Disusun oleh:
NIM : PO.71.31.1.16.011
Dosen Pembimbing:
2019
METODE ANALISIS PANGAN
Keterangan:
a = berat konstan cawan kering beserta tutupnya sebelum
digunakan.
b = berat bahan awal (segar) yang digunakan sebelum
diuapkan dan dikeringkan.
c = berat konstan cawan berisi bahan kering beserta tutup
cawan.
Keterangan:
Ws = berat sampel (g)
Vs = volume air yang didestilasi dari sampel (ml)
FD = faktor destilasi
C. Metode Kimiawi
Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara
kimiawi yaitu antara lain :
1) Cara Titrasi Karl Fischer (1935)
Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan
iodine dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam
titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin
digunakan untuk melarutkan yodin dan dan sulfur dioksida agar
reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan
methanol akan mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga
akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama masih ada air
dalam bahan, iodin akan bereaksi tetapi begitu air habis, maka
iodin akan bebas. Titrasi dihentikan pada saat timbul warna
iodine bebas. Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat
ditambahkan metilen biru dan akhir titrasi akan memberikan
warna hijau. I2 dengan mtilen biru akan berubah warnanya
menjadi hijau. Cara titrasi ini telah berhasil dipakai untuk
penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida,
lilin, pati, tepung gula, madu, dan bahan makanan yang
dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga
yang tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih
kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem
elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji,2003).
2) Cara Kalsium Karbid
Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air
menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak
memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk
dapat diukur dengan berbagai cara:
Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan
sesudah reaksi ini selesai. Kehilangan bobotnya merupakan
berat asetilin.
Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan
tertutup dan mengukur volumenya.
Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat
diketahui banyaknya asetilin dan kemudian dapat diketahui
kadar air bahan.
Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika
reaksi dikerjakan dalam ruang tertutup. Dengan mengetahui
tekanan dan volume asetilin dapat diketahui banyaknya dan
kemudian dapat diketahui kadar airnya.
Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga
sehingga dihasilkan tembaga asetilin yang dapat ditentukan
secara gravimetri atau volumetri atau secara kolorimetri.
Ketelitiannya tergantung pada pencampuran atau interaksi
karbid dengan bahan. Penentuan kadar air cara ini dapat
dikerjakan sangat singkat yaitu sekitar 10 menit
(Sudarmadji,2003).
3) Cara Asetil Khlorida
Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil
khlorida dan air menghasilkan asam yang dapat dititrasi
menggunakan basa. Asetil khlorida yang digunakan dilarutkan
dalam toluol dan bahan didispersikan dalam piridin.
D. Metode Fisis
Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini
antara lain:
1) Berdasarkan tetapan dieletrikum
2) Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau
resistensi
3) Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear
Magneti resonance) (Sudarmadji,2003)
2. Analisis Serat kasar
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh asam atau basa kuat, bahan-bahan kimia yang
digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat
(H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Metode uji
kualitatif yang biasa dipakai untuk menguji serat kasar adalah dengan
pereaksi Schweltzar (kupra– ammonium – hidroksida), karena selulosa
adalah suatu zat yang berwarna putih dan tidak larut dalam hampir
semua pelarut.
Analisis serat kasar dapat dilakukan dengan metode menurut SNI
01-2981-1992 dan metode Gravimetri. Metode tersebut sebagai
berikut:
1) Menurut SNI 01-2891-1992
Prinsipnya yaitu ekstraksi contoh dengan asam dan basa untuk
memisahkan serat kasar dari bahan lain.
Pada analisis penentuan serat kasar diperhitungkan
banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer atau basa
encer dengan kondisi tertentu. Penentuan dengan metode ini
dibagi menjadi 3 tahapan besar yaitu deffeating, digestion, dan
penyaringan. Menurut Sudarmadji, dkk. (1989), langkah- langkah
dalam analisis adalah sebagai berikut:
Deffating, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam
sample menggunakan pelarut lemak.
Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam
dan pelarutan dengan basa. Kedua macam proses digesti ini
dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol
(mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh
luar.
Penyaringan, harus segera dilakukan setelah digestion selesai
karena penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih
rendahnya hasil analisis karena terjadi perusakan serat lebih
lanjut oleh bahan kimia yang dipakai. Untuk bahan yang
mengandung banyak protein sering mengalami kesulitan dalam
penyaringan, maka sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan
dengan menggunakan enzim.
2) Metode Gravimetri
Kelebihan:
Pengotor dalam sampel dapat diketahui.
Mudah dilakukan.
Hasil analisis spesifik dan akurat.
Presisi dan sensitive.
Kekurangan:
Membutuhkan waktu yang lama dalam proses penentuan.
3. Analisis Lemak
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk
menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat
dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal,
sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/g.
Minyak atau lemak, khususnya minyak nabati, mengandung asam
lemak esensial seperti asam linoleat, lenolenat dan arakidonat yang
dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan
kolesterol.
Karakteristik fisikokimia utama dari lemak yang digunakan untuk
membedakan lemak dari komponen lain dalam makanan adalah
kelarutannya dalam pelarut organik, ketidaktercampuran dengan air,
karakteristik fisik (densitas yang rendah dan sifat spektroskopik).
Teknik analisis berdasarkan ketiga karakter di atas diklasifikasikan
menjadi : (i) ekstraksi solven (ii) ekstraksi non-solven (iii) metode
instrumental Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak atau
minyak yang terdapat dalam bahan makanan.
Ada dua cara ekstraksi lemak atau minyak, yaitu cara kering dan
cara basah. Ekstraksi cara kering digunakan untuk bahan padat,
antara lain dengan alat ekstraksi Soxhlet, alat ekstraksi Goldfish, alat
ekstraksi ASTM (American Society Testing Material). Ekstraksi cara
basah digunakan untuk bahan cair, antara lain dengan botol Babcock
dan metode Mojonnier. Hasil analisis kadar lemak atau minyak yang
diperoleh merupakan lemak kasar (crude fat) karena selama analisis
selain lemak atau minyak, juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak
bebas, karotenoid, dan pigmen yang lain.
4. Analisis Karbohidrat
Dalam ilmu dan teknologi pangan, analisis karbohidrat biasanya
dilakukan secara kuantitatif dalam rangka menentukan komposisi
suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis dan kimiawinya dalam
kaitannya dengan pembentukan kekentalan, stabilitas larutan dan
tekstur hasil olahan.
Penentuan total gula dalam bahan pangan dapat dilakukan
dengan beberapa cara contohnya yaitu, metode analisi kualitatif dan
kuantitatif
a. Metode Analisis Kualitatif Karbohidrat
1) Test Molish
Prinsip: Karbohidrat akan didehidrasi oleh asam sulfat pekat
membentuk senyawa furfural atau turunannya. Furfural dan
turunannya akan berkondensasi dengan alfanaftol (molish)
menghasilkan senyawa kompleks berwarna merah ungu pada
bidang batas antara larutan karbohidrat dan H2SO4 pekat.
2) Test Moore
Prinsip: Uji Moore menggunakan NaOH (alkali) yang berfungsi
sebagai ion OH- yang akan berikatan dengan rantai aldehid
yang membentuk aldol aldehid (aldehida dengan cabang
gugus alkanol) yang berwarna kekuningan. Pemanasan
bertujuan untuk membuka ikatan karbon dengan hydrogen
dan menggantikannya dengan gugus –OH.
3) Test Benedict
Prinsip: Larutan CuSO4 dalam suasana alkali akan direduksi
oleh gula yang mempunyai gugus aldehid sehingga CuO atau
kupri tereduksi menjadi Cu2O yang berwarna merah bata
(endapan).
4) Test Selliwanof
Prinsip: Perubahan fruktosa oleh HCl panas menjadi levulinat
dan hidroksimetil furfural, selanjutnya kondensasi hidroksimetil
dengan resorsinol akaan menghasilkan senyawa sukrosa
yang mudah dihidrolisa menjadi glukosa akan member reaksi
positif berwarna oranye.
5) Test Barfoed
Prinsip: Monosakarida akan mereduksi Cu2+ dalam suasana
asam lemah (CH3COOH), menghasilkan endapan yang
berwarna merah bata dari Cu2O.
6) Metode Fehling
Prinsip dari metode fehling yaitu menggunakan gugus aldehid
pada gula untuk mereduksi senyawa Cu2SO4 menjadi Cu2O
(enpadan berwarna merah bata) setelah dipanaskan pada
suasana basa (Benedict dan Fehling) atau asam (Barfoed)
dengan ditambahkan agen pengikat (chelating agent) seperti
Na-sitrat dan K-Na-tatrat.
7) Metode Osazon
Prinsip: Reaksi ini dapat digunakan baik untuk larutan aldosa
maupun ketosa, yaitu dengan menambahkan larutan
fenilhidrazin, lalu dipanaskan hingga terbentuk kristal
berwarna kuning yang dinamakan hidrazon (osazon).
8) Metode Tollens
Prinsip: Tollen terdiri dari Ag2SO4 yang bila ada gula
pereduksi Ag akan direduksi menjadi Ag+ yang akan
membentuk cinci perak. Kelemahan dari reaksi Tollen adalah
dia bukan cuma bereaksi dengan gula pereduksi tetapi juga
bereaksi dengan senyawa keton yang mempunyai gugus
metil.
9) Metode iodine
Prinsip: Uji iodium digunakan untuk melihat pembentukan
polisakarida. Penambahan iodium pada suatu polisakarida
akan menyebabkan terbentuknya kompleks absorbsi berwarna
spesifik. Amilum atau pati akan menghasilkan warna biru.
Hasil yang postif hanya pada penambahan air dan HCl
dengan iodine.
6. Analisis Mineral
Analisis mineral dapat dilakukan dengan melakukan penentuan
mineral total(dengan menggunakan kadar abu) dan dengan melakukan
penentuan masing-masingkomponen mineral (jika di kehendaki)
dengan spektofotometri serapan atom (SSA).
A. Analisis Kandungan Mineral Total (kadar abu)
Untuk analisis kandungan abu (mineral) dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu cara kering dan cara basah.
1. Cara kering
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar abu (mineral
total)dalam makanan secara gravimetri sampai diperoleh bobot
konstan(bobot yang diperoleh dari 2 kali penimbangan dengan
selisih ≤ 0,5mg/g sampel).
Prinsip : abu dalam bahan pangan ditetapkan
denganpenimbangan sisa mineral hasil pembakaran bahan
organik pada suhusekitar 550ºC.
Note : untuk sampel cairan dilakukan penguapan terlebih
dahulu diatas penangas air sampai kering
2. Cara Basah
Prinsip : bahan organik dimusnahkan dan dioksidasi dengan
bantuan campuran asam pengoksidasi kuat yang didihkan
bersama-sama dalam labu kjeldahl. Pereaksi yang digunakan
asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, asam perklorat, atau
hydrogen peroksida (H2O2) 30% (perhidrol).
7. Vitamin A
Secara umum pengujian vitamin A dalam bahan pangan terdiri
atas 4 tahap yaitu :
a. Tahap saponifikasi
b. Tahap Ektraksi
c. Tahap pemekatan atau penguapan pelarut organik
d. Tahap pengukuran menggunakan instrumen.
1) Tahap Saponifikasi
Tahap Saponifikasi dilakukan dengan menggunakan kalium
hidroksida dengan pelarut campuran etanol dan air, penambahan
zat anti oksidan (asam askorbat, pirogalol, butil hidroksi toluena)
dan pemanasan pada suhu 60–80o C (Eitenmiller, 2008).
2) Tahap ekstraksi
Tahap Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut organik
seperti petroleum eter (Eitenmiller, 2008); eter, campuran etanol
dengan tetra hidrofuran (USP Convention 2008).
3) Tahap pemekatan atau penguapan terhadap pelarut organik
Tahap pemekatan atau penguapan terhadap pelarut organic
yang digunakan dengan pelarut lainnya seperti metanol atau
etanol dan selanjutnya siap untuk ditetapkan kadarnya
menggunakan instrument.
4) Tahap Instrusmen
Tahap intrusmen seperti: spektrofotometri atau kromatografi
cair kinerja tinggi.
a. Metode Spekftrotometri
Pengukuran secara langgsung :
Spektrum absorbsi ultraviolet vitamin A dan vitamin A
asetat mempunyai absorbsi maksimal pada panjang
gelombang antara 325 sampai 328 nm dalam berbagai
pelarut. Larutan vitamin A dalam isopropanol absorbansinya
diukur pada panjang gelombang maksimal (maks) dan pada
dua titik, yaitu satu disebelah kanan maks dan satunya pada
sebelah kiri maks. Absorbansi pada maks dikoreksi terhadap
senyawa pengganggu dengan menggunakan formula
koreksi karena senyawa-senyawa ini akan ikut menyerap
pada daerah UV.
Pengubahan retinol atau akseroftol menjadi
anhidroakseroftol
Akseroftol mudah diubah menjadi anhidroakseroftol
dengan bantuan sejumlah kecil asam mineral atau asam
organik kuat. Metode Budowski dan Bondi, akseroftol diubah
menjadi anhidroakseroftol dalam pelarut benzen dengan
katalisator asam toluen-p-sulfonat pada temperatur kamar.
Metode Maleat anhidrat untuk isomer vitamin A
Penentuan secara simultan retinol (vitamin A1) dan
dehidroretinol (vitamin A2)
Prinsip dari metode ini adalah perbedaan panjang
gelombang maksimum dan nilai ekstinsi dari masing-masing
vitamin A1 dan A2. Vitamin A1 mempunyai panjang
gelombang maksimum pada 326 nm sedangkan vitamin A2
mempunyai panjang gelombang maksimum pada 351 nm.
Metode kolorimetri
Metode Carr-Price Metode Carr-Pierce mencakup
perlakuan vitamin A dengan antimon (III) klorida; warna biru
yang timbul memberikan serapan maksimum pada panjang
gelombang 620 nm dan mematuhi hukum Lambert-Beer.
Antimon (III) klorida yang digunakan sebagai reagen
penghasil warna bersifat korosif,
Pengukuran secara spektrofotometri dengan menggunakan
Asam trifluoro asetat
Asam trifluoro asetat bereaksi dengan vitamin A dan
turunannya sehingga mengasilkan warna biru yang
memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang
616 nm.
b. Metode Kromatografi
Pengukuran dengan kromatografi lapis tipis Vitamin A
dapat dipisahkan dengan komponen lainnya secara
kromatografi lapis tipis menggunakan fase diam silika gel F254
dan fase gerak campuran siklo heksana dan eter dengan
perbandingan 4:1, noda yang telah terpisah dideteksi
menggunakan asam fosfomolibdat dan bercak biru hijau yang
terjadi menunjukkan adanya vitamin A. Perkiraan harga Rf
vitamin A dalam bentuk alkohol, asetat dan palmitat berturut-
turut adalah 0,1; 0,45 dan 0,7 (Depkes 1995).
Untuk mendeteksi noda vitamin A dapat juga digunakan
larutan antimon (III) klorida yang akan memberikan warna biru
(Depkes 1979) atau menggunakan UV pada pada panjang
gelombang 254 nm (CE 2007). Sebagai fase gerak selain
menggunakan campuran siklo heksana dan eter, juga dapat
digunakan campuran siklo heksana dan etil asetat dengan
perbandingan 9:1 (Libman 1966).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Vitamin A dapat ditetapkan kadarnya menggunakan
KCKT menggunakan kolom fase normal atau kolom fase
terbalik. Dengan menggunakan kolom fase normal, vitamin
A ditetapkan kadarnya menggunakan fase diam kolom
silika, fase gerak n-heksana dan dideteksi menggunakan
UV 325-nm (USP Convention 2008).
8. Analisis Vitamin C
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin
C pada suatu bahan pangan. Diantaranya adalah metode titrasi
dan metode spektrofotometri. Metode titrasi dapat terdiri dari
metode titrasi iodium, Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol),
dan Titrasi Asam-Basa.
a. Iodium
Metode ini paling banyak digunakan, karena murah,
sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium
yang canggih. titrasi ini memakai Iodium sebagai
oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai
amilum sebagai indikatornya (Wijanarko, 2002).
b. Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol)
Metode ini menggunakan 2,6 D dan menghasilkan
hasil yang lebih spesifik dari titrasi yodium. Pada titrasi
ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat atau
asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain
mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang
dilakukan karena harga dari larutan 2,6 dan asam
metafosfat sangat mahal (Wijanarko, 2002).
c. Titrasi Asam-Basa
Titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis
volumetri, yaitu, suatu cara atau metode, yang
menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan
dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan
yang diuji bersifat basa maka titran harus bersifat asam
dan sebaliknya. Untuk menghitungnya kadar vitamin C
dari metode ini adalah dengan mol NaOH = mol asam
Askorbat (Sastrohamidjojo,2005).
Untuk metode spektrofotometri larutan sampel
(vitamin C) diletakkan pada sebuah kuvet yang disinari
oleh cahaya UV dengan panjang gelombang yang sama
dengan molekul pada vitamin C yaitu 269 nm. Analisis
menggunakan metode ini memiliki hasil yang akurat.
Karena alasan biaya, metode ini jarang digunakan
(Sudarmaji, 2007).
9. Analisis Kalsium
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk analisis kadar
kalsium, yaitu AAS (atomic absorption spectrometry) (Sowmya dkk.,
2015), titrimetri (Basak M. Taufik dkk. dan Kundu, 2013; Kapadnis,
2015), ICP-OES (inductively couple plasma optical emission
spectrometry (Kumaravel dan Alagusundaram, 2014) dan ICP-MS
(inductively couple plasma mass spectrometry) (Poirier dkk., 2016).
Menurut Petrovich dkk. (2007), metode yang umum untuk analisis
kadar kalsium adalah AAS dan titirimetri. AAS dan titrimetri banyak
digunakan dibandingkan ICPOES dan ICP-MS karena lebih simpel,
akurat dan presisi yang tinggi (Petrovich dkk., 2007). Penentuan logam
dengan menggunakan AAS memerlukan biaya yang lebih mahal dan
membutuhkan peralatan khusus (Cai dkk., 2009), sehingga metode
titrimeti dapat digunakan sebagai metode alternatif yang lebih murah.
Salah satu metode titrimetri adalah kompleksometri.
a. Titrasi kompleksometri
Titrasi Kompleksometri merupakan salah satu jenis titrasi yang
didasarkan pada reaksi pembentukan senyawa kompleks antara
ion logam target dengan zat pembentuk kompleks. Zat pembentuk
kompleks yang umum digunakan adalah asam
etilenadiaminatetraasetat (EDTA) yang akan membentuk kompleks
kuat dengan perbandingan 1:1 dengan logam (Ward dan Carpenter,
2010). pH larutan dalam titrasi kompleksometri harus dikontrol
(Nielsen, 2010), karena akan menentukan selektivitas
pembentukan kompleks antara EDTA dengan logam target. BSN
(2004) merekomendasikan nilai pH larutan 12-13 untuk analisis
kadar kalsium. Beberapa penelitian menggunakan kisaran pH
tersebut, yaitu Basak dan Kundu (2013) yang menggunakan pH
larutan 12 untuk menganalisis kadar kalsium pada sampel bahan
baku keramik, sedangkan Rusdi dkk. (2013) juga menggunakan pH
larutan 12 untuk menentukan kadar kalsium pada batu kapur
b. Spektrofotometri
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
Spektrofotometri Serapan Atom. Spektrofotometri serapan atom
adalah suatu alat untuk menentukan beberapa logam dalam jumlah
yang sangat kecil. Metode Spektrofotometri Serapan Atom
berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung
pada sifat unsurnya.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum.
Pengukuran dilakukan pada daerah visible yaitu pada panjang
gelombang 422,7 nm.. Larutan sampel dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan 1 ml ammonium oksalat. Terbentuk
endapan putih kecoklatan menandakan adanya kalsium. (Vogel,
1990).
DAFTAR PUSTAKA