Oleh :
Pembimbing:
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
oleh virus genus Flavivirus, family Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu
aegypti atau Aedes albopictus. Dari 4 serotipe dengue yang terdapat di Indonesia, DEN
-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat,
DBD saat ini masih menjadi problem kesehatan masyarakat. Penyakit ini
subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Kejadian Luar Biasa
(KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya
musim penghujan. 2
1968, empat belas tahun setelah Kejadian Luar Biasa (KLB) di Manila (Filipina),
dimana didapatkan 58 orang yang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia
dengan Angka kematian (AK) 41,3 %. Sejak itulah penyakit ini menyebar luas
pada tahun 2009 terdapat 156.052 kasus dengue dengan 1.396 jumlah kasus kematian
Berdasarkan data dari pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan RI,
pada tahun 2015 tercatat sebanyak 126.675 penderita DBD dari 34 provinsi yang ada
peningkatan dari tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2014 ditemukan 100.347
penderita DBD dan 907 diantaranya meninggal dunia. Peningkatan tersebut disebabkan
oleh akibat perubahan iklim dan rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan
lingkungan. Incident rate (IR) untuk provinsi Riau pada tahun 2015 yaitu sebesar 51,4
per 100.000 penduduk dan case-fatality rates (CFR) sebesar 0,67 %.3
DBD ditandai oleh demam akut akibat infeksi virus dengue yang menyerang
baik dewasa maupun anak-anak. Namun demikian, penyakit ini lebih banyak
menimbulkan korban pada anak-anak dibawah usia 15 tahun, karena sebagian besar
pada pasien anak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan disertai dengan terjadinya
penderita.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau dengue
hemorraghic fever (DHF) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue yang disebarkan oleh nyamuk yang membawa virus dengue, terutama spesies
nyamuk Aedes aegypty.6Virus dengue merupakan virus dari genus Flavivirus dan
family Flaviviridae.Virus dengue terbagi atas beberapa serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,
Indonesia.7
2.2 Patogenesis
masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah
mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotype virus dengue yang heterolog
faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi
satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh system RES
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak dapat berfungsi baik. Disisilain,
aktivasi system kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan massif pada DBD diakibatkan oleh
dan kerusakan dinding endotel kapiler, yang akhirnya akan terjadi perdarahan yang
2.3 Klasifikasi
terjadi pada pasien DBD. Fase tersebut terdiri dari fase febris, fase kritis dan fase
pemulihan.Manifestasi klinis yang terjadi bergantung dari strain virus dan faktor
2.5 Diagnosis
1. Demam : dengan onset akut, demam tinggi dan berlangsung terus menerus,
Lamanya demam sebagian besar terjadi dalam dua hingga tujuh hari.
denyut nadi yang lemah serta tekanan nadi yang sempit( < 20 mmHg ) atau
hipotensi yang disertai dengan akral dingin dan lembab dan atau gelisah.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan hasil sebagai berikut :
atau peningkatan nilai hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosa DBD. Jika
terdapat hepatomegali selain dua kriteria klinis diatas, maka DBD dapat disangkakan
sonografi) merupakan bukti yang paling objektif terhadap adanya kebocoran plasma,
1. Anemia
2. Perdarahanhebat
Pada keadaan syok, nilai hematokrit yang tinggi disertai trombositopenia dapat
menyokong diagnosis SSD. Nilai laju endap darah (LED) yang rendah yakni< 10 mm/1
jam pertama dapat membedakan antara syok akibat SSD dan syok akibat sepsis.10
Perlu diingat bahwa, diagnosis DHF juga mungkin dapat disertai dengan
6. Perasaan pusing.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan infeksi dengue pada prinsipnya adalah terapi cairan. Hal ini
bertujuan untuk mengisi volume didalam cairan intravaskular yang hilang serta
mencegah syok. Pemberian cairan untuk pemeliharaan +5% dehidrasi harus diberikan
isotonik harus diberikan selama fase kritis kecuali bayi usia < 6bulan lebih tepat
asupan oral buruk atau peningkatan hematokrit terus berlanjut serta jika terdapat
warningsign.10
Durasi pemberian terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam
bagi mereka dengan syok. Namun, bagi pasien yang tidak syok, durasi terapi cairan
intravena bisa lebih lama namun tidak lebih dari 60 sampai 72 jam. Hal ini karena
pasien yang tidak syok baru saja memasuki fase kebocoran plasma sementara pasien
yang sudah syok, kebocoran plasma berlangsung dalam durasi yang lebih panjang
Komplikasi DHF yang terjadi biasanya dikaitkan dengan syok yang nyata/
sebagai akibat dari koagulasi intravascular diseminata (KID) dan kegagalan multiorgan
seperti disfungsi hati dan ginjal. Hal yang lebih penting diperhatikan adalah bahwa
menyebabkan efusi yang massif dan gangguan pernafasan, bendungan paru akut
dapat berakibat edema paru akut atau pun gagal jantung, khususnya dengan adanya
Hal ini dapat berakibat munculnya berbagai manifestasi yang jarang, misalnya
ensefalopati.10
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
ANAMNESIS (Alloanamnesis)
tinggi dan terus menerus sepanjang hari. Demam turun jika diberi obat penurun panas,
namun beberapa saat kemudian suhu kembali meningkat. Pasien juga mengeluhkan
nyeri pada kepala, nyeri pada belakang bola mata dan nyeri pada sendi anggoa gerak.
Lemas (+) nafsu makan menurun (+) namun pasien masih mau minum. Kejang (-)
batuk pilek (-) sesak nafas(-) nyeri menelan (-) nyeri pada telinga (-) nyeri pada perut
(-).Pasien kemudian dibawa klinik pratama dan diberikan obat penurun panas
berwarna merah segar. Pasien juga mengeluhkan gusi berdarah sebanyak ± ½ sendok
makan, darah berwarna merah segar. Pasien mengaku tidak ada bitnik kemerahan pada
kulitnya.
1 hari SMRS pasien masih mengeluhkan demam yang tidak turun dan sudah
berlangsung sejak 6 hari. Pasien juga masih mengalami mimisan dan mulai
mengeluhkan nyeri ulu hati. Pasien mengeluhkan batuk yang tidak berdahak, sesak
nafas (-) pilek (-). Pasien tampak semakin lemas dan selera makan menurun. BAB tidak
ada keluhan, frekuensi ± 1 kali sehari, tidak ada keluhan sulit BAB, mencret (-). BAB
berwarna hitam (-) frekuensi 4-6 kali per hari, warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-
) BAK lampias, BAK terakhir 2 jam SMRS. Oleh karena itu pasien dibawa berobat ke
poli anak RSUD Arifin Achmad. Saaat dipoli klinik pada pasien dilakukan uji
pembendungan selama 10 menit pada lengan kiri dan didapatkan adanya bitnik
kemerahan pada kulit sebanyak ± 10 bintik dalam lingkaran 5 cm. Kemudia pasien
Ayah: Wiraswasta
Ibu: IRT
Pasien merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara, lahir dengan persalinan normal
ditolong oleh bidan, hamil cukup bulan, Ibu pasien lupa tanggal HPHT, berat badan
lahir 3200 gram, panjang badan lahir 51 cm, langsung menangis kuat. Ibu pasien rutin
melakukan kontrol kehamilan ke bidan setiap bulan, USG 3x didapatkan janin dalam
pemeriksaan gula darah (-) pemeriksaan urin (-) konsumsi jamu (-)
Riwayat imunisasi :
Ibu pasien rutin melakukan imunisasi di Posyandu setiap bulan dan dikatakan anaknya
BBL : 3200 gr
BB sekarang : 24 kg
PBL : 51 cm
TB sekarang : 131 cm
LK : 50 cm
LILA : 18 cm
Riwayat Perkembangan :
menggunakan air galon dan MCK dari sumur bor. Dilingkungan rumah dan sekolah
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Composmentis
Tanda-Tanda Vital
Suhu : 39,2 oC
Nadi : 92 x/menit
Nafas : 22 x/menit
Gizi
TB : 131 cm
BB : 24 kg
BBI : 27 kg
Lingkar kepala : 50 cm
LILA : 18 cm
Mata
Eksoftalmus/enoftalmus : (-)
Palatum : Utuh
Dada :
- Inspeksi :
o Statis: Bentuk dada normal, simetris kiri dan kanan, ictus cordis tidak
terlihat.
o Dinamis: Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi dinding
dada (-).
- Palpasi:
o Pulmo: Vocal fremitus simetris normal kiri dan kanan.
o Cor: Ictus cordis teraba di Spatium Inter Kosta (SIK) V linea
midclavicularis sinistra.
- Perkusi:
o Pulmo: Sonor di seluruh lapangan paru.
o Cor: Batas kanan jantung di linea parasternalis dextra, batas kiri jantung
di linea midclavicularis sinistra.
- Auskultasi:
o Pulmo: Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DARAH
MCH : 26,0 pg
HAL HAL PENTING DARI ANAMNESIS
Gusi berdarah
Mimisan
Nyeri perut
Batuk
Lemas
Dilakukan uji rumple leed dengan hasil (+) di poli anak RSUD AA.
Suhu : 39,2 oC
Hepatomegali (+) 1/ 3-1/2 cm di bawah dari arcus costa dextra dan 1/3 dari
procesus xiphoideus
DIAGNOSA GIZI :
TERAPI
Medikamentosa :
PROGNOSIS:
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
I II III
6 Hari 5 Hari 4 Hari 3 Hari 2 Hari 1 Hari Masuk RS Hari Hari Hari
SMRS SMRS SMRS SMRS SMRS SMRS Rawat 1 Rawat 2 Rawat 3
- Demam - Demam - Demam - Demam - Demam - Demam - Demam - Demam - Nyeri - Batuk
- Nyeri otot - Nyeri otot - Nyeri otot - Nyeri otot - Nyeri otot - Nyeri otot - Nyeri otot - Nyeri otot perut
- Nyeri - Nyeri - Nyeri - Nyeri - Nyeri - Nyeri - Nyeri - Nyeri - Batuk
sendi sendi sendi sendi sendi sendi sendi sendi
- Nyeri - Nyeri - Nyeri - Nyeri - Nyeri - Nyeri - Nyeri - Nyeri
belakang belakang belakang belakang belakang belakang belakang belakang
bola mata bola mata bola mata bola mata bola mata bola mata bola mata bola mata
- Mimisan - Mimisan - Mimisan - Mimisan - Nyeri
- Gusi - Nyeri - Nyeri perut
berdarah perut perut - Batuk
- Batuk - Batuk
T = 39,1ºC T = 39,2ºC T = 36,6ºC T=
36,4ºC
Ht = 35,8% Ht = 35,2% Ht = Ht = 37%
PLT = PLT = 34,7% PLT =
55.000 41.000 PLT = 83.000
53.000
Paracetamol
Kalnex
Ranitidin
Ambroxol
FEBRIS KRITIS RECOVERY
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan demam mendadak, tinggi sejak 6 hari
SMRS disertai dengan keluhan nyeri kepala, nyeri retro-orbita, myalgia dan atralgia
serta manifestasi perdarahan berupa gusi berdarah dan epistaksis. Nyeri ulu mulai
dirasakan pasien 3 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu 39,10C, nyeri
dengue. Hal ini sudah sesuai dengan kriteria penegakkan diagnosis demam berdarah
dengue, namun kurang lengkap. Berdasarkan guideline terkini yaitu WHO tahun 2011
didasari oleh temuan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pada pasien ini
Pada pasien juga ditemukan keluhan batuk tidak berdahak sejak 1 hari SMRS.
Keluhan batuk ini sesuai dengan data temuan guideline WHO 2011 yang menyatakan
bahwa pada 21,5% pasien dengan infeksi dengue dapat ditemukan gejala penyerta
berupa batuk.9 Selain itu, batuk kemungkinan juga dapat disebabkan karena adanya
infeksi saluran pernafasan. Pada anamnesis didapatkan keluhan batuk tidak berdahak,
tanpa disertai oleh keluhan lain seperti pilek, nyeri menelan dan sesak nafas.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan juga tidak menunjukkan faring dan yang hiperemis
serta pemeriksaan fisik thorax dalam batas normal serta didukung dengan hasil
sehingga kemungkinan akibat infeksi bakteri pada saluran nafas dapat disingkirkan.
Pada pasien diberi terapi simptomatik yaitu ambroxol yang merupakan golongan
mukolitik. Menurut penulis, terapi tersebut tidak tepat, karena jika pemberian ambroxol
dilakukan seharusnya disertai dengan diagnosis tambahan pada pasien ini. Hal ini
dikarenakan tidak ada guideline yang memberikan ambroxol pada pasien DHF.
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien sudah mengalami manifestasi
perdarahan berupa gusi berdarah dan mimisan. Gusi berdarah hanya terjadi satu kali,
sedangkan mimisan terus berlangsung hingga pasien datang ke poliklinik RSUD Arifin
Achmad. Manifestasi perdarahan berupa mimisan ini tidak khas pada infeksi dengue.
Sehingga perlu di kaji lebih lanjut mengenai penyebab mimisan. Anamnesis yang
dilakukan, tidak didapatkan adanya riwayat mimisan pada pasien sebelumnya, tidak
ada riwayat trauma maupun riwayat kelainan darah. Untuk mendukung hasil anamnesis
ini maka pemeriksaan rumple leed dapat dilakukan. Walaupun secara teori dikatakan
(fragility) dari pembuluh darah kapiler jika belum ada ditemukan bukti perdarahan
sebelumnya.9,11
DHF dapat ditemukan pemanjangan PT dan APTT pada hampir setengah kasus.9
terjadinya kerusakan pada dinding endotel kapiler dan gangguan pada trombosist dan
Menurut penulis, pemeriksaan tersebut tidak ada indikasi untuk dilakukan, karena dari
klinis pasien tidak ada tanda-tanda kearah klinis kebocoran plasma seperti ditemukan
ascites, efusi pleura maupun edema, sehingga pada pasien ini tidak ada indikasi
Pada pasien ini diberikan terapi cairan berupa infus D5- ½ NS. Menurut penulis,
sebaiknya jenis cairan yang diberikan pada pasien ini adalah D5-NS dengan alasan
tambahan asupan glukosa dari luar. Selain itu, D5- ½ NS tidak termasuk dari
rekomendasi cairan yang ada di guidline WHO 2011, yang mana jenis cairan yang
merupakan jenis cairan kristaloid hipertonik yang terdiri dari glukosa 25 gram, natrium
77 meq dan klorida 77 meq dengan osmolalitas 561 mOsmol dalam 500 mL.9,13
Kecepatan pemberian cairan intravena yang diberikan pada pasien ini adalah
sebanyak 2 cc/kgBB/jam. Hal ini tidak sesuai dengan guidelines WHO 2011. Pada
pasien dengan DHF tanpa syok, manajemen pemberian cairan yang diberikan yaitu
kebutuhan rumatan + 5 % dari defisit cairan tubuh, dengan kecepatan pemberian yaitu
5 cc/kgBB/jam. 9
Pasien diberikan terapi ranitidin. Berdasarkan studi kasus didapatkan bahwa
dari 110 pasien yang di obsevasi dengan diagnosis DHF 96 pasien diantaranya
diberikan terapi ranitidin. Namun belum ada penjelasan lebih lanjut tentang keefektifan
pada sel parietal lambung untuk menghambat sekresi asam lambung. Menurut WHO
2011 penggunaan H2 anatagonis pada pasien dengan infeksi dengue digunakan jika
terdapat bukti perdarahan gastrointestinal.9 Sementara pada pasien ini tidak ditemukan
poliklinik karena keluhan epistaksis pasien. Pada beberapa kasus terdapat keterangan
Pada kasus ini bukti perdarahan yang ditemukan adalah epistaksis. Menurut guideline
WHO 2011 jika terjadi epistaksis maka perdarahan dapat dihentikan dengan
1. Karyanti MR. Diagnosis dan tatalaksana terkini dengue. Divisi Infeksi dan
Pediatri tropik. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUP Cipto Mangun
Kusumo FKUI. 2014. Mei : 1.
2. Djunaedi D. Demam Berdarah Dengue (DBD). Penerbit Universitas
Muhammadiyah, Malang. 2006
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi DBD di Indonesia. Pusat
data dan informasi Kementrian kesehatan Republik Indonesia: 2016
4. Departemen Kesehatan RI. Data Kasus DBD Per Bulan Di Indonesia Tahun
2010, 2009 dan 2008. Diunduh
darihttp://www.penyakitmenular.infouserfilesdata-20kasus-20DBD209-
20februari-202011.pdf
5. Soedarto. Demam Berdarah Dengue:Penyakit-Penyakit Infeksi di
Indonesia.Penerbit Widya Medika. Jakarta. 1996
6. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. Geneva : World Health Organization; 2009.
7. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI editor. Buku ajar infeksi
pediatric dan tropis. Jakarta. Badan penerbit IDAI. 2008