Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

KEBUTUHAN KHUSUS: GELANDANGAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II


DosenPengampu: Zumrotul Choiriyyah.,S.Kep.,Ns.,M.Kes.

Disusun oleh:

M. Prasetyo Aji (010115A074)

Nushrotun Nisa’ (010115A091)

Sekar Priska K. (010115A112)

Siti Cahyaningrum (010115A121)

Yusi Lindiya Wati (010115A139)

Putu Novi E. (010115A141)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tanpa suatu halangan apapun. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II. Kami berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami selaku penulis dan umumnya bagi para
pembaca agar dapat mengetahui tentang “Asuhan Keperawatan Kebutuhan Khusus:
Gelandangan”.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami harapkan kritik dan saran dari pembaca
sehingga dalam pembuatan makalah lainnya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Ungaran, 06 September 2017


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gelandangan merupakan bagian dari fenomena dalam masyarakat yang tidak
dapat dipisahkan dari realitas kehidupan masyarakat. Pengaturan tentang Fakir
miskin dan anak-anak terlantar secara umum yaitu ada di dalam Pasal 34 (1)
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menentukan bahwa: “ Fakir miskin dan
anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Berdasarkan rumusan pasal
tersebut negara lah yang berperan memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Sebagai pelaksana dari Pasal 34 (1) UUD 1945 tersebut selanjutnya dikeluarkan
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin Dalam
ketentuan Umum Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Fakir miskin adalah
orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau
mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau
keluarganya.
Fakir miskin kurang mendapatkan kesejahteraan sehingga perlu adanya
perlindungan sosial. Kesejahteraan sosial ini wujud dari adanya perlindungan sosial
seperti diatur dalam Pasal 1 ayat (9) UU No.11 Tahun 2009 Tentang kesejahteraan
sosial menentukan bahwa: “Perlindungan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan
untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial”.
Kewajiban memelihara dari negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
gelandangan dan pengemis. Negara melaksanakan kesejahteraan sosial dengan
berdasarkan Pasal 3 UU No.11 Tahun 2009 menentukan bahwa: “Penyelenggaraan
kesejahteraan sosial bertujuan:
a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup
b. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;
c. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani
masalah kesejahteraan sosial
d. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan
berkelanjutan
e. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan
f. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Munculnya gelandangan di lingkungan perkotaan merupakan gejala sosial budaya
yang relatif menarik. Pada umumnnya gejala tersebut dihubungkan dengan
perkembangan lingkungan perkotaan. Kondisi semacam ini membawa implikasi
terhadap semakin kuatnya 3 dikotomi antara kehidupan “resmi’ kota dan kehidupan
lain yang berbeda atau berseberangan dengan konstruksi kehidupan “resmi”.
Kedatangan kaum gelandangan ini disebabkan karena tekanan pajak atau penyitaan
tanah oleh negara didaerah asal kaum Fakir dan terlantar tersebut. Kebiasaan para
gelandangan mengembara, seperti sebagian besar masyarakat tradisonal pada
umumnya. Kebiasaan ini pun muncul dengan adanya urbanisasi dari berbagai tempat
menuju ke kota Yogyakarta sebagai tempat bagi orang-orang yang mengadu nasib
sebagai pendatang, walaupun tekanan-tekanan eksternal yang dialami para
gelandangan di kota Besar untuk sekedar bertahan hidup sangatlah sulit serta
keberadaan kaum gelandangan di daerah perkotaan cukup banyak,namun pada
kenyataannya jumlah gelandangan juga tidak berkurang.
Kota Yogyakarta merupakan Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan kota
yang terkenal sebagai kota pelajar, kenyataannya banyak para gelandangan dan
pengemis bersimbiosis di Kota Yogyakarta dan itu rata-rata anak dibawah umur.
Banyak anak-anak di bawah umur untuk mempertahankan hidupnya, mereka bekerja
untuk mencukupi hidupnya dengan cara mengemis. Kondisi 1Y. Argo Twikromo,
Gelandangan Yogyakarta suatu kehidupan dalam bingkai tatanan SosialBudaya
“Resmi”, Yogyakarta:Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1999, hlm 14 hidup
dijalanan yang relatif keras dan penuh dengan tekanan-tekanan dari masyarakat luar
cenderung mengarahkan mereka untuk sekedar dapat memenuhi kebutuhan
makannya saja.
Dalam keterbatasan “ruang hidup” sebagai gelandangan tersebut, mereka
berusaha untuk sekedar dapat bertahan hidup di daerah perkotaan dengan berbagai
macam cara, seperti di tulis Widipedia Bahasa Indonesia sebagai berikut:
1. Memulung yaitu memungut barang-barang bekas atau sampah tertentu untuk
proses daur ulang. Pekerjaan sebagai pemulung sering dianggap memiliki
konotasi negatif.
2. Mencopet dari kata dasar copet adalah suatu aksi kejahatan yang dilakukan
dengan cara mengambil barang orang lain di saku atau tas tanpa sepengetahuan
atau seijin korban.
3. Mengemis adalah hal yang dilakukan oleh seseorang yang membutuhkan
uang,makanan,pakaian,tempat tinggal atau hal lainnya dari orang yang mereka
temui dengan cara meminta.
4. Melacurkan diri sebagai Pekerja seksual atau prostitusi adalah penjualan jasa
seksual, seperti seks oral atau hubungan seks, untuk uang.
5. Mengamen adalah sering disebut pula sebagai penyanyi jalanan,sementara
musik-musik yang dimainkan umumnya disebut sebagai Musik Jalanan.
6. Mengasong adalah orang yg menjadi pengasong menjadi pedagang asongan
atau mengasongkan barang ataupun jasa, misalnya menjual rokok eceran atau
menyemir sepatu.
Perjuangan hidup sehari-hari sehari-hari mereka mengandung resiko yang
cukup berat, tidak hanya karena tekanan ekonomi, tetapi juga tekanan sosial-budaya
dari masyarakat, kerasnya kehidupan jalanan, dan tekanan dari aparat ataupun petugas
ketertiban kota.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian gelandangan.
2. Untuk mengetahui penyebab gelandangan.
3. Untuk mengetahui masalah pada gelandangan.
4. Untuk mengetahui pengobatan gelandangan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Kata gelandangan dalam Kamus Bahasa Besar Bahasa Indonesia disebutkan
bahwa pengertian gelandangan adalah orang yang tidak punya tempat tinggal tetap,
tidak tentu pekerjaannya, berkeliaran tidak tentu tujuannya, bertualang. Sedangkan
kata psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi dalam arti seseorang tersebut sudah tidak bisa
membedakan antara kenyataan dan khayalan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
gelandangan psikotik yaitu seseorang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai
dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, mempunyai tingkah laku
yang aneh, suka berpindah-pindah dan menyimpang dari norma-norma yang ada atau
seseorang bekas penderita penyakit jiwa yang telah mendapatkan pelayanan medis
atau sedang mendapatkan pelayanan medis.
Tunawisma adalah orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan
berdasarkan berbagai alasan harus tinggal dibawah kolong jembatan, taman umum,
pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api atau berbagai fasilitas umum lain
untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari (Sheila L.Vidbeck, 2008).
Perilaku patologis yang dimaksud seperti tingginya angka kriminalitas, kejahatan,
kekerasan, perilaku menyimpang, dan gangguan kejiwaan. Psikotik gelandangan
adalah salah satu pelaku patologis masalah sosial yang diakibatkan dengan adanya
perubahan-perubahan sosial. Sedangkan pengertian dari psikotik gelandangan
menurut makalah psikosial dalam web resmi Departemen Kesehatan memberikan
pengertian bahwa: Psikotik gelandangan merupakan penderita gangguan jiwa kronis
yang keluyuran di jalan-jalan umum, dapat mengganggu ketertiban umum dan
merusak keindahan lingkungan.
Fenoma sosial mengenai psikotik gelandangan dapat ditemui secara langsung
di sepanjang jalan, trotoar, jembatan, di pasar ataupun di pusat pertokoan. Psikotik
gelandangan yang hidupnya secara nomaden (berkeliaran di lingkungan masyarakat)
dan serta memiliki keterbelakangan mental (gangguan jiwa) ini sangat merugikan
masyarakat sekitar dan Pemerintah. Tekanan kehidupan dan ketidaksiapan dalam
perubahan sosial salah satu penyebab utama terhadap pertambahan psikotik
gelandangan. Sehingga jumlah dari psikotik gelandangan semakin hari semakin
bertambah.

B. Etiologi
Penyebab dari gelandangan yaitu:
a. Faktor internal
Faktor internal yang dimaksudkan adalah suatu keadaan di dalam diri individu
dan keluarga Gepeng (gelandangan) yang mendorong mereka untuk
melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis.
1) Kemiskinan individu dan keluarga
Melalui penelitian yang dilakukan ternyata kemiskinan individu termasuk
salah satu faktor yang menentukan terjadinya kegiatan menggelandang
dan mengemis. Terbatasnya penguasaan lahan diperburuk lagi oleh
kondisi lahan yang tandus, kritis dan kurangnya ketersediaan air membuat
mereka tidak dapat mengusahakan lahannya sepanjang tahun.Dengan
demikian, kesulitan memperoleh penghasilan dari lahan pertanian yang
dikuasainya mendorong mereka untuk meninggalkan desanya dan
terpaksa harus mencari penghasilan dengan cara-cara yang mudah dan
tanpa memerlukan ketrampilan, yaitu menjadi Gepeng.
2) Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kaum perempuan berumur lebih dari
40 tahun memberikan peluang yang lebih besar untuk memperoleh ”belas
kasihan” dari penduduk kota. Kondisi tersebut sangat wajar jika dikaji
lebih lanjut dimana mereka akan mendapat beberapa keuntungan, di
antaranya, calon pemberi uang akan iba melihat seorang ibu dengan anak
kecil yang digendongnya sehingga uang yang diperoleh akan lebih
banyak, terkadang mereka juga diberikan makanan, khususnya untuk anak
yang digendongnya.
3) Rendahnya keterampilan sikap mental
Hasil wawancara terhadap seluruh Gepeng yang beroperasi di Kota
Denpasar, Gianyar, Tabanan dan Singaraja yaitu mereka tidak memiliki
ketrampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja sehingga dianggap lebih
mudah menjadi seorang gelandangan untuk mendapatkan uang
4) Pendidikan formal
Berkenaan dengan faktor umur, ternyata faktor pendidikan juga turut
mempengaruhi responden untuk melakukan kegiatan menggelandang dan
mengemis. Pada tingkat umur yang masih terkategori anak-anak,
semestinya mereka sedang mengikuti kegiatan pendidikan formal di
sekolah. Namun, mereka memilih menjadi Gepeng dibandingkan
bersekolah karena tidak memiliki kemampuan finansial untuk kebutuhan
sekolah sebagai akibat dari kemiskinan orang tua. Tidak berpendidikan
menyebabkan mereka tidak memperoleh pengetahuan atau pemahaman
tentang budi pekerti, agama dan ilmu pengetahuan lainnya yang mampu
menggugah hati mereka untuk tidak melakukan kegiatan sebagai Gepeng.
b. Faktor Eksternal
1) Kondisi pertanian
Penguasaan teknologi pertanian yang terbatas sangat memperparah
pengelolaan usaha tani di desa. Mereka umumnya menanam tanaman
palawija (kacang-kacangan dan umbi-umbian) yang tidak memerlukan
banyak air irigasi. Pengunaan bibit, pemupupukan termasuk penanganan
hama dan penyakit dapat dikatakan sangat rendah kualitasnya sehingga
produktivitas yang dihasilkan juga menjadi rendah. Kondisi yang
demikian inilah selanjutnya mengakibatkan mereka memperoleh
penghasilan/pendapatan yang rendah, sementara kebutuhan hidup
keluarga Gepeng termasuk penduduk lainnya semakin tinggi. Oleh karena
itu, terbatasnya sumber dan besarnya pendapatan mendorong mereka
untuk keluar dari dusun guna mencari penghasilan di kota.
2) Kondisi prasarana dan sarana fisik
Prasarana transportasi sebagai salah satu prasarana yang pokok, seperti
jalan darat baik yang menghubungkan antar dusun maupun di dalam
dusun relatif belum bagus, yaitu sebagian besar merupakan jalan yang
tidak beraspal atau merupakan jalan tanah. Rendahnya kualitas jalan
menyebabkan terjadinya inefisiensi di dalam kegiatan transportasi
sehingga mengakibatkan penghasilan yang diperoleh dari kegiatan
ekonomis menjadi relatif rendah.
3) Akses terhadap informasi dan modal usaha
Warga desa memiliki keterbatasan di dalam mengakses informasi baik
yang berkenaan dengan berbagai aspek ekonomi produktif, sosial maupun
aspek lainnya.Akses lainnya yang sulit untuk diperoleh adalah modal
usaha. Kesulitan ini diakibatkan karena perolehan modal usaha
memerlukan berberapa syarat yang sangat sulit untuk dipenuhi oleh warga
dusun, termausk keluarga Gepeng. Syarat utama yang dibutuhkan adalah
adanya jaminan yang berupa sertifikat tanah. Warga dusun dan keluarga
Gepeng tidak berani menyerahkan sertifikat tanahnya sebagai jaminan
karena mereka tidak mau mengambil resko terburuk, yaitu tanahnya disita
jika usahanya tidak berhasil.
4) Kelemahan penanganan gelandangan di kota
Pemerintah telah berupaya secara maksimal di dalam menangani Gepeng
di wilayahnya masing-masing, namun hasilnya belum maksimal. Kondisi
ini terlihat dari adanya Gepeng yang telah ditangkap dan dikembalikan ke
desa akan selalu balik kembali untuk melakukan kegiatannya. Selain
ditangkap, Gepeng juga dibina, tetapi ternyata setelah dipulangkan mereka
balik kembali. Oleh karena itu, terlihat bahwa penanganan Gepeng belum
efektif. Selain itu, meskipun pemerintah telah memasang spanduk yang
berisikan agar warga tidak memberikan sedekah kepada Gepeng, namun
tetap saja terjadi pemberian sedekah kepada Gepeng.

C. Manifestasi klinis
1) Alam persaan (affect) tumpul dan mendatar.Gambaran alam perasaan ini dapat
terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2) Menarik diri atau mengasingkan (withdrawn) tidak mau bergaul atau kontak
dengan oarang lain,suka melamun.
3) Delusi atau waham yaitu keyakinan yang tidak rasional(tidak masuk
akal)meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak
rasional,namun penderita tetap menyakini kebenarannya.sering berpikir atau
melamun yang tidak biasa.
4) Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya
penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan ditelinganya padahal tidak
ada sumber dari suara atau bisikan itu.
5) Merasa depresi,sedih atau stres tingkat tinggi secara terus-menerus.
6) Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun pekerjaan
tersebut telat dijalani selama bertahun-tahun.
7) Paranoid(cemas,takut)pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu
ditakuti atau dicemaskan.
8) Suka menggunkan obat hanya demi kesenangan.
9) Terjadi perubahan diriyang cukup berarti.
10) Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.
11) Kekacauan alam pikir yaitu yang dpaat terlihat dari isi pembicaraannya,misalnya
pembicaraan kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
12) Gaduh, gelisah,tidak dapat diam, mondar-mandir,agresif,bicara dengan semangat
dan gembira berlebihan.
13) Kontak emosional amat miskin sukar diajak bicara,pendiam.

D. Masalah gangguan penyakit


1) Penyakit menular (hepatitis,AIDS,dan TBC).
2) Penyakit jantung dan pembuluh darah.
3) Penyakit pernafasan (pneumonia,penyakit paru obstruksi menahun).
4) Penyakit GI (diare kronis,berbagai parasit usus.gastritis yang disebabkan oleh
alkohol).
5) Berbagai penyakit hati dan pankreas(sirosis,diabetes).
6) Penyakit kulit(infeksi,frostbite(red luka akibat terpapar hawa yang sangat
dingin)selulitis,ulserasi,gangren,laserasi,lesi,gigitan serangga,penyakit kulit
karena berbagai macam kutu).
7) Masalah muskuluskeletal (fraktur,masalah kaki,nyeri punggung,nyeri
sendi,artritis).
8) Masalah neurologi(meningitis,cidera kepala, cedera punggung,defisit
sensori,terutama masalah pendengaran dan penglihatan).
9) Malnutris dan defisiensi gizi.
10) Masalah gigi.
11) Ansietas dan depresi(tidak mampu mengambil atau menyelesaikan
masalah,proses berpikir kacau atau binggung ,sulit mengingat informasi
perawatan diri).
12) Gangguan stres pasca trauma (penyakit jiwa akibat penganiyaan,pemerkosaan
atau penyerangan).
13) Penyalah gunaan obat dan alkohol(usaha mengobati diri sendiri dan stres
emosi,harga diri rendah yang kronis,nyeri kronis dan perjuangan untuk bertahan
hidup sehari-hari yang membuat frustasi).
E. Penatalaksanaan
1. Buat supaya dosis dan waktu pemberian obat menjadi sederhana.
2. Beri pengobatan kepada klien dengan cara sederhana wadah yang mudah
digunakan lebih di sukai yang dapat menyaring kebisingan misalnya kantung
lembut yang dilengkapi dengan retsleting. Wadah pil yang kaku atau botol kecil
yang bisa menyebabkan isinya berbunyi dapat membuat klien berisiko
menghadapi penyerangan atau perampokan.
3. Tuliskan instruksi dan informasi pengobatan yang penting untuk klien supaya ia
tetap meneruskan pengobatan. Tekanan bahwa klien tidak boleh mengkonsumsi
obat bersama dengan obat lain atau alkohol.
4. Diskusikan dengan klien bagaimana mendapatkan sebuah tempat tinggal yang
aman karena beberapa obat dapat menyebabkan kantuk dan menyebabkan
seseorang berisiko mendapatkan luka.
5. Buat sebuah rencana pengobatan. Misalnya, pastikan klien mengetahui tempat
untuk memperoleh makanan sebelum mengonsumsi obat pastikan klien
memahami tujuan meminum cairan yang cukup saat menggunakan obat tertentu
berikan satu botol kecil obat pelindung sinar matahari untuk melindungi kulit jika
fotofobia merupakan efek samping dari obat tersebut.
6. Berikan nomor telepon kepada klien untuk digunakan jika ada masalah dalam
memperoleh atau menggunakan obat atau jika terjadi efek samping yang
merugikan.

F. Pengobatan
Untuk gelandangan yang berpenyakit jiwa kronis, terapi pengobatan dapat
digunakan untuk menstabilkan kondisi klien. Meski demikian, banyak klien ini tidak
mampu menggunakan pengobatan seperti yang disarankan karena adanya gangguan
kognitif. Pemantauan pengobatan yang tidak adekuat, terutama efek samping dapat
menyebabkan klien menghentikan pengobatan.
1. Obat-obatan neuroleptika digunakan untuk klien yang menderita skizofrenia.
2. Agens antiparkinson digunakan untuk menangani efek samping ekstrapitamidal
akibat obat-obatan neuroleptika.
3. Obat-obatan antidepresan digunakan untuk klien yang menderita gangguan
depresi mayor.
4. Terapi
Psikoterapi bukanlah fokus intervensi terapeutik bagi gelandangan yang
berpenyakit kronis .Prioritas perawatannya adalah untuk membantu klien
melaksanakan aktivitas perawatan diri,patuh pada pengobatan dan
penatalaksanaan pengobatan,dan ketrampilan sosial dasar dan ketrampilan
bertahan hidup.Perawatan bertindak sebagai manajer kasus yang mengoordinir
dan mengimplementasikan berbagai strategi yang dapat mempuakan klien
memenuhi kebutuhan dasar mereka dalam hal makanan,pakaian,tempat
tinggal,perawatan kesehatan ,layanan sosial,dan layanan pendidikan.Setelah
kontak awal dengan klien ,perawatan secara cermat harus mensupervisi semua
layanan lain dan perjanjian yang dibuat atas nama klien,klien penderita sakit jiwa
kronis biasanya tidak mampu menerima tanggung jawab dalam membuat
perjanjian atau meminta layanan atas nama dirinya sendiri.Dibeberapa tempat
perlindungan,perawat dapat mengadakan sesi kelompok informsl yang bertujuan
untuk mengurangi isolasi sosial,sementara sesi psikoedukasi dapat digunkaan
untuk mengajarkan pengetahuan dasar tentang perawatan diri.Sebuah
pertimbangan tambahan bagi gelandangan yang menderita penyakit jiwa kronis
adalaha bahwa klien ini sering berpindah-pindah dan mungkin tidak tinggal
disuatu area geografis yang cukup jauh sehingga sulit untuk dapat didiagnosis dan
ditetapkan dalam sebuah hubungan terapi.
Terapi Kelompok:
1. Beri dukungan,dan kuatkan setiap perasaan klien bahwa dirinya berharga.
2. Kurangi isolasi sosial dan sifat apatis tentang situasi kehidupan saat in.
3. Ajari praktek perawatan diri ,cara-cara mengkomunikasikan kebutuhan dan
cara –cara mengkomunikasikan kebutuhan ,dan cara berhubungan dengan
orang lain.
4. Informasikan kepada klien tentang sumber-sumber tersebut melalui lembaga
atau tempat perlindungan atau melalui upaya klien sendiri.
5. Buat rencana untuk memperoleh pelayanan informasi krisis jika
diperlukan.Ajarkan ketrampilan dasar pertolongan pertama jika klien
menunjukan tingkat kemampuan kognitif yang sesuai.
6. Diskuiskan berbagai cara untuk mengubah perilaku yang tidak sehat atau
tidak aman.
7. Bantu klien memperoleh kebutuhan dasar walaupun terdapat keterbatasan
pribadi,fisik,finansial,dan juga keterbatasan mental.
8. Ajarkan cara-cara untuk mengatasi asientas diri,krisis,dan kekahwatiran
terhaadap lingkungan.Fokuskan pada pembentukan strategi untuk
mengurangi stres .
9. Dikusikan cara-cara untuk meningkatkan keamanan pribadi ketika sedang
berada dikomunitas dan ajarkan cara-caara mencari bantuan jika klien pada
bahaya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gelandangan psikotik yaitu seseorang yang hidup dalam keadaan yang tidak
sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat, mempunyai tingkah
laku yang aneh, suka berpindah-pindah dan menyimpang dari norma-norma yang ada
atau seseorang bekas penderita penyakit jiwa yang telah mendapatkan pelayanan
medis atau sedang mendapatkan pelayanan medis.Penyebab dari gelandangan psikotik
yaitu:Keluarga tidak peduli, keluarga malu, keluarga tidak tahu, obat tidak diberikan,
tersesat ataupun karena urbanisasi yang gagal.

B. Saran
Untuk pembuatan makalah ini menyadari masih banyak kekurangan, kami
berharap bagi mahasiswa untuk mengkritik guna untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Copel, Linda Charman. 2007.Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Pedoman Klinis Perawat Edisi 2.
EGC:Jakarta
Direja, Ade Herman. 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta:Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai