TESIS
OLEH:
SITI FATIMAH
NPM: 0606019844
DEPOK, 2008
Oleh:
SITI FATIMAH
NPM: 06 06 019 844
DEPOK, 2008
Angkatan : 2006
Jenjang : Magister
menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis saya
2008”
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan
(Siti Fatimah)
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Tesis Program
Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Komisi pembimbing
Ketua
Anggota
Ketua
Anggota
ABSTRAK
ABSTRACT
SWT, karena atas berkat dan karunia-Nya penulisan tesis ini dapat selesai pada
waktu yang telah ditetapkan. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
Penulisan tesis ini dapat selesai atas bantuan, dukungan serta kerjasama yang
baik dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini secara khusus dan dengan
rasa hormat, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Ririn Armininsih W, drg, MKM yang telah mengorbankan waktu, pikiran dan
tenaga serta memberikan dorongan dalam membimbing penulisan tesis ini hingga
selesai. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula saya sampaikan kepada Ibu Laila
Fitria, SKM, MKM yang turut memberikan bimbingannya selama penulisan tesis ini.
1. Bapak Indra Martriandra M.Kes, Bapak Amar Muntaha, SKM, M.Kes., dan
2. Bapak Noer Thomas Prayogo, SE selaku salah satu direksi PT. SCTI dan Ibu
keberhasilan kedua orang tua saya tercinta Moch. Yusuf dan Muchlisa.
Semoga Allah SWT membalas budi baik Bapak, Ibu serta saudara sekalian
yang telah diberikan kepada saya. Saya menyadari atas segala keterbatasan yang saya
miliki. Pada akhirnya semoga tesis ini dengan segala kekurangannya dapat
Wassalam,
Penulis
ii
Judul Halaman
ABSTRAK
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR SINGKATAN xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3. Pertanyaan Penelitian 6
1.4. Tujuan Penelitian 6
1.5. Manfaat Penelitian 6
1.6. Ruang Lingkup 7
iii
BAB 5 HASIL
5.1. Gambaran Umum Perusahaan PT. SCTI 62
5.1.1. Profil PT. Southern Cross Textile Industry (PT. SCTI) 62
5.1.1.1. Visi, Misi, dan Tujuan 63
5.1.1.2. Struktur Organisasi 64
iv
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Intensitas Kebisingan 90
6.1.1. Intensitas Kebisingan dan Threshold Limit Values (TLV) 90
v
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
viii
ix
Nomor Lampiran
xi
OR Odds Ratio
xii
xiii
PENDAHULUAN
dunia industri, maka semakin banyak potensi bahaya dan risiko yang dihadapi.
Industrilisasi mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif antara lain;
dan menambah devisa negara. Sedangkan dampak negatif yang sangat dirasa yaitu
dan komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh
aktivitas manusia dan proses alam, sehingga kualitas lingkungan tersebut turun yang
dapat menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak berfungsi sesuai dengan
dapat berupa fisik/kimia, biologi dan sosekbud. Dimana salah satu aspek fisik dari
Menurut WHO (1995), diperkirakan hampir 14% dari total tenaga kerja negara
20 juta orang di Amerika terpapar bising 85 dB atau lebih. Waugh dan Forcier
prevalensi Noise Induced Hearing Loss (NIHL) bervariasi antara 40-50% (CDK,
2004).
pabrik peleburan besi baja ditemukan prevalensi NIHL 31,55% pada tingkat paparan
kebisingan 85-105 dB (Sundari, 1997); pada awak pesawat helikopter TNI AU dan
(Zuldidzaan, 1995); serta pada pengemudi bajaj paparan bising antara 97-101 dB
dengan 50% NIHL (Kertadikara, 1997). Penelitian ini diperkuat juga berdasarkan
kualitas kehidupan sosial penderita, baik di dalam maupun di luar negeri, tidak bisa
begitu saja diabaikan. Mekanisme industri dan irama kerja yang semakin cepat,
meningkatkan risiko terpajan kebisingan bagi pekerja juga masyarakat sekitar, dan
nonauditory.
Kondisi lingkungan yang bising, sebagai akibat dari deru mesin yang sedang
berproduksi, dapat juga mempengaruhi kesehatan para tenaga kerja, yang makin
lama dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yang dinamakan „Hearing Loss’,
di suatu wilayah dan lingkungan kerja telah melampaui ambang batas yang
dipersyaratkan (Kep. MENLH No. 48/1996 dan Kep. Menteri Tenaga Kerja No.
dilakukan.
kebisingan itu sendiri tidak akan menyebabkan kematian pada manusia, tapi dapat
membuat hidup kita tidak nyaman, meningkatkan stres, tekanan darah, tidur tidak
perkembangan janin serta tentu saja kehilangan pendengaran (Buletin The American
dB. Kriteria EPA ini lebih memperhatikan efek kebisingan terhadap kesehatan dan
terhadap faktor risiko lebih dari 8 jam periode kerja dalam sehari (Wilson, 1989;
“Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu
4,6%”; 3 negara lainnya yakni Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India 6,3%.
Walaupun bukan yang tertinggi tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup untuk dapat
dimana prevalensi morbiditas telinga, hidung dan tenggorokan (THT) 38,6%; dan
kasus NIHL yaitu: morbiditas telinga 18,5%, gangguan pendengaran 16,8% serta
"Sound Hearing 2030" yaitu dimana setiap orang mempunyai pendengaran yang
optimal pada tahun 2030 (Hearing International, 2005). Untuk menjabarkan visi
tersebut, Dirjen Bina Kesmas, Depkes bersama lintas sektor dan organisasi profesi
sebagian kasus dilaporkan oleh perusahaan atau pekerja, namun karena kegiatan
di salah satu industri tekstil yaitu PT. SCTI (Southern Cross Textile Industry) yang
terletak di Jakarta Timur. Survei yang dilakukan pada bulan Oktober 2004,
menemukan tingkat kebisingan pada tiga lokasi yang di ukur yaitu Spinning, Dep.
False Twise dan Weaving II rata-rata melebihi 90 dB, dan data ini melebihi Nilai
Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2004
Tenggara dimana hampir 35% diakibatkan oleh bising di lingkungan kerja, terutama
industri. Data rutin mengenai gangguan pendengaran karyawan di PT. SCTI tidak
kerja terutama karyawan bagian produksi, dimana survei awal Januari 2008
kontinyu dan tingkat intensitas yang tinggi (melebihi NAB menurut Kep. Menteri
Tenaga Kerja No. 51/1999, untuk lingkungan kerja industri adalah 85 dB) akan
memberikan efek pada pendengaran terutama pada karyawan yang bekerja melebihi
1.4. Tujuan
c. Bagi Instansi Program Terkait; diharapkan dapat membuat suatu program yang
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada industri yang akan diteliti yaitu
PT. SCTI, yang bergerak di bidang tekstil berupa produk bahan kain, dimana
dengan rata-rata intensitas kebisingannya tinggi (melebihi NAB). Penelitian ini ingin
dampak NIHL pada karyawan pabrik. Lokasi pabrik yang akan diteliti yaitu di
karyawan yang bekerja di PT. SCTI, dimana sebagai subyeknya yaitu karyawan yang
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebisingan
teknologi (Subagio, 1992). Secara fisik, tidak ada perbedaan antara suara (bunyi) dan
bising. Bila suara (bunyi) berhubungan dengan sensor sedangkan bising berhubungan
dengan suara yang tidak diinginkan. Kep.MENLH No. 48 tahun 1996, kebisingan
ketika bunyi menjadi tidak diinginkan maka bunyi ini disebut kebisingan (Salter,
diantara perorangan dalam situasi yang berbeda. JIS Z 8106 [IEC60050-801] kosa
dianggap istimewa dalam hal: (1) Penilaian pribadi dan penilaian subyektif sangat
menentukan untuk mengenali suara sebagai pencemaran kebisingan atau tidak, (2)
menangkapnya sebagai "kebisingan" dan tingkat fisik yang dapat diukur secara
obyektif. Pada karakteristik kedua, tidak ada perbedaan jelas antara siapa agresornya
dan siapa korbannya, sebagaimana yang sering terjadi ada korban-korban dari
kebisingan akibat piano dan karaoke. Meskipun jumlah keluhan yang terdaftar di
kota-kota besar selama beberapa tahun terakhir ini telah berkurang, kebisingan masih
Bising dalam kesehatan kerja (K3), diartikan sebagai suara yang dapat
Yang berkaitan erat dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu.
Menurut Kep. Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999, kebisingan adalah semua
suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau
alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran
aktifitas itu, satu sama lain saling berkaitan, sehingga pengertian ketiganya diperlukan
no. 718 tahun 1987, Kep. Dir-Jen PPM & PLP-Dep.Kes, 1992, KepMenKes No. 1405
tahun 2002).
hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi macam.
Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo
kokpit pesawat helikopter, gergaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas
Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja (misal 5000,
1000 atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji sirkuler, suara katup gas.
c. Bising terputus-putus
Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu kebisingan tidak
kebisingan ini adalah suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang dan
lain-lain.
d. Bising impulsif
mesin tempa. Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah
bising yang bersifat kontinu, terutama yang memilikis pektrum frekuensi lebar
lingkungan industri antara lain; peralatan pemakai energi pada indutri (furnace dan
heater), sistem kontrol benda cair (pompa air dan generator), proses industri (mesin
(flare stack), suara mesin, alat/mesin bertekanan tinggi, pengelolaan material (crame
and fork-lift), kendaraan bermotor, dan pengaturan arsitek bangunan yang tidak
memenuhi syarat. Tipe-tipe kebisingan lingkungan dapat dilihat pada tabel 2.1.
industri, diklasifikasikan menjadi 3 macam (OSHA web page, Nasri, 1997 dan
peralatan.
yang timbul akibat pergerakan dari udara, gas, liquid/cairan dalam kegiatan
Definisi Uraian
Jumlah kebisingan Semua kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu waktu
tertentu.
Kebisingan spesifik Kebisingan di antara jumlah kebisingan yang dapat dengan
jelas dibedakan untuk alasan-alasan akustik. Seringkali
sumber kebisingan dapat diidentifikasikan.
Kebisingan residual Kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan seluruh
kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di suatu tempat
tertentu dan suatu waktu tertentu.
Kebisingan latar belakang Semua kebisingan lainnya ketika memusatkan perhatian
pada suatu kebisingan tertentu. Penting untuk membedakan
antara kebisingan residual dengan kebisingan latar belakang.
(Sumber: Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48/1996)
jarang, maka tekanan berkurang. Gejala yang disebarkan oleh perubahan tekanan
dimana jarak antara dua titik geografis (dua titik di antara tekanan suara maksimum
dari suatu suara murni yang dihasilkan) terpisah hanya oleh satu periode dan
sebagai (m). Apabila tekanan suara pada titik sembarangan berubah secara periodik,
jumlah berapa kali di mana naik-turunnya periodik ini berulang dalam satu detik
berfrekwensi tinggi adalah suara tinggi, sedangkan yang berfrekwensi rendah adalah
suara rendah. Hubungan antara kecepatan suara c (m/s), gelombang dan frekwensi f
sentimeter dan sekitar 20 m. Kebanyakan dari obyek di lingkungan kita ada dalam
sebagai perbandingan dari panjang gelombang terhadap dimensi obyek, karena itu
Frekwensi adalah jumlah satuan getaran yang dihasilkan dalam satuan waktu
(detik). Rentang frekwensi suara yang dapat didengar manusia berkisar; 20 s/d 20.000
Hz. Suara percakapan manusia mempunyai rentang frekwensi; 250 s/d 4.000 Hz.
Frekwensi suara lebih dari 20 Hz disebut Infra sound. Sedangkan frekwensi suara
kurang dari 20.000 Hz disebut Ultra sound. Pada umumnya suara percakapan
Batas perbedaan suara yang bisa terdengar oleh rata-rata orang adalah 20-
20,000 Hz, tetapi bisa terdengarnya tergantung pada frekwensi (Levy, 2006 and
(Gambar 2.1). Kurva menggunakan 1000 Hz dan 40 dB sebagai referensi untuk suara
murni dan mem-plot suara referensi ini dengan tingkat-tingkat yang bisa terdengar
dari kenyaringan yang sama pada berbagai frekwensi. Seperti diperlihatkan pada
gambar, kenyaringan suara yang diterima oleh telinga manusia bervariasi karena
dua sifat-sifat fisik yaitu tingkat tekanan suara dan frekwensi. Bahkan dalam lingkup
yang bisa terdengar, frekwensi-frekwensi rendah dan tinggi sulit untuk ditangkap.
Apabila tingkat kenyaringan dari suatu suara dikurangi, pada suatu titik
tertentu, suara tidak lagi terdengar. Tingkat ini juga berbeda sesuai dengan frekwensi.
Tingkat ini diindikasikan sebagai tingkat minimum yang bisa terdengar/garis titik-
titik pada gambar 2.1. Tingkat minimum yang bisa terdengar pada 20 dB atau lebih
Pajanan bising yang terjadi dengan intensitas relatif sedang (≥85 dB), dalam
waktu yang lama, dapat menyebabkan efek kumulatif yang bertingkat dan
menyebabkan gangguan pendengaran berupa NIHL (Wentz, 1999 dan Wald, 2002).
85 90 8
92 6
88 95 4
97 3
91 100 2
94 105 1
97 110 ½
100 115 1/4
(Sumber; ISO 1964, ACGIH 2007 dan OSHA-29 CFR 1910.95)
sejenisnya.
sejenisnya.
4) Zona D, diperuntukan bagi industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bus
dan sejenisnya. Pada Bab III Pasal 3, syarat-syarat kebisingan, pada tingkat
718/1997 pada Bab IV pasal 5 menyatakan: sumber kebisingan yang berasal dari
pengangkutan dan kegiatan rumah tangga dan sebagainya diredam ataupun tidak,
pada Pasal 3. Batasan nilai tingkat kebisingan untuk beberapa kawasan atau
dihindari,
b. Zona B, intensitas antara 135-150 dB, dimana individu yang terpapar perlu
kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja,
disusunlah suatu standar oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Standar ini
dirumuskan oleh Subpanitia Teknis Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Panitia
Teknis 94S, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang mengacu pada Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No: Kep-51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisika di Tempat
Kerja dan telah dikonsensuskan di Jakarta pada tanggal 6 November 2003 yang
dihadiri oleh instansi pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan asosiasi profesi
dengan no. standar SNI 16-7063-2004. Tingkat pajanan kebisingan maksimal selama
1(satu) hari di tempat kerja pada ruang proses produksi dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tingkat Kebisingan
Pemaparan Harian
(dBA)
85 8 jam
88 4 jam
91 2 jam
94 1 jam
97 30 menit
100 15 menit
meter (SLM), sedangkan untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan
Noise Dose Meter karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja
selama 8 jam ia bekerja. NAB intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja
maksimum adalah 8 jam per hari. NAB merupakan standar faktor bahaya di tempat
kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya
SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan,
yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit “attenuator” dan beberapa alat lainnya.
Alat ini mengukur kebisingan antara 30–130 dB dan dari frekwensi 20–20.000 Hz.
SLM dibuat berdasarkan standar ANSI (American National Standard Institute) tahun
1977 dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam frekwensi yaitu A, B dan C yang
menentukan secara kasar frekwensi bising tersebut. (Melnick, 1994 dan Tambunan,
2005).
SLM memberikan respons kira-kira sama dengan respons telinga manusia dan
analyzer. Alat ini berfungsi sebagai filter yang akan memberikan informasi tentang
frekuensi dominan kebisingan. Informasi ini sangat berguna terutama dalam rangka
pengendalian kebisingan.
kebisingan ekivalen (Leq). Leg atau Laeq (equivalent energy level) adalah tingkat
kebisingan sinambung setara, dimana tingkat kebisingan ajeg (steady noise) yang
dinyatakan dalam satuan dB(A). dB(A) adalah satuan tingkat kebisingan (desibel)
dalam bobot A, yaitu bobot yang sesuai dengan respon telinga manusia normal,
dimana jumlah dB adalah 10 kali logaritma (dasar 10) dari perbandingan. dB(A)
diperoleh bila menggunakan alat ukur SLM pada filter pembobotan A, dengan
kebisingan rata-rata ekivalen (Leq). Penggunaan SLM yang tidak memiliki perangkat
masing zona peruntukan, dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Dirjen PPM dan
kebisingan yang berubah-ubah dengan waktu, maka harus dianalisis selama 24 jam,
artinya tingkat kebisingan sinambung setara harus dihitung 24 jam, yang selanjutnya
level siang-malam disebut Lsm. Nilai Lsm inilah yang kemudian dibandingkan
dengan nilai baku tingkat kebisingan seperti pada Permenkes No. 718/1987. Lsm
Cara ini memerlukan alat SLM dan 2 orang operator. SLM yang dianjurkan
Alat untuk kalibrasi dianjurkan adalah dari jenis piezoelectric yang menghasilkan 94
dB pada 1.000 Hz. Peralatan lain seperti octave filter, level recorder, tape recorder,
Titik Ukur:
pengukuran di tempat di mana sehari-hari sama sekali tidak pernah ada orang lalu
lalang.
dinding untuk menghindari pantulan. Kalau hal ini tidak mungkin, maka diizinkan
untuk melakukan pengukuran pada jarak 0,5 meter di depan jendela terbuka.
c) Tinggi alat ukur sekitar 1,2 meter di atas tanah, harus dipasang pada statif. Dalam
keadaan apapun tidak diizinkan untuk memegang alat ukur terus menerus, kecuali
pada saat mengubah control attenuator pada alat ukur. Jarak antara badan
operator dan alat ukur harus cukup jauh agar tidak terjadi pantulan.
Teknik Pengukuran;
membaca alat ukur, dan satu orang untuk memberi aba-aba membaca dan
pengukuran, alat harus dikalibrasi dengan sound level calibrator (SLC) atau
piston phone dan baterai harus pada kondisi penuh atau masih diizinkan (normal).
c) Untuk pengukuran di lingkungan harus dilakukan pada cuaca yang cerah, tidak
hujan, kecepatan angin tidak terlalu besar. Sebagai pengaman, pada mikropon
d) Bila pada saat mengukur terjadi gangguan yang semestinya tak terjadi, misalnya
suara pesawat terbang (kecuali di daerah sekitar lapangan terbang) dan suara
geledek, maka sampel dibatalkan dan harus diambil sampel baru pada interval
tekanan suara. Dalam pengukuran yang menggunakan faktor waktu aktual, praktek
pada umumnya adalah mengambil contoh tingkat tekanan suara pada interval waktu
sebaiknya mengambil 50 atau lebih contoh pada interval 5 detik atau kurang.
Gambar 2.2. Tingkat Tekanan Suara Berbobot A Yang Sepadan Dan Kontinyu
Sumber; MENLH, web page
kali atau kebisingan sebentar-sebentar dalam jangka waktu pendek dan kontinyu.
Variabel mengubah jumlah energi dari kebisingan satu kali menjadi tingkat tekanan
suara berbobot A dari kebisingan tetap 1(satu) detik yang kontinyu dari energi
sepadan.
1. Catat sebelum pengukuran: catat tanggal dan waktu pengukuran, lokasi, kondisi
3. Tempat pengukuran: pilihlah lokasi yang tidak dipengaruhi oleh suara yang tidak
bergema atau yang terpengaruhi oleh medan magnetik, getaran-getaran, atau suhu
4. Periode pengukuran: pilihlah waktu yang kebisingan latar belakangnya stabil dan
2-3 menit. Tetapi, jika tingkat tekanan suara berbobot A sangat berfluktuasi,
ukurlah selama 250 detik atau lebih. Apabila ada kebisingan latar belakang dari
lalu lintas mobil atau sumber lain, ukurlah untuk waktu yang disebutkan
jelas. Terutama bila sedang merekam, makin lama perekamannya, makin baik.
kejutan, puncak bentuk gelombang dapat keluar dari skala meskipun pembacaan
jarum (nilai yang terukur) mungkin tidak, oleh karena itu perlu mengawasi lampu
memuncak. Langkah pencegahan yang sama diperlukan untuk perekam audio dan
pendengaran seseorang, bedakan antara suara target dan kebisingan lainnya dan
buatlah catatan tentang itu pada kertas rekaman selama pengukuran. Bila
status dan waktu hal itu terjadi dan informasi terkait lainnya pada kertas rekaman.
Misalnya, bila suatu mesin berhenti atau seseorang lewat di depan meteran tingkat
kebisingan, buatlah catatan mengenai status dan waktu hal itu terjadi pada kertas
rekaman.
7. Instruksi kepada orang lain: peringatkan orang-orang lain untuk tidak membuat
cara-cara lainnya dan terlebih dahulu tandailah hal-hal itu pada dokumen-
9. Komunikasi selama pengukuran: bila daerah perbatasan tak dapat dilihat dari
sumber, tempatkan seseorang pada sumber untuk memantau operasi dan seorang
ditemukan adanya pemuncakan yang tinggi atau kejadian istimewa lainnya pada
titik pengukuran maka orang yang ada di titik pengukuran harus menghubungi
orang yang memantau sumber dan mencatat informasi apa saja yang berguna
lantai,
bising, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD); berupa sumbat telinga (ear
plug) yang dapat menurunkan pajanan sebesar 6-30 dB atau penutup telinga
(ear muff) yang dapat menurunkan 20-40 dB, ruang isolasi untuk istirahat,
rotasi pekerja untuk periode waktu tertentu antara lingkungan kerja yang
Secara umum jenis dari akibat kebisingan dapat dibagi dalam 2 tipe
Tipe Uraian
Perubahan ambang batas sementara
Kehilangan pendengaran akibat kebisingan, perubahan ambang
Akibat- batas permanen akibat kebisingan.
akibat
badaniah Rasa tidak nyaman atau stres meningkat,
Akibat-akibat fisiologis tekanan darah meningkat, sakit kepala,
bunyi dering
Gangguan emosional Kejengkelan, kebingungan
Akibat- Gangguan tidur atau istirahat, hilang
Gangguan gaya hidup konsentrasi waktu bekerja, membaca dsb.
akibat
psikologis Merintangi kemampuan mendengarkan
Gangguan pendengaran TV, radio, percakapan, telpon dsb.
Mukono, 2000 dan Wald, 2002), yaitu efek terhadap pendengaran (auditory) dan non
adalah efek terhadap pendengaran yang bersifat sementara dan non patologis,
waktu pemulihan bervariasi serta reversible bisa kembali normal. Seseorang yang
pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang
tinggi. Pada gambaran audiometri tampak sebagai “notch “ yang curam pada
frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga acoustic notch. Pada tingkat awal terjadi
kembali normal.
Menetap) adalah efek terhadap pendengaran yang bersifat patologis dan menetap,
dapat terjadi di tempat kerja karena trauma akustik dan kebisingan serta dapat juga
terjadi di bukan tempat kerja. Didalam praktek sehari-hari sering ditemukan kasus
kehilangan pendengaran akibat suara bising, dan hal ini disebut dengan
nama lainnya ketulian akibat bising industri. Untuk merubah NITTS menjadi
NIPTS diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10–15 tahun, tetapi
hal ini bergantung juga kepada tingkat suara bising dan kepekaan seseorang
keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih rendah
(2000 dan 3000 Hz) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan
bila sudah menyebar ke frekwensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan
untuk mendengar suara yang sangat lemah. Notch bermula pada frekwensi 3000–
6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada
a. Gangguan fisiologis
atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah
(10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada
tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
b. Gangguan psikologis
Berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila
c. Gangguan komunikasi
Disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau
e. Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali
bila menghindar dari sumber bising; namun bila terus menerus bekerja di tempat
bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.
Ketulian akibat pengaruh bising ini dapat berupa TTS atau NIPTS.
1. Adaptasi
Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu
oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi
karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.
kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa
pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila
akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu
individu.
terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan
menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang
mengatakan baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin
tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah
setelah istirahat beberapa jam (1–2 jam). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu
yang cukup lama (10–15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ
Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas terjadinya,
tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama dapat
degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ Corti. Akibatnya terjadi kehilangan
adalah antara 3000–6000 Hz dan kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang
terberat terjadi pada frekwensi 4000 Hz/4 K notch (Soetirto, 1990). Ini merupakan
proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh
para pekerja. Hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri. Apabila
bising dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup
percakapan (500–2000 Hz). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena
bising, makin tinggi maka makin berisiko; frekuensi bising, makin tinggi & sering
maka makin besar pengaruhnya; lama pajanan per hari, makin lama pajanan maka
makin berisiko; dan masa kerja/tinggal (Barbara, 1996; Wald, 2002 dan Harrington,
2003)
NIHL terjadi cukup lama bisa lebih dari 5 tahun dan tergantung kerentanan
1998 dan Wentz, 1999). Umur, menurut Achmadi (1994) dan Wald, (2002), orang
berusia lebih dari 40 tahun lebih mudah mengalami penurunan pendengaran akibat
bising (NIHL). Faktor yang lain yaitu riwayat penyakit telinga yang telah ada,
keadaan sekitar lingkungan. yang bising serta jarak dari sumber bising.
risiko terhadap kejadian kanker pada manusia (CDC). Di Indonesia, dalam satu
batang rokok mengandung 12-20 zat kimia tergantung dari jenis dan merknya. Zat-zat
210. Dari 20 zat kimia tersebut hanya ada 1 (satu) jenis zat yaitu Toluene yang
mempunyai gejala tinnitus yang dapat mempengaruhi NIHL (EHC 52, 1986),
sedangkan 2 (dua) zat kimia yang lain berdasarkan penelitian dapat mempengaruhi
hasil audiogram yaitu Carbon monoxide (EHC 213, 1999) dan Vinyl chloride (EHC
215, 1999).
Secara anatomi, telinga dapat dibagi menjadi tiga yaitu telinga luar, tengah,
dan dalam. Telinga luar terdiri dari; daun telinga, liang lahat (canal) dan membran
(sekret) yang berguna sebagai pelindung membran timpani. Fungsi telinga luar
gendang telinga.
Telinga tengah terdiri dari tiga tonjolan tulang (malleus), incus dan stapes
(sanggurdi) dimana terdapat dua otot (musculus) tensor tempani dan stapadius.
Fungsi dari telinga tengah adalah menghubungkan gendang telinga sampai ke kanalis
semisirkularis yang berisi cairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang
Telinga dalam terdiri dari labirin tulang, labirin membran, cochlea dan corti.
Labirin tulang berisi cairan penlimfe dan labirin membran berisi endolimfe, cochlea
sel-sel reseptor yang berupa sel-sel rambut yang tersusun dua baris. Telinga dalam
manusia terdapat ± 3.500 sel rambut dalam dan 20.000 sel rambut luar (Nasri, 1997;
Konduksi Tulang
ke dalam telinga tengah, sehingga getaran yang terjadi di tulang tengkorak dapat
dikenali oleh telinga manusia sebagai suatu gelombang suara. Jadi segala sesuatu
tulang. Secara umum tekanan suara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk
menimbulkan efek konduksi tulang ini. Hal ini perlu diketahui, karena pemakaian
sumbat telinga tidak menghilangkan sumber suara yang berasal dari jalur ini.
Respon Auditorik
Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapat diterima oleh telinga
manusia dimana suara yang nyaman diterima oleh telinga kita bervariasi tekanannya
sesuai dengan frekuensi suara yang digunakan, namun suara yang tidak
tekanan tinggi, biasanya di atas 120 dB. Ambang pendengaran untuk suara tertentu
adalah tekanan suara minimum yang masih dapat membangkitkan sensasi auditorik.
Nilai ambang tersebut tergantung pada karakteristik suara (frekuensi), cara untuk
mendengar suara tersebut melalui earphone/pengeras suara, dan pada titik mana suara
itu diukur (saat mau masuk ke liang telinga atau di udara terbuka).
suara yang masih dapat didengar oleh seorang yang masih muda dan memiliki
pendengaran normal, diukur di udara terbuka setinggi kepala pendengar tanpa adanya
pendengar. Nilai ini penting dalam pengukuran di lapangan, karena bising akan
telinga lebih rendah 2 sampai 3 dB. Jika seseorang terpajan pada suara di atas nilai
kritis tertentu kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut, maka nilai ambang
pendengaran orang tersebut akan meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang
tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali normal dalam waktu singkat, maka
pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara. Fenomena ini dinamakan kelelahan
auditorik.
Kekuatan suara
dapat mengatakan kuat atau lemahnya suara yang didengar. Kekuatan suara sangat
dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara yang keluar dari stimulus suara, dan sedikit
dipengaruhi oleh frekuensi serta bentuk gelombang suara. Pengukuran kekuatan suara
yang didengar oleh sekelompok orang yang memiliki pendengaran normal dan yang
dijadikan patokan adalah suara dengan frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan
menghitung menggunakan pita suara 2 atau 3 band, 3). Mengukur dengan alat yang
Masking
Karakteristik lain yang cukup penting dalam menilai intensitas suara adalah
meningkat dengan adanya suara lain. Suatu suara masking dapat didengar bila nilai
ambang suara utama melampaui juga nilai ambang untuk suara masking tersebut.
Sensitivitas Pendengaran
pada kemampuan untuk mengenali perbedaan yang terjadi pada stimulus akustik.
Pemahaman percakapan dan identifikasi suara-suara tertentu, atau suatu alunan musik
tertentu merupakan suatu proses harmonis di dalam otak manusia yang mengolah
informasi auditorik berdasarkan frekuensi, amplitudo, dan waktu yang didengar untuk
didengar oleh telinga sebagai kuat atau lemahnya suara. Makin tinggi tekanan udara,
makin kecil perbedaan yang dapat dideteksi oleh telinga manusia. Perbedaan
minimum yang dapat dibedakan pada frekuensi suara yang sama tergantung pada
kerja sama kedua telinga karena didasarkan atas perbedaan tekanan suara yang
suara di kedua telinga. Kemampuan telinga untuk membedakan sumber suara yang
suara yang vertikal. Kemampuan ini penting untuk memilih suara yang ingin
adalah tuli syaraf yang terjadi akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam
jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja
Akibat paparan bising lebih dari 85 dB selama 8 jam atau lebih dalam sehari
Permissible Exposure Level (PEL) 90 dB selama 8 jam kerja per hari menurut OSHA
dan Threshold Limit Values (TLV) tidak lebih dari 85 dB selama delapan jam per hari
atau 40 jam per minggu, serta akselerasi getaran tidak lebih dari 4 m/dt2 menurut
WHO dan ACGIH (Kryter, 1985; Wald, 2002 dan Wentz, 1999 ).
yang dalam buku istilahnya ditulis dengan deafness atau hearing loss. Kata "tuli"
terbaik. Secara garis besar ketulian dibagi menjadi tiga (Boillat, 1998), yaitu;
pembedahan.
b. Tuli persepsi (sensorineural hearing loss) dimana letak kelainan mulai dari
organ korti di koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi
c. Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan, disebut tuli
campuran.
cara yang paling sederhana sampai dengan memakai alat elektro akustik yang disebut
audiometer. Dengan menggunakan audiometer ini jenis ketulian dengan mudah dapat
ditentukan.
B. Penyebab Ketulian
intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar bising,
mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (ototoxic drug) seperti
lain (Soetirto, 1990). Kryter, (1985) membagi penyebab ketulian dalam 5 (lima)
(minggu ke 6 s/d 12) yaitu pada saat pembentukan organ telinga pada fetus.
Penyakit-penyakit itu ialah rubela, morbili, diabetes melitus, nefritis, toksemia dan
menggugurkan kandungan.
b. Periode perinatal
Penyebab ketulian disini terjadi diwaktu ibu sedang melahirkan. Misalnya trauma
kelahiran dengan memakai forceps, vakum ekstraktor, letak bayi yang tak normal,
partus lama. Juga pada ibu yang mengalami toksemia gravidarum. Sebab yang lain
c. Periode postnatal
1). Penyebabnya dapat berupa faktor genetik atau keturunan, misalnya pada
2). Penyebab yang bukan berupa faktor genetik atau keturunan, pada orang
dewasa;
e). Influenza oleh virus, Lindsay membuktikan bahwa sudden deafness pada
menyebabkan ketulian.
h). Faktor alergi, dikarenakan terjadi gangguan pembuluh darah pada koklea.
i). Trauma akustik, seperti letusan bom, letusan senjata api, tuli karena suara
bising.
j). Presbiakusis, tuli karena usia lanjut; tumor, Akustik neurinoma; Penyakit
Arnvig memberitakan bahwa 21,1% dari kasus tak diketahui sebabnya. Menurut
Harrison dan Livingstone besarnya 30%, menurut Fraser 38% dari 2355 kasus dan
C. Gejala NIHL
telinga) atau tidak, bila sudah cukup berat disertai keluhan sukar menangkap
percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah berat percakapan yang keraspun
2.2.2.2. Etiologi
frekwensi, lamanya waktu pemaparan, kerentanan individu, jenis kelamin, usia serta
kelainan di telinga tengah (Soetirto, 1990). NIHL yaitu tuli sensorineural yang paling
sering dijumpai setelah presbikusis, serta merupakan tuli saraf koklea yang bersifat
menetap (irreversible).
yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya
degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia
pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap
banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena
adalah daerah basal, dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan
oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam
dan sel-sel penunjang juga rusak dan semakin luas kerusakan pada sel-sel rambut,
dapat menimbulkan degenerasi pada saraf, yang juga dapat dijumpai di nukleus
Guna mencegah terjadi NIHL tersebut maka paling tidak setelah 2-3 jam
keras. Kerusakan sementara ini bisa menjadi permanen kalau masih terus saja
dipapari suara keras. Susunan organ telinga kita terdiri atas liang telinga, gendang
telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput. Suara berdenging itu akibat
rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar, getaran ini
Lebih baik menjaga organ pendengaran tetap sehat, terutama organ rambut
getar dalam rumah siput. Rusaknya gendang telinga dan tulang pendengaran masih
bisa diatasi dengan operasi dan obat-obatan. Namun, kalau rumah siput yang rusak,
tidak bisa dibetulkan. Dalam rumah siput yang begitu kompleks terdapat ratusan
rambut getar, materi penting yang menghantarkan suara ke saraf dan berlanjut ke
otak. Kalau sudah banyak rambut getar rontok, otomatis pendengaran juga
berkurang. Karena itu, ada baiknya mengistirahatkan telinga dari suara bising dan
Dari pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar sampai
gendang telinga. Pemeriksaan dengan garpu tala (Rinne, Weber, dan Schwabach)
akan menunjukkan suatu keadaan tuli saraf: Tes Rinne menunjukkan hasil positif,
Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan
intensitas (pada axis vertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan
nilai ambang pendengaran untuk frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000
Hz. Bila sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi maka dilakukan
pengukuran pada frekuensi 8000 Hz karena ini merupakan frekuensi kritis yang
pekerjaan; tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali membedakan apakah
gangguan pendengaran yang terjadi akibat kebisingan atau karena sebab yang lain
(CDK, 2004).
Audiometer adalah suatu alat yang dapat menghasilkan suara bervariasi dalam
frekuensi 125–8.000 Hz dan intensitas 0-110 dB. Hasil tercatat dalam suatu
waktunya alat ini dilakukan kalibrasi dan bilamana perlu juga dilakukan service,
sehingga oleh pihak teknisi dari distributornya masih dinyatakan bahwa alat dalam
kondisi jalan baik, semua itu merupakan tanggung jawab petugas tersebut.
Selain bertanggung jawab, menjaga dan merawat alat tersebut, petugas pun
harus dapat memahami, mampu dan menguasai cara pengoperasiannya, serta trampil
tersebut sudah berlangsung dengan baik dan benar, sehingga apabila pelaksanaan
pemeriksaan yang sedang berlangsung belum baik atau masih salah, maka
sangat besar pengaruhnya atas hasil pemeriksaan yang diperoleh bagi setiap orang
pendengaran pekerja dengan melibatkan audiometric test terbagi dalam tiga fase
diperoleh dalam kurun waktu tidak lebih dari 3 (tiga) bulan pertama sejak
seorang pekerja pada saat tidak lagi bekerja (berhenti bekerja) untuk waktu
yang cukup lama atau permanen di tempat kerja dengan tingkat kebisingan ≥
85 dB A (8 jam TWA).
(enam) macam frekuensi yaitu frekuensi-frekuensi dari 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz,
Batas pendengaran di ukur dalam desibel (dB) oleh ANSI 1969-ISO 1964
Interpretasi nilai audiometri dalam desibel batas pendengaran menurut WHO (1992),
dibagi berdasarkan nilai ketulian dimana penampilan daya dengar kedua telinga ikut
Dapat mendengar beberapa kata yang 4 Tuli berat dua telinga 61-80 dB
diteriakkan pada sisi telinga yang lebih
mendengar
Agak sulit mendengar, tapi biasanya 2 Tuli ringan dua telinga 26-40 dB
dapat mendengar kata-kata yang
diucapkan dengan kekerasan suara
yang normal
Ketulian hanya terjadi pada 1 (satu) 1 Tuli satu telinga Telinga yang sehat mempunyai
telinga nilai audiometri normal (< 25 dB)
Gradasi Parameter
Normal Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6 m)
Sedang Kesulitan dalam percakapan sehari-hari (>1,5 m)
Menengah Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak >1,5 m
Berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak >1,5 m
Sangat Berat Kesulitan dalam percakapan keras /berteriak pada jarak <1,5 m
Tuli total Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi
2. Hasil dari audiometri (fa’al telinga) minimal termasuk kriteria ’Hearing Loss
Sedang’ yaitu sudah diatas nilai 40 dBA untuk kedua telinga (kanan dan kiri)
seimbang dan sejalan dengan tinggi rendahnya derajat kebisingan pada masing-
masing frequensi suara, yang tinggi pada lokasi penelitian. Dimana terdapat
derajat kebisingan yang tinggi pada beberapa frequensi, maka disitulah terjadi
4. Perubahan pengaruh antara telinga kanan dan kiri terhadap kebisingan tentunya
harus seimbang. Sehingga grafik untuk telinga kiri dan kanan posisinya harus
sejajar. Karena pengaruh kebisingan berlaku untuk kedua telinga, sehingga grafik
atau lebih (OSHA), 15 dB atau lebih (NIOSH) pada frekuensi 2000 Hz, 3000 Hz, dan
dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya 5 tahun atau lebih. Pada pemeriksaan
antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang
patognomonik untuk jenis ketulian NIHL (Soetirto, 1990 dan Wald, 2002).
Kerangka teori ini dibuat dalam bentuk bagan atau skema yang mengacu pada
landasan teori yang tertulis dalam Bab 2 berupa Tinjauan Pustaka. Dimana
alam yaitu berupa gangguan fisik/kimia, biologi dan sosekbud. Dimana salah satu
aspek pencemar fisik dari lingkungan yaitu kebisingan. Sumber kebisingan di tempat
kerja khususnya industri berasal dari mesin, vibrasi, serta pergerakan udara, gas, dan
cairan. Hal ini dapat mencemari lingkungan ambien (eksternal) dan indoor (internal).
Asal sumber dan sifat kebisingan berupa imfulsif, semi kontinyu dan kontinyu,
dengan TWA batasan 85 dB maximum bekerja 8 jam per hari. Efek yang dapat di
timbulkan akibat kebisingan yaitu efek auditory dan non audiotory, yang menyerang
syaraf pendengaran berupa gangguan fisik dan syaraf otak berupa gangguan
48
Gangguan Fisik ;
OSHA-HCA (1981), Intensitas Syaraf Gangguan Pendengaran
Alamiah Kebisingan disesuaikan dengan Pendengaran (Noise Induced Temporary
- Kebakaran Hutan TWA batasan 85 dB jika pajanan Threshold Shift (TTS) atau
- Gunung berapi terhadap faktor risiko lebih dari 8 Noise Induced Permanent
jam periode kerja dalam sehari. Threshold Shift (NIPTS)
- dll
NAB intensitas bising adalah 85 dB Efek terhadap Tuli Akibat Bising (TAB)
Pencemar Fisik; dan waktu bekerja maksimum pendengaran (Auditory) atau Noise Induced Hearing
Kebisingan adalah 8 jam per hari (SNI, 2004). & Loss (NIHL)
Sumber Kebisingan di bukan pada pendengaran Penurunan Pendengaran
Tempat Kerja (Industri); (Non-Auditory) Hilang Pendengaran
a. Mesin Menurut Asal Sumber & Sifat Manusia;
b. Vibrasi Kebisingan; Umur
c. Pressure-reducing - Imfulsif & Imfulsif berulang- Sex
Pencemaran valve (pergerakan ulang Intensitas & Frekwensi Kebisingan
Lingkungan; udara, gas, dan cairan) - Semi Kontinyu/intermittent Lama Waktu Kerja Per Hari Syaraf Otak
Fisik/Kimia (bising terputus-putus) Masa Kerja/Tinggal
Biologi - Kontinyu; spektrum luas & Merokok
Sosekbud sempit Pemakaian APT
Riwayat Penyakit
Riwayat Keturunan
Kardiovaskuler, DM, Cholesterol Gangguan Fisiologis ;
Tinggi, dan lain-lain Stres
Aktivitas Manusia Tekanan darah tinggi
Transportasi Udara Ambien Sakit kepala
1. Darat (mobil, motor, Gangguan Psikologis ; Rasa tidak nyaman
&
kereta api, dll) Gangguan emosional (mudah marah,
2. Udara (Pesawat terbang) Indoor
cepat lelah, mudah jengkel, bingung)
Industri
Gangguan gaya hidup (Gangguan
Kegiatan Konstruksi tidur, hilang konsentrasi
dll belajar/bekerja)
Bagan 3.1. Kerangka Teori Pengaruh Kebisingan terhadap Noise Induced Hearing Loss (NIHL) Karyawan PT. SCTI 2008 (UU RI 23/1997; Mukono, 2000; Nasri, 1997;
Wardhana, 2001; CDK, 2004; OSHA-HCI, 1981; SNI, 2004; Soetirto, 1990; Boillat, 1998; Barbara, 1996; Melnick, 1994; Achmadi, 1994; MNLH, 1996)
Independen dan Dependen. Selain dua variabel tersebut, variabel yang lain ikut
dicantumkan di dalam kerangka konsep di bawah ini, untuk variabel umur, masa kerja
dan intensitas kebisingan sudah kami inklusikan. Responden pada penelitian ini
meliputi karyawan yang bekerja di lokasi pabrik dengan intensitas kebisingan lebih
dari 85 dB dan kurang dari 85 dB, berumur kurang dari 40 tahun dan masa kerja
Variable Dependen
Variable Independen Noise Induced Hearing Loss
Intensitas Kebisingan di (NIHL) pada Karyawan Bagian
Bagian Produksi PT. Produksi
SCTI
Umur
Sex
Lama Waktu Kerja/hari
Masa Kerja
Merokok
Pemakaian APT
Riwayat Penyakit
Riwayat Keturunan
Bagan 3.2. Kerangka Konsep Pengaruh Kebisingan terhadap Noise Induced Hearing Loss
(NIHL) Karyawan PT. SCTI 2008 yang merupakan ringkasan dari kerangka teori.
Skala Katagorik
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Satuan Cara Ukur
Ukur
Dependen:
Noise Induced Gangguan Audiometer Desibel Pengukuran Ordinal 0. Bukan
Hearing Loss pendengaran (tuli (dB) derajat NIHL
(NIHL) pada syaraf) yang bersifat ketulian/hearin 1. NIHL
Karyawan Pabrik sensorineural dari g loss pada
responden yang setiap
terjadi akibat terpapar responden
oleh bising yang dengan
cukup keras (>85 dB) memeriksa
selama 8 jam atau nilai ambang
lebih dalam sehari pendengaran
dalam jangka waktu pada nada
yang cukup lama murni dengan
biasanya diakibatkan frekuensi 500
oleh bising s/d 8000 Hz
lingkungan kerja. dan pada
frekuensi 4000
Hz sering
terdapat takik
(notch) yang
patognomonik
untuk jenis
ketulian NIHL
Independen:
Intensitas Ukuran tingginya Sound Level Desibel Pengukuran Rasio -
Kebisingan di bunyi/suara yang Meter (SLM) (dB) A kebisingan di
bagian produksi tidak dikehendaki & Noise lakukan dalam
& pada karyawan yang diterima oleh Dose Meter pabrik pada
bagian produksi responden dan dapat jarak lebih dari
PT. SCTI mengganggu atau 1 (satu) m dari
membahayakan sumber bising,
kesehatan (SNI, dengan durasi
2004) yang waktu satu
bersumber dari serie
lingkungan kerja pengukuran
responden. NAB bervariasi
intensitas bising antara 1-8 jam
adalah 85 dB kerja & interval
pengukuran 10-
15 menit
(keterangan
lengkap di
lampiran 1).
Hasil yang
didapat
disesuaikan
dengan SNI
2004
Skala Katagorik
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Satuan Cara Ukur
Ukur
Variabel lain ;
Sex Jenis kelamin Kuesioner - Observasi Nominal Laki-laki
responden /Perempuan
Lama waktu kerja Berapa lama responden Kuesioner Jam Wawancara Ordinal 0. ≤ 8 jam
Per Hari bekerja di lokasi yang & 1. > 8 jam
di jadikan penelitian Observasi
yang dihitung mulai
masuk kerja sampai
pulang.
METODE PENELITIAN
deskriptif dengan studi observasional. Jenis studi yang digunakan studi cross
Studi cross sectional (studi potong lintang) merupakan studi yang mengamati
paparan dan penyakit pada waktu kurang lebih bersamaan (non-directional). Dimana
studi potong lintang mencuplik sebuah sampel dari populasi dalam suatu waktu,
lantas memeriksa status paparan dan status penyakit pada titik waktu yang sama dari
Studi kross seksional pada dasarnya adalah studi survei, karena yang
diperoleh pada penelitian ini pada suatu titik waktu, maka studi potong lintang ibarat
duanya pada suatu populasi suatu saat. Konsekuensinya, data yang dihasilkan adalah
prevalensi, bukan insidens, karena itu studi potong lintang disebut juga ”studi
prevalen”, atau ”survei prevalensi” (Kleinbaum, 1982 pada Murti, 1997 & 2003;
Sastroasmoro, 2002).
Salah satu keuntungan dari studi kross seksional ini, studi tersebut lebih
representatif dalam mendeskripsikan karakteristik populasi dari pada jenis studi lain,
serta lebih efisien untuk merumuskan hipotesa baru. Tetapi studi ini lebih lemah
untuk pengujian hipotesa kausal jika dibandingkan dengan studi kohort dan kasus
53
4.2.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah karyawan PT. SCTI yang bekerja di bagian
produksi, dengan kriteria inklusi untuk populasi adalah karyawan yang berumur
kurang dari 40 tahun yang telah bekerja minimal lebih dari atau sama dengan 3,5
tahun.
Gangguan
Peneliti Tahun Industri ∑ Sampel Alat Ukur
Pendengaran
Ahmad Taha Pabrik Tekstil di
1994 20 NIHL 8 (40%) Audiometer
MD et al Kairo, Mesir
Dheni Yudhi Unit Weaving II
W (Skripsi) 2000 PT Argo Pantes 61 27 (44,3%) Kuesioner
Tbk Tangerang
Warman Unit AJI Dep.
(Skripsi) 2003 Weaving PT 75 55 (73,3%) Kuesioner
Unitex Bogor
tekstil ± 40%. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam mencari jumlah sampel
Z 21-/2 P (1 - P)
n
d2
penelitian ini yaitu 92,2 sampel, untuk menghindari terjadinya droup out maka dari
minimal sampel tersebut di tambahkan 10% sehingga sampel yang harus diambil
(SRS) pada populasi (Hasan, 2005), dimana caranya dari data yang ada diketahui
jumlah karyawan PT. SCTI 759 orang, terdiri dari 2 (dua) bagian; bagian produksi
dan kantor, dimana bagian produksi mencakup ruang Spinning 382 orang,
PPIC (Planning Product Inventory Control), Utility, dan lain-lain yang berjumlah
154 orang. Dari 759 orang ini akan dijadikan sampel hanya karyawan yang bekerja
di bagian produksi berjumlah 605 orang, dari jumlah tersebut yang akan dijadikan
sampel hanya 105 orang. Untuk menentukan banyaknya sampel tiap stratum
(menggunakan metode sebanding), caranya; jumlah orang tiap stratum dibagi jumlah
total bagian produksi kemudian dikali jumlah sampel, seperti terlihat pada tabel 4.2.
untuk pemilihan sampel pada tiap stratum dilakukan dengan menggunakan tabel
bilangan random/acak.
∑ sampel/bagian
Stratum Bagian Jumlah (orang)
(orang)
I Spinning 382 67
II Weaving 134 23
III Dyeing 89 15
pabrik dengan menggunakan SLM dan tingkat pajanan pekerja digunakan Noise
Dose Meter, kedua alat tersebut milik Hiperkes DKI Jakarta (produksi Quest
Sumber
Technologies).
Titik Ukur
atau Membagi work area menjadi area bujur sangkar kelipatan 5x5 m. Pengukuran
dimulai dari titik sumber dan menjauh sampai akhir work area atau lokasi dengan
level kebisingan 78 dBA. Hasil yang di dapat, kemudian disesuaikan dengan SNI
2004.
berupa kalibrasi biologik yang dilakukan setiap hari tehadap 2 atau 3 orang yang
oleh peneliti sendiri, peneliti dibantu juga oleh teman-teman dari Hiperkes DKI
kesehatan, masa kerja, lama waktu kerja per hari, kebiasaan merokok, riwayat
ketulian menggunakan alat audiometer, hasil tercatat dalam suatu audiogram, dimana
1. Tenaga kerja yang akan diperiksa, harus tidak terpapar kebisingan minimal 13
jam. Peralatan yang akan digunakan; Audiometer dan booth (ruang kedap suara
2. Berikan instruksi kepada yang diperiksa untuk menekan tombol respon setiap
mendengar nada. Pakai headphone pada telinga, yang berwarna merah pada
3. Mulailah dengan telinga kanan pada frekwensi 500 Hz.Tekan tombol interrupter
mulai dari 0 dB dan tingkatkan secara bertahap dengan kelipatan tiap 5 dB,
4. Turunkan 10 dB dan berikan nada rendah. Ulangi hingga tidak terdapat respon.
5. Periksa frekwensi-frekwensi diatas 500 Hz dengan cara yang sama. Untuk telinga
6. Catat hasil pengukuran pada audio card, dan hubungkan titik-titik (diberi O untuk
telinga kanan, dan tanda X untuk telinga kiri) dan didapat grafik audiometri,
training serta pengorganisasian karena data diambil oleh peneliti sendiri serta dibantu
data ± 2 bulan.
yang digunakan dalam penelitian. Uji instrumen meliputi validitas yaitu suatu uji
untuk melihat ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data, dengan
melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dimana dikatakan valid bila
skor berkorelasi signifikan dengan skor total (r hitung > r tabel, Ho ditolak, artinya
variabel valid) dan uji reliabilitas yaitu untuk melihat ke-konsistenan hasil
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner yang berisi
pertanyaan tentang fakta dan informasi dari responden. Tiap pertanyaan dalam
kuesioner pada penelitian ini tidak diikut sertakan dalam uji validitas dan reliabilitas
responden sendiri seperti umur, pendidikan, sex, status perkawinan dan lain-lain.
Selain pertanyaan tentang fakta ada juga pertanyaan yang mempertanyakan informasi
yang ingin peneliti dapat dari responden seperti lama waktu kerja per hari, kebiasaan
kesemuanya ini tidak dicari pembenarannya dengan diagnosa dokter terutama untuk
kuesioner, dengan melakukan pretest akan diketahui berbagai hal antara lain: apakah
pertanyaan tertentu perlu dihilangkan (mungkin tidak relevan untuk responden yang
diteliti), pertanyaan perlu ditambah, apakah tiap pertanyaan dapat dimengerti dengan
baik oleh responden, urutan pertanyaan perlu diubah, apakah pertanyaan yang
sensitif perlu diperlunak dengan mengubah bahasa, dan berapa lama wawancara
benar, ada 4 (empat) tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui (Hastono,
2007);
a. Editing, yaitu pengecekan isian kuiesioner apakah jawaban yang ada sudah
angka/bilangan.
d. Cleaning atau pembersihan data, yaitu pengecekan kembali data yang sudah di-
entry apakah ada kesalahan atau tidak, dengan cara; mendeteksi adanya missing
data (data yang hilang), mengetahui variasi data, dan mendeteksi adanya
Analisa data pada penelitian ini menggunakan program analisis statistik yang
ada di FKM. Dimulai dari Analisis Univariat (Deskriptif), yang bertujuan untuk
mengetahui ukuran tengah (mean, median, modus), ukuran variasi (range, standar
deviasi) untuk data numerik serta ukuran persentase atau proporsi untuk data
katagorik.
dan dependen dengan menggunakan uji-t (lihat tabel 4.3). Disamping uji-t, dilakukan
juga uji Chi Square untuk data dengan variabel katagorik dikotomi, tujuan ini
data. Hasil uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya perbedaan
lokasi pabrik & pada karyawan, umur, masa kerja responden yang sudah di inklusi,
sex, lama pajanan per hari, kebiasaan merokok, riwayat penyakit dan riwayat
HASIL
PT. SCTI berdiri pada luas lahan ± 16 hektar pada tanggal 14 Desember 1972
di Jalan Raya Bogor km 26 Ciracas, Jakarta timur 13740 dan merupakan salah satu
bagian dari Trisula Corporation. PT. SCTI, PT. Trisula Textile Industry serta sebuah
perusahaan yang terletak di Cibaligo bergerak dalam bidang tekstil, selain itu Trisula
Tahun 1970, Ciracas merupakan kawasan industri, tetapi saat ini statusnya
sudah berubah menjadi kawasan perumahan dan industri. Kendala yang dihadapi PT.
SCTI berhubungan dengan letak lokasi pabrik yang dekat dengan perumahan
penduduk antara lain kurangnya persediaan air untuk kebutuhan produksi dan di sisi
lain memiliki keuntungan yaitu tempat yang strategis, dipinggir jalan, dekat jalan tol
dan sangat mudah dalam menyerap tenaga kerja. Kantor pusat PT. SCTI terletak di
Delta Building Blok A No. 20-23 Jalan Suryo Pranoto No. 1 Jakarta 10160.
PT. SCTI pertama kali berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang
dikelola oleh empat perusahaan induk Jepang, yaitu : Jet Co International, Teijin
Limited, C. Itoh and Co Ltd, dan Toyo Menka Kaisha Limited. Sejak didirikan tahun
1972 sampai sekarang ada perluasan pabrik secara bertahap mulai dari kapasitas
produksi ± 500.000 yard per bulan sampai mencapai produksi ± 1.200.000 yard per
bulan. Tahapan pembangunan yang telah dilakukan PT. SCTI adalah: tahun 1972
62
Secara bertahap ada restorisasi atau penggantian mesin produksi pada tahun 1985.
Pada tahun 1985 terjadi perubahan status dari PMA menjadi perusahaan
swasta nasional yang bergerak dalam bidang usaha pertekstilan atau perusahaan
dan perizinan pemerintah yang tertera dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1967,
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, dan surat Sekretaris Negara No. B 3492/ M.
A. Visi
menekankan pada mutu dengan menghasilkan produk yang lebih baik daripada
yang diharapkan para pelanggan PT. SCTI, dimana telah merumuskan apa yang
diyakini dalam berusaha yaitu untuk menghasilkan produk-produk yang baik dan
B. Misi
Menjadi penyedia tekstil yang amat kompetitif baik lokal maupun ekspor dengan
efektif sumber-sumber yang ada seperti sumber daya manusia, bahan baku,
C. Tujuan
nomor satu di Asia Tenggara dengan melakukan ekspansi pemasaran di luar Asia
Tenggara serta menembus pasar bebas dalam arus globalisasi sehingga dapat
Saat ini PT. SCTI dipimpin oleh Lie K.T. sebagai direktur utama dan
beberapa warga negara Jepang sebagai dewan komisaris. Direktur utama memiliki
seorang sekretaris dan membawahi 3 (tiga) asisten direktur yaitu asisten direktur
membawahi manajer rancang dan desain, spining, weaving, dyeing dan finishing.
menurut umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status karyawan, seperti
terlihat pada tabel 5.1. dan 5.2. Dari 917 karyawan, distribusi karyawan terbanyak
berumur 31-35 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan dengan tingkat pendidikan
tertinggi yaitu SMA atau sederajat, sedangkan status karyawan yang terbanyak yaitu
karyawan tetap.
Tabel 5.1. Komposisi Karyawan PT. SCTI Menurut Umur, Jenis Kelamin
dan Tingkat Pendidikan
Jumlah Karyawan
Variabel
(n = 917)
Umur
<20 0
21 – 25 92
26 – 30 229
31 – 35 366
36 – 40 184
41 – 45 46
46 – 50 0
51 – 55 0
>55 0
Jenis Kelamin
Laki-Laki 642
Perempuan 275
Pendidikan
SD 0
SMP atau sederajatnya 60
SMA atau sederajatnya 714
Akademi 50
Universitas 83
Master 10
(Sumber: PT.SCTI)
Jumlah Karyawan
Status
(n = 917)
Tenaga Tetap 677
Tenaga Kontrak 83
Tenaga Harian Sementara 83
Bagian Staff 50
Bagian Kantor 11
Bagian Manajemen 13
(Sumber: PT.SCTI)
Departemen Spinning, hal ini terlihat pada tabel 5.3. Departemen Spinning
merupakan proses awal dari suatu proses produksi tekstil, dimana proses di
Departemen tersebut membutuhkan waktu lebih banyak (± 1 bulan) dari lama proses
produksi yaitu selama 2 bulan. Hal ini menyebabkan karyawan yang dibutuhkan
kelompok yaitu shift dan non shift, hal ini seperti terlihat pada tabel 5.4. Dimana rata-
Tabel 5.4. Sistem Pembagian Jam Kerja PT. SCTI Menurut 2(Dua) Kelompok
Dalam mambuat kain jadi, ada dua macam bahan dasar yang digunakan, yaitu:
1. Bahan dasar alami terdiri dari 65% polyester staple fiber berasal dari chip
minyak bumi, lebih di kenal dengan nama tetoron sebagai nama merk dagang dan
35% rayon (viscose) staple fiber berasal dari tumbuhan atau selulosa dengan
2. Bahan dasar polyester fabric 100% dengan kapasitas ± 250.000 yard per bulan.
Bahan dasar tersebut di kemas dalam karung dengan warna karung yang
berwarna kuning adalah tetoran Br (bright), sedangkan karung berwarna biri tua
karung berwana biru muda merupakan rayon Sd. Bahan dasar tersebut disuplai dari
Lama proses produksi dari pembuatan benang hingga menghasilkan kain jadi
adalah dua bulan. Dengan rincian, satu setengah bulan merupakan lama proses
pembuatan benang hingga menghasilkan kain grey dan setengah bulan merupakan
lama dari mengolah kain grey menjadi yang siap untuk di jual. Proses produksi
A. Spinning (Pemintalan)
B. Weaving (Penenunan)
bersih dalam sehari yaitu 360 tan x 62,2 yds, dan weaving yang dihasilkan
C. Dyeing (Pewarnaan)
Proses produksi yang terdiri dari 3 (tiga) tahapan tersebut, alur proses
Perusahaan ini membuat berbagai macam jenis kain jadi dalam jumlah yang
relatif besar, mulai dari kain untuk membuat celana, kain sarung sampai dengan jenis
blue jeans. Merk dagang yang di pakai oleh perusahaan lebih kurang ada 100 merk
diantaranya ada merk Jobb, merk Catarina, merk Bellini, merk Osaka, merk Lea,
merk Yasuka dan lain-lain. Produk bersih yang dihasilkan dalam sehari yaitu 400 ton.
Selain kain, benang juga menjadi komoditi untuk dijual disamping sebagai bahan
baku untuk membuat kain. Benang yang di hasilkan 60% di pakai sebagai bahan
besar-besaran seperti industri perusahaan sejenisnya. Hal ini dikarenakan PT. SCTI
telah memiliki segmen pasar tertentu dan tetap menjadi jaminan bagi pemasaran
1. Ekspor, hingga tahun 1998 meningkat menjadi 85% dari total penjualan kain.
2. Lokal, untuk benang jenis T/R dan benang jenis Texture Polyester dengan
3. Perusahaan Garmen Lokal, sekitar 15% dari total penjualan kain yang
menggunakan hasil produk PT. SCTI sebagai bahan bakunya, antara lain:
1. Poliklinik, tenaga medis disediakan oleh yayasan terdiri dari 3 orang dokter
dan 2 orang perawat. Hari kerja dari senin sampai sabtu dengan waktu kerja
jam 09.00 sampai 15.00. Poliklinik bekerja sama dengan Klinik setempat
yaitu Klinik Sejahtera dan Rumah Sakit Polri Jakarta sebagai rujukan.
bagi karyawan tapi hanya diberikan uang makan, hal ini dikarenakan
membayar jika sudah mendapat gaji dengan cara dipotong sesuai catatan
tunggakannya.
5. Koperasi Karyawan, dikelola oleh 2 orang karyawan, dengan hari kerja dari
Pelindung Diri, Safety Sign, alat Pemadam Api Ringan dan lain-lain.
per Departemen/lokasi kerja dari responden, ditampilkan pada tabel 5.5. Dari tabel
tersebut terlihat, intensitas kebisingan yang paling tinggi terdapat pada lokasi Ring
Spinning di Departemen Spinning yaitu 98,4 dB. Responden yang bekerja pada
lokasi tersebut juga merupakan yang terbanyak dari semua lokasi pada setiap
Jumlah mesin yang ada di lokasi ini lebih banyak bila dibandingkan dengan lokasi
dibandingkan dengan responden yang berada pada lokasi lain, karena intensitas
kebisingan pada lokasi tersebut telah melebihi NAB menurut OSHA dan
menggunakan Dosimeter dapat dilihat pada grafik 5.1. Pengukuran pajanan tersebut
hanya dilakukan pada 4 orang responden (yang mewakili) dari 105 total responden.
Grafik 5.1. (A) di Departemen Weaving untuk responden yang bekerja pada
pagi hari, rata-rata pajanan intensitas kebisingan yang responden terima telah
untuk 8 jam kerja per hari). Grafik tersebut memperlihatkan rata-rata pajanan per
hari responden terima yaitu 1,5 s/d 3,5 jam terus-menerus. Hasil ini belum melebihi
NAB untuk lama pajanan per hari 1,5 s/d 3,5 jam yaitu menurut ACGIH/SNI 88,0
s/d 92,5 dB. Sedangkan menurut OSHA telah melebihi NAB yaitu 96 s/d 100 dB
pagi, siang dan malam hari di Departemen Spinning (grafik 5.1.B, C, dan D)
diperoleh, rata-rata intensitas kebisingan yang responden terima telah melebihi NAB
kerja per hari). Pajanan yang diterima oleh responden per hari dengan bekerja di
pagi hari pada Departemen Spinning rata-ratanya yaitu 3,5 jam terus-menerus (grafik
5.1.D), dimana hal ini telah melebihi NAB untuk lama pajanan per hari 3,5 jam baik
(grafik 5.1. C), rata-rata pajanan per hari responden terima yaitu 10 menit s/d 1 jam
terus-menerus. Hal ini belum melebihi NAB untuk lama pajanan per hari 10 menit
s/d 1 jam yaitu menurut OSHA 100 dB sedangkan menurut ACGIH/SNI 94-100 dB.
Rata-rata pajanan per hari responden terima pada siang hari di Departemen
Spinning (grafik 5.1. B) yaitu 1 s/d 2,5 jam terus-menerus. Hasil ini telah melebihi
NAB untuk lama pajanan per hari 1 s/d 2,5 jam yaitu menurut ACGIH/SNI 89,5 s/d
94,0 dB. Sedangkan menurut OSHA tidak melebihi NAB yaitu 98,5 s/d 100 dB
A. B.
120.0
120.0
100.0
100.0
80.0 80.0
dB (A)
dB (A)
60.0 60.0
40.0 40.0
20.0 20.0
0.0 0.0
13:30:00
14:13:00
14:37:00
15:00:00
15:23:00
15:46:00
16:09:00
16:32:00
16:55:00
17:18:00
17:41:00
18:04:00
18:27:00
18:50:00
19:13:00
19:36:00
8:03:00
8:25:00
8:47:00
9:09:00
9:31:00
9:53:00
10:15:00
10:37:00
10:59:00
11:21:00
11:43:00
12:05:00
12:27:00
12:49:00
13:12:00
13:34:00
Waktu (25 April 2008, Pagi hari di Bagian Weaving) Waktu (25 April 2008, Siang hari di Bagian Spinning)
C. D.
120.0 120.0
100.0 100.0
80.0 80.0
dB (A)
dB (A)
60.0 60.0
40.0 40.0
20.0 20.0
0.0 0.0
12:03:00 PM
8:03:00 AM
8:19:00 AM
8:35:00 AM
8:51:00 AM
9:07:00 AM
9:23:00 AM
9:39:00 AM
9:55:00 AM
10:11:00 AM
10:27:00 AM
10:43:00 AM
10:59:00 AM
11:15:00 AM
11:31:00 AM
11:47:00 AM
20:03:00 PM
20:19:00
20:35:00
20:51:00
21:07:00
21:23:00
21:39:00
21:55:00
22:11:00
22:27:00
22:43:00
22:59:00
23:15:00
23:31:00
23:47:00
0:03:00
Waktu (25 April 2008, Malam hari di Bagian Spinning) Waktu (26 April 2008, Pagi hari di Bagian Spinning)
Bentuk distribusi suatu data dapat diketahui dari grafik histogram dan kurve
Smirnov, Stem-and-Leaf Plot, Q-Q plot baik garis diagonal maupun horizontal, serta
berbentuk bel shape, berarti variabel umur berdistribusi normal. Umur responden
pada awalnya berdistribusi tidak normal dengan sampel awal berjumlah 106
responden, selanjutnya data umur tersebut dibuat normal dengan cara variabel umur
dibuat dalam nilai log 10 maupun In (Kirkwood, 2003). Kemudian dilakukan uji
kenormalan data, setelah diuji ternyata variabel umur masih tidak dapat dibuat
normal. Langkah selanjutnya, dilihat apakah ada nilai ekstrim pada variabel umur
dan bila ada, nilai ekstrim tersebut di hilangkan yaitu dengan cara mengeluarkan
responden yang memiliki nilai ekstrim (syaratnya tidak mengganggu jumlah minimal
sampel minimal, akhirnya variabel umur dapat berdistribusi normal dengan jumlah
Uji kenormalan data yang lain dari variabel umur dapat juga dilihat dari
perbandingan nilai skewness dan standar error (tabel 5.6), didapatkan: 0,466/0,236 =
1,97 (distribusi normal bila hasil perbandingan tersebut ≤ 2). Dari hasil perbandingan
normal. Uji kenormalan data pada variabel umur, nilai p Kolmogorov- Smirnov
terlihat nilai p nya < 0,05, ini berarti distribusi variabel umur tidak normal. Dari ke-3
uji kenormalan data yang diambil, ada 2 uji yang berdistribusi normal, ini berarti
nilai tengah yang digunakan untuk hasil analisis ini adalah nilai Mean.
Hasil analisis seperti terlihat pada tabel 5.6. didapatkan rata-rata umur
responden adalah 34,08 tahun (95% CI: 33,40-34,75), dengan stándar deviasi 3,49
tahun. Umur termuda 26 tahun dan tertua 39 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata umur responden adalah diantara 33,40
Tampilan grafik histogram dari variabel masa kerja juga berbentuk bel shape,
berarti variabel masa kerja berdistribusi normal. Uji kenormalan data yang lain
dilihat dari perbandingan nilai skewness dan standar error (tabel 5.6), didapatkan:
0,055/0,236 = 0,23 (distribusi normal bila hasil perbandingan tersebut ≤ 2). Dari
hasil perbandingan tersebut terlihat hasilnya < 2, sehingga data tersebut disimpulkan
berdistribusi normal. Uji kenormalan data pada variabel masa kerja, nilai p
Kolmogorov- Smirnov terlihat nilai p nya > 0,05, ini berarti distribusi variabel umur
normal. Dari ke-3 uji kenormalan data yang diambil, semuanya berdistribusi normal,
berarti nilai tengah yang digunakan untuk hasil analisis ini adalah nilai Mean.
Dari tabel 5.6, hasil analisis didapatkan rata-rata masa kerja responden
adalah 12,67 tahun (95% CI: 11,98-13,35), dengan stándar deviasi 3,53 tahun. Masa
kerja minimal 3,5 tahun dan maksimal 21,0 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata masa kerja responden adalah diantara
grafik histogram tidak berbentuk bel shape, berarti variabel intensitas kebisingan
berdistribusi tidak normal. Data intensitas kebisingan tersebut dapat dibuat normal
dengan cara variabel intensitas kebisingan dibuat dalam nilai log 10 maupun In.
Kemudian dilakukan uji kenormalan data, setelah diuji ternyata variabel intensitas
kebisingan masih tidak dapat dibuat normal. Selanjutnya dilihat apakah ada nilai
ekstrim pada variabel intensitas kebisingan dan bila ada, nilai ekstrim tersebut di
hilangkan dengan cara mengeluarkan responden yang memiliki nilai ekstrim tersebut
dari sampel kita (syaratnya tidak mengganggu jumlah minimal sampel). Responden
nilai ekstrim, uji dihentikan karena mengganggu jumlah minimal sampel, dan
ternyata variabel intensitas kebisingan tidak juga bisa dibuat normal, akhirnya data
Uji kenormalan data yang lain dari perbandingan nilai skewness dan standar
error (tabel 5.6), didapatkan: 0,927/0,236 = 3,93 (distribusi normal bila hasil
responden yang diukur selama 8 jam berdistribusi tidak normal. Uji kenormalan data
pada variabel intensitas kebisingan, nilai p Kolmogorov- Smirnov terlihat nilai p nya
< 0,05, ini berarti distribusi variabel umur tidak normal. Dari ke-3 uji kenormalan
data yang diambil, semuanya berdistribusi tidak normal, sehingga nilai tengah yang
96,0 dB (95% CI: 90,90-93,34), dengan stándar deviasi 6,29 dB. Intensitas terendah
78,2 dB dan tertinggi 98,4 dB. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
Histogram Histogram
20 25
20
15
Frequency
Frequency
15
10
10
5
5
Histogram
20
15
Frequency
10
Mean =92.12
Std. Dev. =6.293
N =105
0
75.0 80.0 85.0 90.0 95.0 100.0
intensitas kebisingan di tempat kerja
Grafik 5.2. Distribusi Umur, Masa Kerja Responden dan Intensitas Kebisingan
di PT. SCTI Tahun 2008
Tabel 5.6. Distribusi Responden Menurut Umur, Masa Kerja dan Intensitas
Kebisingan di PT. SCTI Tahun 2008
Nilai Skewness
Rata- Minimal- p Kolmogorov-
Variabel SD 95% CI dan Standard
rata Maksimal Smirnov
Error
Umur 34,08 3,485 26-39 33,40-34,75 0,000 0,466 & 0,236
Masa Kerja 12,667 3,5258 3,5-21,0 11,984-13,349 0,200 0,055 & 0,236
Intensitas Kebisingan 96.0 6,2934 78,2-98,4 90,899-93,335 0,000 0,927 & 0,236
Dari tabel 5.7 terlihat, hasil analisis distribusi frekuensi dari 105 responden
didapatkan, distribusi jenis kelamin, lama waktu kerja per hari, pemakaian APT,
2 (dua) kelompok, hasil audiometri dan NIHL responden tidak merata, kecuali
sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan hanya 9 orang (8,6%). Lama
waktu kerja per hari responden paling banyak dengan waktu kerja per hari ≤ 8 jam
yaitu 73 orang (69,5%) sedangkan untuk waktu kerja per hari > 8 jam ada 32 orang
(30,5%). Pemakaian APT, responden paling banyak tidak memakai APT yaitu 93
yaitu 55 orang (52,4%) sedangkan yang tidak merokok ada 50 orang (47,6%).
Riwayat penyakit, responden paling banyak tidak memiliki riwayat penyakit yaitu 93
orang (88,6%) sedangkan yang memiliki riwayat penyakit ada 12 orang (11,4%).
responden tidak memiliki riwayat keturunan yaitu 99 orang (94,3%) sedangkan yang
lokasi kerja 68 orang (64,8%) sedangkan untuk intensitas kebisingan < 90 dB ada
pada lokasi kerja 37 orang (35,2%). Hasil audiometri, paling banyak responden
dengan hasil audiometrinya normal yaitu 61 orang (58,1%) sedangkan untuk hasil
audiometri Tuli Konduktif dan NIHL masing-masing 21 orang (20%) dan 23 orang
(21,9%). Menderita NIHL, paling banyak responden tidak menderita NIHL yaitu 82
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Variabel Independen dan Dependen di PT. SCTI
Tahun 2008
Jenis Kelamin
Laki-laki 96 91,4
Perempuan 9 8,6
Lama Waktu Kerja Per Hari
≤ 8 jam 73 69,5
> 8 jam 32 30,5
Alat Pelindung Telinga (APT)
Ya 12 11,4
Tidak 93 88,6
Merokok
Ya 55 52,4
Tidak 50 47,6
Riwayat Penyakit
Ya 12 11,4
Tidak 93 88,6
Riwayat Keturunan
Ya 6 5,7
Tidak 99 94,3
Intensitas Kebisingan dalam 2
(dua) Kelompok
< 85 dB 22 21,0
≥ 85 dB 83 79,0
Hasil Audiometri
Normal 61 58,1
Tuli Konduktif 21 20,0
NIHL 23 21,9
Menderita NIHL
Ya 23 21,9
Tidak 82 78,1
variabel antara lain: status karyawan, tingkat pendidikan, bagian/lokasi kerja, riwayat
Pada status karyawan, paling banyak responden dengan status karyawan tetap
berpendidikan SMA yaitu 86 orang (81,9%) sedangkan untuk pendidikan SD, SMP
68 orang (64,8%) sedangkan untuk bagian/lokasi kerja Weaving dan Dyeing masing-
masing 23 orang (21,9%), dan 14 orang (13,3%). Riwayat tempat tinggal, responden
paling banyak bertempat tinggal jauh dari kebisingan berjumlah 69 orang (65,7%)
responden yang tidak memiliki gangguan kesehatan ada 13 orang (12,4%). Riwayat
Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Variabel Pendukung di PT. SCTI Tahun 2008
Status Karyawan
Karyawan Kontrak 6 5,7
Karyawan Tetap 99 94,3
Tingkat Pendidikan
SD 1 1,0
SMP 15 14,3
SMA 86 81,9
PT 3 2,9
Bagian/Lokasi Kerja
Spinning 68 64,8
Weaving 23 21,9
Dyeing 14 13,3
Riwayat Tempat Tinggal
Jauh dari Kebisingan 69 65,7
Dekat dari Kebisingan 36 34,3
Pengetahuan Kebisingan
Ya 88 83,8
Tidak 17 16,2
Gangguan Kesehatan
Ya 92 87,6
Tidak 13 12,4
Riwayat Pekerjaan
Ya 26 24,8
Tidak 79 75,2
Variabel umur dan masa kerja merupakan data numerik, data tersebut akan di
analisa hubungannya dengan variabel NIHL yang berupa data katagorik. Untuk
melihat hubungan dari 2 (dua) variabel dengan jenis data berupa numerik dan
Dari tabel 5.9, hasil uji-t pertama didapatkan, rata-rata umur responden yang
menderita NIHL adalah 34,91 tahun dengan standar deviasi 2,97 tahun, sedangkan
responden yang tidak menderita NIHL rata-rata umurnya adalah 33,84 tahun dengan
standar deviasi 3,60 tahun. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,194, berarti pada
alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan umur responden antara yang
Grafik 5.3 memperlihatkan secara jelas adanya peningkatan yang tidak linear
antara kejadian NIHL dengan peningkatan umur, diawali peningkatan yang tajam,
kemudian landai.
Hasil uji-t untuk masa kerja didapatkan, rata-rata masa kerja responden yang
menderita NIHL adalah 13,11 tahun dengan standar deviasi 3,06 tahun, sedangkan
responden yang tidak menderita NIHL rata-rata masa kerjanya adalah 12,54 tahun
dengan standar deviasi 3,65 tahun. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,499,
berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan masa kerja
responden antara yang menderita NIHL dengan yang tidak menderita NIHL.
Proporsi kejadian NIHL dan lamanya masa kerja memperlihatkan secara jelas
adanya peningkatan yang tidak linear dan penurunan yang tajam antara NIHL dengan
lamanya masa kerja (grafik 5.3), diawali peningkatan yang tajam, kemudian agak
menurun, naik lagi secara tajam dan akhirnya menurut secara tajam.
dB dengan standar deviasi 5,05 dB, sedangkan yang tidak menyebabkan NIHL rata-
rata intensitas kebisingannya adalah 91,45 dB dengan standar deviasi 6,47 dB. Hasil
uji statistik didapatkan nilai p = 0,021, berarti pada alpha 5% terlihat ada perbedaan
Tampilan grafik 5.3 untuk proporsi kejadian NIHL dan intensitas kebisingan
meningkat tajam pada intensitas kebisingan 92,1-94,0 dB dan penurunan yang tajam
0.30 0.40
0.35
0.25
Proporsi Kejadian NIHL
0.15
0.10
0.10
0.05
0.05
0.00 0.00
25-27 28-30 31-33 34-36 37-39 3.0-5.0 6.0-8.0 9.0-11.0 12.0-14.0 15.0-17.0 18.0-20.0 21.0-23.0
Umur Masa Kerja
1.20
Proporsi Kejadian NIHL
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
.0
0
0.
80
82
84
86
88
90
92
94
96
98
10
.1-
.1-
.1-
.1-
.1-
.1-
.1-
.1-
.1-
.1-
.1-
78
80
82
84
86
88
90
92
94
96
98
Intensitas Kebisingan
Grafik 5.3. Distribusi Responden Menurut Umur, Masa Kerja dan Intensitas
Kebisingan dengan Proporsi Kejadian NIHL di PT. SCTI Tahun 2008
Tabel 5.9. Distribusi Rata-Rata Umur dan Masa Kerja Responden Menurut NIHL
di PT. SCTI Tahun 2008
∑ NIHL Mean SD SE
Variabel Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak p value
Ya Tidak
NIHL NIHL NIHL NIHL NIHL NIHL
Umur 34,910 33,840 2,9680 3,599 0,6190 0,3970 0,194
Masa Kerja 23 82 13,109 12,543 3,0598 3,6533 0,6380 0,4034 0,499
Intensitas Kebisingan 94,487 91,452 5,0528 6,4713 1,0536 0,7146 0,021
5.2.2.2. Hubungan Variabel Jenis Kelamin, Lama Waktu Kerja Per Hari,
Memakai APT, Merokok, Riwayat Penyakit, Riwayat Keturunan
dengan NIHL
Untuk melihat hubungan dari 2 (dua) variabel dengan jenis data berupa
katagorik dan katagorik, jenis uji yang kita gunakan adalah uji Chi-square
Tabel 5. 10, hasil uji Chi-square menunjukkan hubungan antara jenis kelamin
sedangkan diantara perempuan tidak ada (0%) yang menderita NIHL. Hasil uji
statistik didapatkan nilai p = 0,098 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan
proporsi NIHL antara responden laki-laki dengan perempuan (tidak ada hubungan
Hubungan antara lama waktu kerja per hari dengan NIHL diperoleh
sebanyak 10 (31,3%) responden dengan waktu kerja > 8 jam menderita NIHL,
sedangkan diantara waktu kerja per hari ≤ 8 jam ada 13 (17,8%) responden yang
menderita NIHL. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,102 maka dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi NIHL antara lama waktu kerja per hari > 8
pemakaian APT dengan NIHL diperoleh sebanyak 22 (23,7%) responden yang tidak
memakai APT menderita NIHL, sedangkan diantara yang memakai APT ada 1
(8,3%) responden yang menderita NIHL. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,207
maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara memakai APT
dengan NIHL.
responden yang merokok menderita NIHL, sedangkan diantara yang tidak merokok
ada 7 (14,0%) responden yang menderita NIHL. Dari hasil uji statistik didapatkan
nilai p = 0,050 maka disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara merokok
dengan NIHL.
tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan NIHL.
responden dengan riwayat penyakit menderita NIHL, sedangkan diantara yang tidak
Tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat turunan dengan NIHL,
riwayat turunan menderita NIHL, sedangkan diantara yang tidak ada riwayat
Tabel 5. 10. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin, Lama Waktu Kerja Per
Hari, Memakai APT, Merokok, Riwayat Penyakit, dan Riwayat
Keturunan dengan NIHL di PT. SCTI Tahun 2008
NIHL
Total OR
Variabel Ya Tidak p value
(95% CI)
n % n % n %
Jenis Kelamin
1,315
Perempuan 0 0 9 100 9 100 0,098
1,175-1,471
Laki-laki 23 24,0 73 76,3 96 100
Lama Waktu Kerja Per Hari
2,098
≤ 8 jam 13 17,8 60 82,2 73 100 0,102
0,805-5,470
> 8 jam 10 31,3 22 68,8 32 100
Pemakaian APT
3,408
Ya 1 8,3 11 91,7 12 100 0,207
0,416-27,896
Tidak 22 23,7 71 76,3 93 100
Merokok
2,520
Ya 16 29,1 39 70,9 55 100 0,050
0,938-6,771
Tidak 7 14,0 43 86,0 50 100
Riwayat Penyakit
1,217
Ya 3 25,0 9 75,0 12 100 0,515
0,301-4,920
Tidak 20 21,5 73 78,5 93 100
Riwayat Turunan
1,857
Ya 2 33,3 4 66,7 6 100 0,392
0,318-10,843
Tidak 21 21,2 78 78,8 99 100
Jumlah Responden 23 21,7 83 78,3 105 100
5.2.3. Multivariat
Variabel yang diikut sertakan dalam permodelan yaitu bila hasil analisis
bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Bila hasil bivariat menghasilkan nilai p < 0,25,
maka variabel tersebut langsung masuk tahap multivariat. Variabel independen yang
menghasilkan nilai p > 0,25 namun secara substansi penting, maka variabel tersebut
dapat dimasukkan dalam model multivariat. Dari hasil seleksi bivariat didapat ada 6
(enam) variabel yang masuk ke model multivariat, seperti ditunjukkan pada tabel
5.11.
Variabel p value
Umur 0,194
Intensitas Kebisingan 0,021
Jenis Kelamin 0,098
Lama Waktu Kerja Per Hari 0,102
Pemakaian APT 0,207
Merokok 0,050
ganda model prediksi. Dari hasil analisis terlihat ada 5 (lima) variabel yang p value >
0,05 yaitu umur, jenis kelamin, lama waktu kerja per hari, pemakaian APT dan
variabel yang mempunyai nilai p > 0,05 satu persatu dimulai dengan p value terbesar,
dikeluarkan ada perubahan besar (OR pada variabel yang di tinggalkan berubah >
10%). Bila ada perubahan yang besar maka variabel tersebut tidak jadi dikeluarkan
perubahan nilai OR, sebagai contoh: nilai OR merokok pertama adalah 2,190 setelah
variabel jenis kelamin dikeluarkan nilai OR kedua merokok yaitu 2,742, selanjutnya
pertama, terakhir dikali 100%. Langkah berikutnya dilihat apakah ada perubahan
nilai OR > 10%. Dari perhitungan perubahan nilai OR pada masing-masing variabel
ternyata OR variabel intensitas kebisingan, lama waktu kerja per hari, dan merokok
berubah > 10%, dengan demikian variabel jenis kelamin dimasukkan kembali dalam
model. Hal ini dilakukan sampai semua variabel yang memiliki nilai p > 0,05 telah di
Dari hasil permodelan multivariat tidak ada variabel yang secara substansi
ada interaksi, dengan demikian uji interaksi tidak perlu dilakukan. Model terakhir
(signifikan) dan mempunyai pengaruh paling besar terhadap NIHL adalah variabel
intensitas kebisingan. Sedangkan variabel umur, jenis kelamin, memakai APT, dan
merokok sebagai variabel konfounding. Hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR)
dari variabel intensitas kebisingan adalah 1,115, artinya responden dengan intensitas
kali lebih besar dibandingkan responden yang intensitas kebisingan lingkungan kerja
rendah setelah dikontrol variabel umur, jenis kelamin, memakai APT, dan merokok.
PEMBAHASAN
Spinning, Weaving dan Dyeing berdasarkan pengukuran selama 8 jam berkisar antara
kebisingan ini sudah melebihi standar (NAB) yang ditetapkan sebagai berikut:
a. Nilai TLV menurut ACGIH tahun 2007 dan EPA tentang kebisingan adalah:
Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51 MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisika di
Tempat Kerja yaitu 85 dB (A) dengan waktu pajanan per hari 8 jam,
90
selama 1(satu) hari atau 8 jam di tempat kerja pada ruang proses produksi
adalah 85 dB (A).
peruntukkan. NAB untuk waktu pemaparan maksimum 8 jam perhari atau 40 jam
mewakili saja), tetapi dengan pengukuran tersebut dapat telihat gambaran berapa
desibel dan berapa jam sebenarnya responden itu terpajan oleh kebisingan di
lingkungan kerja per hari. Dari hasil pengukuran pajanan kebisingan rata-rata yang
Weaving adalah 10 menit s/d 3,5 jam. Berdasarkan standar intensitas kebisingan yang
ditetapkan oleh ISO (ACGIH) dan OSHA untuk TWA 10 s/d 30 menit adalah 97 s/d
100 dB. Dari hasil ini diketahui, bahwa responden masih cukup aman untuk berada di
lingkungan kerja dengan lama pajanan 10 s/d 30 menit dan intensitas kebisingan 97
s/d 100 dB. Sedangkan untuk TWA 1,0 s/d 3,5 jam, rata-rata intensitas kebisingan
tersebut telah melebihi standar ISO/SNI (ACGIH) yaitu 88 s/d 94 dB dan OSHA
untuk TWA 3,5 jam yaitu 96 dB. Dari hasil ini diketahui, responden yang terpajan
bising 1,0 s/d 3,5 jam berisiko untuk menderita NIHL lebih besar bila dibandingkan
dengan responden yang terpajan bising 10 s/d 30 menit. Untuk standar OSHA dengan
TWA 1 s/d 3 jam yaitu 97 s/d 100 dB, responden masih cukup aman untuk berada di
lingkungan kerja dengan lama pajanan 1 s/d 3 jam dan intensitas kebisingan 97 s/d
100 dB.
Dengan melihat hasil ini, salah satu tujuan khusus peneliti telah tercapai yaitu
dan NIHL. Dimana memperlihatkan secara jelas adanya peningkatan fluktuasi antara
besar peluang untuk menderita NIHL hal ini sesuai dengan literatur dalam Wentz,
(1999) dan Wald, (2002) serta hasil penelitian Taha, (1994). Begitu juga dengan hasil
penelitian yang dilakukan Bedi, (2006) serta Nelson, (2005) dimana pada penelitian
dimana, 65,7% responden bertempat tinggal jauh dari kebisingan. Sehingga NIHL
yang didapat oleh responden memang benar disebabkan oleh lingkungan kerja yang
bising. Hasil penelitian ini, telah menjawab pertanyaan bahwa ”tingginya intensitas
kebisingan di bagian produksi PT. SCTI merupakan faktor risiko terhadap NIHL
karyawan”. Selain itu, tujuan dari penelitian sudah tercapai, dimana dapat
diketahuinya ada hubungan antara intensitas kebisingan di tempat kerja dengan NIHL
berbagai cara seperti isolasi mesin, penempatan penghalang pada jalan transmisi,
peredam ruangan dan penggunaan earplug atau earmuff atau kedua-duanya sekaligus
6.2.1. Umur
tahun, dengan umur termuda 26 tahun dan tertua 39 tahun. Hasil analisis hubungan
antara umur dan NIHL didapatkan, tidak ada hubungan yang signifikan antara umur
responden dan NIHL, walaupun terlihat secara jelas adanya peningkatan yang tidak
linear antara proporsi NIHL dengan peningkatan umur. Hal ini sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa umur merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya
terhadap NIHL (Wald, 2002 dan Wentz, 1999). Analisis terakhir memperlihatkan,
umur merupakan salah satu variabel konfonding terhadap NIHL, dimana semakin
bertambah umur seseorang semakin berpeluang untuk menderita NIHL. Dari hasil ini
diketahui, NIHL merupakan suatu kejadian yang tidak dapat berdiri sendiri atau
multifaktorial yang salah satu faktor yang ikut mempengaruhi kejadian tersebut adalah
umur.
Hasil penelitian ini tidak sama dengan hasil penelitian Pouryaghoub, (2007),
dimana pada penelitian tersebut terjadi hubungan yang bermakna (signifikan) antara
umur dan NIHL. Umur merupakan salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian
khusus, karena setiap orang memiliki adaptasi yang berbeda-beda terhadap bahaya
akan berkurang sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kesehatannya dan akhirnya
perusahaan tempatnya bekerja. Sebagai salah satu cara untuk menghindari atau
kerja yang dirasa dapat mengurangi gangguan tersebut. Cara lainnya dengan merotasi
karyawan minimal 3 (tiga) tahun sekali pada lokasi kerja yang berbeda.
perempuan hanya 9 orang (8,6%). Hal ini terjadi karena, sebagian besar karyawan
pabrik berjenis kelamin laki-laki. Karyawan pabrik tekstil baik di dalam maupun luar
negeri sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, hal ini berbeda pada pabrik garmen
dimana yang terjadi kebalikannya. Prosedur kerja antara pabrik tekstil dan garmen
berbeda, dimana pabrik tekstil merupakan suatu proses pembuatan produk dari kapas
menjadi bahan kain, sedangkan garmen merupakan pabrik yang bergerak dalam
Analisa hubungan didapatkan, tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dan NIHL. Hal ini tidak sesuai dengan referensi yang menyatakan adanya
hubungan jenis kelamin dan NIHL (Wald, 2002). Hasil analisis diperoleh sebanyak
ada (0%) yang menderita NIHL. Analisis terakhir memperlihatkan, jenis kelamin
merupakan salah satu variabel konfonding terhadap NIHL. Dari hasil ini diketahui,
NIHL merupakan suatu kejadian yang tidak dapat berdiri sendiri atau multifaktorial
yang salah satu faktor yang ikut mempengaruhi kejadian tersebut adalah jenis
kelamin. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nelson, (2005).
Lama waktu kerja per hari responden paling banyak ≤ 8 jam yaitu 73 orang
(69,5%) sedangkan untuk > 8 jam ada 32 orang (30,5%). Hasil analisa hubungan
antara lama waktu kerja per hari dan NIHL menunjukkan, tidak ada hubungan yang
signifikan antara lama waktu kerja per hari dan NIHL. Hasil ini sesuai dengan
maka semakin besar pula risikonya untuk menderita NIHL”(Wentz, 1999 dan Wald,
2002). Rata-rata lama pajanan per hari dari responden terhadap kebisingan adalah 10
menit s/d 3,5 jam per hari kerja. Berdasarkan hal ini, adalah wajar analisa hubungan
menghasilkan hubungan yang tidak bermakna (signifikan) antara lama waktu kerja per
hari dan NIHL. Dimana hasil yang ditunjukkan pada grafik tersebut jauh dari standar
yang ditetapkan oleh ISO (ACGIH) dan OSHA untuk lama pajanan per hari (TWA)
adalah delapan jam per hari atau 40 jam per minggu (Kryter, 1985; Wald, 2002 dan
Wentz, 1999 ).
waktu kerja per hari > 8 jam menderita NIHL, sedangkan dengan lama waktu kerja
per hari ≤ 8 jam ada 13 (17,8%) responden menderita NIHL. Hasil penelitian ini tidak
sama dengan hasil penelitian Pouryaghoub, (2007), dimana pada penelitian tersebut
terjadi hubungan yang bermakna (signifikan) antara lama waktu kerja per hari dan
NIHL.
Rata-rata masa kerja responden adalah 12,667 tahun, dengan masa kerja
minimal 3,5 tahun dan maksimal 21,0 tahun. Hasil penelitian memperlihatkan secara
jelas adanya peningkatan yang tidak linear dan penurunan yang tajam antara proporsi
NIHL dengan lamanya masa kerja. Hasil ini lebih kurang sama dengan literatur
dimana terlihat adanya peningkatan NIHL pada seseorang dengan masa kerjanya
Analisa hubungan antara masa kerja dan NIHL didapatkan, tidak ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja responden dan NIHL. Berdasarkan
penelitian makin bertambah masa kerja seseorang tidak begitu berpeluang untuk
semakin menderita NIHL, karena masa kerja tergantung dengan umur seseorang yang
menderita Presbiakusis (tuli karena usia lanjut) akan lebih besar (Kryter, 1985). Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Taha, (1994), dimana ada hubungan
yang kuat antara masa kerja dengan hasil audiogram terutama pada frekuensi tinggi
tetapi tidak ada hubungan dan hubungan lemah pada frekuensi rendah.
Masa kerja seseorang merupakan salah satu aspek penting dalam suatu
perusahaan. Semakin lama masa kerja seseorang semakin banyak pengalaman yang
pengalaman kerja, pihak perusahaan akan sangat menghargai orang tersebut dengan
menaikkan jabatannya sebagai inspektur shift atau mandor (dari 105 responden ada 9
jalannya proses produksi, sehingga mereka tidak mungkin berada di suatu tempat
dalam waktu yang lama terutama ditempat bising dengan intensitas tinggi selama 8
jam kerja per hari. Hal ini terlihat pada penelitian, dimana penelitian ini tidak cukup
sedangkan yang memakai APT ada 12 orang (11,4%). Hasil analisis menunjukkan
sedangkan diantara yang memakai APT ada 1 (8,3%) responden yang menderita
NIHL. Analisa hubungan antara pemakaian APT dan NIHL menghasilkan, tidak ada
hubungan yang signifikan antara memakai APT dan NIHL. Analisis terakhir
diperoleh, variabel pemakaian APT sebagai salah satu variabel konfonding terhadap
NIHL. Dari hasil ini diketahui, NIHL merupakan suatu kejadian yang tidak dapat
berdiri sendiri atau multifaktorial yang salah satu faktor yang ikut mempengaruhi
Hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan Bedi, (2006).
Dalam penelitian tersebut terdapat 28% respondennya memakai APT sesuai standar,
sehingga pemakaian APT merupakan salah satu variabel yang bermakna (signifikan)
terhadap NIHL. Hal tersebut bisa saja terjadi dikarenakan responden yang memakai
APT di PT. SCTI tidak sesuai dengan standar, dengan kata lain APT yang digunakan
responden hanya berupa kapas, dimana kapas memiliki daya proteksi sangat rendah
Penggunaan earplug yang permanen hanya terlihat pada sebagian kecil tenaga
kerja yang pada umumnya pada level ketua kelompok dan pada beberapa tenaga kerja.
Setelah dikonfirmasi dengan kepala unit dan kepala bagian didapatkan keterangan
kerja banyak yang tidak mau dan merasa tidak nyaman menggunakannya, sehingga
SMA atau sederajat. Pengetahuan terhadap kebisingan dan tingkat pendidikan yang
cukup tinggi tidak menjamin karyawan tersebut untuk secara sadar menggunakan
APT. Hal ini bisa terjadi karena NIHL itu merupakan kejadian yang bersifat kronis,
artinya NIHL dapat terjadi pada seseorang bila dia telah bekerja selama lebih dari 10
tahun. Seseorang tidak akan tahu bahwa dia telah menderita NIHL sebelum dia sendiri
diperiksa oleh dokter THT atau dengan menggunakan alat audiometri. Sehingga
mereka yang menderita NIHL ringan tidak akan sadar bahwa ada gangguan terhadap
pendengarannya. Selain itu lokasi kerja yang bising bisa menyebabkan mereka cepat
Pemakaian APT yang paling baik yaitu dengan menggunakan earplug, dimana
APT jenis tersebut dapat mereduksi 6-30 dB (tergantung Noise Reduction Rating-
NRR pada alat tersebut). Selain itu APT jenis tersebut lebih murah, ukuran jauh lebih
kecil, lebih ringan, dan jauh lebih nyaman digunakan terutama di tempat-tempat
bersuhu tinggi bila dibandingkan earmuff. Earplug lebih banyak digunakan pada
6.2.6. Merokok
Distribusi responden yang merokok dengan yang tidak hampir merata yaitu
yang tidak merokok ada 50 orang (47,6%). Hasil analisis sebanyak 16 (29,1%)
responden yang merokok menderita NIHL, sedangkan diantara yang tidak merokok
ada 7 (14,0%) responden yang menderita NIHL. Dari 28% responden merokok yang
konfonding terhadap NIHL. Dari hasil ini diketahui, NIHL merupakan suatu kejadian
yang tidak dapat berdiri sendiri atau multifaktorial yang salah satu faktor yang ikut
mempengaruhi kejadian tersebut adalah merokok. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Pouryaghoub, (2007), dimana pada hasil tersebut hubungan merokok dan
(88,6%) sedangkan yang memiliki riwayat penyakit ada 12 orang (11,4%). Hasil
menderita NIHL, sedangkan diantara yang tidak ada riwayat penyakit ada 20 (21,5%)
responden yang menderita NIHL. Riwayat penyakit dari 25% responden yang
menderita NIHL adalah jantung dan ginjal, dimana mereka biasanya menggunakan
barbiturat, librium.
NIHL tidak bermakna (signifikan). Hasil penelitian ini, tidak sesuai dengan literatur
yang menyatakan riwayat penyakit merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi
kejadian NIHL (Wentz, 1999). Hal ini bisa terjadi karena sebagian besar responden
tidak memiliki riwayat penyakit, dengan kata lain 88,6% dalam keadaan sehat,
kecil. Walaupun hasil riwayat penyakit dan gangguan kesehatan yang diteliti bersifat
subjektif. Jurnal kesehatan yang menyatakan ada hubungan riwayat penyakit dengan
kejadian NIHL juga tidak ditemukan. Hal ini terjadi karena derajat kesehatan
karyawan yang diterima pada setiap pabrik mengalami peningkatan, sekarang ini
yang ingin melamar pekerjaan bila mereka ada riwayat penyakit tertentu pihak
perusahaan tidak akan menerimanya. Dalam hal ini perusahaan tidak mau dirugikan,
karena bila mereka menerima karyawan yang sakit dipastikan beban perusahaan akan
bertambah dan hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan perusahaan itu, dimana mereka
pendengaran atau ketulian yaitu 99 orang (94,3%) sedangkan yang memiliki riwayat
keturunan kurang pendengaran atau ketulian hanya ada 6 orang (5,7%). Hasil analisis
NIHL, sedangkan diantara yang tidak ada riwayat turunan ada 20 (21,5%) responden
yang menderita NIHL. Analisis hubungan memperlihatkan, tidak ada hubungan yang
Berdasarkan hasil penelitian, penelitian ini tidak sesuai dengan literatur yang
NIHL (Wentz, 1999). Hal ini bisa terjadi karena sebagian besar responden tidak
memiliki riwayat keturunan, dengan kata lain 94,3% dalam keadaan sehat. Sehingga
hasil riwayat penyakit yang diteliti bersifat subjektif serta jurnal kesehatan yang
menyatakan ada hubungan riwayat penyakit dengan NIHL juga belum ditemukan.
Desain studi yang peneliti gunakan pada penelitian ini merupakan disain studi
kross seksional, dimana peneliti hanya ”memotret” frekuensi dan karakter penyakit,
serta paparan faktor penelitian pada suatu populasi dan pada satu saat tertentu.
penelitian ini, peneliti tidak dapat atau tidak tepat untuk menganalisa hubungan
variabel independen dan dependen sebagai hubungan kausal paparan dan penyakit.
diterima oleh responden selama 8 jam bekerja, peneliti telah menggunakan Noise
Dosimeter. Akan tetapi pengukuran pajanan pada responden tersebut hanya dilakukan
4(empat) kali pada 4 (empat) orang responden yang berbeda dan pada waktu yang
berbeda pula. Hal ini disebabkan keterbatasan alat yang peneliti gunakan, karena alat
tersebut bila digunakan untuk semua responden tidak mencukupi baik waktu maupun
gangguan pendengaran pada seseorang akibat bising dalam hal ini NIHL atau tidak,
peneliti tidak menggunakan data base line. Kesulitan yang peneliti temukan karena di
PT. SCTI sendiri data awal (base line) hasil audigram dari karyawan di perusahaan
tersebut tidak ada, selama ini data yang ada hanya berupa data survei, jadi hanya
beberapa orang saja yang disurvei tiap tahunnya. Hal ini sangat menyulitkan peneliti
(dibantu pakar audiometri Hiperkes Pusat, dr. Fachrul Azwar) mendiagnosa NIHL
7.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan antara lain:
rata intensitas kebisingan adalah 96,0 dB (A) dengan intensitas terendah 78,2
4. Faktor yang paling dominan dan mempunyai pengaruh paling besar terhadap
7.2. Saran
1. Karyawan
Harus selalu memproteksi diri dengan APT (earplug atau earmuff atau
keduanya sekaligus) pada saat akan memasuki daerah yang bising, sebaiknya
103
stándar (NRR 29 dB), selain ringan, lebih nyaman, serta sangat bermanfaat.
2. Perusahaan
audiometer sebagai baseline data, karena hal ini sangat berguna untuk
karyawan yang bekerja untuk mendeteksi dini penyakit akibat kerja yang
Cara lain dengan merotasi karyawan minimal 3 (tiga) tahun sekali pada
lokasi kerja yang berbeda untuk karyawan dengan jenis pekerjaan tertentu.
yang telah disediakan oleh perusahaan tanpa sengaja hilang oleh karyawan.
4. Peneliti
sehingga hubungan sebab akibat dari intensitas kebisingan dan NIHL dapat
7.3. Rekomendasi
Ketenagakerjaan, agar semua karyawan yang ada di PT. SCTI dapat berperan
tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, A., Miland Jill., 1996. Industrial Noise dalam Fundamenal of Industrial
Hygiene, New York.
Boillat, A., Marcel, 1998. The Ear, dalam: Encyclopedia of Occupational Health and
Safety. j. Stellman, mager. Geneva, International Labor Organization.
Vol.I.
Centers for Disease Control (CDC). Prevention National Center for Chronic
Disease Prevention and Health Promotion, updated April 2007.
www.cdc.gov.
Dir-Jen. PPM dan PLP, Dep.Kes., 1992. Keputusan Dir-Jen PPM & PLP-Dep.Kes,
tentang Petunjuk Penyelenggaraan Pengawasan Kebisingan yang
Berhubungan dengan Kesehatan.
Depkes, 2004. Dalam “Seminar Sehari Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Gangguan
Pendengaran Kebisingan di Jakarta, 6 Desember 2004 oleh Sek. Dirjen
Bina Kesmas. Diambil di web 16 November 2007. www.depkes.com.
Environmental Health Criteria (EHC) 213, 1999. Dikutip dari; The International
Programme on Chemical Safety (IPCS). World Health
Organization, Geneva, 1999. 2nd Edition. Carbon monoxide.
www.ipcs.com.
Environmental Health Criteria (EHC) 52, 1986. Dikutip dari; The International
Programme on Chemical Safety (IPCS). World Health
Organization, Geneva, 1985. Toluene. www.ipcs.com.
Environmental Health Criteria (EHC) 215, 1999. Dikutip dari; The International
Programme on Chemical Safety (IPCS). World Health
Organization Geneva, 1999. Vinyl chloride. www.ipcs.com.
Feinstein, 1978 pada buku panduan Bhisma Murti, Juni 2003 dalam “Prinsip dan
Metode Riset Epidemiologi. UGM Press, Yogyakarta.
Hastono, S. P., 2007. Basic Data Analysis for Health Research. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Harrington, J. M., Gill, E. S., 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja (Pocket Consultant
Occupational Health, 3/E). Edisi 3. Penertbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Hiperkes DKI Jakarta, 2005. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan
Penelitian Pengembangan dan Informasi Pusat Pengembangan KK dan
Hiperkes, dalam ”Modul Pelatihan Pemeriksaan Kesehatan Kerja”.
Hiperkes DKI Jakarta, 2004. ”Laporan Pengujian Hiperkes dan Keselamatan Kerja”
dalam rangka kegiatan Proyek Pengembangan Hygiene dan Kesehatan
Kerja Balai Hiperkes dan KK Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Provinsi DKI Jakarta Oktober 2004.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang ‟Baku
Tingkat Kebisingan‟.
Kryter, K. D., 1985. The Effects of Noise on Man, 2nd Ed. Chapter 2, Physical
Measures of Sound and Noise, page 6. Academic Press, INC. London.
Kirkwood, B. R and Sterne, J.A.C., 2003. Essential Medical Statistics, 2nd Ed.
Blacwell Science, Australia.
Lemeshow et al, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja, 2004. Pedoman Praktis Diagnosis dan
Penilaian Cacat Ketulian Akibat Bising. Vol XXXVII, No. 1 Januari-Maret
2004.
Murti, B.,1997 & 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Cetakan Pertama,
April 1997 dan Kedua Juni 2003. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Menteri Tenaga Kerja, 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999
tanggal 16 April 1999 tentang „Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
Tempat Kerja‟.
Subagio, 1992. Pengukuran dan Penilaian Kebisingan, Staf Pengajar Jurusan Teknik
Mesin, UGM, Yogyakarta, 13-31 Oktober 1992.
Salter, R.J., 1976. Highway Traffic Analysis and Design. The Macmillan Press Ltd,
London.
Soetirto I, 1990. Tuli akibat bising (Noise induced hearing loss), dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI, 1990. h. 37-9.
Sastroasmoro & Ismael, 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Ed.2. hal.
97-109. CV. Sagung Seto, Jakarta.
Singarimbun, M., Effendi, S,. 1995. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi. Jakarta.
LP3ES.
Tambunan, T., 2007. Personal Protective Equipment. Cetakan Pertama. Hal 105-13.
Yogyakarta. Graha Ilmu.
Taha, A., et al., 1994. Auditory Brain Stem Response in Noise Induced Permanent
Hearing Loss. Med. J. Cairo Univ., Vol. 62, No.1, March (Suppi.): 257-72.
www.pubmed.com. Dikutip 3 Maret 2008.
Wald, P. H., Stave, G. M., 2002. Physical and Bilogical Hazards of the Workplace.
2nd edition. Page 279-90. John Wiley and Sons, Inc., New York.
LAMPIRAN 1.
lama pajanan per hari, kebiasaan merokok, riwayat penyakit, dan riwayat keturunan,
saudara dengan angka serta huruf kapital. Kuesioner ini untuk diisi oleh karyawan
melalui wawancara dan bersumber dari Majalah Hiperkes Vol. XXIX No. 2/1996.
Jakarta, 2008
Pewawancara
(....................................................)
NO PERTANYAAN JAWABAN
I. Identitas Responden
Nomor Responden:
1. Nama:
2. Umur:
tahun
NO PERTANYAAN JAWABAN
IV Riwayat Penyakit
13 Apakah anda pernah atau sedang
menderita penyakit Diabetes
1. Ya
Melitus (Kencing Manis),
2. Tidak
(berdasarkan diagnosa dokter) ?
14 Apakah anda pernah atau sedang
menderita penyakit Hipertensi/ 1. Ya
Tekanan Darah Tinggi 2. Tidak
(berdasarkan diagnosa dokter) ?
15 Apakah anda pernah atau sedang
1. Ya
menderita penyakit Ginjal
2. Tidak
(berdasarkan diagnosa dokter) ?
16 Apakah anda pernah atau sedang
menderita penyakit Cholesterol 1. Ya
Tinggi (berdasarkan diagnosa 2. Tidak
dokter) ?
17 Apakah anda pernah atau sedang
1. Ya
menderita penyakit Jantung
2. Tidak
(berdasarkan diagnosa dokter) ?
V Riwayat Keturunan
NO PERTANYAAN JAWABAN
VII Pengetahuan Tentang Kebisingan
24 Apakah anda mengetahui tentang 1. Ya
bahaya kebisingan yang tinggi bagi 2. Tidak (langsung ke
kesehatan ? pertanyaan 21)
25 Bila ya, dari mana saudara ketahui 1.Mengikutipelatihan/ceramah
tentang bahaya kebisingan ? 2. Membaca sendiri
3. Sekolah
4.Lain-lain,
sebutkan:........................
26 Menurut saudara, apakah
kebisingan dari suatu lokasi kerja 1. Ya
yang bising, dapat dikurangi 2. Tidak
(sebagai proteksi diri) ?
27 Bila ya, dengan menggunakan alat 1. Earplug
apa (sebagai Alat Pelindung 2. Earmuff
Telinga) ? 3. Kapas/Sumbat Telinga
28 Menurut saudara, apakah dampak 1. Pendengaran Menurun
kebisingan bagi kesehatan ? 2. Ketulian
3. Lainnya
VIII Gangguan Terhadap Kesehatan
29 Apakah anda pernah mengalami 1. Ya
gangguan pendengaran ? 2. Tidak
30 Apakah pendengaran saudara saat 1. Ya
ini terganggu ? 2. Tidak
31 Pernahkah anda merasa ada
1. Ya
kegaduhan/kebisingan dalam
2. Tidak
telinga ?
Pernahkah anda merasa ada suara 1. Ya
berdenging dalam telinga? 2. Tidak
32 Apakah anda pernah mengalami 1. Ya
cidera di kepala ? 2. Tidak
33 Apakah anda memilki alergi 1. Ya
terhadap debu ? (pilek) 2. Tidak
34 Apakah anda saat ini atau secara 1. Ya
berkala sedang makan obat? 2. Tidak
NO PERTANYAAN JAWABAN
VIII Gangguan Terhadap Kesehatan
35 Apakah anda saat ini atau secara 1. Ya
berkala makan antibiotik ? 2. Tidak
36 Apakah anda saat ini atau secara 1. Ya
berkala sedang berobat ? 2. Tidak
37 Pernahkah telinga anda terasa 1. Ya
sakit? 2. Tidak
Kedua alat produksi Quest Technologies (Gambar atas izin Hiperkes DKI Jakarta)
Gudang Fiber
BAGIAN SPINNING
⇛ Kapas Pabrik terdiri dari bahan
rayon dan polyester.
GUDANG FIBER
Blowing
⇛ Proses membuka serat agar lebih
BLOWING terurai & untuk pencampuran material
agarr merata. Mencampur bahan
CARDING
rayon dan polyester dengan
perbandingan 35:65.
DRAWING Carding/Drawing/Roving
⇛ Penyusutan dan pensejajaran serat
ROVING/SPEED FRAME/SIMPLEK
dimana menentukan kualitas benang.
Ring Spinning
RING SPINNING ⇛ Pembuatan benang tunggal,
penentuan nomor benang & pemberian
antihan. Ukuran benang ditentukan
WINDING dengan nomor benang. (Jumlah Mesin
terbanyak – 73 set)
DOUBLE Winding
TFO/TWISTIN SINGLE
G ⇛ Merubah bentuk gulungan benang
dari bentuk Cop ke bentuk Cone.
PACKING
Benang/Warper
⇛ Proses awal Weaving dimana
BENANG
benang dari bagian Spinning mulai di
lakukan pemisahan.
Slasher/Sizing
WARPER
⇛ Pelapisan benang dengan Obat
Kanji/Sizing yang terdiri dari:
Prophinil Alkohol, Alkil, Wax/Lilin
SLASHER/SIZING dan lain-lain.
Leusing-in
LEUSING-IN
⇛ Pemisahan urut-urutan benang
ganjil dan genap dengan tujuan
mempemudah Proses Drawing.
DRAWING Drawing
⇛ Menyalurkan/memasukan benang-
benang dari bentuk Beam untuk di
lanjutkan ke Proses
WEAVING
Weaving/Pemintalan, dimana hal
tersebut tergantung Corak Kain.
Weaving
INSP. GREY
⇛ Proses Pemintalan dimana dari
bentuk Benang (Benang Lusi dan
Pakan) menjadi Kain.
Insp. Grey
⇛ Proses Quality Control dimana
untuk melihat Kualitas Kain dan Cacat
Kain. Standar grade untuk kain grey:
nilai A dengan cacat < 36 dan nilai C
< 40
Grey/Tonyu
GREY/TONYU
⇛ Proses membuka kain mentah dari
bentuk roll.
SCOURING Scouring
⇛ Proses pencucian menghilangkan
kanji dan kotoran pada kain
HEAT SEAT tetoron/polyester.
Heat Seat
⇛ Pemantapan/penstabilan
DYEING
bentuk
serat kain.
DRYER
Dyeing Circular dan Winch
BAKAR BULU
⇛ Proses pewarnaan dengan
RESIN
temperatur tinggi (Circular) dan
rendah (Winch), dilanjutkan Proses
HEAT SET Scutcher (membuka kain).
Dryer
KF
⇛ Pengeringan kain
Bakar Bulu
PACKING
⇛ Menghilangkan bulu-bulu kain
yang terdapat pada kain dan
memperbaiki jahitan-jahitan
sambungan.
Resin
⇛ Mencegah kain kusut
KF dan Packing
⇛ Finishing
UNIVARIAT
1. DATA NUMERIK
Frequencies
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
20
Frequency
29 5 4.8 4.8 10.5
10
30 8 7.6 7.6 18.1
31 8 7.6 7.6 25.7
32 10 9.5 9.5 35.2 5
26 28 30 32 34 36 38 40
35 5 4.8 4.8 55.2 umur responden saat wawancara
Explore
Descriptives
St at ist ic St d. Error
umur responden Mean 34.08 .340
saat wawancara 95% Conf idence Lower Bound 33.40
Interv al f or Mean Upper Bound
34.75
40
35
1
Expected Normal
0 32.5
-1
30
-2
27.5
-3
25 30 35 40 45
Observed Value umur responden saat wawancara
Frequencies
15
8.0 8 7.6 7.6 14.3
9.0 4 3.8 3.8 18.1
10.0 9 8.6 8.6 26.7 10
Explore
Descriptives
St at ist ic St d. Error
masa kerja responden Mean 12.667 .3441
95% Conf idence Lower Bound 11.984
Interv al f or Mean Upper Bound
13.349
Tests of Normality
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
masa kerja responden .071 105 .200* .988 105 .502
*. This is a lower bound of the true signif icance.
a. Lillief ors Signif icance Correction
25.0
3 20.0
15.0
1
Expected Normal
0 10.0
-1
5.0
-2
-3
0.0
0 5 10 15 20 25
masa kerja responden
Observed Value
Frequencies
intensitas kebisingan di tempat kerja
Histogram
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent 20
Valid 78.2 7 6.7 6.7 6.7
81.6 2 1.9 1.9 8.6
81.7 2 1.9 1.9 10.5 15
Explore
Descriptives
Tests of Normality
a
Kolmogorov -Smirnov Shapiro-Wilk
St at ist ic df Sig. St at ist ic df Sig.
intensitas kebisingan
.267 105 .000 .833 105 .000
di tempat kerja
a. Lillief ors Signif icance Correction
100.0
2 95.0
90.0
1
Expected Normal
85.0
0
80.0
-1
75.0
-2
2. DATA KATAGORIK
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid wanita 9 8.6 8.6 8.6
pria 96 91.4 91.4 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <= 8 jam 73 69.5 69.5 69.5
> 8 jam 32 30.5 30.5 100.0
Total 105 100.0 100.0
pemakaian APT
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 12 11.4 11.4 11.4
tidak 93 88.6 88.6 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 50 47.6 47.6 47.6
ya 55 52.4 52.4 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 93 88.6 88.6 88.6
ya 12 11.4 11.4 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 99 94.3 94.3 94.3
ya 6 5.7 5.7 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 90 dB (kurang berisiko) 37 35.2 35.2 35.2
>= 90 dB (lebih berisiko) 68 64.8 64.8 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 85 dB (tidak berisiko) 22 21.0 21.0 21.0
>= 85 dB (berisiko) 83 79.0 79.0 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid normal 61 58.1 58.1 58.1
tuli konduktif 21 20.0 20.0 78.1
NIHL 23 21.9 21.9 100.0
Total 105 100.0 100.0
NIHL
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 82 78.1 78.1 78.1
ya 23 21.9 21.9 100.0
Total 105 100.0 100.0
status karyawan
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kary awan kontrak 6 5.7 5.7 5.7
kary awan tetap 99 94.3 94.3 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <= sd 1 1.0 1.0 1.0
smp 15 14.3 14.3 15.2
sma 86 81.9 81.9 97.1
pt 3 2.9 2.9 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 36 34.3 34.3 34.3
tidak 69 65.7 65.7 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 88 83.8 83.8 83.8
tidak 17 16.2 16.2 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 92 87.6 87.6 87.6
tidak 13 12.4 12.4 100.0
Total 105 100.0 100.0
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 26 24.8 24.8 24.8
tidak 79 75.2 75.2 100.0
Total 105 100.0 100.0
BIVARIAT
T-Test
Group Statisti cs
St d. Error
NIHL N Mean St d. Dev iation Mean
umur responden tidak 82 33.84 3.599 .397
saat wawancara ya 23 34.91 2.968 .619
Group Statisti cs
St d. Error
NIHL N Mean St d. Dev iation Mean
masa kerja responden tidak 82 12.543 3.6533 .4034
ya 23 13.109 3.0598 .6380
Group Statisti cs
St d. Error
NIHL N Mean St d. Dev iation Mean
intensitas kebisingan tidak 82 91.452 6.4713 .7146
di tempat kerja ya 23 94.487 5.0528 1.0536
Chi-square (Crosstabs)
jeni s kelamin dalam 2 kelompok risi ko * NIHL Crosstabulation
NIHL
tidak ya Total
jenis kelamin dalam wanita Count 9 0 9
2 kelompok risiko % wit hin jenis kelamin
100.0% .0% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko
pria Count 73 23 96
% wit hin jenis kelamin
76.0% 24.0% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko
Total Count 82 23 105
% wit hin jenis kelamin
78.1% 21.9% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko
Chi-Square Tests
Risk Estimate
NIHL
tidak ya Total
lama pajanan <= 8 jam Count 60 13 73
per hari % wit hin lama
82.2% 17.8% 100.0%
pajanan per hari
> 8 jam Count 22 10 32
% wit hin lama
68.8% 31.3% 100.0%
pajanan per hari
Total Count 82 23 105
% wit hin lama
78.1% 21.9% 100.0%
pajanan per hari
Chi-Square Tests
Risk Estimate
NIHL
tidak ya Total
pemakaian ya Count 11 1 12
APT % wit hin pemakaian APT 91.7% 8.3% 100.0%
tidak Count 71 22 93
% wit hin pemakaian APT 76.3% 23.7% 100.0%
Total Count 82 23 105
% wit hin pemakaian APT 78.1% 21.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Risk Estimate
NIHL
tidak ya Total
kebiasaan merokok tidak Count 43 7 50
dalam 2 kelompok risiko % wit hin kebiasaan
merokok dalam 2 86.0% 14.0% 100.0%
kelompok risiko
ya Count 39 16 55
% wit hin kebiasaan
merokok dalam 2 70.9% 29.1% 100.0%
kelompok risiko
Total Count 82 23 105
% wit hin kebiasaan
merokok dalam 2 78.1% 21.9% 100.0%
kelompok risiko
Chi-Square Tests
Risk Estimate
NIHL
tidak ya Total
riway at peny akit dalam tidak Count 73 20 93
2 kelompok risiko % wit hin riway at peny akit
78.5% 21.5% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko
ya Count 9 3 12
% wit hin riway at peny akit
75.0% 25.0% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko
Total Count 82 23 105
% wit hin riway at peny akit
78.1% 21.9% 100.0%
dalam 2 kelompok risiko
Chi-Square Tests
Risk Estimate
NIHL
tidak ya Total
riway at keturunan dalam tidak Count 78 21 99
2 kelompok risiko % wit hin riway at
keturunan dalam 2 78.8% 21.2% 100.0%
kelompok risiko
ya Count 4 2 6
% wit hin riway at
keturunan dalam 2 66.7% 33.3% 100.0%
kelompok risiko
Total Count 82 23 105
% wit hin riway at
keturunan dalam 2 78.1% 21.9% 100.0%
kelompok risiko
Chi-Square Tests
Risk Estimate
MULTIVARIAT
Logistic Regression
Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 16.920 6 .010
Block 16.920 6 .010
Model 16.920 6 .010
Model Summary
Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 13.809 5 .017
Block 13.809 5 .017
Model 13.809 5 .017
Hasil Model Multivariat Pertama
Model Summary Var. Lama Kerja di Keluarkan
dari model
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke Var. Sex dimasukkan lagi dalam
St ep likelihood R Square R Square
model (ada perubahan OR >10%)
1 96.588a .123 .189
a. Estimation terminat ed at iteration number 5 because
parameter est imat es changed by less than .001.
Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 16.917 5 .005
Block 16.917 5 .005
Model 16.917 5 .005
Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 14.065 4 .007
Block 14.065 4 .007
Model 14.065 4 .007 Hasil Model Multivariat Ke-3
Var. APT dimasukkan lagi dalam
Model Summary model (ada perubahan OR > 10%)
Var. Merokok di Keluarkan dari
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke Model
Step likelihood R Square R Square
1 96.332 a .125 .193
a. Estimation terminated at iteration number
20 because maximum iterations has been
reached. Final solution cannot be f ound.
Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 14.729 4 .005
Block 14.729 4 .005
Model 14.729 4 .005 Hasil Model Multivariat Ke-4
Var. Merokok dimasukkan lagi
dalam model (ada perubahan
Model Summary
OR > 10%)
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke Var. Umur di Keluarkan dari
Step likelihood R Square R Square Model
1 95.668a .131 .201
a. Estimation terminated at iteration number
20 because maximum iterations has been
reached. Final solution cannot be f ound.
Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 14.430 4 .006
Block 14.430 4 .006
Model 14.430 4 .006
Model Summary
Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 16.917 5 .005
Block 16.917 5 .005
Model 16.917 5 .005
Permodelan
Model Summary
Terakhir Multivariat
-2 Log Cox & Snell Nagelkerke
Step likelihood R Square R Square
1 93.480a .149 .229
a. Estimation terminated at iteration number
20 because maximum iterations has been
reached. Final solution cannot be f ound.
Riwayat Pendidikan :
Riwayat Pekerjaan :
2. RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Kab. OKU, tahun 2000 – 2004