Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri punggung bawah (low back pain) merupakan keluhan yang sering
dijumpai di praktek sehari-hari, dan diperkirakan hampir semua orang pernah
mengalami nyeri punggung paling kurangnya sekali semasa hidupnya. Nyeri
punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri
yang berasal dari punggung bawah dapat berujuk ke daerah lain atau sebaliknya
yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (refered pain).
Walaupun nyeri punggung bawah jarang fatal namun nyeri yang dirasakan
menyebabkan penderita mengalami suatu kekurangmampuan (disabilitas) yaitu
keterbatasan fungsional dalam aktifitas sehari-hari dan banyak kehilangan jam
kerja terutama pada usia produktif, sehingga merupakan alasan terbanyak dalam
mencari
pengobatan.
Di Amerika Serikat diperkirakan lebih 15% orang dewasa mengeluh nyeri
punggung bawah atau nyeri yang bertahan hampir dua minggu (Lawrence dkk,
1998). Nyeri punggung bawah adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada
regio punggung bagian bawah dan merupakan work related musculoskeletal
disorders. Nyeri punggung bawah telah teridentifikasi oleh Pan American Health
Organization antara tiga masalah kesehatan pekerjaan yang dikenalpasti oleh
WHO (Choi dkk, 2001). Menurut Punnett L dkk, prevalensi 37% daripada nyeri
punggung bawah disebabkan oleh pekerjaan individu-individu tersebut, dengan
pembahagian lebih banyak pada laki-laki berbanding wanita. Sedangkan
penelitian Community Oriented Program for Controle of Rheumatic Disease
(COPORD ) Indonesia menunjukan prevalensi nyeri punggung 18,2 % pada laki-
laki dan 13,6 % pada wanita. National Safety Council pula melaporkan bahwa
sakit akibat kerja yang frekuensi kejadiannya paling tinggi adalah sakit/nyeri pada

1
punggung, yaitu 22% dari 1.700.000 kasus (Tarwaka, dkk, 2004). Di negara
industri keluhan nyeri punggung bawah merupakan keluhan kedua setelah nyeri
kepala. Di Amerika Serikat lebih dari 80% penduduk mengeluh nyeri punggung
bawah dan biaya yang dikeluarkan tiap tahun untuk pengobatan berkisar 75 juta
dolar Amerika.
Penanganan nyeri punggung bawah secara umumnya bervariasi mengikut
studi, jenis-jenis pekerjaan, dan persekitaran lokal. Biasanya dalam kondisi biasa
nyeri tersebut akan hilang dengan sendirinya selepas beberapa hari tanpa
memerlukan pengobatan, tetapi tidak selalunya. Menurut Jellema dkk (2001),
fokus utama dalam penanganan nyeri punggung bawah berupa prevalensi untuk
masa hadapan agar tidak menderita nyeri punggung bawah ulang. Aturan
antarabangsa (International Guidelines) untuk penanganan nyeri ini secaran
umumnya bisa ditangani oleh perawatan primer (Koes BW, dkk). Di Indonesia,
Departemen Kesehatan telahpun mengeluarkan upaya pelayanan kesehatan primer
pada masyarakat tersebut yang diatas meliputi, peningkatan kesehatan (promotif),
upaya pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif)
(Depkes RI, 1999). Menurut Hanung P (2008), fisioterapi dalam hal ini memegang
peranan untuk mengembalikan dan mengatasi gangguan impairment dan activity
limitation sehingga pasien dapat beraktivitas kembali. Namun menurut literatur
33% pasien masih mengalami nyeri hilang-timbul atau nyeri persisten selepas satu
tahun, dan satu daripada lima pasien masih mempunyai kekurangan fungsi
gerakan. Hanya 25% telah sembuh total nyeri punggung mereka selepas satu
tahun, dengan ini pencegahan lebih diutamakan daripada pengobatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Nyeri Punggung Bawah

Dalam bahasa kedokteran Inggris, nyeri pinggang dikenal sebagai “low


back pain”. Nyeri Punggung Bawah atau Nyeri Pinggang (Low Back Pain) adalah
nyeri di daerah lumbosakral dan sakroiliaka. Nyeri Punggung Bawah (NPB)
adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal
(inflamasi), maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri yang berasal dari
punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain, atau sebaliknya nyeri yang berasal
dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain). NPB pada
hakekatnya merupakan keluhan atau gejala dan bukan merupakan penyakit
spesifik. Masalah NPB meliputi banyak aspek, bukan hanya penderitaan akibat
nyeri yang dialami, tapi juga menimbulkan pemborosan ekonomi dan peningkatan
biaya kesehatan.

2.2. Anatomi Punggung Bagian Bawah

Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral


terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh discus intervebra dan
ditahan satu sama lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal. Bagian dorsal
tidak begitu kokoh dan terdiri atas masing-masing arkus vertebra dengan lamina
dan pedikel yang diikat satu sama lain oleh berbagai ligament di antaranya
ligament interspinal, ligament intertansversa dan ligament flavum. Pada prosesus
spinosus dan transverses melekat otot-otot yang turut menunjang dan melindungi
kolum vertebra. Kolumna vertebralis ini terbentuk oleh unit-unit fungsional yang
terdiri dari segmen anterior dan posterior.
a. Segmen anterior, sebagian besar fungsi segmen ini adalah sebagai
penyangga badan. Segmen ini meliputi korpus vertebrata dan diskus
intervebralis yang diperkuat oleh ligamentum longitudinale anterior di

3
bagian depan dan limentum longitudinale posterior di bagian belakang.
Sejak dari oksiput, ligament ini menutup seluruh bagian belakang diskus.
Mulai L1 gamen ini menyempit, hingga pada daerah L5-S1 lebar ligament
hanya tinggal separuh asalnya.
b. Segmen posterior, dibentuk oleh arkus, prosesus transverses dan prosesus
spinosus. Satu dengan lainnya dihubungkan oleh sepasang artikulasi dan
diperkuat oleh ligament serta otot.

Struktur lain yang tak kalah pentingnya dalam persoalan NPB adalah
discus intervertebra. Di samping berfungsi sebagai penyangga beban, discus
berfungsi pula sebagai peredam kejut. Diskus ini terbentuk oleh annulus fibrosus
yang merupakan anyaman serat-serat fibroelastik hingga membentuk struktur
mirip gentong. Tepi atas dan bawah gentong melekat pada “end plate” vertebra,
sedemikian rupa hingga terbentuk rongga antar vertebra. Rongga ini berisi
nukleus pulposus suatu bahan mukopolisakarida kental yang banyak mengandung
air.

Secara anatomik pinggang adalah daerah tulang belakang L1 sampai


seluruh tulang sacrum dan otot-otot sekitarnya. Dapat dilihat pada gambar berikut
ini:

Gambar 1.1. Tulang Belakang Gambar 2.1.. Struktur Kolumna


(Kolumna Vertebralis) Vertebralis Lumbal

4
2.3. Asal dan Sifat Nyeri Pinggang

Nyeri punggung bawah dapat dibagi dalam enam jenis, yaitu:

2.3.1. Nyeri punggung lokal.


Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di
garis tengah dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Dapat berasal dari
bagian-bagian di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal,
korpus vertebra, artikulasio dan ligament.
2.3.2. Iritasi pada radiks.
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan terasa
pada dermatom yang bersangkutan. Kadang-kadang dapat disertai
hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat
disebabkan proses desak ruang yang bias terletak pada foramen
intervertebra atau dalam kanalis vertebra.
2.3.3. Nyeri acuan somatik
Iritasi serabut-serabut sensoris di permukaan dapat
dirasakan di bagian lebih dalam pada dermatom yang
bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian lebih dalam
dapat dirasakan di bagian lebih superfisial.
2.3.4. Nyeri acuan
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitoneum,
intraabdomen atau di dalam ruang panggul yang dirasakan di
daerah punggung.
2.3.5. Nyeri karena iskemia.
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio
intermitens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus
atau menjalar ke paha. Biasanya disebabkan oleh penyumbatan
pada percabangan aorta atau pada arteria iliaka komunis.
2.3.6. Nyeri psikogen
Rasa nyeri tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi
saraf dan dermatom dengan reaksi fasial yang sering berlebihan.

5
2.4. Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah

2.4.1. Klasifikasi Menurut Penyebabnya


Nyeri punggung bawah menurut penyebabnya
diklasifikasikan sebagai berikut:

a. NPB traumatik
Lesi traumatik dapat disamakan dengan lesi mekanik. Pada
daerah punggung bawah, semua unsur susunan neuromuskoletal
dapat terkena oleh trauma.
a.1 Trauma pada unsur miofasial
Setiap hari beribu-ribu orang mendapat trauma miofasial,
mengingat banyaknya pekerja kasar yang gizinya kurang baik
dengan kondisi kesehatan badan yang kurang optimal. Juga di
kalangan sosial yang serba cukup atau berlebihan keadaan
tubuh tidak optimal karena kegemukan, terlalu banyak duduk
dan terlalu kaku karena tidak mengadakan gerakan-gerakan
untuk mengendurkan urat dan ototnya. NPB jenis ini
disebabkan oleh lumbosakral strain dan pembebanan
berkepanjangan yang mengenai otot, fasia dan atauligament.
a.2 Trauma pada komponen keras
Akibat trauma karena jatuh fraktur kompresi dapat terjadi di
vertebrata torakal bawah atau vertebra lumbal atas. Fraktur
kompresi dapat terjadi juga pada kondisi tulang belakang yang
patalogik. Karena trauma yang ringan (misal jatuh terduduk
dari kursi pendek), kolumna vertebralis yang sudah
osteoporotik mudah mendapat fraktur kompresi.

Akibat trauma dapat terjadi spondilolisis atau


spondilolistesis. Pada spondilolisis istmus pars interartikularis
vertebrae patah tanpa terjadinya korpus vertebra.

6
Spondilolistesis adalah pergeseran korpus vertebra setempat
karena fraktur bilateral dari istmus pars interartikularis
vertebra. Pergeserannya diderajatkan sampai IV. Kalau hanya
25% dari korpus vertebra yang tergeser ke depan, maka
spondolistesisnya berderajat I. Pada pergeserannya secara
mutlak, keadaannya dikenal sebagai spondilolistesis derajat IV.
Pada umumnya spondilolistesis terjadi pada L.4 atau L.5.

b. NPB akibat proses degeneratif

b.1 Spondilosis
Perubahan degeneratif pada vertebra lumbosakralis dapat
terjadi pada korpus vertebra berikut arkus dan prosesus
artikularis serta ligament yang menghubungkan bagian-bagian
ruas tulang belakang satu dengan yang lain. Dulu proses ini
dikenal sebagai osteoatritis deformans, tapi kini dinamakan
spondilosis. Pada spondilosis terjadi rarefikasi korteks tulang
belakang, penyempitan discus dan osteofit-osteofit yang dapat
menimbulkan penyempitan dari foramina intervetebralis.
b.2 Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Perubahan degeneratif dapat juga mengenai annulus fibrosus
discus intervertebralis yang bila pada suatu saat terobek yang
dapat disusul dengan protusio discus intervertebralis yang
akhirnya menimbulkan hernia nukleus pulposus (HNP). HNP
paling sering mengenai discus intervertebralis L5-S1 dan L4-
L5.
b.3 Osteoatritis
Unsur tulang belakang lain yang sering dilanda proses
degeneratif ialah kartilago artikularisnya, yang dikenal sebagai
osteoatritis. Pada osteoatritis terjadi degenerasi akibat trauma
kecil yang terjadi berulang-ulang selama bertahun-tahun.

7
Terbatasnya pergerakan sepanjang kolumna vertebralis pada
osteoatritis akan menyebabkan tarikan dan tekanan pada otot-
otot/ ligament pada setiap gerakan sehingga menimbulkan
NPB.
b.4 Stenosis Spinal
Vertebrata lumbosakralis yang sudah banyak mengalami
penekanan, penarikan, benturan dan sebagainya dalam
kehidupan sehari-hari seseorang, sudah tentu akan
memperlihatkan banyak kelainan degeneratif di sekitar discus
intervertebralis dan persendian fasetal posteriornya. Pada setiap
tingkat terdapat tiga persendian, yaitu satu di depan yang
dibentuk oleh korpus vertebra dengan discus intervertebralis
dan dua di belakang yang dibentuk oleh prosesus artularis
superior dan inferior kedua korpus vertebra yang ada di atas
dan di bawah discus intervertebralis tersebut. Kelainan
degeneratif yang terjadi di sekitar ketiga persendian itu berupa
osteofit dan profilerasi jaringan kapsel persendian yang
kemudian mengeras (hard lesion). Bangunan degeneratif itu
menyempitkan lumen kanalis intervertebralis setempat dan
menyempitkan foramen intervertebra.

c. NPB akibat penyakit inflamasi

c.1 Art rit is remat oid


Artritis rematoid termasuk penyakit autoimun yang menyerang
persendian tulang. Sendi yang terjangkit mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
kemudian sendi mengalami kerusakan. Akibat sinovitis (radang
pada sinovium) yang menahun, akan terjadi kerusakan pada
tulang rawan, sendi, tulang, tendon, dan ligament di sendi.

8
c.2 Spondilitis angkilopoetika
Kelainan pada artikus sakroiliaka yang merupakan bagian dari
poliartritis rematoid yang juga didapatkan di tempat lain. Rasa
nyeri timbul akibat terbatasnya gerakan pada kolumna
vertebralis , artikulus sakroiliaka, artikulus kostovertebralis dan
penyempitan foramen intervertebralis.

d. NPB akibat gangguan metabolisme


Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang
yang ditandai oleh menurunnya massa tulang, oleh karena
berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan
kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, dengan akibat
menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecenderungan
tulang mudah patah. Menurunnya massa tulang dan
memburuknya arsitektur jaringan tulang ini, berhubungan erat
dengan proses remodeling tulang. Pada proses remodeling,
tulang secara kontinyu mengalami penyerapan dan
pembentukan. Hal ini berarti bahwa pembentukan tulang tidak
terbatas pada fase pertumbuhan saja, akan tetapi pada
kenyataannnya berlangsung seumur hidup. Sel yang
bertanggung jawab untuk pembentukan tulang disebut
osteoblas, sedangkan osteoklas bertanggung jawab untuk
penyerapan tulang.
Pembentukan tulang terutama terjadi pada masa
pertumbuhan. Pembentukan dan penyerapan tulang berada
dalam keseimbangan pada individu berusia sekitar 30 - 40
tahun. Keseimbangan ini mulai terganggu dan lebih berat ke
arah penyerapan tulang ketika wanita mencapai menopause.
Pada osteoporosis akan terjadi abnormalit as bone turnover,
yaitu terjadinya proses penyerapan tulang lebih banyak dari
pada proses pembentukan tulang. Peningkatan proses

9
penyerapan tulang dibanding pembentukan tulang pada wanita
pascamenopause antara lain disebabkan oleh karena defisiensi
hormon estrogen, yang lebih lanjut akan merangsang keluarnya
mediator-mediator yang berpengaruh terhadap aktivitas sel
osteoklas, yang berfungsi sebagai sel penyerap tulang. Jadi
yang berperan dalam terjadinya osteoporosis secara langsung
adalah jumlah dan aktivitas dari sel osteoklas untuk menyerap
tulang, yang dipengaruhi oleh mediatormediator, yang mana
timbulnya mediator-mediator ini dipengaruhi oleh kadar
estrogen.
NPB pada orang tua dan jompo, terutama kaum wanita,
seringkali disebabkan oleh osteoporosis. Sakitnya bersifat
pegal. Nyeri yang tajam atau radikular merupakan keluhan.
Dalam hal itu terdapat fraktur kompresi yang menjadi
komplikasi osteoporosis tulang belakang.

e. NPB akibat neoplasma

e.1 Tumor benigna


Osteoma osteoid yang bersarang di pedikel atau lamina
vertebra dapat mengakibatkan nyeri hebat yang dirasakan
terutama pada malam hari. Hemangioma merupakan tumor
yang berada di dalam kanalis vertebralis dan dapat
membangkitkan NPB. Meningioma merupakan suatu tumor
intadural namun ekstramedular. Tumor ini dapat menjadi besar
sehingga menekan pada radiks-radiks. Maka dari itu tumor ini
seringkali membangkitkan nyeri hebat pada daerah
lumbosakral.
e.2 Tumor maligna
Tumor ganas di vertebra lumbosakralis dapat bersifat primer
dan sekunder. Tumor primer yang sering dijumpai adalah

10
mieloma multiple. Tumor sekunder yaitu tumor metastatik
mudah bersarang di tulang belakang, oleh karena tulang
belakang kaya akan pembuluh darah. Tumor primernya bisa
berada di mama, prostate, ginjal, paru dan glandula tiroidea.

f. NPB akibat kelainan kongenital


Lumbalisasi atau adanya 6 bukan 5 korpus vertebra
lumbalis merupakan variasi anatomik yang tidak mengandung
arti patologik. Demikian juga sakralisasi, yaitu adanya 4 bukan
5 korpus vertebra lumbalis. Pada lumbalisasi “lumbosakral
strain” lebih mudah terjadi oleh karena adanya 6 ruas
lumbosakral, bagian lumbal kolum vert ebral seo lah-olah
menjadi lebih panjang, hingga tekanan dan tarikan pada daerah
lumbal pada tiap gerakan lebih besar daripada orang normal.
Beban yang lebih berat pada otot-otot dan ligament sering
menimbulkan NPB.

g. NPB sebagai referred pain


Walaupun benar bahwa NPB dapat dirasakan seorang
penderita ulkus peptikum, pankreatitis, tumor lambung,
penyakit ginjal dan seterusnya, namun penyakit penyakit
visceral menghasilkan juga nyeri abdominal dengan
manifestasi masing-masing organ yang terganggu.
NPB yang bersifar referred pain memiliki ciri-ciri khas
yaitu:
 Nyeri hanya dirasakan berlokasi di punggung bawah
 Daerah lumbal setempat tidak memperlihatkan tanda-tanda
abnormal, yakni tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri
gerak, tidak ada nyeri isometrik dan motalitas punggung
tetap baik. Walaupun demikian sikap tubuh mempengaruhi
bertambah atau meredanya referred pain.

11
 Referred pain lumbal ada kalanya merupakan ungkapan
dini satu-satunya penyakit visceral.
 Dalam tahap klinis dan selanjutnya, penyakit visceral
mengungkapka adanya keadaan patologik melalui
manifestasi gangguan fungsi dan referred
 pain di daerah lumbal.

h. NPB psikoneurotik
Beban psikis yang dirasakan berat oleh penderita, dapat
pula bermanifestasi sebagai nyeri punggung karena
menegangnya otot-ototnya. NPB karena problem psikoneuretik
misalnya disebabkan oleh histeria, depresi, atau kecemasan.
NPB karena masalah psikoneurotik adalah NPB yang tidak
mempunyai dasar organik dan tidak sesuai dengan kerusakan
jaringan atau batas-batas anatomis, bila ada kaitan NPB dengan
patologi organik maka nyeri yang dirasakan tidak sesuai
dengan penemuan gangguan fisiknya.
Ada 3 jenis keluhan NPB pada penderita psikoneurotik.
Yang pertama ialah seorang histerik. Ia sungguh-sungguh
merasakan sakit di pinggang, tetapi sakit pinggangnya
merupakan ungkapan penderitaan mentalnya kepada dunia luar.
Yang kedua ialah seorang pengeluh . Dalam hidupnya banyak
waktu terbuang untuk merengek rengek saja. Letaknya
nyerinya berubah ubah, misal di kepala, lain kali perutnya
kembung, punggung bawah sakit dan seterusnya. Penyakitnya
adalah sekaligus hobinya. Dan yang ketiga adalah seorang
yang dengan keluhannya hendak memperoleh uang ganti rugi.
Dan sakit pinggangnya dikenal sebagai NPB kompensantorik.

12
i. Infeksi
Infeksi dapat dibagi ke dalam akut dan kronik. NPB
yang disebabkan infeksi akut misalnya kuman pyogenik
(stafilokokus, streptokokus). NPB yang disebabkan infeksi
kronik misalnya spondilit is TB.

2.4.2. Diagnosis Banding

Berdasarkan penyebab NPB yang telah dijelaskan, masing-masing


penyebab tersebut dapat dikategorikan kedalam beberapa diagnosis
banding antara lain:
a. NPB Mekanikal
NPB akibat kondisi mekanik antara lain: kongenital,
degeneratif, trauma dan gangguan mekanik, dan gangguan
metabolik.
b. NPB Nonmekanikal
NPB akibat kondisi nonmekanik antara lain: radang, tumor,
infeksi, dan problem psikoneurotik.
c. NPB Penyakit Viseral
NPB karena penyakit viseral adalah penyakit yang
berhubungan dengan organ pelvis dan alat-alat dalam lain misal
nephrolitiasis, pyelenopritis, aortic anyeurym, dll.

2.5. Epidemiologi NPB

2.5.1. Distribusi NPB

a. Menurut Orang
Pada umumnya sekitar 70-80% orang dewasa diestimasikan akan
pernah menderita Nyeri Punggung Bawah dalam hidup mereka. Insidensi
nyeri pinggang di negara berkembang lebih kurang 15-20% dari total

13
populasi, yang sebagian besar merupakan nyeri pinggang akut maupun
kronik.
Hasil penelitian Perdossi (2001) pada 44 pasien penderita NPB di
Jakarta diketahui bahwa kelompok umur pria yang sering menderita NPB
adalah kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan pada wanita adalah
kelompok umur 50-59 tahun.
Berdasarkan penelitian Tavafian SS, et al (2004) pada 101 wanita
penderita NBP di Iran diperoleh umur rata-rata wanita yang menderita
NPB adalah 44 tahun dengan berat badan rata-rata 69 kg.

b. Menurut Tempat dan Waktu


Nyeri Punggung Bawah adalah masalah yang banyak dihadapi o
leh banyak negara dan menimbulkan banyak kerugian. Berdasarkan data
dari penelitian Picavet dan Schouten (2001) untuk melihat prevalensi nyeri
muskoletal (termasuk NPB) pada beberapa negara di dunia, diketahui
prevalensi penderita NPB di Swedia pada tahun 1998 adalah sebesar 56%,
Norwegia pada tahun 1997 sebesar 21,6%, Spanyol pada tahun 1999
sebesar 23,7%, dan di Belanda pada tahun 2001 adalah sebesar 26,9% dari
total populasi.
Pada tahun 1998, prevalensi penderita NPB di Inggris adalah 40%
dalam 1 tahun terakhir. Ada sedikit peningkatan dibandingkan tahun 1996
dengan prevalensi NPB 35%. Pada tahun 1992 prevalensi NPB hanya
10%.
Menurut Altinel Levent, et al (2008), prevalensi penduduk Turki
menderita NPB adalah 51% selama hidup mereka. Di Rumah sakit Dr.
Kariadi Semarang, proporsi pasien baru yang berkunjung di Divisi
Rehabilitasi Medik pada tahun 1995 adalah sebanyak 20% (276 orang)
dengan keluhan NPB dengan 5 orang harus menjalani operasi. Pada bulan
Mei tahun 2000 di tempat yang sama didapatkan 52 penderita (5%) NPB
dari 1092 pasien baru yang berkunjung di RS ini.

14
Menurut Harsono (1991) di rawat jalan unit penyakit saraf RSUP
Dr. Sardjito, penderita NPB meliputi kurang dari 5,5% dari jumlah
pengunjung, sementara proporsi NPB rawat inap 8-9%.

2.5.2. Determinan Nyeri Punggung Bawah


Faktor pencetus untuk NPB antara lain adalah: usia, jenis
kelamin, obesitas, pekerjaan, faktor psikososial, riwayat cedera
punggung sebelumnya, aktivitas/ olahraga dan kebiasaan merokok.
a. Usia
Usia merupakan faktor yang memperberat terjadinya NPB,
sehingga biasanya diderita oleh orang berusia lanjut karena
penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama tulangnya sehingga
tidak lagi elastis seperti diwaktu muda. Penelitian telah
memperlihatkan bahwa resiko dari NPB meningkat pada pasien
yang semakin tua, tetapi ketika mencapai usia sekitar 65 tahun
resiko akan berhenti meningkat. Tetapi saat ini sering ditemukan
orang berusia muda sudah terkena NPB. Bahkan anak-anak dan
remaja saat ini ini semakin beresiko mengalami nyeri punggung
akibat menghabiskan terlalu banyak waktu membungkuk di depan
komputer atau membawa tas sekolah yang berat dari dan ke
sekolah.
Dalam penelitian Louw, Q.A, et al (2007) di Afrika
ditemukan bahwa populasi yang paling banyak menderita NPB
meliputi kelompok usia pekerja/ produktif (48%). Kelompok usia
sekolah yang menderita NPB adalah 15% dari total penderita NPB.
Prevalensi anak-anak dan remaja untuk menderita NPB adalah
33% sedangkan prevalensi orang dewasa menderita NBP adalah
50%.
Menurut penelitian Jones, G.T (2004) di Inggris ditemukan
bahwa pada anak-anak dan remaja memiliki resiko yang sama
seperti orang dewasa dalam menderita NPB dengan prevalensi 70-

15
80%. Walaupun banyak kasus anak-anak yang dilaporkan aktivitas
sehari-harinya terhambat karena menderita NPB, namun gangguan
serius/parah jarang ditemukan sehingga konsultasi kesehatan dan
rawat inap masih jarang dilakukan.

b. Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama
terhadap keluhan nyeri punggung bawah sampai umur 60 tahun.
Namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat
mempengaruhi timbulnya NPB, karena pada wanita keluhan ini
lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus
menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen
sehingga memungkinkan terjadinya NPB.
Berdasarkan penelitian Altinel, Levent, et al (2007) di
Turki didapatkan bahwa prevalensi NPB pada perempuan adalah
63,2% dan pada laki-laki sebesar 33,8% setidaknya satu kali dalam
hidup mereka untuk menderita NPB.

c. Obesitas
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih, risiko
timbulnya NPB lebih besar, karena beban pada sendi penumpu
berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan
terjadinya NPB. Obesitas dapat diukur dengan menggunakan IMT
(Indeks Massa Tubuh)dengan rumus BB(kg)/TB2 (m). WHO telah
menetapkan standar obesitas pada orang Asia yaitu dengan ukuran
IMT = 25kg/m2.
Inggris memiliki prevalensi obesitas yang pertumbuhannya
paling cepat di negara Barat dan hal ini mungkin berperan terhadap
masalah punggung pada tahun-tahun yang akan datang. Frekuensi
obesitas orang dewasa hampir empat kali lipat dalam 25 tahun

16
terakhir. Tiga perempat orang Inggris memiliki berat badan
berlebih.
Menurut penelitian Putri Perdani (2010) dengan desain
penelitian kasus kontrol terhadap 110 responden didapat orang
yang mempunyai postur tubuh piknik beresiko 6,9 kali (OR=6,9 )
untuk timbulnya nyeri punggung bawah. Dengan adanya berat
badan berlebih, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan tekanan pada daerah tersebut meningkat.

d. Pekerjaan
Faktor risiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan
gangguan otot rangka terutama adalah kerja fisik berat,
penanganan dan cara pengangkatan barang, gerakan berulang,
posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja statis.
Oleh karena itu, riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam
penelusuran penyebab NPB.
Berdasarkan penelitian Punnet Laura, et al (2005) dengan
desain Kohort pada 1.404 subjek, diperoleh bahwa kategori
pekerjaan pekerja sales (RR=1,38) operator (RR=2,39), pekerja
pelayanan jasa (RR=2,67), dan petani (RR=5,17) memiliki
hubungan dalam menimbulkan NPB.

e. Faktor Psikososial
Berbagai faktor psikologis dan sosial dapat meningkatkan
risiko NPB. Kecemasan, depresi, stress, tanggung jawab,
ketidakpuasan kerja, mental, stress di tempat kerja dapat
menempatkan orang-orang pada peningkatan risiko NPB kronis.
Menurut penelitian Muto Shigeki et al (2005) di Jepang
pada 975 subjek yang bekerja sebagai guru sekolah dengan desain
penelitian cross sectional didapatkan bahwa jumlah kasus guru
berjenis kelamin pria yang menderita NPB dan mengalami depresi

17
dalam pekerjaannya ada sebanyak 58 kasus (59,2% dibandingkan
dengan jumlah subjek pria seluruhnya), sedangkan guru perempuan
penderita NPB yang mengalami depresi dalam pekerjaan ada
sebanyak 121 kasus (59,9% dibandingkan dengan jumlah seluruh
guru wanita yang diteliti). Berdasarkan penelitian tersebut, kasus
NPB yang dilaporkan dengan gejala depresi jumlahnya lebih
banyak (proporsi 60%) dibandingkan dengan yang tidak
mengalami depresi.

f. Riwayat cedera/trauma
Satu-satunya alat prediksi terbaik NPB adalah riwayat
cedera/trauma. Seseorang yang pernah mengalami cedera/trauma
sebelumnya beresiko untuk mengalami NPB dikarenakan faktor
kekambuhan atau karena cedera tersebut berlangsung kronis.

g. Aktivitas/ olahraga
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab NPB yang
sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang
menjadi kebiasaan. Kebiasaan seseorang seperti duduk, berdiri,
tidur, mengangkat beban pada posisi yang salah dapat
menyebabkan NPB. Misalnya seorang pelajar/ mahasiswa yang
seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis.
Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak
menopang tulang belakang. Posisi mengangkat beban dengan
berdiri lalu langsung membungkuk mengambil beban merupakan
posisi yang salah.
Selain sikap tubuh yang salah yang sering kali menjadi
kebiasaan, beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas
dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam sehari, melakukan aktivitas
dengan duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari, dapat
pula meningkatkan resiko timbulnya NPB. Pada penelitian Putri
Perdiani (2010) dengan desain penelitian kasus kontrol terhadap

18
110 responden didapat bahwa posisi duduk memiliki hubungan
yang bermakna dengan nyeri punggung bawah (OR= 6,01), orang
yang mempunyai posisi duduk beresiko 6,01 kali untuk timbulnya
NPB.

h. Merokok
Perokok lebih beresiko terkena NPB dibandingkan dengan
yang bukan perokok. Diperkirakan hal ini disebabkan o leh
penurunan pasokan oksigen ke cakram dan berkurangnya oksigen
darah akibat nikotin terhadap penyempitan pembuluh darah arteri.
Menurut penelitian Sarnad, Nurul I, dkk (2010) di Malaysia
ditemukan bahwa perokok beresiko 1,32 kali (OR=1,32) untuk
menderita NPB dibandingkan dengan yang bukan perokok.

2.6. Pencegahan Nyeri Punggung Bawah

2.6.1. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk


mempertahankan orang yang sehat (tetap memiliki faktor resiko)
agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan:
a. Lakukan aktivitas yang cukup yang tidak terlalu berat
b. Selalu duduk dalam posisi yang tepat.”Duduk harus tegap,
sandaran tempat duduk harus tegak lurus, tidak boleh
melengkung. Posisi duduk berarti membebani tulang belakang
3-4 kali berat badan, apalagi duduk dalam posisi yang tidak
tepat. Sementara pada posisi berdiri, punggung hanya dibebani
satu setengah kali berat badan normal.

19
c. Jangan terlalu lama duduk. Untuk orang normal, cukup satu
setengah jam hingga dua jam. Setelah itu, sebaiknya berdiri dan
lakukan peregangan dan duduk lagi lima menit kemudian.
d. Jangan membungkuk ketika berdiri atau duduk. Ketika berdir i,
jaga titik berat badan agar seimbang pada kaki. Saat bekerja di
rumah atau di kantor, pastikan permukaan pekerjaan berada
pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja.
e. Jika tidur, pilih tempat tidur yang baik, misalnya yang memiliki
matras (kasur) yang kuat (firm), sehingga posisi tidur tidak
melengkung. Yang paling baik adalah tidur miring dengan satu
bantal di bawah kepala dan dengan lutut yang dibengkokkan.
Bila tidur terlentang sebaiknya diletakkan bantal kecil di bawah
lutut.
f. Lakukan olah raga teratur. Pilih olah raga yang berfungsi
menguatkan otot-otot perut dan tulang belakang, misalnya sit
up. Postur tubuh yang baik akan melindungi dari cedera
sewaktu melakukan gerakan, karena beban disebarkan merata
keseluruh bagian tulang belakang.
g. Berjalan rileks dengan sikap tubuh tegak.
h. Bila mengendarai mobil, jok mobil jangan terlalu digeser ke
belakang hingga posisi tungkai hampir lurus.
i. Kenakan sepatu yang nyaman dan bertumit rendah.
j. Jangan mengangkat dengan membungkuk. Angkat objek
dengan menekuk lutut dan berjongkok untuk mengambil objek.
Jaga punggung lurus dan terus dekatkan objek ke tubuh.
Hindari memutar tubuh saat mengangkat. Lebih baik
mendorong daripada menarik ketika harus memindahkan benda
berat. Minta bantuan orang lain bila mengangkat benda yang
berat.
k. Jaga nutrisi dan diet yang tepat untuk mengurangi dan
mencegah berat badan berlebihan, terutama lemak di sekitar

20
pinggang. Diet harian yang cukup kalsium, fosfor, dan vitamin
D membantu menjaga pertumbuhan tulang baru.
l. Berhent i merokok. Merokok mengurangi aliran darah ke
tulang punggung bagian bawah dan menyebabkan cakram
tulang belakang mengalami degenerasi.

2.6.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk menghindarkan


komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan pada orang yang telah sakit.
Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan cara mendeteksi
penyakit secara dini dan pengadaan pengobatan yang cepat dan tepat.

a. Diagnosis Klinis NPB


Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit perlu dilakukan
anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan
penunjang.
 Anamnesis
Mengingat struktur punggung bawah yang sangat berdekatan
dengan organ lain yang terletak di dalam rongga perut serta rongga pelvis,
dan juga mengingat banyaknya faktor penyebab NPB, maka anamnesis
terhadap setiap keluhan NPB akan merupakan sederetan daftar pertanyaan
yang harus diajukan kepada penderita atau pengantarnya. Daftar
pertanyaan tersebut diharapkan dapat mengurangi adanya kemungkinan
hal-hal yang terlewatkan dalam anamnesis. Daftar pertanyaan tersebut
antara lain apakah terjadi secara akut atau kronis, disebabkan oleh trauma
langsung atau tidak langsung, mengalami gangguan tidur, menstruasi atau
libido, disertai nyeri pada tungkai atau menjalar ke tungkai, diperberat
oleh batuk/bersin, memiliki riwayat tuberkulosis, keganasan/operasi
tumor, kencing batu, klaudikasio intermitten, bekerja dengan sikap yang
salah atau mengejan kuat, memiliki perasaan cemas atau gelisah, memiliki

21
riwayat demam atau gangguan buang air kecil/besar, atau memiliki rasa
kesemutan pada tungkai.
Anamnesis NPB mempunyai kerangka acuan tertentu minimal
harus meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Letak atau lokasi nyeri
b) Penyebaran nyeri
c) Sifat nyeri
d) Pengaruh aktivitas terhadap nyeri
e) Pengaruh posisis tubuh atau anggota tubuh
f) Trauma
g) Proses terjadinya nyeri dan perkembangannya
h) Obat-obat analge ika yang pernah diminum
i) Kemungkinan adanya proses keganasan
j) Riwayat menst ruasi
k) Kond isi mental/emosional
 Pemeriksaan Umum
Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a) Inspeksi
b) Palpasi dan perkusi
c) Pemeriksaan tanda vital (vital sign)

 Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologik meliputi pemeriksaan motorik, sensorik,
refleks fisiologik dan patologik, serta percobaan-percobaan atau test untuk
menentukan apakah sarafnya ada yang mengalami kelainan.

 Pemeriksaan dengan alat-alat


Yang dimaksud dengan pemeriksaan alat-alat disini ialah
neuroimaging dengan menggunakan alat-alat seperti foto polos vertebra
lumbosakral, Bone scan, mielografi, CT Scan (Computerized

22
Tomography), MRI (Magnetic Resonance Imaging), ultrasonografi, biopsi
tertutup vertebra lumbal, densiometritulang.

b. Pengobatan NPB
Pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi NPB: konservatif dan operatif.
 Terapi konservatif meliputi rehat baring (bed rest), mobilisasi,
medikamentosa, fisioterapi, dan traksi pelvis.
1) Pada rehat baring, penderita harus tetap berbaring di
tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap
tertentu. Tidur di atas tempat tidur dengan alas keras
dan atau bisa juga dengan posisi semi Flowler.
Posisi ini berguna untuk mengelimir gravitasi,
mempertahankan kurvatura anatomi vertebra,
relaksasi otot, mengurangi hiperlordosis lumbal, dan
mengurangi tekanan intradiskal.
2) Mobilisasi, pada fase permulaan, mobilisasi
dilakukan dengan bantuan korset. Manfaat
pemakaian korset adalah untuk membatasi gerak,
mengurangi akt ivitas otot (relaksasi otot),
membantu mengurangi beban terhadap vertebra dan
otot paraspinal, dan mendukung vertebra dengan
peninggian tekanan intra abdominal. Mobilisasi
sebaiknya dimulai dengan gerakan-gerakan ringan
untuk jangka pendek. Kemudian diperberat dan
diperlama.
3) Pada medikamentosa, ada dua jenis obat dalam
tatalaksana NPB ini, ialah obat yang bersifat
simtomatik dan yang bersifat kausal.
4) Pada fisioterapi, biasanya dalam bentuk diatermi
(pemanasan dengan jangkauan permukaan yang
lebih dalam). Terapi panas bertujuan untuk

23
memperbaiki sirkulasi lokal, merelaksasi otot,
memperbaiki extensibilitas jaringan ikat.
5) Traksi pelvis, bermanfaat untuk relaksasi otot,
memperbaiki lordosis serta memaksa penderita
melakukan tirah baring total. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa traksi tidak bermanfaat untuk
meregangkan discus yang menyempit. Traksi pelvis
dilarang dilakukan jika ada infeksi tulang,
keganasan tulang, adanya kompresi mielum.
Beban yang umum digunakan berkisar antara 10-
25 kg.
 Terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif
selama 2-3 minggu tidak memberikan hasil yang nyata, atau
terhadap kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit
neurologik.

2.6.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi


komplikasi dan mengadakan rehabilitasi. Rehabilitasi bertujuan
untuk mengembalikan fungsi fisik dan menolong penderita NPB
agar lebih memperhatikan cara mengatasi masalah dan dapat
menjalani kehidupan yang lebih normal.
 Selama masa penyembuhan sebaiknya penderita NPB
menghindari pekerjaan atau aktivitas berat.
 Menghindari masalah psikis misalnya depresi, kecemasan, atau
stress yang dapat memicu atau memperberat kembali terjadinya
NPB.
 Bagi penderita NPB yang mengalami obesitas sebaiknya
melakukan diet untuk menurunkan berat badan.

24
 Untuk mengurangi dissabilitas dan perbaikan fungsional
direkomendasikan dengan program back exercise.
 Membiasakan diri dengan postur tubuh dan sikap tubuh yang
benar.
 Menggunakan perabotan yang dibuat berdasarkan prinsip
ergonomik.

25
BAB III

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Nadrah Rangkuti
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Batak
Alamat : Jl. Kawat I LK 17 Kel. Tanjung Mulia Hilir
Kec. Medan Deli Kota Medan
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : IRT
Perkawinan : Menikah
Tanggal masuk : 23 Oktober 2017
NO RM : 01.04.07.28

1.2 ANAMNESIS

Secara autoanamnesa
Keluhan utama : Sakit pinggang

Riwayat penyakit sekarang :


Hal ini sudah dirasakan sejak kurang lebih 2 minggu yang
lalu, nyeri dirasakan hingga ke hati dan perut. Nyeri
bersifat hilang timbul dan bertambah berat saat posisi
duduk terlalu lama dan membungkuk. Os menyangkal ada
riwayat trauma pada punggung sebelumnya. Gejala yang
diderita tidak didahului oleh demam, batuk kronis,

26
penurunan berat badan yang masif dan keringat malam.
Tidak ada kelemahan anggota gerak, gangguan BAB dan
BAK.

Riwayat penyakit dahulu : LBP


Riwayat penyakit keluarga : -
Riwayat pengobatan : tidak jelas
Riwayat alergi : tidak dijumpai

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
 Tekanan darah : 110/80 mmHg
 Frekuensi nadi : 80 kali/menit
 Frekuensi nafas : 20 kali/menit
 Temperatur : 36,5 oC

Status Generalis

 Kepala : normocephal, rambut berwarna putih


o Mata : anopsia +/+
o Hidung : normotia, deviasi septum (-), sekret -/-,
rhinore -/-
o Telinga : normotia, otore -/-, serumen -/-
o Mulut : lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring tidak
hiperemis
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar

27
 Thorak
o Inspeksi : bentuk dada normochest, pergerakan
dinding dada simetris, skar (-)
o Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama
o Perkusi : sonor dikedua lapang paru
o Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
 Abdomen :
o Inspeksi : perut tampak soepel, normal
o Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : bising usus (+) normal
 Ekstremitas
o Atas : akral hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik
o Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik

1.4 STATUS NEUROLOGIS


Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS = 15 (E4M6V5)

Rangsangan meningeal
o Kaku kuduk : (-)
o Tanda Kerniq : (-)
o Tanda Laseque : (-)
o Tanda Brudzinki I : (-)
o Tanda Brudzinki II : (-)

Peningkatan tekanan intrakranial


 Muntah : (-)
 Sakit kepala : (-)
 Kejang : (-)

28
Pemeriksaan Nervus Cranialis Kanan Kiri
 N. Olfactorius (I)
Daya penghidu Normal Normal

 N. Opticus (II) Normal Normal


Visus Tidak dilakukan pemeriksaan

Melihat warna Tidak dilakukan pemeriksaan

Refleks cahaya (+) (+)

 N. Oculomotorius (III)

Gerakan bola mata ke Medial (+) (+)


Atas (+) (+)
Bawah (+) (+)

Ptosis Tidak dijumpai


Nistagmus Tidak dijumpai
Eksoftalmus Tidak dijumpai
Strabismus Tidak dijumpai
Pupil ±3 mm ±3 mm
Lebar Bulat Bulat
Bentuk Isokor Isokor
Kesamaan (+) (+)
RC langsung (+) (+)
RC tidaklangsung (+) (+)

 Nervus IV (Trochlearis)
Gerakan bola mata

29
Kearah bawah (+)

Kearah dalam (+)

 N. Trigeminus (V)
Menggigit Normal Normal
Membuka mulut Normal Normal
Sensibilitas muka Normal Normal
Refleks kornea (+) (+)
Trismus (-) (-)

 N. Abducens (VI)
OD OS

Pergerakan bola (+) (+)


mata kearah lateral

 N. Fasialis (VII)
Kedipan mata Normal Normal
Sudut mulut Simetris Simetris
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Meringis Normal Normal
Menggembungkan pipi Normal Normal
Daya kecap lidah 2/3 depan Normal Normal

 N. Vestibulocochlearis (VIII)
Mendengar suara (+) (+)

30
Tes Rinne Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Schawabach Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Weber Tidak dilakukan pemeriksaan

 N. Glossopharingeus (IX)
Daya kecap lidah 1/3 posterior Normal
Refleks muntah positif
Sengau negatif
Tersedak negatif

 N. Vagus (X)
Arcus faring Simetris Simetris
Bersuara Normal
Menelan Normal

 N. Asesorius (XI)
Memalingkan kepala Normal
Sikap bahu Normal
Mengangkat bahu Normal
Trofi otot bahu Normal

 N. Hipoglossus (XII)
Sikap lidah Normal
Artikulasi Normal
Tremor lidah Normal
Menjulurkan lidah Normal
Trofi otot lidah Eutrofi

Sistem Motorik
Tropi : Eutrofi
Tonus Otot : Normotonus

31
Kekuatan Otot : Kanan Kiri
Ekstremitas Superior
 Ekstensi 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

 Fleksi 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Ekstremitas Inferior
 Ekstensi 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
 Fleksi 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Tes Sensibilitas
Eksteroseptif : Normal
Propioseptif : Normal

Refleks
Refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Biceps (+) (+)
Triceps (+) (+)
APR (+) (+)
KPR (+) (+)

Refleks Patologis
Kanan Kiri
Babinski (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaefner (-) (-)
Hoffman-Tromner (-) (-)

32
Tanda Perangsangan Radikuler
 Laseque : negatif
 Cross Laseque : negatif

33
HASIL PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 11.7 g/dl 12 - 16
Leukosit 7.73 103 /ul 4.0 - 11.0
Hematokrit 35.4 % 36.0 - 48.0
Trombosit 197 103 /ul 150 - 400
Eritrosit 4.49 106 /ul 4.00 – 5.40
Ureum 13.00 mg/dl 10.00 – 50.00
Creatinin 0.79 mg/dl 0.60 – 1.20
Asam urat 4.30 mg/dl 3.50 – 7.00
Glukosa
111.00 mg/dl < 140
adrandom
Natrium 129.00 Mmol/dl 136 - 155
Kalium 3.00 Mmol/dl 3.5 – 5.5
Clorida 94.00 Mmol/dl 95 -103

34
Pemeriksaan Radiologi

1. Foto Lumbo-sacral

 Kedudukan tulang-tulang vertebra lumbosakral baik


 Tidak tampak fraktur/destruksi
 Discus intervertebralis tampak menyempit pada T12,
tampak osteofit sepanjang lumbal.
 Pedicles intact.
 Os sacrum dan sacro-iliaka joint kanan/kiri baik
Kesimpulan:
Spondilosis Lumbalis

35
1.6 KESIMPULAN PEMERIKSAAN

DIAGNOSA

Diagnosa Fungsional : Ischialgia


Diagnosa Etiologi : Degeneratif
Diagnosa Anatomi : Vertebralis
Diagnosa Kerja : Low Back Pain e.c Spondilosis
Lumbalis

1.5 PENATALAKSANAAN
 Tirah baring
 IVFD RL 15 gtt/menit
 Injeksi Ketorolac 1 ampul/12jam
 Injeksi Ranitidin 1 ampul/12jam
 Injeksi Metilprednisolon 125 mg/8jam
 Vit B complex 2x1 tab

1.6 PROGNOSA
Dubia ad Bonam

36
DAFTAR PUSTAKA

Markam, Soemarno, Penuntun Neurologi. 2017 : Tangerang. Bina Aksara

Sidharta, Priguna, Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. 2012 : Jakarta.


Dian Rakyat.
Baehr, Mathias, Diagnosis Topik Neurologi. 2010 : Jakarta. EGC

37

Anda mungkin juga menyukai