Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEMAJUAN ISLAM PADA MASA


BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH

DISUSUN OLEH:
SRI YUNIATI, S.Psi.
IKA PRASETYARINI, S.Si.
SILVI PRESTIAWATI G., S.Si.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO


2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam sejak kelahirannya pada awal abad ke-7 di Mekkah, Islam terus mengalami
perkembangan yang pesat melewati berbagai tantangan yang sangat berat, sampai akhirnya
tersebar ke seluruh dunia. Bernard Lewis menulis, sampai akhir kekuasaan
Khulafa’urrasyidin wilayah Islam terbentang luas dari Maroko sampai Indonesia, dari
Kazakhtan sampai Sinegal.
Seperti apapun kronologi wafatnya Kholifah Ali bin Abi Thalib, yang jelas hal ini telah
menginspirasikan kepada Mu’awiyah bin AbiSufyan untuk tampil sebagai pemegang tampuk
kekuasaan islam, yang akhirnya berhasil dan mengubah kekuasaan dengan sistem dinasti dan
diberi nama khilafah bani Umayyah. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya dinasti
yang dibentuk mu’awiyah akhirnya dinasti ini runtuh pula.
Indikasi keruntuhan dinasti Bani Umayyah sebenarnya sudah tercium sepeninggal
khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Kedamaian dan ketentraman yang dirasakan masyarakat
berganti dengan kekacauan dan kerusuhan. Keadaan ini terus berlanjut hingga pucuk
pimpinan dinasti ini dipegang khalifah Hisyamibn Abdul Malik dan khalifah-khalifah
berikutnya. Di sisi lain kelompok oposisi yang digalang oleh keturunan Abbasibn Abdul
Muthalib yang mendapatkan dukungan dari golongan mawali(non-Arab) dan Abu Muslim al-
Khurasani menjelma menjadi momok menakutkan, ditambah lagi khalifah-khalifah yang
menggantikan Hisyam Ibn Abdul Malik begitu lemah dan bermoral buruk. Ketika Marwan
Ibn Muhammad naik tahta, Khalifah yang tercatat sebagai khalifah terakhir dari Bani
Umayyah ini karena adanya kekacauan, dia melarikan diri ke Mesir dan akhirnya terbunuh di
sana. Dan pada saat itulah kekhalifahan berpindah kepada Bani Abbasiyah.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan pembahasaan makalah ini adalah :
1. Awal munculnya dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah
2. Sistem pergantian Kholifah
3. Prestasi yang dicapai
4. Sebab kemunduran
C. Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah di atas, penulis mempunyai tujuan agar :
1. Mengetahui Awal munculnya dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah
2. Mengetahui Sistem pergantian Kholifah
3. Mengetahui Prestasi yang dicapai
4. Mengetahui Sebab kemunduran
BAB II
PEMBAHASAN

A. DINASTI BANI UMAYYAH


a. Asal-usul Dinasti Bani Umayyah
Nama ” Daulah Umayah” berasal dari nama ” Umayah ibnu” Abdi Syam ibnu ”Abdi
Manaf”, yaitu salah seorang dari pemimpin Qurays di zama Jahiliyah. Bani Umayah
merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki ikatan famili dengan para pendahulu
Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak kekuasaan, dimulai oleh Mu’awiyah ibnu Abi
Sufyan, salah seorang keturunan bani umayah dan salah seorang sahabat Nabi, dan ia menjadi
bagian penting dalam setiap masa pemerintahan para khulafa ar-rasyidun. Pada masa
Ustman, Mu’awiyah diduga memiliki hubungan yang kuat dengan Ustman, sehingga terjebak
dengan praktik nepotisme dengan Mu’wiyah. Bahkan kerusakan pemerintahan Ustman akibat
nepotismenya kepada Bani Umayah, sehingga mendapatkan tantangan dari para pendukung
Ali.
Disinilah letak kepekaan nalar politik yang dimiliki Mu’awiyah mulai bekerja.
Mu’awiyah pada dasarnya termasuk politisi ulung yang mampu mengambil posisi kekuasaan
dalam setiap masa pemerintahan. Pada masa Ustman, betapa Mu’awiyah mampu membangun
koalisi nepotis dengan Ustman, sehingga Bani Umayah tetap menjadi pihak yang
diuntungkan. Sementara pada masa-masa Ali, Mu’awiyah telah mulai melakukan gerakan
politik untuk meraih posisi puncak dalam kekuasaan. Mu’awiyah mampu memanfaatkan
kelemahan dan keluguan kekuasaan Ali.
Pada masa Ali masih berkuasa, Mu’awiyah telah memiliki kekuatan penuh, sehingga
pada saat Ali terbunuh, Mu’awiyah langsung mengambil alih kekuasaan dengan sangat
mudah dan terkordinasi dengan baik. Salah satu kepekaan nalar politik Mu’awiyah ialah
mampu belajar pada pengalaman yang terjadi pada tiga khalifah sebelumnya, yang berakhir
dengan pembunuhan. Pilihan memindahkan kekuasaan ke luar Jazirah Arab, menunjukkan
sikap dan kecerdasan politik Mu’awiyah dalam menghindari pergolakan antar kubu yang
sangat tragis di kalangan umat Islam di jazirah Arab bahkan sebagai upaya untuk
menghindari tragedi pembunuhan yang dilakukan terhadap tiga khalifah sebelumnya.
Akhirnya, Mu’awiyah dan dinastinya mengendalikan kekuasaannya dari luar jazirah Arab,
mencoba bersebarangan dengan para pendahulu-pendahulunya yang berkonsentrasi di
wilayah jazirah Arab. Menurut H.A.R. Gibb : Mulai tahun 660 M. ibu kota kerajaan Arab
dipindahkan ke Damaskus, tempat kedudukan baru khilafah Bani Umayah, sedangkan
Madinah tetap merupakan pusat pelajaran agama Islam, pemerintah dan kehidupan umum
kerajaan dipengaruhi oleh dapat istiadat Yunani Romawi Timur.

b. Sistem Pergantian Kholifah


Pada masa-masa Awal Mu’awiyah menjadi penguasa kekuasaan masih berjalan secara
demokratis, tetapi setelah berjalan dalam beberapa waktu, Mu’awiyah mengubah model
pemerintahnya dengan model pemerintahan monarchiheredetis (kerajaan turun temurun)
yaitu sebagai berikut:
NO NAMA MASA BERKUASA
1 Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan 661-681 M
2 YazidibnMu’awiyah 681-683 M
3 Mua’wiyahibnuYazid 683-685 M
4 Marwan ibnuHakam 684-685M.
5 Abdul Malik ibn Marwan 685-705 M
6 Al-Walidibnu Abdul Malik 705-715 M
7 Sulaiman ibnu Abdul Malik 715-717 M
8 Umar ibnu Abdul Aziz 717-720 M
9 Yazid ibnu Abdul Malik 720-824 M
10 Hisyam ibnu Abdul Malik 724-743 M
11 WalidibnYazid 734-744 M
12 YazidibnWalid [ Yazid III] 744 M
13 Ibrahim ibn Malik 744 M
14 Marwan ibn Muhammad 745-750 M

c. Keberhasilan Yang Dicapai


Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a) Bidang Material :
1. Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan
kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
bersenjata.
2. Mu’awiyah merupakan khalifah yang mula-mula menyuruh agar dibuatkan ”anjung”
dalam masjid tempat is sembahyang. Ia sangat khwatir akan keselamatan dirinya,
karena khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika sedang melaksanakan shalat.
3. Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat
lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai
lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaanUmayyah.
4. Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat (post), kemudian dimatangkan
lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini, semakin ditata dengan
baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu.
5. Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah AbdAl-Malik
membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan
“The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
6. Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan
keseluruh penjuru negeri islam.
7. Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat
untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
8. Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai
Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga
kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.
9. Khalifah AbdAl-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintahan Islam yang tadinya berbahasa Yunani dan Pahlawi
sehingga sampai berdampak pada orang-orang non Arab menjadi pandai berbahasa
Arab dan untuk menyempurnakan pengetahuan tata bahasa Arab orang-orang non
Arab, disusun buku tata bahasa Arab oleh Sibawaih dalam al-Kitab.
10. Merubah mata uang yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam.
Sebelumnya mata uang Bizantium dan Persia seperti dinar dan dirham.
Penggantinya uang dirham terbuat dari mas dan dirham dari perak dengan memakai
kata-kata dan tulisan Arab.
11. Perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju wilayah Barat daya, benua Eropa,
bahkan perluasaan ini juga sampai ke Andalusia (Spanyol) di bawah kepemimpinan
panglima Thariq bin Ziad, yang berhasil menaklukkan Kordova, Granada, dan
Toledo.
12. Dibangun mesjid-mesjid dan istana. Katedral St. Jhon di Damaskus dirubah menjadi
mesjid, sedang Katedral yang ada di Hims dipakai sebagai mesjid dan gereja. Di al-
Quds (Jerussalem) Abdul Malik membangun mesjid al-Aqsha. Monumen terbaik
yang ditinggalkan zaman ini adalah Qubahal-Sakhr di al-Quds. Di mesjid al-Aqsha
yang menurut riwayatnya tempat Nabi Ibrahim hendak menyembelih Ismail dan
Nabi Muhammad mulai dengan mi’raj ke langit, mesjid Cordova di Spanyol
dibangun, mesjid Mekah dan Madinah diperbaiki dan diperbesar oleh Abdul Malik
dan Walid.
13. Bahkan pada masa, Sulaiman ibn Malik, telah dibangun pembangunan mega raksasa
yang terkenal dengan Jami’ul Umawi.

b) Bidang Immaterial
1. Mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya memunculkan
nama- nama besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihabal-Zuhri dan Washil bin Atha.
Bidang yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadits, fikih, dan kalam.
2. Penyair-penyair Arab baru bermunculan setelah perhatian mereka terhadap syair Arab
Jahiliyah dibangkitkan. Mereka itu adalah Umar Ibn AbiRabiah (w. 719 m.), Jamil al-
Udhri (w. 701 M.), Qays Ibn al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih dikenal dengan nama
Majnun Laila, al-Farazdaq (w 732M.), Jarir (w. 792 M) dan al-Akhtal (w. 710 M.).
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni
Waktu dinasti ini telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa filsafat dan eksakta. Dan
ilmu pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu bidang diniyah, tarikh, dan filsafat.
Kota-kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan dinasti Umayah,
antara lain kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya. Sehingga secara perlahan
ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu : pertama, Al-Adaabul Hadits (ilmu-
ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul
Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk
kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang
disalin dari Persia dan Romawi. Kedua : Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang
telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu lughah,
syair, khitabah dan amtsal.
Pada masa ini pula sudah mulai dirancang tentang undang-undang yang bersumber dari
al-Qur’an, sehingga menuntut masyarakat mempelajari tentang tafsir al-Qur’an. Salah
seorang ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Pada waktu
itu beliau telah menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-
kesulitan dalam mengartikan al-Qur’an dicari dalam al-hadist, yang pada gilirannya
melahirkan ilmu hadist. Dan akhirnya kitab tentang ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh
para ulama muslim. Beberapa ulama hadist yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu
Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi
Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin
Amr, Hasan Basri as-Sya’bi. Dalambidanghadistini, Umar bin Abd Aziz
secarakhususmemerintahkanIbnSyihabaz-Zuhriuntukmengumpulkanhadist. Oeh karena itu,
Ibnu Syihab telah dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadist hingga menembus
berbagai zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadist mulai dilakukan.
4. Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi
Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi buku), juga dilakukan,
terutama pada masa khalifah Marwan. Pada saat itu, ia memerintahkan penerjemahan sebuah
buku kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani,
kemudian diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah
memerintahkan menerjemahkan buku dongeng dalam bahasa sansakerta yang dikenal
dengan Kalilah wa Dimnah, karya Bidpai. Buku ini diterjemahkan oleh Abdullah ibnu Al-
Muqaffa. Ia juga telah banyak menerjemahkan banyak buku lain, seperti filsafat dan logika,
termasuk karya Aristoteles :Categoris, Hermeneutica, Analityca Posterior serta karya
Porphyrius :Isagoge.

d. Kemunduran Dinasti Umayyah


Selama berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, penguasa Bani Umayah, sejak
Umayah berkuasa harus diakui telah banyak memberikan sesuatu yang berarti bagi Islam.
Tetapi, kekuasaan yang dibangun dengan cara-cara yang keras dan kasar seperti yang
dilakukan oleh Mu’awiyah seperti pasa saat ia merebut kekkuasaan, dan ditambah lagi
dengan pola suksesi yang bersifat keluargaan telah memunculkan perlawanan yang keras dari
lawan-lawan politik Bani Umaya. Sejak sepeninggal HisyamibnuAbd Malik, khalifah-
khalifah Bani Umayah terus mengalami melemah, bukan hanya moral tetap juga lemah dalam
kekuataan politik. Kelemahn ini tentu saja terus dimanfaatkan dengan baik oleh musuh-
musuh Bani Umayah untuk dihancurkan, dan segera diganti.
Beberapa faktor yang menjadi akar melemah dan hancurnya Bani Umayah, antara lain :
1. System suksesi khalifah dengan cara dinatian bukan tradisi Arab dan lebih
mengandalkan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas, sehingga menimbulkan
menimbulkan persaingan yang keras di kalangan anggota keluarga.
2. Latar belakang terbentuknya Bani Umayah tidak terlepas dari konflik politik yang
terjadi di masa Ali. Ktbu Ali (Syi’ah) dan kubu khawarij yang masih tersisa, terus
menjadi oposisi dan melakukan perlawanan terhadap Bani Umayah, baik dengan
terang-terangan maupun dengan cara sembunyi-sembunyi. Penumpasan terhadap
kelompok-kelompok ini, banyak menyedot kekuatan pemerintah Bani Umayah.
3. Pada masa Bani Umayah pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan
Arabia Selatan (Bani Kalb) terus menruncing. Konflik ini membuat penguasa Bani
Umayah merasa kesulitan dalam menggalang persatuan dan kesatuan.
4. Faktor lemahnya Bani Umayah juga akibat sikap hidup mewah orang-orang di
lingkungan istana, sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat
kekuasaan. Kemudian, banyak para agamawan yang kecewa dengan penguasa Bani
Umayah karena penguasa ini sudah tidak memperhatikan pengembangan agama.
5. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd Thalib
yang mendapatkan dukungan dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum
Mawali.
Akhir kehancuran Dinasti Umayah, dimulai oleh pembunuhan terhadap khalifah
Marwan yang dilakukan oleh Abul Abbas as-Shaffah, setelah itu ia menjadi khalifah dalam
kekuasaan umata Islam. Kemudian kelompok Abul Abbas, beralih menghancurkan Yazid bin
Umar bin Hubairah, yang merupakan benteng terakhir kekuasaan dinasti Umayah.[10] Jadi,
hancurnya dua kekuayaan Umayah ini, menjadi akhir dari kiprah bani Umayah dalam sejarah
kekuasan Islam.

B. DINASTI ABBASIYAH
a. Asal-usul Dinasti Bani Abbasiyah
Khilafah Bani Abbasyiyah adalah penerus tongkat estafet perjuangan Islam dari
khilafah bani Umayyah yang berhasil mereka gulingkan pada tahun 750 M. Akar munculnya
khilafah ini dimulai dari tindakan propaganda Abbasiyah yang dimotori oleh Ibrahim (orang
Bani Abbas/saudara Saffah) yang mendapat dukungan dari pemuka khurasan bernama Abu
Muslim. Ditambah lagi kekuatan oposisi yang semakin solid serta pemegang kursi
pemerintahan bani Umayyah semakin melemah. Dari tindakan propaganda ini akhirnya
memunculkan perselisihan seru antara bani Umayyah dan bani Abbasiyah yang diakhiri
dengan jatuhnya kekuasaan Bani Umayyah.
Dinasti Abbasiyah muncul juga tidak bisa dilepaskan dari bantuan orang-orang Persia
yang merasa bosan terhadap bani Umayyah di dalam sosial, politik dan administrasi. Orang-
orang Persia percaya kepada hak agung raja-raja (yang berasal dari Tuhan). Kekhalifahan
menurut mereka merupakan kekuasaan dari Allah. Hal ini nampak jelas dalam ucapan al-
Manshur yang menyatakan:“InnamaaAnaaSulthaanullahfiiArdlihii” (sesungguhnya saya
adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya). Dengan demikian, konsep khilafah dalam
pandangannya merupakan mandat langsung dari Allah bukan dari rakyat. Sistem
kekhalifahan semacam ini sangat berbeda dengan sistem kekhalifahan pada
masa KhulafaurRasyidundimanakekhalifahan mereka berasal dari rakyat.
Dinamakan khilafahAbbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah dari
keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad S.A.W.

b. Sistem Pergantian Kholifah


Sistem pemerintahan yang diterapkan bani Abbasiyah masih sama dengan
pendahulunya, bani Umayyah dengan sistem kekuasaan absolutisme. Mereka mengangkat
dan mengumumkan seorang atau dua orang putra mahkota atau saudaranya sendiri untuk
terus mempertahankan kepemerintahan. Kebijakan menerapakan sistem seperti ini tentu saja
menimbulkan kecemburuan dan kebencian diantara sesama keluarga. Sebagai contoh, tatkala
al-Manshur naik tahta, dia mengumumkan Mahdi sebagai putra mahkota pertama dan
menunjuk Isa ibn Musa, kemenakannya sebagai putra mahkota kedua. Saat itu juga al-
Manshur mengasingkan Isa sama sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah pertama al-
Shaffah.
Seluruh anggota keluarga Abbas dan pemimpin umat Islam mengangkat Abdullah al-
Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibnal-Abbas sebagai khalifah mereka yang
pertama walaupun masih ada Abu Ja’far (al-Manshur) yang nantinya akan menjadi khalifah
yang kedua. Kekhalifahan bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang sangat
panjang dan pada periode pertama (750 – 848 M) tercatat kurang lebih 10 khalifah yang
memimpin dengan silsilah keturunan sebagai berikut :
NO NAMA MASA BERKUASA
1. Saffahibn Muhammad (132 H/750 M)

2. Abu Ja’faral-Manshuribn Muhammad (136 H/754 M)

3. Mahdi ibnal-Manshur (158 H/775 M)

4. Hadi ibn Mahdi (169 H/785M)

5. Harun al-Rasyidibn Mahdi (170 H/786M)


6. Amin ibn Harun (193 H/804 M)

7. Ma’mun ibn Harun (198 H/813 M)

8. Mu’tashimibn Harun (218 H/833 M)

9. WatsiqibnMu’tashim (227 H/842 M)

10. MutawakkilibnMu’tashim (232 H/848 M)

Dalam perkembangannya, di bawah khalifah Saffah, ibu kota negara berada di kota
Anbar dekat kufah dengan istana yang diberi nama al-Hasyimiyah. Namun demi menjaga
stabilitas negara yang baru berdiri itu akhirnya pada tahun 762 M al-Manshur memindahkan
ibu kota negara ke Baghdad dengan istana al-Hasyimiyah II. Dengan demikian, pusat
pemerintahan daulah Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia.
Diantara langkah-langkah yang diambil al-Manshur dalam menertibkan
pemerintahannya antara lain :
1. Mengangkat pejabat di lembaga ekskutif dan yudikatif.
2. Mengangkat wazir (menteri) sebagai koordinator departemen. Dan wazir pertama yang
diangkatnya adalah Khalid ibnBarmak berasal dari kota Balkh Persia
3. Mengangkat sekretaris negara dan kepolisian negara dan membenahi angkatan bersenjata
4. Memaksimalkan peranan kantor pos. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan
tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
5. Berdamai dengan kaisar Constantine V, dan selama gencatan senjata, Bizantium
membayar upeti tahunan.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan oleh Shaffah dan al-
Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada beberapa khalifah sesudahnya.
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai klimaks kesuksesan adalah pada masa pemerintahan
khalifah Harun al-Rasyid dan puteranyaal-Ma’mun.
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan
politik yang ada, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi
lima periode dengan karakteristik yang berbeda-beda pula :
1. Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia
pertama
2. Periode kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama
3. Periode ketiga, (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode keempat, (447 H/1055 M – 590 H/1194 M) masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk
dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh
Turki kedua.
5. Periode kelima, (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.

c. Keberhasilan Yang Dicapai


Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a). Bidang Material :
Pada zaman al-Mahdi, sebenarnya perekonomian sudah mulai menggeliat dengan
peningkatan di sektor pertanian, melaluai irigasi dan peningkatan hasil pertambangan.
Diantara prestasi-prestasi yang berhasil diraih al-Mahdi antara lain:
1. Dia membangun gedung-gedung sepanjang jalan menuju Makkah.
2. Masjid Agung di Madinah diperbesar tetapi menghapus nama khalifah bani Umayyah,
Walid dari dinding masjid itu dan mengganti dengan namanya.
3. Membangun tempat pelayanan pos antara Makkah dan Madinah kemudian Yaman yang
berfungsi sebagai tempat pembayaran ongkos perjalanan tiap mil.
4. Membuat benteng di beberapa kota khususnya Rusafa di bagian Baghdad Timur

Popularitas daulah bani Abbasiyah mencapai puncak peradaban dan kemakmurannya di


zaman Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranyaal-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang
banyak, dimanfaatkan Harun untuk keperluan sosial. Istana-istana besar, rumah sakit,
lembaga pendidikan, dokter dan farmasi didirikan. Bahkan menurut sebagian ahli sejarah
menyatakan bahwa sebenarnya Harun ingin menggabungkan laut tengah dengan laut merah.
Namun Yahya ibn Khalid (dari keluarga barmak) tidak menyetujui gagsan itu. Pada masa al-
Ma’mun menjadi khalifah, ia banyak mendirikan sekolah-sekolah. Salah satu karya
terbesarnya adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi
sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang sangat besar.
Baghdad, kota kuno yang didirikan oleh orang-orang Persia, merupakan tempat
perdagangan yang kerap kali dikunjungi oleh pedagang dari India dan Cina. Para Insinyur,
tukang batu, dan para pekerja tangan didatangkan dari Syiria, Bashra, Kufa untuk membantu
didalam memperindah kota. Bahkan di daerah pinggir kota ini sudah terbagi menjadi empat
bagian pemukiman yang masing-masing mempunyai seorang pemimpin yang dipercaya
untuk mendirikan pasar di pemukimannya. Demikianlah di zaman Abbasiyah pertama.
Baghdad menjadi kota terpenting di dunia sebagai sentral perdagangan, ilmu pengetahuan
dan kesenian. Masjid-masjid dan bangunan-bangunan lain semakin bertambah banyak dan
menjadi hal menarik dalam kesenian muslim.
a). Bidang Imaterial :
Kemajuan yang dicapai dinasti Abbasiyah mencakup ilmu agama, filsafat dan sain (Harun
Nasution, 2001:65-69). Ilmu agama yang dikembangkan pada masa ini mencakup:
a. Ilmu Hadits
Tokohnya: Al-Bukhori dengan kitabnya al-Jam’ial-Shahih dan Tarikh al-Kabir, Muslim
dengan kitabnya Shahih Muslim, Ibnu Majjah, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i.
b. Ilmu Tafsir
Tokohnya: Ibnu JarirAthThabari dengan karyanya Jamial-Bayanfi Tafsir al- Qur’an sebagai
pegangan pokok bagi mufassir hingga sekarang, Abu Muslim Muhammad Ibn Bahar al-
Ashfahani dengan tafsirnya Jami’utTa’wil, Ar-Razy dengan tafsirnya Al-Muqthathaf.
c. Ilmu Fiqih
Tokohnya: Abu Hanifah dengan kitabnya Musnadal-Imamal-A’dhom atau Fiqhal-Akbar,
Malik dengan kitabnya al-Muwatha’, Syafi’i dengan kitabnya al-Um dan al-Fiqhal-Akbarfial-
Tauhid, dan Ibn Hambal dengan kitabnya al-Musnad.
d. Ilmu Tasawuf atau Mistisisme Islam
Tokohnya: Abu Bakr Muhammad al-Kalabadi dengan karyanya al-Ta’arrufli Mazhab Ahlal-
Tasawuf, Abu Nasras-Sarrajal-Tusi dengan karyanya al-Luma’, Abu Hamid al-Ghazali
dengan karyanya Ihya ‘Ulumal-Din, dan Abu QasimAbdal-Karimal- Qusyairi dengan
karyanya Maqamat. Tokoh lainnya, Zunnunal-Misri, Abu Yazidal-Bustami, Husain Ibn
Mansur al-Hallaj, dsb.
e. Ilmu Kalam atau Theologi
Tokohnya seperti Washil bin Atha’, Ibn al-Huzail, al-Allaf, dll dari golongan Mu’tazilah,
Abu al-Hasanal-Asy’ari dan al-Maturidi dari ahli sunnah.
f. Ilmu Tarikh atau Sejarah
Tokohnya: Ibn Hisyam (abad VIII), Ibn Sa’d (abad IX), dll.
g. Ilmu Sastra
Tokohnya: Abu al-Farrajal-Isfahani dengan karyanya Kitab al-Aghani, al-Jasyiari dengan
karyanya AlfuLailahwaLailah di pertengahan abad X. h. Ilmu agama lainnya seperti ilmu al-
Qori’ah, ilmu Bahasa, dan Tata Bahasa. Di antara ilmu yang menarik pada masa dinasti
Abbasiyah adalah Filsafat. Ilmu ini berasal dari Yunani kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab, bahkan juga buku-buku yang berasal dari Persia maupun Spanyol. Dari gerakan
ini muncul para filosof Islam, seperti:
a. Al-Kindi (185-260 H/801-873 M)
Al-Kindi lahir di Kufah, karyanya sekitar 270 buah yang dikelompokkan oleh ibn Nadim dan
al-Qifti menjadi 17, yaitu: filsafat, logika, ilmu hitung, globular, musik, astronomi, geometri,
sperikal, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik,240 meteorology, dimensi, benda-
benda pertama, dan spesies tertentu logam dan kimia.
b. Al-Razi (251-313 H/865-925 M)
Nama latinnya adalah Rhazes, lahir di Rayy dekat Teheran. Buku-buku filsafatnya antara
lain: Al-Tibbal-Ruhani, Al-shiratal-Falsafiyyah, Amarat Iqbal al-Daulah, Kitab al-Ladzdzah,
Kitab al-Ilmal-Ilahi, dll.
c. Al-Farabi (258-339 H/870-950 M)
Di Barat dikenal dengan nama Alpharbiu, lahir di Wasij (suatu desa di Farab/ Transoxania).
Selain seorang filosof, ia juga ahli dalam bidang logika, matematika, dan pengobatan. Dalam
bidang fisika, ia menulis kitab al-Musiqa. Di antara karyanya adalah: al-Tanbih ‘ala Sabilal-
Sa’adat, Ihshaal-Ulum, al-Jam’ baynRa’yal-Hakimayn, Fushushal-Hikam, dll.
d. Ibn Sina (370-428 H/980-1037 M)
Nama latin Ibn Sina adalah Avicenna, lahir di Afsyana (dekat Bukhara). Selain ahli filsafat
dan kedokteran, beliau juga memiliki karya dalam bidang logika, matematika, astronomi,
fisika, mineralogy, ekonomi, dan politik. Karyanya antara lain: Kitab al-Syifa, Kitab al-
Nadjat, Al-Isyaratwat-Tanbihat, Al-Hikmatal-Masyriqiyyah, dll.
e. Al-Ghazali (455-507H/1059-1111 M)
Beliau bergelar hujjatul Islam, lahir di Ghazaleh dekat Tus di Khurasan. Karyanya antara
lain: Al-Munqidz min ad-Dlalal, Tahafutal-Falasifah, IhyaUlumuddin, Qawaidal-‘Aqaid,
Misykatal-Anwar, dll.
f. Ibn Rusyd (520-595 H/1126-1198 M)
Di Barat namanya Averroes, lahir di Cordova. Bukunya yang terpenting ada empat: Bidayatul
Mujtahid, FaslulMaqalfimabainaal-HikmatiwasSyari’at min al- Ittisal, Manahijal-
AdillahfiAqaidiAhlal-Millah, dan Tahafutat-Tahafut.
g. Ibn Bajjah (w. 533 H/1138 M)
Beliau lahir di Saragossa dan karyanya berupa risalah antara lain: Al-Ittisal, al- Wada’,
Tadbiral-Mutawahhid, dll.
h. Ibn Tufail (506-581 H/1110-1185 M)
Beliau lahir di Granada. Karangannya tentang filsafat, fisika, metafisika, kejiwaan dan
sebagainya tidak sampai kepada kita kecuali satu yaitu risalah Hay bin Yaqzhan.
Kemajuan sains pada masa dinasti Abbasiyah didukung oleh Science Policy, yakni antara lain
dengan didirikannya akademi, sekolah dan observatorium (lembaga ilmiah yang melakukan
penelitian dan pengajarannya sekaligus) di samping perpustakaan. Dengan kebijakan
tersebut menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti:
a. Kedokteran
Tokohnya: Al-Razi dengan karyanya al-Hawi, Ibn Sina dengan karyanya al-Qanunfial-Tibb
(Canon of Medicine) dan Materia Medica yang memuat 760 obat-obatan.
b. Ilmu Kimia
Tokohnya: Jabir Ibn Hayyan yang berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga
dapat diubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui cara
membuat asam belerang, asam sendawa, dan aquaregia yang dapat menghancurkan emas dan
perak.Ia juga memperbaiki teori aristoteles mengenai campuran logam.241
c. Astronomi
Tokohnya: Al-Biruni dengan kitabnya al-Hind dan al-Qanunal-Mas’udifial-Hai’awaal-
Nujum, NasiruddinTusi menyusun tabel astronomi Ilkanian, Ibn Yunus membuat perbaikan
tabel astronomi dan HakemiteTables, Moh. TargaiUlughBegh (cucu Timur Lenk) menyusun
kitab al-Zijal-Sulthanial-Jadid yang berisi 1018 bintang.
d. Matematika
Tokohnya yang populer adalah al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 (aljabar) pada abad
IX. Angka 1-9 berasal dari angka-angka Hindu di India.
e. Optik
Tokohnya adalah Ali al-HasanibnulHaitsam yang dikenal Alhazen, menulis sebuah buku
besar tentang optic “OpticalThesaurus”, mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy. Ia juga
mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran, dan inversi dari bayangan.
f. Fisika
Tokohnya Abdul Rahman al-Khazini, menulis kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom)
tahun 1121 M.
g. Geografi
Tokohnya: Zamakhsyari (w.1144) seorang Persia, menulis kitabulAmkinawalJibalwalMiyah
(The Book of Places, MountainsandWaters), Yaqut menulis Mu’jamulBuldan (The
PersianBook of Places) tahun 1228, Al-Qazwini menulis Aja’ibal-Buldan (The Wonders of
Lands), dll.
h. Sains lainnya
Seperti Botani (Abd Latif), Antidote/penawar racun (Ibn Sarabi), Trigonometri
(JabiribnAflah), dan Musik (NasiruddinTusi, Qutubuddin, Asy- Syirazi, dan Safiuddin).

d. Kemunduran Dinasti Abbasiyah


Setelah kekuasaan bani Seljuk berakhir, khalifah bani Abbasiyah berkuasa kembali dan titak
lagi berada di bawah pengaruh satu dinasti tertentu. Namun demikian, banyak dinasti-dinasti
kecil Islam yang independent. Wilayah kekuasaan bani Abbasiyah menyempit di Baghdad
dan sekitarnya yang menunjukkan pada kelemahan politik mereka. Keadaan ini dibaca oleh
tentara Mongol dan Tartar untuk menyerang Baghdad yang akhirnaya bisa mereka kuasai.
Masa kemunduran bani Abbasiyah sebenarnya sudah dimulai sejak periode kedua. Namun
karena khalifah yang berkuasa sangat kuat, benih kehancuran dinasti ini masih belum sempat
berkembang. Dalam sejarah kekuasaan bani Abbasiyah terlihat bahwa apabila khalifah yang
berkuasa kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil yang hanya
mendapatkan bayaran, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda
pemerintahan sepenuhnya. Di samping kelemahan khalifah yang menjadi penyebab
kemunduran, ada beberapa faktor lain yang menjadi sebab kemunduran khilafah bani
Abbasiyah, antara lain:
1. Persaingan Antar Bangsa
Dalam berdirinya khilafah bani Abbasiyah, mereka lebih memilih bersekutu dengan bangsa
Persia dari pada bangsa Arab. Persekutuan ini disebabkan karena mereka sama-sama tertindas
selama bani Umayyah berkuasa. Di sisi lain, bangsa Arab beranggapan bahwa mereka lebih
istimewa dibandingkan dengan bangsa non Arab di dunia Islam. Pada waktu itu tidak ada
kesadaran untuk merajut elemen-elemen yang beraneka ragam tersebut dengan kuat.
Akibatnya yang muncul adalah fanatisme kearaban dan fanatisme antar bangsa. Setelah al-
Mutawakkil naik tahta, dominasi Turki dalam kepemerintahan tak terbendung lagi. Sejak itu
kekuasaan khilafah bani Abbasiyah sebenarnya sudah berakhir berganti ke tangan orang-
orang Turki, bani Buwaih, dan bani Seljuk.
2. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah bani Abbasiyah juga mengalami kemunduran dalam bidang ekonomi bersamaan
dengan kemunduran dalam bidang politik. Walaupu periode pertama terbilang sukses
perekonomiannya, namun memasuki periode kedua mengalami kemerosotan. Pendapatan
negara menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Hal ini disebabkan
menyempitkan wilayah kekuasaan mereka dan banyaknya kerusuhan yang mengganggu
perekonomian bangsa.
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian semakin memburuk.
Sebaliknya, perekonomian yang buruk semakin memperlemah kondisi polotik dinasti
Abbasiayah, kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
3. Konflik Keagamaan
Pada periode pertama sudah bermunculan gerakan-gerakan keagamaan yang membuat
beberapa khalifah waktu itu merasa berang dan berusaha untuk memberantasnya. Al-Mahdi
bahkan mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang zindiq dan
melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah. Akan tetapi semua itu tidak
menghentikan kegiatan mereka. Konflik di antara merekapun bermunculan. Mulai dari
polemik tentang ajaran sampai pada konflik bersenjata yang menumpahkan darah diantara
kedua belah pihak.
Konflik keagamaan tidak terbatas antar muslim dan zindiq atau Sunni dengan Syi’ah,
melainkan juga antar aliran dalam Islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional, dituduh
sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam
oleh al-Ma’mun saat menjabat sebagai khalifah dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai
madzhab resmi dinasti Abbasiyah. Pada masa al-Mutawakkil, giliran golongan salaf yang
menjadi madzhab resmi, sementara Mu’tazilah dibatalkan.
4. Ancaman dari Luar
Setidaknya ada dua Faktor eksternal yang mempengaruhi kemunduran dinasti
Abbasiyah. Pertama, perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang yang
menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.
Begitu juga orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus
II mengeluarkan seruan kepada umat Kristen Eropa supaya melakukan perang suci yang lebih
dikenal dengan sebutan perang Salib.
BAB III
KESIMPULAN PENUTUP
a. Kesimpulan
- Bani Umayyah
Bani Umayah merupakan salah satu dinasti Islam yang cukup masyhur seperti yang
penguasa-penguasa muslim yang lain. Bahkan pada masa ini, perubahan demi perubahan
dilakukan, setidaknya keberanian Bani Umayah untuk keluar dari tradisi Arab dalam masalah
pergantian kepemimpinan serta pemindahan pusat kekuasaan dari Jazirah Arab ke Damaskus
(luar jazirah Arab) menjadi bukti sederhana tentang dinamika yang terjadi pada masa Bani
Umayah berkuasa.
Tulisan di atas walaupun sangat singkat telah memberikan gambaran tentang pergulatan
kekuasan Bani Umayah dengan segala dinamikan yang terjadi selama berkuasa kurang lebih
90 tahun lamanya, di satu sisi telah menorehkan banyak catatan kemajuan bagi Islam, tetapi
pada sisi yang lain tidak juah beda dengan penguasa-penguasa sebelumnya, yaitu
ketidakmampuan dalam meminimalisir konflik politik, yang acapkali melahirkan berbagai
tragedi pertempuran di kalangan umat Islam.
Namun demikian, Bani Umayah tetaplah bagian penting dan menarik dalam sejarah umat
Islam yang harus terus dijadikan sebagai pengalaman sangat berharga, karena tidak semua
yang dilakukan Bani Umayah itu jelek, tetapi juga memiliki sisi penting yang harus ditiru
oleh umat Islam. Kekuasaan Bani Umayah yang hampir seabad lamanya dalam memimpin
umat Islam, tetaplah sebuah prestasi yang harus diapreasi secara kritis.
- Bani Abbasiyah
Masa kekuasaan bani Abbasiyah yang terbagi dalam lima periode terbilang cukup lama.
Dengan menerapkan sistem kekuasaan absolutisme, mereka telah menguasai dunia Islam
lebih dari 500 tahun. Pada saat itu pula masa kejayaan Islam direngkuh. Kemajuan yang
dicapai dalam bidang fisik, ilmu pengetahuan, poltik, ekonomi, dan banyaknya ilmuwan
Islam saat itu adalah bukti konkrit bahwa Islam mencapai puncak kejayaannya. Berbagai
peristiwa penting, seperti perluasan wilayah Islam ke berbagai daerah, juga beberapa
peperangan termasuk perang dengan Byzantium, Mongol, Tartar, penumpasan gerakan
Zindiq, dan perang Salib ikut mewarnai perjalanan kepemerintahan dinasti Abbasiyah.
Bila kita cermati, dalam sejarah kekuasaan bani Abbasiyah terlihat bahwa apabila khalifah
yang berkuasa kuat, maka kepemerintahan akan berjalan baik pula. Kekuasaan sepenuhnya
ada di tangan khalifah. Para menteri cenderung hanya berperan sebagai kepala pegawai sipil.
Tetapi jika yang menjabat sebagai khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda
pemerintahan sepenuhnya. Bahkan dalam pengangkatan atau pemberhentian khalifah mereka
sendirilah yang menentukan.
Sistem kekuasaan absolutisme yang mereka jalankan, ditengarai menjadi salah satu penyebab
kemunduran dinasti Abbasiyah. Dengan sistem yang demikian, tidak mungkin dipungkiri
akan menimbulkan kecemburuan di kalangan keluarga mereka sendiri. Apalagi dengan
banyaknya kerusuhan, baik di kalangan umat Islam sendiri ataupun serangan-serangan dari
Negara lain adalah penyebab utama kehancuran dinasti Abbasiyah.
Penutup
Alhamdullilah, makalah ini terselesaikan dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Mudah-mudahan menjadi penumbuh ide atau isnpirasi kita bersama.
DAFTAR PUSTAKA
- Ahmed, Dr. Akbar S. Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Jakarta : Erlangga,
1992
- Al-Mukhdhori, Muhammad Tarikh Tasyri’ al-Islami. Tempat dan penerbit tidak
disebutkan, 1981
- Gibb, H.A.R. Islam dalam Lintasan Sedjarah. Jakarta : Yayasan Franklin, 1953
- Hassan, Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang
- Khaeruman, Badri, Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Hadist
Kontemporer. Bandung, Rosda, 2004
- Lewis, Bernard. The Crisis of Islam : Holy War and Unholy Terror, terj. Muhammad
Hariri Marzuki. Surabaya :JawaPos Press, 2004
- Mughni, Syafiq A. DinamikaIntelektual Islam Pada Abad Kegelapan.Surabaya :
LPAM, 2002
- Sulaiman Schwartz, Stephen. Dua Wajah Islam : Modernisme vs Fundamentalisme
dalam Wacana Global, terj. Hodri Ariv. Jakarta : Balantika, 2007
- Syalabi, Prof. Dr. A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta : Pustaka al-Husna,
2003
- Yatim, M.A, Drs. Badri. Sejarah Peradaban Islam . Jakarta : PT. Grafindo Persada,
1998
[1] Islam pada awalnya berkembang di tengah-tengah orang Arab dan bangsa Semit lainnya,
kemudian Islam berkembang di Iran, Kaukasus, orang kulit putih laut tengah, Slavia, Turki
dan Tartar, Tinghwa, India, Indonesia, Banu dan Negro dari Afrika Barat. H.A.R. Gibb, Islam
dalam Lintasan Sedjarah (Jakarta, Yayasan Franklin, 1953),lm. 25
[2]Bernard Lewis, The Crisis of Islam : Holy War and Unholy Terror, terj. Muhammad
Hariri Marzuki (Surabaya, JawaPos Press, 2004), hlm. 18
[3]Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta : Pustaka al-Husna, 2003),
hlm. 21
[4]Ibid. hlm. 64
[5]H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sejarah…t. hlm. 12
[6]Drs. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 1998),
hlm. 42
[7]Drs. Badri Khaeruman, M.Ag, Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Kajian Hadst
Kontemporer (Bandung, Rosda, 2004), hlm. 39
[8]C.A. Qadir, Filsafat Dan ilmu Pengetahuan dalam Islam (Jakarta, Pustaka Obor, 2002),
hlm. 37
[9]Badri Yatim, OtentisitasHadist…. hlm. 48-49
[10] Ibid. hlm. 44

Anda mungkin juga menyukai