Anda di halaman 1dari 24

Asuhan Keperawatan Aplikasi NANDA,

NOC, NIC
ASUHAN KEPERAWATAN SGN (SINDROM GAWAT NAFAS) / RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM) APLIKASI NANDA, NOC, NIC

2. 2 SGN (Sindrom Gawat Nafas) / RDS (Respiratory Distress Syndrom)

2. 2. 2 Pengertian SGN
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang
lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
Whalley dan Wong dalam (Surasmi, Asrining, dkk. 2003) istilah yang digunakan untuk
disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
perkembangan maturitas paru.
Sindrom gawat nafas (Respiratory Distress Syndroma/RDS) adalah kumpulan gejala yang
terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih
waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi
(Ngatisyah, 2005).
Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih dari 60x/i atau kurang dari 30x/i
dan mungkin menunjukan satu atau lebih dari gejala tambahan gangguan nafas (PONED, 2004)
sebagai berikut:
 Bayi dengan sianosis sentral (biru pda lidah dan bibir)
 Ada tarikan dinding dada
 Merintih
 Apnea (nafas berhenti lebih dari 20 detik)
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas
berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea), sianosis yang menetap dengan terapi
oksigen, penurunan daya pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata
pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya
hyaline membran pada saat otopsi ( www.google.com ).
Menurut Murray et.al (1988) disebut RDS apabila ditemukan adanya kerusakan paru secara
langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan
adanya disfungsi organ non pulmonar (www.google.com).
Menurut Bernard et.al (1994) apabila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak,
tekanan arteri pulmonal =18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri,
adanya kerosakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom
gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong suatu RDS
(www.google.com).

2. 2. 2 Etiologi

Etiologi dari SGN adalah :


- Kelainan paru: pneumonia
- Kelainan jantung: penyakit jantung bawaan, disfungsi miokardium
- Kelainan susunan syaraf pusat akibat: Aspiksia, perdarahan otak
- Kelainan metabolik: hipoglikemia, asidosis metabolik
- Kelainan bedah: pneumotoraks, fistel trakheoesofageal, hernia diafragmatika
- Kelainan lain: sindrom Aspirasi mekonium, penyakit membran hialin.

Bila menurut masa gestasi penyebab gangguan nafas adalah :


 Pada bayi kurang bulan
 Penyakit membran hialin
 Pneumonia
 Asfiksia
 Kelainan atau malformasi kongenital
 Pada bayi cukup bulan
 Sindrom aspirasi mekonium
 Pneumonia
 Asidosis
 Kelainan atau malformasi kongenital

Gangguan traktus respiratorius:


 Hyaline Membrane Disease (HMD) berhubungan dengan kurangnya masa gestasi (bayi prematur)
 Transient Tachypnoe of the Newborn (TTN) paru-paru terisi cairan, sering terjadi pada bayi caesar
karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran
cairan dari dalam paru.
 Infeksi (Pneumonia),
 Sindroma Aspirasi,
 Hipoplasia Paru,
 Hipertensi pulmonal,
 Kelainan kongenital (Choanal Atresia, Hernia Diafragmatika, Pierre-robin syndrome),
 Pleural Effusion,
 Kelumpuhan saraf frenikus.

Luar traktus respiratoris: kelainan jantung kongenital, kelainan metabolik, darah dan SSP.

Etiologi (Faktor Predisposisi)


Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada
alveoli yang mencegah kolaps paru. RDS seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi
surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup menjelang
cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadinya RDS.
Kelainan merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.
Adapun penyebab-penyebab lain yaitu:
1. Kelainan bawaan/kongenital jantung atau paru-paru.
Bila bayi mengalami sesak napas begitu lahir atau 1-2 hari kemudian, biasanya disebabkan
adanya kelainan jantung atau paru-paru. Hal ini bisa terjadi pada bayi dengan riwayat kelahiran
normal atau bermasalah, semisal karena ketuban pecah dini atau lahir premature

2. Kelainan pada jalan napas/trakea.


Kelainan bawaan/kongenital ini pun paling banyak ditemui pada bayi. Gejalanya, napas
sesak dan napas berbunyi "grok-grok". Kelainan ini terjadi karena adanya hubungan antara jalan
napas dengan jalan makanan/esophagus. Kelainan ini dinamakan dengan trackeo esophageal
fistula.
3. Tersedak air ketuban.
Ada juga penyakit-penyakit kelainan perinatologi yang didapat saat kelahiran. Misalnya
stres pada janin, ketuban jadi keruh dan air ketuban ini masuk ke paru-paru bayi.

4. Pembesaran kelenjar thymus.


Penyebabnya biasanya karena ada kelainan pada jalan napas, yaitu penyempitan trakea. Ini
dikarenakan adanya pembesaran kelenjar thymus.

5. Kelainan pembuluh darah.


Kelainan yang gejalanya seperti mendengkur atau napasnya bunyi (stridor), yang dinamakan
dengan vascular ring. Yaitu, adanya pembuluh darah jantung yang berbentuk seperti cincin (double
aortic arch) yang menekan jalan napas dan jalan makan.

6. Tersedak makanan.
Bisa karena tersedak susu atau makanan lain, semisal kacang.

7. Infeksi.
Bila anak mengalami ISPA (Infeksi saluran Pernapasan Akut) bagian atas, semisal flu harus
ditangani dengan baik.

2. 2. 3 Patofisiologi

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi
kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal
meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein
ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti
hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang.
Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem
interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli
type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan
ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas
oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang
meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek;
pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang
disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel
pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada
minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi
kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
1. Oksigenasi jaringan menurun → metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam
organic → asidosis metabolik.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris → transudasi kedalam alveoli → terbentuk
fibrin → fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik → lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran darah
keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya
atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitif dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal,
dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan
kehamilan kembar.
Gambaran radiologi tampak adanya retikulogranular karena atelektasis,dan air
bronchogram.

2. 2. 4 Manifestasi Klinis

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang
ditujukan.
Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Takhipneu (> 60 kali/menit)
2. Pernafasan dangkal
3. Mendengkur
4. Sianosis
5. Pucat
6. Kelelahan
7. Apneu dan pernafasan tidak teratur
8. Penurunan suhu tubuh
9. Retraksi suprasternal dan substernal
10. Pernafasan cuping hidung
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi
surfaktan.
Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir,
yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi
dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Gejala klinis yang progresif dari RDS adalah :
 Takipnea diatas 60 x/menit
 Grunting ekspiratoar
 Subkostal dan interkostal retraksi
 Cyanosis
 Nasal flaring
Pada bayi extremely premature (berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut
apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak kembali
dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam
pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan
sembuh pada akhir minggu pertama.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
a. Stadium 1 :
 Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara
b. Stadium 2 :
 Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara
terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan
aerasi paru.
c. Stadium 3 :
 Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.

d. Stadium 4 :
 Seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.

2. 2. 5 Klasifikasi
Secara klinis gangguan nafas dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Gangguan nafas berat
b. Gangguan nafas sedang
c. Gangguan nafas ringan

Klasifikasi Gangguan Nafas

Klasifikasi Frekuensi nafas Gejala tambahan


Gangguan Nafas Berat 60 kali/ menit Dengan sianosis sentral dan
90 kali/ menit tarikan dinding dada atau
merintih saat ekspirasi
Dengan sianosis sentral atau
tarikan dinding dada atau
merintih saat ekspirasi
Dengan atau tanpa gejala
lain dari gangguan nafas
Gangguan Nafas Sedang 60-90 kali/ menit Dengan tarikan dinding
> 90 kali/ menit dada atau merintih saat
ekspirasi tetapi tanpa
sianosis sentral
Tanpa tarikan dinding dada
atau merintih saat ekspirasi
atau sianosis sentral
Gangguan Nafas Ringan 60-90 kali/ menit Tanpa tarikan dinding dada
atau merintih saat ekspirasi
atau sianosis sentral

2. 2. 6 Komplikasi

Dampak lanjut dari SGN, yaitu :


1) Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli, bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan
gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan
jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS
terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

2) Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :


a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan
pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
b. Retinopathy premature, kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

2. 2. 7 Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak
dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga patensi jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan
penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
1. Gangguan Nafas Ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa
gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah
bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari
infeksi sistemik.

2. Gangguan Nafas Sedang


 Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan O2
4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberi minukm
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan
besar sepsis.
- Suhu aksiler > 39˚C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang
setelah 2 jam:
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk
terapi kemungkinan besar seposis
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut
diatas.
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
 Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang
pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
memakai salah satu cara pemberian minum.
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak
kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minum baik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal
di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.

3. Gangguan Nafas Ringan


 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
 Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk
kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah
sakit rujukan.
 Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah
satu cara alternatif pemberian minuman.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian
O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
 Fenobarbital
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari
pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
 Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah
pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan
amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan)

2. 2. 8 Pendidikan Kesehatan
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko
tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang
tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan
kelahiran bayi resiko tinggi.
2. 2. 9 Asuhan Keperawatan Teoritis

A. Pengkajian

a. Lakukan pengkajian fisik BBL dan pengkajian gestasi


b. Lakukan pengkajian sistemik dengan penekanan khusus pada pengkajian pernafasan
c. Observasi adanya ; takipneu, retraksi substernal, krekel inspirasi, pernapasan mengorok,
pernapasan cuping hidung eksternal, sianosis, sulit bernapas.
d. Bila penyakit berlanjut ; lemah dan lesu, tidak responsif, sering mengalami episode apnea,
penurunan fungsi nafas, gangguan termoregulasi
e. Penyakit yang berat berhubungan dengan hal berikut ; keadaan seperti syok, penurunan curah
jantung, rendahnya tekanan darah sistemik.
Sesak nafas (takipnea) Cyanosis, nafas cepat, tampak pucat, hasil pemeriksaan AGD PaO2
menurun, PaCO2 meningkat, PH menurun, kerusakan pertukaran gas.
Dyspnea ada perubahan frekwensi nafas, terdengar ronchi hampir seluruh paru, tampak
infiltrat alveolar bersihan jalan nafas tidak efektif, gelisah dan resiko terhadap cedera.

Pengkajian Fisik

a) Refleks
1. Refleks moro adalah reflek memeluk pada saat bayi dikejutkan dengan tangan. Reflek moro (+)
ditandai dengan ketika dikejutkan oleh bunyi yang keras dan tiba – tiba bayi beraksi dengan
mengulurkan tangan dan tungkainya serta memanjangkan lehernya.
2. Refleks menggenggam (+) tapi lemah, ditandai dengan membelai telapak tangan, bayi
menggenggam tangan gerakan tangan lemah.
3. Refleks menghisap (+) ditandai dengan meletakan tangan pada mulut bayi, bayi menghisap jari,
hisapan lemah.
4. Refleks rooting (-) ditandai dengan bayi tidak menoleh saat tangan ditempelkan di pipi bayi.
5. Refleks babynsky (+) ditandai dengan menggerakan ujung hammer pada bilateral telapak kaki.
b) Tonus otot
 Gerakan bayi sangat lemah tetapi pergerakan bayi aktif ditandai dengan bayi sering menggerek-
gerakan tangan dan kakinya.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan takhipneu (>60x/i), pernafasan mendengkur,retraksi


subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan
tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal
kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernafasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan nafas dapat dilihat dari penilaian
fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1. Frekuensi Nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain
berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik
seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi
ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

2. Mekanika Usaha Pernafasan


Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada,
yang sering dijumpai pada obstruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala keatas,
merintih, stridor dan akspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha
pernafasan.

3. Warna Kulit/Membran Mukosa


Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbecak (mottled), tangan
dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.

Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:


a) Frekuensi jantung dan tekanan darah.
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietes, nyeri, demam,
hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.

b) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi
perifer nadi yang tidak adekuat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran
darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit yang memburuk dapat
dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.
Pemeriksaan kapiler dapar dilakukan dengan cara:
- Nail bed pressure (Tekan pada kuku)
- Blancing skin test, caranya dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan jantung
kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan.
Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.

c) Perfusi pada otak dan respirasi.


Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh, gelisah diselingi agitasi dan latergi. Pada
iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan
dilatasi pupil.

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah (untuk
mengetahui hipoglikemia). Kalsium serum (untuk menentukan hipokalsemia), analisis gas darah
arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHg , peningkatan kadar kalium
darah, pemeriksaan sinar-X menunjukan adanya atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2:1
mengindikasikan bahwa paru sudah matur, pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol
meningkat pada usia kehamilan 33 minggu.

B. Diagnosa Keperawatan ( NANDA)

1. Pola nafas tidak efektif b/d imaturitas organ pernafasan, defisiensi surfaktan, atelektasis
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d obstruksi jalan nafas oleh penumpukan lendir, reflek batuk.
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.
4. Konflik peran orang tua b/d home care anak dengan kebutuhan khusus.
C. NANDA, NOC, NIC

Dx
NANDA NOCs
.
1 Pola nafas tidak efektif b/d a. Status pernapasan : Kepatenan jalan napas Manajemen Jalan N
imaturitas organ pernafasan, Indikator :
 Buka jalan nafas, gua
defisiensi surfaktan, atelektasis Pernapasan dalam batas normal (16-24x/i)
jaw thrust bila perlu
 Irama pernpasan normal
 Posisikan pasien untu
Definisi :  Kedalaman inspirasi (batasan normal)
 Identifikasi pasien
Pertukaran udara inspirasi  Tidak ada suara napas tambahan
jalan nafas buatan
dan/atau ekspirasi tidak  Tidak terjadi dipsnea
 Pasang mayo bila per
adekuat  Tidak terlihat penggunaan otot bantu napas
 Lakukan fisioterapi d
 Tidak ada batuk
 Keluarkan sekret den
Batasan karakteristik :  Akumulasi sputum tidak ada
 Auskultasi suara n
 Penurunan tekanan
tambahan
inspirasi/ekspirasi b. Status pernapasan : Ventilasi
 Lakukan suction pad
 Penurunan pertuka-ran udara Indikator :
 Berikan bronkodilato
per menit  Pernapasan dalam batas normal
 Berikan pelembab
 Menggunakan otot pernafasan Irama pernapasan (batasan normal)
Lembab
tambahan  Kedalaman inspirasi (batasan normal)
 Atur intake untuk
 Nasal flaring  Bunyi perkusi (batasan normal)
keseimbangan.
 Tidal volum (batasan normal)
 Dyspnea
 Monitor respirasi dan
 Kapasitas vital (batasan normal)
 Orthopnea
 Hasil pemeriksaan X-Ray (batasan normal)
 Perubahan penyimpangan Terapi Oksigen
 Tes fungsi paru (batasan normal)
dada  Bersihkan mulut, hi
 Nafas pendek  Pertahankan jalan n
a. Status tanda-tanda vital sign
 Assumption of 3-point  Atur peralatan oksig
Indikator :
position
 Suhu tubuh 36,50-37,50C  Monitor aliran oksig
 Pernafasan pursed-lip
 Denyut jantung (batasan normal)  Pertahankan posisi
 Tahap ekspirasi berlangsung
 Irama jantung (batasan normal)  Onservasi adanya ta
sangat lama
 Peningkatan diameter  Tekanan dan Denyut nadi (batasan normal)  Monitor adanya kec
anterior-posterior  Pernapasan (batasan normal) oksigenasi
 Pernafasan rata-rata/ minimal  Sistol dan diastol (batasan normal)
- Bayi : < 25 atau > 60  Kedalaman inspirasi (batasan normal)
- Usia 1-4 : < 20 atau > 30
- Usia 5-14 : < 14 atau > 25 Pemantauan Tanda
- Usia > 14 : < 11 atau > 24  Monitor TD, nadi, su
 Kedalaman pernafasan  Catat adanya fluktuas
- Dewasa volume tidalnya 500  Monitor VS saat pas
ml saat istirahat berdiri
- Bayi volume tidalnya 6-8
 Auskultasi TD p
ml/Kg
bandingkan
 Timing rasio
 Monitor TD, nadi, R
 Penurunan kapasitas vital
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
Faktor yang berhubungan :
 Monitor frekuensi dan
 Hiperventilasi
 Monitor suara paru
 Deformitas tulang
 Monitor pola pernapa
 Kelainan bentuk dinding dada
 Penurunan energi/kelelahan  Monitor suhu, warna,

 Perusakan/pelemahan  Monitor sianosis peri


muskulo-skeletal  Monitor adanya cushi

 Obesitas melebar, bradikardi,


 Posisi tubuh  Identifikasi penyebab
 Kelelahan otot pernafasan
 Hipoventilasi sindrom
 Nyeri
 Kecemasan
 Disfungsi Neuromuskuler
 Kerusakan persepsi/kognitif
 Perlukaan pada jaringan syaraf
tulang belakang
 Imaturitas Neurologis

2 Bersihan jalan nafas tidak a. Status pernapasan : Kepatenan jalan napas Airway suction
efektif b/d obstruksi jalan Indikator :  Auskultasi suara n
nafas oleh penumpukan lendir, Pernapasan 16-24x/i suctioning.
reflek batuk.  Irama pernpasan normal  Informasikan pada
 Kedalaman inspirasi (batasan normal) suctioning
Definisi :  Tidak ada suara napas tambahan  Minta klien nafas
Ketidakmampuan untuk  Tidak terjadi dipsnea dilakukan.
membersihkan sekresi atau  Tidak terlihat penggunaan otot bantu napas  Berikan O2 dengan
obstruksi dari saluran  Tidak ada batuk memfasilitasi suksio
pernafasan untuk  Akumulasi sputum tidak ada
 Gunakan alat yan
mempertahankan kebersihan
tindakan
jalan nafas. b. Status pernapasan : Ventilasi
 Anjurkan pasien unt
Indikator :
dalam setelah katete
Batasan Karakteristik :  Pernapasan dalam batas normal
nasotrakeal
 Dispneu, Penurunan suara  Irama pernapasan (batasan normal)
 Monitor status oksig
nafas  Kedalaman inspirasi (batasan normal)
 Ajarkan keluarga ba
 Orthopneu  Bunyi perkusi (batasan normal)
suksion
 Cyanosis  Tidal volum (batasan normal)
 Hentikan suksion d
 Kelainan suara nafas (rales,  Kapasitas vital (batasan normal)
pasien menunjukka
wheezing)  Hasil pemeriksaan X-Ray (batasan normal)
saturasi O2, dll.
 Tes fungsi paru (batasan normal)
 Kesulitan berbicara

Airway Manageme
c. Kontrol Aspirasi
 Batuk, tidak efekotif atau Indikator :  Buka jalan nafas, gu
tidak ada  Identifikasi faktor resiko minimal jaw thrust bila perlu
 Mata melebar  Faktor resiko tidak ditemukan  Posisikan pasien
 Produksi sputum  Pemeliharaan oral hyiegiene baik ventilasi
 Gelisah  Posisi tidak selalu tegak lurus / menyamping saat  Identifikasi pasien
makan dan minum
 Perubahan frekuensi dan jalan nafas buatan
 Penyeleksian makanan dan minuman sesuai  Pasang mayo bila p
irama nafas
dengan kemampuan menelan
 Lakukan fisioterapi
 Penggunaan kekentalan cairan sesuai kebutuhan
Faktor yang berhubungan:  Keluarkan sekret de
 Posisi tegak selama 30 menit setelah makan
 Lingkungan : merokok,  Auskultasi suara
dilakukan
menghirup asap rokok, tambahan
perokok pasif-POK, infeksi  Lakukan suction pa
 Fisiologis : disfungsi  Kolaborasikan pem
neuromuskular, hiperplasia perlu
dinding bronkus, alergi jalan  Berikan pelembab
nafas, asma. Lembab
 Obstruksi jalan nafas : spasme  Atur intake untu
jalan nafas, sekresi tertahan, keseimbangan.
banyaknya mukus, adanya  Monitor respirasi da
jalan nafas buatan, sekresi
bronkus, adanya eksudat di
alveolus, adanya benda asing
di jalan nafas.
3 Ketidakseimbangan nutrisi a. Status gizi Manajemen Nutris
kurang dari kebutuhan tubuh Indikator :  Kaji adanya alergi m
b/d ketidakmampuan  Masukan nutrisi (makanan dan cairan) adekuat  Kolaborasi dengan
ingest/digest/absorb  Berat badan normal jumlah kalori dan
 Hematokrit normal pasien.
Definisi :  Hidrasi dan tonus otot normal  Anjurkan pasien unt
Intake nutrisi tidak cukup b. Status gizi: Asupan makanan dan cairan  Anjurkan pasien un
untuk keperluan metabolisme Indikator : dan vitamin C
tubuh.  Masukan makanan dan cairan oral adekuat  Berikan substansi g
 Asupan via NGT adekuat  Yakinkan diet ya
Batasan karakteristik :  Asupan cairan IV adekuat tinggi serat untuk me
 Berat badan 20 % atau lebih di Asupan nutrisi parenteral adekuat  Berikan makanan y
bawah ideal dikonsultasikan deng
 Dilaporkan adanya intake c. Status gizi: Asupan gizi
 Ajarkan pasien ba
makanan yang kurang dari Indikator :
makanan harian.
RDA (Recomended Daily  Asupan kalori adekuat
 Monitor jumlah nut
Allowance)  Asupan protein adekuat
 Berikan informasi te
 Membran mukosa dan  Asupan lemak adekuat
 Kaji kemampuan p
konjungtiva pucat  Asupan serat adekuat
nutrisi yang dibutuh
 Kelemahan otot yang  Asupan vitamin dan mineral adekuat

digunakan untuk  Asupan zat besi, kalsium dan sodium adekuat


Nutrition Monitori
menelan/mengunyah
 BB pasien dalam ba
d. Kontrol berat badan
 Luka, inflamasi pada rongga
 Monitor adanya pen
Indikator :
mulut
 Monitor tipe dan ju
 Berat badan ideal
 Mudah merasa kenyang,
 Persentasi lemak tubuh dalam batas normal dilakukan
sesaat setelah mengunyah
 Lingkar kepala normal  Monitor interaksi a
makanan
 Tinggi dan berat normal makan
 Dilaporkan atau fakta adanya
 Monitor lingkungan
kekurangan makanan
 Jadwalkan pengob
 Dilaporkan adanya perubahan
selama jam makan
sensasi rasa
 Monitor kulit kering
 Perasaan ketidakmampuan
 Monitor turgor kulit
untuk mengunyah makanan
 Monitor kekeringan,
 Miskonsepsi
patah
 Kehilangan BB dengan
 Monitor mual dan m
makanan cukup
 Keengganan untuk makan  Monitor kadar albu
 Kram pada abdomen kadar Ht
 Tonus otot jelek  Monitor makanan ke
 Nyeri abdominal dengan atau  Monitor pertumbuha
tanpa patologi  Monitor pucat, ke
 Kurang berminat terhadap jaringan konjungtiva
makanan  Monitor kalori dan
 Pembuluh darah kapiler mulai  Catat adanya ede
rapuh papila lidah dan cavi
 Diare dan atau steatorrhea  Catat jika lidah berw
 Kehilangan rambut yang
cukup banyak (rontok)
 Suara usus hiperaktif
 Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor yang berhubungan :


Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau
ekonomi.
4 Konflik peran orang tua b/d a. Tingkatan kecemasan Kurangi Kecemasa
home care anak dengan
b. Koping keluarga  Gunakan pendekatan
kebutuhan khusus.
c. Tampilan peran
tenang
d. Pengetahuan tentang perawatan anak
Definisi :
 Nyatakan harapan yan
Kebingungan peran dan
pasien
konflik pengalaman orang tua
 Jelaskan semua prose
dalam menanggapi
Batasan karakteristik :  Berikan pengertian te
 Ansietas
tua dalam situasi pen
 Menunjukkan adanya  Berikan informasi ten
gangguan dalam perawatan dan prognosis
 Kekhawatiran mengenai  Temani klien untuk k
kehilangan dan kontrol ketakutan
keputusasaan yang berkaitan  Dorong keluarga untu
dengan anaknya  Menyediakan objek y
 Ketakutan perasaan aman
 Orang tua mengekspresikan  Dorong ungkapan per
tentang perubahan peran ketakutan
sebagai orang tua  Identifikasi kapan ter
 Orang tua mengekspresikan  Bantu klien untuk me
terhadap keluarga (misalnya menjadi pencetus an
fungsi, komunikasi, kesehatan)  Kontrol stimulasi sesu
 Orang tua mengekspresikan  Motivasi klien untuk
perasaan tidak adekuat pertahanan yang tep
terhadap pemenuhan  Tentukan pengambila
kebutuhan anaknya (misalnya  Instruksikan klien den
fisik dan emosional)  Berikan obat untuk m

 Keengganan untuk  Kaji secara verbal dan

berpartisipasi dalam aktivitas anxietas

perawatan
 Ungkapan perasaan frustasi
 Ungkapan perasaan bersalah

Faktor yang berhubungan :


 Perubahan status marital
 Homecare anak dengan
kebutuhan khusus
 Tanggapan keluarga selama
pelaksanaan homecare
(pengobatan,
pelayanan/asuhan, kekurangan
istirahat)
 Intimidasi dengan cara yang
invasif (intubasi)
 Intimidasi dengan cara yang
membatasi (isolasi)
 Memisahkan anak-anak
karena penyakit kronik

Anda mungkin juga menyukai