antipirin, atropin,

barbiturat, librium.

Analisis hubungan memperlihatkan, hubungan antara riwayat penyakit dan

NIHL tidak bermakna (signifikan). Hasil penelitian ini, tidak sesuai dengan literatur

yang menyatakan riwayat penyakit merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi

kejadian NIHL (Wentz, 1999). Hal ini bisa terjadi karena sebagian besar responden

tidak memiliki riwayat penyakit, dengan kata lain 88,6% dalam keadaan sehat,

walaupun 87,6% responden sedang terganggu kesehatannya. Gangguan kesehatan

tersebut tidak cukup untuk membuat responden berpeluang menderita NIHL.

Sehingga kecenderungan riwayat penyakit dikaitkan dengan kejadian NIHL sangat

kecil. Walaupun hasil riwayat penyakit dan gangguan kesehatan yang diteliti bersifat

subjektif. Jurnal kesehatan yang menyatakan ada hubungan riwayat penyakit dengan

kejadian NIHL juga tidak ditemukan. Hal ini terjadi karena derajat kesehatan

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


101

karyawan yang diterima pada setiap pabrik mengalami peningkatan, sekarang ini

pihak perusahaan dalam menerima karyawannya lebih selektif, sehingga karyawan

yang ingin melamar pekerjaan bila mereka ada riwayat penyakit tertentu pihak

perusahaan tidak akan menerimanya. Dalam hal ini perusahaan tidak mau dirugikan,

karena bila mereka menerima karyawan yang sakit dipastikan beban perusahaan akan

bertambah dan hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan perusahaan itu, dimana mereka

ingin mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya.

6.2.8. Riwayat Keturunan

Paling banyak responden tidak memiliki riwayat keturunan kurang

pendengaran atau ketulian yaitu 99 orang (94,3%) sedangkan yang memiliki riwayat

keturunan kurang pendengaran atau ketulian hanya ada 6 orang (5,7%). Hasil analisis

menunjukkan sebanyak 2 (33,3%) responden dengan riwayat turunan menderita

NIHL, sedangkan diantara yang tidak ada riwayat turunan ada 20 (21,5%) responden

yang menderita NIHL. Analisis hubungan memperlihatkan, tidak ada hubungan yang

signifikan antara riwayat turunan dan NIHL.

Berdasarkan hasil penelitian, penelitian ini tidak sesuai dengan literatur yang

menyatakan riwayat keturunan merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi

NIHL (Wentz, 1999). Hal ini bisa terjadi karena sebagian besar responden tidak

memiliki riwayat keturunan, dengan kata lain 94,3% dalam keadaan sehat. Sehingga

kecenderungan riwayat keturunan dikaitkan dengan NIHL sangat kecil. Walaupun

hasil riwayat penyakit yang diteliti bersifat subjektif serta jurnal kesehatan yang

menyatakan ada hubungan riwayat penyakit dengan NIHL juga belum ditemukan.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


102

6.3. Keterbatasan Penelitian

Desain studi yang peneliti gunakan pada penelitian ini merupakan disain studi

kross seksional, dimana peneliti hanya ”memotret” frekuensi dan karakter penyakit,

serta paparan faktor penelitian pada suatu populasi dan pada satu saat tertentu.

Konsekuensinya, data yang dihasilkan adalah prevalensi, bukan insidensi. Dalam

penelitian ini, peneliti tidak dapat atau tidak tepat untuk menganalisa hubungan

variabel independen dan dependen sebagai hubungan kausal paparan dan penyakit.

Pengukuran untuk mengetahui berapa pajanan intensitas kebisingan yang

diterima oleh responden selama 8 jam bekerja, peneliti telah menggunakan Noise

Dosimeter. Akan tetapi pengukuran pajanan pada responden tersebut hanya dilakukan

4(empat) kali pada 4 (empat) orang responden yang berbeda dan pada waktu yang

berbeda pula. Hal ini disebabkan keterbatasan alat yang peneliti gunakan, karena alat

tersebut bila digunakan untuk semua responden tidak mencukupi baik waktu maupun

pemakaian alat itu sendiri (alat yang terbatas).

Pengukuran menggunakan audiometri untuk melihat ada atau tidaknya

gangguan pendengaran pada seseorang akibat bising dalam hal ini NIHL atau tidak,

peneliti tidak menggunakan data base line. Kesulitan yang peneliti temukan karena di

PT. SCTI sendiri data awal (base line) hasil audigram dari karyawan di perusahaan

tersebut tidak ada, selama ini data yang ada hanya berupa data survei, jadi hanya

beberapa orang saja yang disurvei tiap tahunnya. Hal ini sangat menyulitkan peneliti

(dibantu pakar audiometri Hiperkes Pusat, dr. Fachrul Azwar) mendiagnosa NIHL

pada responden yang diteliti.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan antara lain:

1. Distribusi intensitas kebisingan di bagian produksi PT. SCTI diperoleh rata-

rata intensitas kebisingan adalah 96,0 dB (A) dengan intensitas terendah 78,2

dB (A) dan tertinggi 98,4 dB (A). Dimana distribusi pajanan dengan

intensitas rata-rata 96 dB (A) per hari kerja responden didapat rata-rata 10

menit s/d 3,5 jam.

2. Distribusi kejadian NIHL karyawan di bagian produksi PT. SCTI diperoleh

paling banyak responden tidak menderita NIHL yaitu 82 orang (78,1%)

sedangkan yang menderita NIHL ada 23 orang (21,9%).

3. Hubungan intensitas kebisingan di tempat kerja dengan kejadian NIHL

diperoleh ada hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan di

lingkungan kerja dengan kejadian NIHL.

4. Faktor yang paling dominan dan mempunyai pengaruh paling besar terhadap

kejadian NIHL adalah variabel intensitas kebisingan setelah dikontrol

variabel umur, jenis kelamin, pemakaian APT, dan merokok.

7.2. Saran

1. Karyawan

Harus selalu memproteksi diri dengan APT (earplug atau earmuff atau

keduanya sekaligus) pada saat akan memasuki daerah yang bising, sebaiknya

103

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


104

jangan menggunakan kapas tetapi menggunakan earplug yang sesuai dengan

stándar (NRR 29 dB), selain ringan, lebih nyaman, serta sangat bermanfaat.

2. Perusahaan

a. Penerimaan karyawan pertama sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan

lengkap terutama pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan

audiometer sebagai baseline data, karena hal ini sangat berguna untuk

menegakkan diagnosa gangguan pendengaran yang disebabkan oleh

kebisingan di tempat kerja.

b. Sebaiknya setiap tahun diadakan general check up terhadap semua

karyawan yang bekerja untuk mendeteksi dini penyakit akibat kerja yang

mulai diderita oleh pekerja.

c. Pengendalian kebisingan di tempat kerja dapat diatasi dengan cara: isolasi

mesin, penempatan penghalang pada jalan transmisi, dan peredam ruangan.

Cara lain dengan merotasi karyawan minimal 3 (tiga) tahun sekali pada

lokasi kerja yang berbeda untuk karyawan dengan jenis pekerjaan tertentu.

d. Peraturan perusahaan mengenai perlindungan karyawan dari aspek

kesehatan lebih ditegaskan lagi, terutama pemberian sanksi pada karyawan

yang tidak menggunakan APD di tempat kerja yang berisiko, sanksi

diberikan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan dan karyawan.

Sebaiknya perusahaan menyediakan APD di koperasi karyawan, bila APD

yang telah disediakan oleh perusahaan tanpa sengaja hilang oleh karyawan.

3. Instansi Terkait/Pengelola Program

a. Para pengelola program diharapkan membuat suatu program yang lebih

spesifik mengenai bagaimana menurunkan angka prevalensi dan insiden

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


105

dari gangguan pendengaran yang diderita oleh masyarakat pada umumnya

serta khususnya karyawan di pabrik-pabrik dengan intensitas kebisingannya

tinggi atau lebih dari stándar yang dikeluarkan oleh SNI.

b. Sebaiknya program tersebut dapat dilakukan secara rutin, minimal 1 (satu)

kali dalam setahun.

4. Peneliti

a. Diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan desain studi kohort

sehingga hubungan sebab akibat dari intensitas kebisingan dan NIHL dapat

terlihat, serta sebaiknya menggunakan lebih banyak lagi variabel

pendukung kejadian NIHL yang disertai bukti-bukti relevan untuk

mengkonfirmasikan hasil pengukuran instrumen (golden standard).

7.3. Rekomendasi

1. Pelaksanaan penyuluhan mengenai pentingnya selalu menggunakan APD di

perusahaan sebaiknya di tingkatkan, dengan dikoordinir oleh pihak

perusahaan bekerjasama dengan Instansi terkait seperti Dinas

Ketenagakerjaan, agar semua karyawan yang ada di PT. SCTI dapat berperan

serta, sehingga tujuan akhir meningkatkan derajat kesehatan karyawan dapat

tercapai.

2. Membentuk tim/petugas penyuluhan dan monitoring penggunaan APD di

perusahaan dengan memanfaatkan fasilitas/sumber daya manusia yang ada

seperti poliklinik kesehatan dan departemen lainnya.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


1

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F., 1994. Kesehatan Lingkungan Kerja: Lingkungan Fisik, Depkes RI


Jakarta.

Barbara, A., Miland Jill., 1996. Industrial Noise dalam Fundamenal of Industrial
Hygiene, New York.

Boillat, A., Marcel, 1998. The Ear, dalam: Encyclopedia of Occupational Health and
Safety. j. Stellman, mager. Geneva, International Labor Organization.
Vol.I.

Buletin The American Academy of Pediatrics edisi Oktober 1997

Bedi, R., 2006. Evaluation of Occupational Environment in Two Textile Plants in


Northern India with Specific Reference to Noise . Ind Health Vol. 44, 1
January Page 112-16 . www.pubmed.com. Dikutip 3 Maret 2008.

Cermin Dunia Kedokteran (CDK), 2004. ‟Program Konservasi Pendengaran di


Tempat Kerja‟ oleh Ambar W. Roestam Subbagian Kedokteran Kerja,
Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta No. 144.

Centers for Disease Control (CDC). Prevention National Center for Chronic
Disease Prevention and Health Promotion, updated April 2007.
www.cdc.gov.

Dir-Jen. PPM dan PLP, Dep.Kes., 1992. Keputusan Dir-Jen PPM & PLP-Dep.Kes,
tentang Petunjuk Penyelenggaraan Pengawasan Kebisingan yang
Berhubungan dengan Kesehatan.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


2

Depkes, 2004. Dalam “Seminar Sehari Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Gangguan
Pendengaran Kebisingan di Jakarta, 6 Desember 2004 oleh Sek. Dirjen
Bina Kesmas. Diambil di web 16 November 2007. www.depkes.com.

Environmental Health Criteria (EHC) 213, 1999. Dikutip dari; The International
Programme on Chemical Safety (IPCS). World Health
Organization, Geneva, 1999. 2nd Edition. Carbon monoxide.
www.ipcs.com.

Environmental Health Criteria (EHC) 52, 1986. Dikutip dari; The International
Programme on Chemical Safety (IPCS). World Health
Organization, Geneva, 1985. Toluene. www.ipcs.com.

Environmental Health Criteria (EHC) 215, 1999. Dikutip dari; The International
Programme on Chemical Safety (IPCS). World Health
Organization Geneva, 1999. Vinyl chloride. www.ipcs.com.

Feinstein, 1978 pada buku panduan Bhisma Murti, Juni 2003 dalam “Prinsip dan
Metode Riset Epidemiologi. UGM Press, Yogyakarta.

Hasan, M. I., 2005. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). Edisi


Kedua. Bumi Aksara. Jakarta.

Hastono, S. P., 2007. Basic Data Analysis for Health Research. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia

Harrington, J. M., Gill, E. S., 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja (Pocket Consultant
Occupational Health, 3/E). Edisi 3. Penertbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta

Hiperkes DKI Jakarta, 2005. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan
Penelitian Pengembangan dan Informasi Pusat Pengembangan KK dan
Hiperkes, dalam ”Modul Pelatihan Pemeriksaan Kesehatan Kerja”.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


3

Hiperkes DKI Jakarta, 2004. ”Laporan Pengujian Hiperkes dan Keselamatan Kerja”
dalam rangka kegiatan Proyek Pengembangan Hygiene dan Kesehatan
Kerja Balai Hiperkes dan KK Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Provinsi DKI Jakarta Oktober 2004.

Hearing International Program Bali 23-25 August .2005. WHO-SEARO – „SOUND


HEARING 2030' – B. Djelantik – Indonesia lanjutan pertemuan WHO
Better Hearing 2015 (Geneva, 2000) www.hi.com.

Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas


PGPKT), Desember 2007 www.pgpkt.com.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 tentang „Persyaratan


Kesehatan Lingkungan Kerja Industri‟ Tanggal 27 Februari 1998.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang ‟Baku
Tingkat Kebisingan‟.

Kryter, K. D., 1985. The Effects of Noise on Man, 2nd Ed. Chapter 2, Physical
Measures of Sound and Noise, page 6. Academic Press, INC. London.

Kirkwood, B. R and Sterne, J.A.C., 2003. Essential Medical Statistics, 2nd Ed.
Blacwell Science, Australia.

Lemeshow et al, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Levy, B. S., 2006. Occupotional and Environmental Health, Recognizing and


Preventing Disease and Injury. 5th Ed . Chapter 14A By. John J. Earshen,
312-321. Lippincott Williams & Wilkins. New York.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


4

Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja, 2004. Pedoman Praktis Diagnosis dan
Penilaian Cacat Ketulian Akibat Bising. Vol XXXVII, No. 1 Januari-Maret
2004.

Murwono, D, 1999. Perencanaan Lingkungan Transportasi. Magister Sistem dan


Teknik Transportasi, Universitas Gajah Mada.

Mukono, MS, MPH, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga


University Press (UNAIR). Surabaya.

Murti, B.,1997 & 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Cetakan Pertama,
April 1997 dan Kedua Juni 2003. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Menteri Kesehatan RI, 1987. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,


tentang Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan,
No.718/Men.Kes/ Per/XI/1987.

Menteri Kesehatan RI, 2002. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,


tentang Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan, No.1405 tahun
2002.

Menteri Tenaga Kerja, 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999
tanggal 16 April 1999 tentang „Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
Tempat Kerja‟.

MENLH, KEBISINGAN DAN GETARAN ‟Pengertian Dasar Tentang Kebisingan‟.


www.menlh.go.id/apec_vc/osaka/eastjava/noise_id/1/index.html - 3k -

Melnick W, 1994. Industrial Hearing Conservation, dalam: Katz J, Ed. Handbook of


clinical audiology. 4th ed. Baltimore: Williams & Wilkins ,1994.h.534-51.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


5

Nasri, S. M., 1997. Modul Pelatihan ‟Teknik Pengukuran dan Pemantauan


Kebisingan di Tempat Kerja‟. Bandung , 22-24 Juli 1997.

Nelson, D et al., 2005. The Global Burden of Occupational Noise-induced Hearing


Loss. The American Journal of Industrial Medicine. www.pubmed.com.
Dikutip 3 Maret 2008.

Organization International for Standardization (ISO, 1971). Recommandation R-


1996, Acoustics, Assesment of Noise, With Respect to Community Response,
1st Ed, Switzerland. May, 1971.

Pouryaghoub, G., et al., 2007. Interaction of Smoking and Occupational Noise


Exposure on Hearing Loss: A Cross-Sectional. Study Published: 3 July
2007. BMC Public Health, 7:137 doi:10.1186/1471-2458-7-137.
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/7/137 and www.pubmed.com.
Dikutip 7 Mei 2008.

Subagio, 1992. Pengukuran dan Penilaian Kebisingan, Staf Pengajar Jurusan Teknik
Mesin, UGM, Yogyakarta, 13-31 Oktober 1992.

Salter, R.J., 1976. Highway Traffic Analysis and Design. The Macmillan Press Ltd,
London.

Soetirto I, Bashiruddin J, 2001. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan


pada Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat
Kecelakaan Kerja, Jakarta, 2 Juni, 2001.

Soetirto I, 1990. Tuli akibat bising (Noise induced hearing loss), dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI, 1990. h. 37-9.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


6

Sastroasmoro & Ismael, 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Ed.2. hal.
97-109. CV. Sagung Seto, Jakarta.

Singarimbun, M., Effendi, S,. 1995. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi. Jakarta.
LP3ES.

Tambunan, T., 2007. Personal Protective Equipment. Cetakan Pertama. Hal 105-13.
Yogyakarta. Graha Ilmu.

Tambunan, S.T.B., 2005. Kebisingan di Tempat Kerja (Occupational Noise). CV.


ANDI OFFSET. Yogyakarta.

Taha, A., et al., 1994. Auditory Brain Stem Response in Noise Induced Permanent
Hearing Loss. Med. J. Cairo Univ., Vol. 62, No.1, March (Suppi.): 257-72.
www.pubmed.com. Dikutip 3 Maret 2008.

Tarwaka., dkk, 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan


Produktivitas. UNIBA Press (Universitas Islam Batik Surakarta).

U.S. Department of Labor, Occupational Safety & Health Administration (OSHA)-


Occupational Safety and Health Standards, Standard Number; 1910.95
‘Occupational noise exposure’.www.osha.gov. Dikutip 4 Januari 2008.

Occupational Safety & Health Administration (OSHA). Hearing Consevation


Programs. Chapter 13. Noise Engineering Controls. www.osha.gov.
Dikutip 4 Januari 2008.

Undang-undang RI No. 23 tahun 1997 tentang ‟Pengelolaan Lingkungan Hidup‟,


Kantor Menteri Negara LH. Jakarta.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


7

Universitas Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2007. Pedoman Proses dan


Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Depok.

WHO ‘Occupational and community noise’ Februari, 2001 and Prevention Of


Noise-Induced Hearing Loss Report of a WHO-PDH Informal
Consultation, Geneva, 28-30 October 1997. www.who.com.

Wardhana, Wisnu Arya, 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset,


Jakarta.

Wilson, C. E., 1989 NOISE CONTROL: Measurement, Analysis, and Control of


Sound and Vibration. New Jersey Institute of Technology. Page 165-8.
Harper & Row New York.

Wentz, C. A., 1999. Safety, Health, and Environmental Protection. International


Edition. Page 12-14 and 220-37. McGraw-Hill Book Co, Inc – USA.

Wald, P. H., Stave, G. M., 2002. Physical and Bilogical Hazards of the Workplace.
2nd edition. Page 279-90. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


1

LAMPIRAN 1.

KUESIONER FAKTOR RESIKO TERHADAP KEJADIAN NIHL

PADA KARYAWAN DI PT. SCTI JAKARTA TIMUR, 2008

Pertanyaan dalam kuesioner ini meliputi identitas responden, masa kerja,

lama pajanan per hari, kebiasaan merokok, riwayat penyakit, dan riwayat keturunan,

sedangkan riwayat tempat tinggal, pengetahuan tentang kebisingan serta gangguan

terhadap kesehatan serta riwayat pekerjaan hanya berupa pertanyaan pendukung,

masing-masing pertanyaan dilengkapi dengan definisi tiap pertanyaan.

Jawab setiap pertanyaan di kotak yang telah disediakan menurut pendapat

saudara dengan angka serta huruf kapital. Kuesioner ini untuk diisi oleh karyawan

melalui wawancara dan bersumber dari Majalah Hiperkes Vol. XXIX No. 2/1996.

Jakarta, 2008
Pewawancara

(....................................................)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


2

NO PERTANYAAN JAWABAN
I. Identitas Responden
Nomor Responden:
1. Nama:
2. Umur:
tahun

3. Jenis Kelamin: 1. Perempuan


2. Laki-laki

4. Status Karyawan: 1. Karyawan Kontrak


2. Karyawan Tetap

5. Pendidikan Terakhir: 1. ≤ SD 2. SMP


3. SMA 4. PT (Perguruan
Tinggi)
6. Masa Kerja:
tahun
7. Lokasi Kerja (Bagian/Depart): 1. Spinning
2. Weaving
3. Dyeing
8. Alamat Rumah:

II Lama Pajanan Per Hari 1. ≤ 8 jam


(Akumulasi dari jawaban
2. > 8 jam
pertanyaan 9 & 10)
9. Berapa lama saudara bekerja setiap hari (mulai masuk kerja sampai
pulang) ?
-Waktu kerja resmi:...................s.d.....................
jam
-Istirahat, makan, sholat:............jam
-Mondar-mandir ke kamar kecil:..................kali = .................jam
10 Apakah saudara dalam satu 1. Ya, berapa jam:...........................
minggu/bulan ada jam lembur ? 2. Tidak
III Kebiasaan Merokok
11 Apakah saudara mempunyai 1. Ya (min 1 batang rokok /hari)
kebiasaan merokok ? 2. Tidak (langsung ke pertanyaan
13)
12 Bila ya, berapa banyak 1. ≤ 10 Batang
merokok per hari ? 2. 1-3 Bungkus
3. > 3 bungkus

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


3

NO PERTANYAAN JAWABAN
IV Riwayat Penyakit
13 Apakah anda pernah atau sedang
menderita penyakit Diabetes
1. Ya
Melitus (Kencing Manis),
2. Tidak
(berdasarkan diagnosa dokter) ?
14 Apakah anda pernah atau sedang
menderita penyakit Hipertensi/ 1. Ya
Tekanan Darah Tinggi 2. Tidak
(berdasarkan diagnosa dokter) ?
15 Apakah anda pernah atau sedang
1. Ya
menderita penyakit Ginjal
2. Tidak
(berdasarkan diagnosa dokter) ?
16 Apakah anda pernah atau sedang
menderita penyakit Cholesterol 1. Ya
Tinggi (berdasarkan diagnosa 2. Tidak
dokter) ?
17 Apakah anda pernah atau sedang
1. Ya
menderita penyakit Jantung
2. Tidak
(berdasarkan diagnosa dokter) ?
V Riwayat Keturunan

18 Apakah diantara keluarga anda ada


yang mengalami penurunan 1. Ya
pendengaran sebelum usia 50 2. Tidak
tahun atau menderita tuli ?
19 Apakah diantara keluarga anda ada 1. Ya
yang menderita tuli ? 2. Tidak

VI Riwayat Tempat Tinggal


20 Apakah tempat tinggal saudara di 1. Ya
sekitar lapangan terbang ? 2. Tidak
21 Apakah tempat tinggal saudara di 1. Ya
sekitar lalu lintas kereta api ? 2. Tidak
22 Apakah tempat tinggal saudara di 1. Ya
sekitar/dekat dengan jalan raya ? 2. Tidak
23 Apakah tempat tinggal saudara di 1. Ya
sekitar industri ? 2. Tidak

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


4

NO PERTANYAAN JAWABAN
VII Pengetahuan Tentang Kebisingan
24 Apakah anda mengetahui tentang 1. Ya
bahaya kebisingan yang tinggi bagi 2. Tidak (langsung ke
kesehatan ? pertanyaan 21)
25 Bila ya, dari mana saudara ketahui 1.Mengikutipelatihan/ceramah
tentang bahaya kebisingan ? 2. Membaca sendiri
3. Sekolah
4.Lain-lain,
sebutkan:........................
26 Menurut saudara, apakah
kebisingan dari suatu lokasi kerja 1. Ya
yang bising, dapat dikurangi 2. Tidak
(sebagai proteksi diri) ?
27 Bila ya, dengan menggunakan alat 1. Earplug
apa (sebagai Alat Pelindung 2. Earmuff
Telinga) ? 3. Kapas/Sumbat Telinga
28 Menurut saudara, apakah dampak 1. Pendengaran Menurun
kebisingan bagi kesehatan ? 2. Ketulian
3. Lainnya
VIII Gangguan Terhadap Kesehatan
29 Apakah anda pernah mengalami 1. Ya
gangguan pendengaran ? 2. Tidak
30 Apakah pendengaran saudara saat 1. Ya
ini terganggu ? 2. Tidak
31 Pernahkah anda merasa ada
1. Ya
kegaduhan/kebisingan dalam
2. Tidak
telinga ?
Pernahkah anda merasa ada suara 1. Ya
berdenging dalam telinga? 2. Tidak
32 Apakah anda pernah mengalami 1. Ya
cidera di kepala ? 2. Tidak
33 Apakah anda memilki alergi 1. Ya
terhadap debu ? (pilek) 2. Tidak
34 Apakah anda saat ini atau secara 1. Ya
berkala sedang makan obat? 2. Tidak

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


5

NO PERTANYAAN JAWABAN
VIII Gangguan Terhadap Kesehatan
35 Apakah anda saat ini atau secara 1. Ya
berkala makan antibiotik ? 2. Tidak
36 Apakah anda saat ini atau secara 1. Ya
berkala sedang berobat ? 2. Tidak
37 Pernahkah telinga anda terasa 1. Ya
sakit? 2. Tidak

38 Apakah saudara memiliki hobi


yang berhubungan dengan suara 1. Ya
keras seperti berburu/menembak 2. Tidak
dengan senapan angin/mesin ?
39 Apakah saudara memiliki hobi
1. Ya
mendengarkan musik dengan
2. Tidak
volume yang cukup keras ?
40 Apakah saudara memiliki hobi
1. Ya
memainkan alat musik/pemain
2. Tidak
musik ?
IX Riwayat Pekerjaan
41 Apakah sebelum di PT. SCTI
1. Ya
saudara pernah bekerja di tempat
2. Tidak
lain ?
42 Bila ya, apakah di lingkungan
1. Ya
dahulu saudara bekerja anda,
2. Tidak
terpajan dengan bising?
43 Berapa lama saudara bekerja di tempat tersebut (bulan/tahun) ?

X Alat Pelindung Telinga (APT)


44 Apakah pada saat saudara bekerja, 1. Earplug
saudara menggunakan APT ? 2. Earmuff
3. Kapas/Sumbat Telinga

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


LAMPIRAN 2. GAMBAR ALAT PENGUKURAN

Gambar 1. Sound Level Meter Gambar 2. Noise Dosimeter

Kedua alat produksi Quest Technologies (Gambar atas izin Hiperkes DKI Jakarta)

Gambar 3. Audiometer & Sound Proof Booth


(Gambar atas izin Hiperkes DKI Jakarta)

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


LAMPIRAN 3.

HASIL AUDIOMETRIC TEST DAN FOTO LAPANGAN

Pendengaran Normal Tuli Konduktiv

NIHL Tuli Campur

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


LAMPIRAN 4.

PROSES PRODUKSI TEKSTIL

Gudang Fiber
BAGIAN SPINNING
⇛ Kapas Pabrik terdiri dari bahan
rayon dan polyester.
GUDANG FIBER
Blowing
⇛ Proses membuka serat agar lebih
BLOWING terurai & untuk pencampuran material
agarr merata. Mencampur bahan
CARDING
rayon dan polyester dengan
perbandingan 35:65.

DRAWING Carding/Drawing/Roving
⇛ Penyusutan dan pensejajaran serat
ROVING/SPEED FRAME/SIMPLEK
dimana menentukan kualitas benang.

Ring Spinning
RING SPINNING ⇛ Pembuatan benang tunggal,
penentuan nomor benang & pemberian
antihan. Ukuran benang ditentukan
WINDING dengan nomor benang. (Jumlah Mesin
terbanyak – 73 set)

DOUBLE Winding
TFO/TWISTIN SINGLE
G ⇛ Merubah bentuk gulungan benang
dari bentuk Cop ke bentuk Cone.
PACKING

Twisting/Twist for One (TFO)


⇛ Alas/dasar dari benang di letakkan
Proses Heat Setter digunakan untuk dari bahan plastik untuk yang Double
menstabilkan kondisi benang dengan (bentuk Cop) sedangkan untuk yang
suhu 80-90oC tetapi sekarang proses Single alas/dasarnya dari paper.
tersebut sudah jarang digunakan di ⇛ Benang Hight Twist dengan >30
pabrik tekstil. Plastik putaran/inc dimana Twist ± 17-21
putaran/inc atau tergantung nomor
Spinning disebut Spun Yam (Serat benang.
Pendek) dan Texturizing disebut
Filament (Serat Panjang). ⇛ Proses bentuk dan alas benang
dimulai dari Plastik ⇨ COP ⇨ Paper,
setelah itu di Packing kemudian mulai
ke Proses Weaving.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


PROSES BAGIAN WEAVING

Benang/Warper
⇛ Proses awal Weaving dimana
BENANG
benang dari bagian Spinning mulai di
lakukan pemisahan.

Slasher/Sizing
WARPER
⇛ Pelapisan benang dengan Obat
Kanji/Sizing yang terdiri dari:
Prophinil Alkohol, Alkil, Wax/Lilin
SLASHER/SIZING dan lain-lain.

Leusing-in
LEUSING-IN
⇛ Pemisahan urut-urutan benang
ganjil dan genap dengan tujuan
mempemudah Proses Drawing.

DRAWING Drawing
⇛ Menyalurkan/memasukan benang-
benang dari bentuk Beam untuk di
lanjutkan ke Proses
WEAVING
Weaving/Pemintalan, dimana hal
tersebut tergantung Corak Kain.

Weaving
INSP. GREY
⇛ Proses Pemintalan dimana dari
bentuk Benang (Benang Lusi dan
Pakan) menjadi Kain.

Insp. Grey
⇛ Proses Quality Control dimana
untuk melihat Kualitas Kain dan Cacat
Kain. Standar grade untuk kain grey:
nilai A dengan cacat < 36 dan nilai C
< 40

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


PROSES BAGIAN DYEING

Grey/Tonyu
GREY/TONYU
⇛ Proses membuka kain mentah dari
bentuk roll.

SCOURING Scouring
⇛ Proses pencucian menghilangkan
kanji dan kotoran pada kain
HEAT SEAT tetoron/polyester.

Heat Seat
⇛ Pemantapan/penstabilan
DYEING
bentuk
serat kain.
DRYER
Dyeing Circular dan Winch
BAKAR BULU
⇛ Proses pewarnaan dengan
RESIN
temperatur tinggi (Circular) dan
rendah (Winch), dilanjutkan Proses
HEAT SET Scutcher (membuka kain).

Dryer
KF
⇛ Pengeringan kain

Bakar Bulu
PACKING
⇛ Menghilangkan bulu-bulu kain
yang terdapat pada kain dan
memperbaiki jahitan-jahitan
sambungan.
Resin
⇛ Mencegah kain kusut

KF dan Packing
⇛ Finishing

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


1

LAMPIRAN 5. HASIL UJI STATISTIK

UNIVARIAT
1. DATA NUMERIK

Frequencies

umur responden saat wawancara


Histogram

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
20

Valid 26 3 2.9 2.9 2.9


27 2 1.9 1.9 4.8 15

28 1 1.0 1.0 5.7

Frequency
29 5 4.8 4.8 10.5
10
30 8 7.6 7.6 18.1
31 8 7.6 7.6 25.7
32 10 9.5 9.5 35.2 5

33 8 7.6 7.6 42.9 Mean =34.08


Std. Dev. =3.485
34 8 7.6 7.6 50.5 0
N =105

26 28 30 32 34 36 38 40
35 5 4.8 4.8 55.2 umur responden saat wawancara

36 10 9.5 9.5 64.8


37 18 17.1 17.1 81.9
38 13 12.4 12.4 94.3
39 6 5.7 5.7 100.0
Total 105 100.0 100.0

Explore
Descriptives

St at ist ic St d. Error
umur responden Mean 34.08 .340
saat wawancara 95% Conf idence Lower Bound 33.40
Interv al f or Mean Upper Bound
34.75

5% Trimmed Mean 34.22


Median 34.00
Variance 12.148
St d. Dev iation 3.485
Minimum 26
Maximum 39
Range 13
Interquart ile Range 6
Skewness -.466 .236
Kurt osis -.766 .467

Tests of Normal ity


a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
umur responden
.157 105 .000 .935 105 .000
saat wawancara
a. Lillief ors Signif icance Correction

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


2

40

Normal Q-Q Plot of umur responden saat wawancara


37.5

35
1
Expected Normal

0 32.5

-1
30

-2

27.5

-3

25 30 35 40 45
Observed Value umur responden saat wawancara

Frequencies

masa kerja responden


Histogram
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3.5 1 1.0 1.0 1.0 25

4.0 1 1.0 1.0 1.9


6.0 1 1.0 1.0 2.9 20
7.0 3 2.9 2.9 5.7
7.5 1 1.0 1.0 6.7
Frequency

15
8.0 8 7.6 7.6 14.3
9.0 4 3.8 3.8 18.1
10.0 9 8.6 8.6 26.7 10

11.0 12 11.4 11.4 38.1


12.0 9 8.6 8.6 46.7
5
13.0 14 13.3 13.3 60.0
14.0 8 7.6 7.6 67.6 Mean =12.67
Std. Dev. =3.526
N =105
15.0 12 11.4 11.4 79.0 0
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0
16.0 8 7.6 7.6 86.7 masa kerja responden
17.0 5 4.8 4.8 91.4
18.0 5 4.8 4.8 96.2
20.0 3 2.9 2.9 99.0
21.0 1 1.0 1.0 100.0
Total 105 100.0 100.0

Explore
Descriptives

St at ist ic St d. Error
masa kerja responden Mean 12.667 .3441
95% Conf idence Lower Bound 11.984
Interv al f or Mean Upper Bound
13.349

5% Trimmed Mean 12.669


Median 13.000
Variance 12.431
St d. Dev iation 3.5258
Minimum 3.5
Maximum 21.0
Range 17.5
Interquart ile Range 5.0
Skewness -.055 .236
Kurt osis -.173 .467

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


3

Tests of Normality
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
masa kerja responden .071 105 .200* .988 105 .502
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction

25.0

Normal Q-Q Plot of masa kerja responden

3 20.0

15.0

1
Expected Normal

0 10.0

-1

5.0

-2

-3
0.0

0 5 10 15 20 25
masa kerja responden
Observed Value

Frequencies
intensitas kebisingan di tempat kerja
Histogram
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent 20
Valid 78.2 7 6.7 6.7 6.7
81.6 2 1.9 1.9 8.6
81.7 2 1.9 1.9 10.5 15

83.2 5 4.8 4.8 15.2


84.8 6 5.7 5.7 21.0
Frequency

85.6 2 1.9 1.9 22.9 10

86.2 2 1.9 1.9 24.8


88.6 3 2.9 2.9 27.6
89.8 8 7.6 7.6 35.2 5

90.3 2 1.9 1.9 37.1


Mean =92.12
92.4 1 1.0 1.0 38.1 Std. Dev. =6.293
N =105
94.5 12 11.4 11.4 49.5
0
75.0 80.0 85.0 90.0 95.0 100.0

96.0 20 19.0 19.0 68.6 intensitas kebisingan di tempat kerja

96.3 6 5.7 5.7 74.3


96.6 4 3.8 3.8 78.1
97.1 6 5.7 5.7 83.8
97.5 1 1.0 1.0 84.8
98.4 16 15.2 15.2 100.0
Total 105 100.0 100.0

Explore
Descriptives

Stat istic Std. Error


intensit as kebisingan Mean 92.117 .6142
di tempat kerja 95% Conf idence Lower Bound 90.899
Interv al f or Mean Upper Bound
93.335

5% Trimmed Mean 92.541


Median 96.000
Variance 39.607
Std. Dev iat ion 6.2934
Minimum 78.2
Maximum 98.4
Range 20.2
Interquart ile Range 9.2
Skewness -.927 .236
Kurt osis -.465 .467

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


4

Tests of Normality
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
intensitas kebisingan
.267 105 .000 .833 105 .000
di tempat kerja
a. Lillief ors Signif icance Correction

100.0

Normal Q-Q Plot of intensitas kebisingan di tempat kerja

2 95.0

90.0
1
Expected Normal

85.0
0

80.0
-1

75.0
-2

intensitas kebisingan di tempat kerja


75 80 85 90 95 100 105
Observed Value

2. DATA KATAGORIK

jeni s kelamin dalam 2 kelompok risi ko

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid wanita 9 8.6 8.6 8.6
pria 96 91.4 91.4 100.0
Total 105 100.0 100.0

lama waktu kerja per hari

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <= 8 jam 73 69.5 69.5 69.5
> 8 jam 32 30.5 30.5 100.0
Total 105 100.0 100.0

pemakaian APT

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 12 11.4 11.4 11.4
tidak 93 88.6 88.6 100.0
Total 105 100.0 100.0

kebiasaan merokok dal am 2 kelompok risiko

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 50 47.6 47.6 47.6
ya 55 52.4 52.4 100.0
Total 105 100.0 100.0

riwayat penyakit dalam 2 kelompok risi ko

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 93 88.6 88.6 88.6
ya 12 11.4 11.4 100.0
Total 105 100.0 100.0

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


5

riwayat keturunan dalam 2 kel ompok ri siko

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 99 94.3 94.3 94.3
ya 6 5.7 5.7 100.0
Total 105 100.0 100.0

intensitas kebisingan dal am 2 kelompok risiko menurut OSHA

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 90 dB (kurang berisiko) 37 35.2 35.2 35.2
>= 90 dB (lebih berisiko) 68 64.8 64.8 100.0
Total 105 100.0 100.0

intansitas kebisingan dalam 2 kelompok risiko

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 85 dB (tidak berisiko) 22 21.0 21.0 21.0
>= 85 dB (berisiko) 83 79.0 79.0 100.0
Total 105 100.0 100.0

hasil audi ometri ketul ian

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid normal 61 58.1 58.1 58.1
tuli konduktif 21 20.0 20.0 78.1
NIHL 23 21.9 21.9 100.0
Total 105 100.0 100.0

NIHL

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 82 78.1 78.1 78.1
ya 23 21.9 21.9 100.0
Total 105 100.0 100.0

status karyawan

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kary awan kontrak 6 5.7 5.7 5.7
kary awan tetap 99 94.3 94.3 100.0
Total 105 100.0 100.0

pendidi kan terakhir responden

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <= sd 1 1.0 1.0 1.0
smp 15 14.3 14.3 15.2
sma 86 81.9 81.9 97.1
pt 3 2.9 2.9 100.0
Total 105 100.0 100.0

riwayat tempat tinggal

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 36 34.3 34.3 34.3
tidak 69 65.7 65.7 100.0
Total 105 100.0 100.0

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


6

pengetahuan tentang kebisingan

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 88 83.8 83.8 83.8
tidak 17 16.2 16.2 100.0
Total 105 100.0 100.0

gangguan terhadap kesehatan

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 92 87.6 87.6 87.6
tidak 13 12.4 12.4 100.0
Total 105 100.0 100.0

riwayat pekerj aan responden sebel um bekerja di PT. SCTI

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 26 24.8 24.8 24.8
tidak 79 75.2 75.2 100.0
Total 105 100.0 100.0

BIVARIAT

T-Test
Group Statisti cs

St d. Error
NIHL N Mean St d. Dev iation Mean
umur responden tidak 82 33.84 3.599 .397
saat wawancara ya 23 34.91 2.968 .619

Independent Samples Test

Lev ene's Test f or


Equality of Variances t-test f or Equality of Means
95% Conf idence
Interv al of the
Mean Std. Error Dif f erence
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Dif f erence Dif f erence Lower Upper
umur responden Equal v ariances
1.635 .204 -1.307 103 .194 -1.072 .820 -2.697 .554
saat wawancara assumed
Equal v ariances
-1.457 41.943 .153 -1.072 .736 -2.556 .413
not assumed

Group Statisti cs

St d. Error
NIHL N Mean St d. Dev iation Mean
masa kerja responden tidak 82 12.543 3.6533 .4034
ya 23 13.109 3.0598 .6380

Independent Samples Test

Lev ene's Test f or


Equality of Variances t-t est f or Equality of Means
95% Conf idence
Interv al of the
Mean St d. Error Dif f erence
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Dif f erence Dif f erence Lower Upper
masa kerja responden Equal v ariances
.361 .549 -.679 103 .499 -.5660 .8341 -2.2202 1.0882
assumed
Equal v ariances
-.750 41.317 .458 -.5660 .7549 -2.0902 .9581
not assumed

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


7

Group Statisti cs

St d. Error
NIHL N Mean St d. Dev iation Mean
intensitas kebisingan tidak 82 91.452 6.4713 .7146
di tempat kerja ya 23 94.487 5.0528 1.0536

Independent Samples Test

Lev ene's Test f or


Equality of Variances t-t est f or Equalit y of Means
95% Conf idence
Interv al of t he
Mean St d. Error Dif f erence
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Dif f erence Dif f erence Lower Upper
intensitas kebisingan Equal v ariances
8.161 .005 -2.076 103 .040 -3.0345 1.4619 -5.9338 -.1352
di tempat kerja assumed
Equal v ariances
-2.384 44.350 .021 -3.0345 1.2731 -5.5997 -.4693
not assumed

Chi-square (Crosstabs)
jeni s kelamin dalam 2 kelompok risi ko * NIHL Crosstabulation

NIHL
tidak ya Total
jenis kelamin dalam wanita Count 9 0 9
2 kelompok risiko % wit hin jenis kelamin
100.0% .0% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko
pria Count 73 23 96
% wit hin jenis kelamin
76.0% 24.0% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko
Total Count 82 23 105
% wit hin jenis kelamin
78.1% 21.9% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.761b 1 .097
Continuity Correctiona 1.538 1 .215
Likelihood Ratio 4.682 1 .030
Fisher's Exact Test .201 .098
Linear-by -Linear
2.735 1 .098
Association
N of Valid Cases 105
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 1 cells (25.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 1.
97.

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
For cohort NIHL = tidak 1.315 1.175 1.471
N of Valid Cases 105

lama pajanan per hari * NIHL Crosstabulation

NIHL
tidak ya Total
lama pajanan <= 8 jam Count 60 13 73
per hari % wit hin lama
82.2% 17.8% 100.0%
pajanan per hari
> 8 jam Count 22 10 32
% wit hin lama
68.8% 31.3% 100.0%
pajanan per hari
Total Count 82 23 105
% wit hin lama
78.1% 21.9% 100.0%
pajanan per hari

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


8

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.350b 1 .125
Continuity Correctiona 1.630 1 .202
Likelihood Ratio 2.250 1 .134
Fisher's Exact Test .134 .102
Linear-by -Linear
2.327 1 .127
Association
N of Valid Cases 105
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 7.
01.

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or lama
pajanan per hari (<= 8 2.098 .805 5.470
jam / > 8 jam)
For cohort NIHL = tidak 1.196 .925 1.546
For cohort NIHL = y a .570 .280 1.161
N of Valid Cases 105

pemakaian APT * NIHL Crosstabulation

NIHL
tidak ya Total
pemakaian ya Count 11 1 12
APT % wit hin pemakaian APT 91.7% 8.3% 100.0%
tidak Count 71 22 93
% wit hin pemakaian APT 76.3% 23.7% 100.0%
Total Count 82 23 105
% wit hin pemakaian APT 78.1% 21.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.459b 1 .227
Continuity Correctiona .701 1 .403
Likelihood Ratio 1.756 1 .185
Fisher's Exact Test .457 .207
Linear-by -Linear
1.445 1 .229
Association
N of Valid Cases 105
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 1 cells (25.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 2.
63.

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or
pemakaian APT (y a / 3.408 .416 27.896
tidak)
For cohort NIHL = tidak 1.201 .978 1.473
For cohort NIHL = y a .352 .052 2.383
N of Valid Cases 105

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


9

kebiasaan merokok dalam 2 kelompok risiko * NIHL Crosstabul ation

NIHL
tidak ya Total
kebiasaan merokok tidak Count 43 7 50
dalam 2 kelompok risiko % wit hin kebiasaan
merokok dalam 2 86.0% 14.0% 100.0%
kelompok risiko
ya Count 39 16 55
% wit hin kebiasaan
merokok dalam 2 70.9% 29.1% 100.0%
kelompok risiko
Total Count 82 23 105
% wit hin kebiasaan
merokok dalam 2 78.1% 21.9% 100.0%
kelompok risiko

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.487b 1 .062
Continuity Correctiona 2.660 1 .103
Likelihood Ratio 3.575 1 .059
Fisher's Exact Test .097 .050
Linear-by -Linear
3.453 1 .063
Association
N of Valid Cases 105
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 10.
95.

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or
kebiasaan merokok
2.520 .938 6.771
dalam 2 kelompok
risiko (tidak / y a)
For cohort NIHL = tidak 1.213 .990 1.486
For cohort NIHL = y a .481 .216 1.073
N of Valid Cases 105

riwayat penyakit dalam 2 kelompok risiko * NI HL Crosstabulation

NIHL
tidak ya Total
riway at peny akit dalam tidak Count 73 20 93
2 kelompok risiko % wit hin riway at peny akit
78.5% 21.5% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko
ya Count 9 3 12
% wit hin riway at peny akit
75.0% 25.0% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko
Total Count 82 23 105
% wit hin riway at peny akit
78.1% 21.9% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .076b 1 .783
Continuity Correctiona .000 1 1.000
Likelihood Ratio .074 1 .786
Fisher's Exact Test .723 .515
Linear-by -Linear
.075 1 .784
Association
N of Valid Cases 105
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 1 cells (25.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 2.
63.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


10

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or riway at
peny akit dalam 2
1.217 .301 4.920
kelompok risiko (tidak /
y a)
For cohort NIHL = tidak 1.047 .742 1.476
For cohort NIHL = y a .860 .300 2.468
N of Valid Cases 105

riwayat keturunan dalam 2 kel ompok risi ko * NI HL Crosstabulati on

NIHL
tidak ya Total
riway at keturunan dalam tidak Count 78 21 99
2 kelompok risiko % wit hin riway at
keturunan dalam 2 78.8% 21.2% 100.0%
kelompok risiko
ya Count 4 2 6
% wit hin riway at
keturunan dalam 2 66.7% 33.3% 100.0%
kelompok risiko
Total Count 82 23 105
% wit hin riway at
keturunan dalam 2 78.1% 21.9% 100.0%
kelompok risiko

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .486b 1 .486
Continuity Correctiona .036 1 .850
Likelihood Ratio .442 1 .506
Fisher's Exact Test .610 .392
Linear-by -Linear
.481 1 .488
Association
N of Valid Cases 105
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 2 cells (50.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 1.
31.

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or riway at
keturunan dalam 2
1.857 .318 10.843
kelompok risiko (tidak /
y a)
For cohort NIHL = tidak 1.182 .665 2.100
For cohort NIHL = y a .636 .193 2.099
N of Valid Cases 105

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


11

MULTIVARIAT
Logistic Regression

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 16.920 6 .010
Block 16.920 6 .010
Model 16.920 6 .010

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke Permodelan Pertama


Step likelihood R Square R Square  Var. Sex Dikeluarkan dari
1 93.477a .149 .229 model
a. Estimation terminated at iteration number
20 because maximum iterations has been
reached. Final solution cannot be f ound.

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a umur .125 .082 2.344 1 .126 1.133 .966 1.330
1 ukurNoise .108 .053 4.196 1 .041 1.114 1.005 1.235
sexrisk 19.640 12802.550 .000 1 .999 3E+008 .000 .
lamjan .031 .563 .003 1 .956 1.032 .342 3.113
APT 1.596 1.131 1.993 1 .158 4.934 .538 45.239
rokokrisk .784 .553 2.006 1 .157 2.190 .740 6.479
Constant -37.066 12802.552 .000 1 .998 .000
Variable(s) entered on step 1: umur, ukurNoise, sexrisk, lamjan, APT, rokokrisk.

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 13.809 5 .017
Block 13.809 5 .017
Model 13.809 5 .017
Hasil Model Multivariat Pertama
Model Summary  Var. Lama Kerja di Keluarkan
dari model
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke  Var. Sex dimasukkan lagi dalam
St ep likelihood R Square R Square
model (ada perubahan OR >10%)
1 96.588a .123 .189
a. Estimation terminat ed at iteration number 5 because
parameter est imat es changed by less than .001.

Variables in the Equation


95.0% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step umur .122 .079 2.370 1 .124 1.129 .967 1.318
a
1 ukurNoise .100 .052 3.705 1 .054 1.105 .998 1.223
lamker .155 .563 .076 1 .783 1.168 .387 3.521
APT 1.631 1.118 2.128 1 .145 5.110 .571 45.740
rokokrisk 1.009 .550 3.366 1 .067 2.742 .933 8.056
Constant -16.887 5.851 8.329 1 .004 .000
a. Variable(s) entered on step 1: umur, ukurNoise, lamjan, APT, rokokrisk.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


12

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 16.917 5 .005
Block 16.917 5 .005
Model 16.917 5 .005

Hasil Model Multivariat Ke-2


Model Summary  Var. Lama Kerja dikeluarkan dari
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke model (tidak ada perubahan OR
Step likelihood R Square R Square > 10%)
1 93.480a .149 .229  Var. APT di Keluarkan dari
a. Estimation terminated at iteration number Model
20 because maximum iterations has been
reached. Final solution cannot be f ound.

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a umur .125 .082 2.345 1 .126 1.133 .966 1.330
1 ukurNoise .109 .050 4.712 1 .030 1.115 1.011 1.230
APT 1.607 1.113 2.085 1 .149 4.989 .563 44.200
rokokrisk .789 .546 2.090 1 .148 2.201 .755 6.416
sexrisk 19.649 12792.764 .000 1 .999 3E+008 .000 .
Constant -37.161 12792.765 .000 1 .998 .000

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 14.065 4 .007
Block 14.065 4 .007
Model 14.065 4 .007 Hasil Model Multivariat Ke-3
 Var. APT dimasukkan lagi dalam
Model Summary model (ada perubahan OR > 10%)
 Var. Merokok di Keluarkan dari
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke Model
Step likelihood R Square R Square
1 96.332 a .125 .193
a. Estimation terminated at iteration number
20 because maximum iterations has been
reached. Final solution cannot be f ound.

Variables in the Equation


95.0% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a umur .127 .081 2.445 1 .118 1.135 .968 1.331
1 ukurNoise .094 .049 3.693 1 .055 1.098 .998 1.209
rokokrisk .746 .534 1.951 1 .162 2.109 .740 6.011
sexrisk 19.821 12946.094 .000 1 .999 4E+008 .000 .
Constant -34.523 12946.095 .000 1 .998 .000
a. Variable(s) entered on step 1: umur, ukurNoise, rokokrisk, sexrisk.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


13

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 14.729 4 .005
Block 14.729 4 .005
Model 14.729 4 .005 Hasil Model Multivariat Ke-4
 Var. Merokok dimasukkan lagi
dalam model (ada perubahan
Model Summary
OR > 10%)
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke  Var. Umur di Keluarkan dari
Step likelihood R Square R Square Model
1 95.668a .131 .201
a. Estimation terminated at iteration number
20 because maximum iterations has been
reached. Final solution cannot be f ound.

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a
umur .106 .080 1.745 1 .187 1.111 .950 1.300
1 ukurNoise .115 .050 5.240 1 .022 1.122 1.017 1.238
sexrisk 20.118 12836.834 .000 1 .999 5E+008 .000 .
APT 1.541 1.099 1.968 1 .161 4.671 .542 40.238
Constant -37.003 12836.835 .000 1 .998 .000
a. Variable(s) entered on step 1: umur, ukurNoise, sexrisk, APT.

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 14.430 4 .006
Block 14.430 4 .006
Model 14.430 4 .006

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke


Step likelihood R Square R Square
1 95.967a .128 .197
a. Estimation terminated at iteration number
20 because maximum iterations has been
reached. Final solution cannot be f ound.

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a ukurNoise .112 .050 5.093 1 .024 1.118 1.015 1.233
1 sexrisk 19.677 12905.986 .000 1 .999 4E+008 .000 .
APT 1.611 1.102 2.138 1 .144 5.008 .578 43.407
rokokrisk .644 .529 1.481 1 .224 1.904 .675 5.372
Constant -33.123 12905.987 .000 1 .998 .000
a. Variable(s) entered on step 1: ukurNoise, sexrisk, APT, rokokrisk.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


14

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 16.917 5 .005
Block 16.917 5 .005
Model 16.917 5 .005

Permodelan
Model Summary
Terakhir Multivariat
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke
Step likelihood R Square R Square
1 93.480a .149 .229
a. Estimation terminated at iteration number
20 because maximum iterations has been
reached. Final solution cannot be f ound.

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a ukurNoise .109 .050 4.712 1 .030 1.115 1.011 1.230
1 sexrisk 19.649 12792.771 .000 1 .999 3E+008 .000 .
APT 1.607 1.113 2.085 1 .149 4.989 .563 44.200
rokokrisk .789 .546 2.090 1 .148 2.201 .755 6.416
umur .125 .082 2.345 1 .126 1.133 .966 1.330
Constant -37.161 12792.773 .000 1 .998 .000
a. Variable(s) entered on step 1: ukurNoise, sexrisk, APT, rokokrisk, umur.

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Fatimah

Tempat/Tanggal lahir : Palembang, 12 Juli 1975

Alamat : Jl. Bungaran No. 139 Rt. 04 Kelurahan 8 Ulu

Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang 30252

Status Keluarga : Belum Menikah

Alamat Instansi : Balai Teknik Kesehatan Lingkungan P2PL Palembang

Jl. Jend. Sudirman Km. 2,5 No. 7490 Palembang

Riwayat Pendidikan :

1. TK Pertiwi DW. Unit Sekwilda Palembang, lulus tahun 1981

2. SD Negeri No. 164 Palembang, lulus tahun 1987

3. SMP Negeri 2 Palembang, lulus tahun 1990

4. SMAK Dep. Kes. Palembang, lulus tahun 1993

5. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia

Universitas Muhammadiyah Palembang, lulus tahun 1999

Riwayat Pekerjaan :

1. Puskesmas Cempaka Kec. Cempaka Kab. OKU, tahun 1998 - 2000

2. RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Kab. OKU, tahun 2000 – 2004

3. BTKL P2PL Palembang, tahun 2004-sekarang

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008


62

Pengaruh kebisingan..., Siti Fatimah, FKM UI, 2008

Anda mungkin juga menyukai