Anda di halaman 1dari 28

TUGAS FUNCTIONAL FOOD

METODE ANALISIS PANGAN

Disusun oleh:

NAMA : DINDA SYAVITRI

NIM : PO.71.31.1.16.011

Dosen Pembimbing:

1. Dr. Yuli Hartati, S.Pd, M.Si

2. Yunita Nazarena, S.Gz, MP

3. Imelda Telisa, S.Gz, MP

DIPLOMA IV JURUSAN GIZI

POLTEKKES KEMENKES RI PALEMBANG

2019
METODE ANALISIS PANGAN

1. Analisis Kadar Air


Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan,
meskipun bukan sumber nutrient namun keberadaannya sangat
esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Air
di dalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu: (1) air bebas, (2)
air terikat lemah atau air teradsorbsi, dan (3) air terikat kuat. Air bersifat
tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar,
yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperature 273,15 K (0ºC).
Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah
dilakukan pemanasan. Penentuan kandungan air dapat dilakukan
dengan beberapa cara, tergantung pada sifat bahannya. Kadar air
adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan
pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar
airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara
disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang Kadar air
dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan beragai cara antara
lain metode pengeringan, metode destilasi, metode kimiawi, metode
fisis
A. Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan
jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat
konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif
mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah :
 Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang
bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak
atsiri dan lain-lain.
 Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air
atau zat mudah menguap. Contoh gula mengalami dekomposisi
atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi.
 Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan
airnya meskipun sudah dipanaskan. Untuk mempercepat
penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang
menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena
pemanasan. Maka dapat dilakukan dengan suhu rendah dan
tekanan vakum. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang
lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya
(Sudarmadji.2003).
Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari
terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun
reaksi yang lain karena pemanasan. Maka dapat dilakukan dengan
suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan diperoleh
hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya
(Sudarmadji, 2003).
1) Metode Oven
Dari keseluruhan metode-metode yang dapat digunakan
untuk penentuan kadar air bahan cara langsung maka yang
akan diterapkan dalam praktik analisis pangan adalah terbatas
pada penentuan kadar air dengan menggunakan metode oven
udara yang mengacu pada metode oven yang dikembangkan
oleh AOAC (1984). Pada metode ini terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi ketelitian penentuan kadar air bahan, yaitu:
yang berhubungan dengan penanganan bahan, kondisi oven
dan perlakuan bahan setelah pengeringan. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan penanganan bahan yang mempengaruhi
analisis kadar air meliputi: jenis bahan, ukuran bahan, dan
partikel bahan. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi oven yang dapat mempengaruhi analisis kadar air
meliputi suhu oven, gradient suhu oven, kecepatan aliran dan
kelembaban udara oven. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan perlakuan bahan setelah pengeringan yang dapat
mempengaruhi analisis kadar air meliputi: sifat higroskopis
bahan, kelembaban udara ruang analisis, kelembaban udara
ruang penimbangan.
Analisis Kadar Air Dengan Metode Oven Udara
a) Prinsip
Bahan dikeringkan dalam oven udara pada suhu 100 –
102°C sampai diperoleh berat konstan dari residu bahan
kering yang dihasilkan. Kehilangan berat selama
pengeringan meripakan jumlah air yang terdapat dalam
bahan pangan yang dianalisis.
B. Peralatan
Peralatan yang digunakan pada analisis kadar air
dengan metode ini adalah oven udara, cawan dengan
tutupnya yang terbuat dari bahan porselen, nikel, baja tahan
karat atau aluminium. Desikator yang berisi bahan pengikat
air, penjepit cawan, dan timbangan analitis.
C. Prosedur kerja
1). Lakukan persiapan sebagaimana tersebut di atas
terhadap bahan yang akan dianalisis, persiapkan wadah
pengeringan yang diperlukan sesuai karakter bahan
yang dianalisis dan dalam keadaan bersih, persiapkan
oven dengan termostat dalam keadaan baik, serta
persiapkan peralatan untuk penanganan residu bahan
kering.
2). Cawan kosong beserta tutupnya dikeringkan dalam oven
pada suhu 105°C. selama 15 menit dan didinginkan
dalam desikator selama 10 menit untuk cawan
aluminium dan 20 menit untuk cawan porselen. Cawan
kemudian ditimbang. Pengeringan cawan diulangi
hingga diperoleh berat konstan dari cawan dan tutupnya
3). Bahan yang telah dipersiapkan sebagaimana tersebut
pada persiapan bahan di atas segera dimasukkan
dalam cawan dan ditutup. Dalam keadaan terbuka
cawan berisi bahan beserta tutup cawan dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 –102°C. selama 6 jam.
Cawan diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
menyentuh dinding dalam oven. Untuk bahan yang
tidak terdekomposisi dengan pemanasan yang lama,
dapat dikeringkan dalam oven selama satu malam (16
jam).
4). Setelah pemanasan, dengan penjepit cawan, cawan
berisi bahan dikeluarkan dari oven langsung dimasukkan
dalam desikator dan ditutup dengan penutup cawan.
Dinginkan selama 10 – 20 menit, lalu timbang cawan
berisi bahan kering tertutup penutup cawan. Setelah
penimbangan, cawan berisi bahan beserta tutupnya
dikeringkan kembali ke dalam oven hingga diperoleh
berat konstan dari cawan berisi bahan beserta tutupnya.
d) Perhitungan
Kadar air dalam bahan baik berdasarkan basis basah
atau basis kering dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:

Keterangan:
a = berat konstan cawan kering beserta tutupnya sebelum
digunakan.
b = berat bahan awal (segar) yang digunakan sebelum
diuapkan dan dikeringkan.
c = berat konstan cawan berisi bahan kering beserta tutup
cawan.

Analisis Kadar Air dengan Metode Oven Vakum


a) Prinsip
Bahan dikeringkan dalam oven vakum dengan
tekanan 25 –100 mmHg bergantung jenis bahan (sesuai
yang disebutkan dalam persiapan oven pengering di
atas), sehingga air dapat menguap pada suhu lebih
rendah dari 100°C misalnya pada suhu 60– 70°C.
Penggunaan suhu yang lebih rendah dari metode oven
udara dapat mempermudah analisis terhadap bahan
yang mudah terurai pada suhu tinggi.
b) Peralatan
Peralatan yang digunakan pada analisis kadar air
dengan metode oven vakum adalah seperangkat alat
oven vakum, cawan logam dengan tutupnya, desikator
yang berisi bahan pengikat air, penjepit cawan, dan
timbangan analitis
c) Prosedur kerja
1) Pertama-tama lakukan persiapan-persiapan terhadap
bahan yang akan dianalisis kadar airnya, wadah
pengering dan oven, serta persiapan penanganan
bahan hasil pengeringan seperti telah diuraikan di
atas.
2) Cawan kosong beserta tutupnya dikeringkan dalam
oven pada suhu 105°C. selama 30 menit dan
didinginkan dalam desikator selama 10 menit untuk
cawan aluminium dan 20 menit untuk cawan porselen
3) Cawan kemudian ditimbang. Pengeringan cawan
diulangi hingga diperoleh berat konstan dari cawan
dan tutupnya
4) Bahan yang telah dipersiapkan sebagaimana tersebut
pada persiapan bahan di atas segera dimasukkan
dalam cawan dan ditutup. Dalam keadaan terbuka
cawan berisi bahan beserta tutup cawan dikeringkan
dalam oven pada tekanan disesuaikan bahan yang
digunakan dan suhu di bawah 100°C. selama 6 jam.
Cawan diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
menyentuh dinding dalam oven. Untuk bahan yang
tidak terdekomposisi dengan pemanasan yang lama,
dapat dikeringkan dalam oven selama satu malam (16
jam).
5) Setelah pemanasan, dengan penjepit cawan, cawan
berisi bahan dikeluarkan dari oven langsung
dimasukkan dalam desikator dan ditutup dengan
penutup cawan. Dinginkan selama 10 –20 menit, lalu
timbang cawan berisi bahan kering tertutup penutup
cawan. Setelah penimbangan, cawan berisi bahan
beserta tutupnya dikeringkan kembali ke dalam oven
hingga diperoleh berat konstan dari cawan berisi
bahan beserta tutupnya.
6) Perhitungan
Kadar air dalam bahan baik berdasarkan basis basah
atau basis kering dapat dihitung dengan persamaan
yang digunakan pada penentuan kadar air dengan
metode oven udara.

B. Penentuan Kadar Air dengan Metode Destilasi


Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah
menguapkan air dengan “pembawa” cairan kimia yang mempunyai
titik didih lebih tinggi dari pada air dan tidak dapat bercampur
dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah dari pada air.
Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xylen, benzen,
tetrakhlorethilen dan xylol. Cara penentuannya adalah dengan
memberikan zat kimia sebanyak 75-100 ml pada sampel yang
diberikan mengandung air sebanyak 2-5 ml kemudian dipanaskan
sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan
ditampung dalam tabung penampung. Karena berat jenis air lebih
besar daripada zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian
bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung
dilengkapi skala maka banyaknya dapat diketahui. Cara destilasi ini
baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang kandungan airnya
kecil yang sulit ditentukan dengan cara gravimetri. Penetuan kadar
air ini hanya memerlukan waktu ± 1 jam (Sudarmadji,2003).

1) Analisis Kadar Air dengan Metode Destilasi Azeotropik


a) Prinsip
Prinsip yang digunakan pada metode destilasi azeotropik
adalah penguapan air dari bahan bersama pelarut yang
bersifat immiscible pada suatu perbandingan yang tetap.
Uap air bahan dan uap pelarut dikondensasi dan ditampung
dalam labu destilat. Jumlah air hasil destilasi bahan dapat
langsung ditentukan dengan membaca meniskus pada labu
destilat.
b) Pereaksi dan Peralatan yang Digunakan
Pereaksi yang digunakan pada metode destilasi adalah
pelarut toluene, pelarut jenis xilen, atau tetrakloretilen.
Sementara, peralatan yang digunakan adalah seperangkat
peralatan destilasi dengan labu penampung destilat Sterling-
Bidwel yang di bagian luarnya berskala, pemanas berjaket
(hot plate), kondensor tipe cold finger, labu didih, kawat (thin
glass rod) atau bulu ayam, oven untuk mengeringkan
peralatan gelas dan timbangan analitis untuk menimbang
bahan yang akan dianalisis
c) Prosedur kerja
 Bersihkan seluruh peralatan yang akan digunakan hingga
benar-benar bersih dan bebas lemak. Keringkan
peralatan gelas dalam oven pada suhu 105°C. dan
dinginkan. Sampel ditimbang secukupnya sehingga air
yang terkandung di dalamnya berkisar 3 – 4 g. Biasanya
untuk sampel bawang merah cukup 5 g (Ws). Sampel
dimasukkan ke dalam labu didih dan ditambah 60–80 ml
pereaksi (toluene, jenis xilen atau tetrakloretilen).
 Campuran kemudian dipanaskan dengan pemanas listrik
(jangan menggunakan api) sambil di refluks perlahan-
lahan dengan suhu rendah, selama 45 menit.
Selanjutnya refluks diteruskan dengan pemanas yang
tinggi selama 1 –1½ jam. Air yang tertampung di dalam
labu penampung destilat dikumpulkan dengan
menggunakan kawat (thin glass rod) atau bulu ayam.
Setelah seluruh air terkumpul, volume air dibaca (Vs).
 Agar hasil yang diperoleh memiliki ketelitian yang tinggi
maka perlu ditetapkan faktor destilasi, yaitu faktor koreksi
terhadap jumlah air yang benar-benar dapat diuapkan
oleh peralatan yang digunakan dalam metode ini. Faktor
koreksi ini dapat diperoleh dengan merefluks air murni
yang telah diketahui jumlahnya, yaitu sebanyak 3–4 g air
murni dengan alat dan kondisi pemanasan yang sama
dengan analisis sampel. Setelah air habis terdestilasi
maka air yang tertampung pada labu penampung destilat
ditentukan volumenya dengan membaca meniskus yang
ada pada labu.
d) Perhitungan
Kadar air dapat dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan:
Ws = berat sampel (g)
Vs = volume air yang didestilasi dari sampel (ml)
FD = faktor destilasi

Faktor destilasi dapat dihitung dengan rumus berikut:


Keterangan:
W = berat air yang akan didestilasi (g)
V = berat air yang terdestilasi (ml)
FD = Faktor destilasi (g/ml)

C. Metode Kimiawi
Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara
kimiawi yaitu antara lain :
1) Cara Titrasi Karl Fischer (1935)
Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan
iodine dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam
titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin
digunakan untuk melarutkan yodin dan dan sulfur dioksida agar
reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan
methanol akan mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga
akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama masih ada air
dalam bahan, iodin akan bereaksi tetapi begitu air habis, maka
iodin akan bebas. Titrasi dihentikan pada saat timbul warna
iodine bebas. Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat
ditambahkan metilen biru dan akhir titrasi akan memberikan
warna hijau. I2 dengan mtilen biru akan berubah warnanya
menjadi hijau. Cara titrasi ini telah berhasil dipakai untuk
penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida,
lilin, pati, tepung gula, madu, dan bahan makanan yang
dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga
yang tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih
kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem
elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji,2003).
2) Cara Kalsium Karbid
Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air
menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak
memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk
dapat diukur dengan berbagai cara:
 Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan
sesudah reaksi ini selesai. Kehilangan bobotnya merupakan
berat asetilin.
 Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan
tertutup dan mengukur volumenya.
Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat
diketahui banyaknya asetilin dan kemudian dapat diketahui
kadar air bahan.
 Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika
reaksi dikerjakan dalam ruang tertutup. Dengan mengetahui
tekanan dan volume asetilin dapat diketahui banyaknya dan
kemudian dapat diketahui kadar airnya.
 Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga
sehingga dihasilkan tembaga asetilin yang dapat ditentukan
secara gravimetri atau volumetri atau secara kolorimetri.
Ketelitiannya tergantung pada pencampuran atau interaksi
karbid dengan bahan. Penentuan kadar air cara ini dapat
dikerjakan sangat singkat yaitu sekitar 10 menit
(Sudarmadji,2003).
3) Cara Asetil Khlorida
Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil
khlorida dan air menghasilkan asam yang dapat dititrasi
menggunakan basa. Asetil khlorida yang digunakan dilarutkan
dalam toluol dan bahan didispersikan dalam piridin.

D. Metode Fisis
Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini
antara lain:
1) Berdasarkan tetapan dieletrikum
2) Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau
resistensi
3) Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear
Magneti resonance) (Sudarmadji,2003)
2. Analisis Serat kasar
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh asam atau basa kuat, bahan-bahan kimia yang
digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat
(H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Metode uji
kualitatif yang biasa dipakai untuk menguji serat kasar adalah dengan
pereaksi Schweltzar (kupra– ammonium – hidroksida), karena selulosa
adalah suatu zat yang berwarna putih dan tidak larut dalam hampir
semua pelarut.
Analisis serat kasar dapat dilakukan dengan metode menurut SNI
01-2981-1992 dan metode Gravimetri. Metode tersebut sebagai
berikut:
1) Menurut SNI 01-2891-1992
Prinsipnya yaitu ekstraksi contoh dengan asam dan basa untuk
memisahkan serat kasar dari bahan lain.
Pada analisis penentuan serat kasar diperhitungkan
banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer atau basa
encer dengan kondisi tertentu. Penentuan dengan metode ini
dibagi menjadi 3 tahapan besar yaitu deffeating, digestion, dan
penyaringan. Menurut Sudarmadji, dkk. (1989), langkah- langkah
dalam analisis adalah sebagai berikut:
 Deffating, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam
sample menggunakan pelarut lemak.
 Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam
dan pelarutan dengan basa. Kedua macam proses digesti ini
dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol
(mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh
luar.
 Penyaringan, harus segera dilakukan setelah digestion selesai
karena penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih
rendahnya hasil analisis karena terjadi perusakan serat lebih
lanjut oleh bahan kimia yang dipakai. Untuk bahan yang
mengandung banyak protein sering mengalami kesulitan dalam
penyaringan, maka sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan
dengan menggunakan enzim.

 Kelebihan: Dapat menentukan indeks dan nilai gizi bahan


makanan tersebut. Untuk menentukan kemurnian bahan baku
efisiensi suatu proses.
 Kekurangan: Penundaan penyaringan udara dapat
mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisis. Sering
mengalami kesulitan dalam penyaringan, maka sebagian
dilakukan dengan enzim proteolitik.

2) Metode Gravimetri
 Kelebihan:
 Pengotor dalam sampel dapat diketahui.
 Mudah dilakukan.
 Hasil analisis spesifik dan akurat.
 Presisi dan sensitive.
 Kekurangan:
Membutuhkan waktu yang lama dalam proses penentuan.

3. Analisis Lemak
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk
menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat
dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal,
sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/g.
Minyak atau lemak, khususnya minyak nabati, mengandung asam
lemak esensial seperti asam linoleat, lenolenat dan arakidonat yang
dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan
kolesterol.
Karakteristik fisikokimia utama dari lemak yang digunakan untuk
membedakan lemak dari komponen lain dalam makanan adalah
kelarutannya dalam pelarut organik, ketidaktercampuran dengan air,
karakteristik fisik (densitas yang rendah dan sifat spektroskopik).
Teknik analisis berdasarkan ketiga karakter di atas diklasifikasikan
menjadi : (i) ekstraksi solven (ii) ekstraksi non-solven (iii) metode
instrumental Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak atau
minyak yang terdapat dalam bahan makanan.
Ada dua cara ekstraksi lemak atau minyak, yaitu cara kering dan
cara basah. Ekstraksi cara kering digunakan untuk bahan padat,
antara lain dengan alat ekstraksi Soxhlet, alat ekstraksi Goldfish, alat
ekstraksi ASTM (American Society Testing Material). Ekstraksi cara
basah digunakan untuk bahan cair, antara lain dengan botol Babcock
dan metode Mojonnier. Hasil analisis kadar lemak atau minyak yang
diperoleh merupakan lemak kasar (crude fat) karena selama analisis
selain lemak atau minyak, juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak
bebas, karotenoid, dan pigmen yang lain.

4. Analisis Karbohidrat
Dalam ilmu dan teknologi pangan, analisis karbohidrat biasanya
dilakukan secara kuantitatif dalam rangka menentukan komposisi
suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis dan kimiawinya dalam
kaitannya dengan pembentukan kekentalan, stabilitas larutan dan
tekstur hasil olahan.
Penentuan total gula dalam bahan pangan dapat dilakukan
dengan beberapa cara contohnya yaitu, metode analisi kualitatif dan
kuantitatif
a. Metode Analisis Kualitatif Karbohidrat
1) Test Molish
Prinsip: Karbohidrat akan didehidrasi oleh asam sulfat pekat
membentuk senyawa furfural atau turunannya. Furfural dan
turunannya akan berkondensasi dengan alfanaftol (molish)
menghasilkan senyawa kompleks berwarna merah ungu pada
bidang batas antara larutan karbohidrat dan H2SO4 pekat.
2) Test Moore
Prinsip: Uji Moore menggunakan NaOH (alkali) yang berfungsi
sebagai ion OH- yang akan berikatan dengan rantai aldehid
yang membentuk aldol aldehid (aldehida dengan cabang
gugus alkanol) yang berwarna kekuningan. Pemanasan
bertujuan untuk membuka ikatan karbon dengan hydrogen
dan menggantikannya dengan gugus –OH.
3) Test Benedict
Prinsip: Larutan CuSO4 dalam suasana alkali akan direduksi
oleh gula yang mempunyai gugus aldehid sehingga CuO atau
kupri tereduksi menjadi Cu2O yang berwarna merah bata
(endapan).
4) Test Selliwanof
Prinsip: Perubahan fruktosa oleh HCl panas menjadi levulinat
dan hidroksimetil furfural, selanjutnya kondensasi hidroksimetil
dengan resorsinol akaan menghasilkan senyawa sukrosa
yang mudah dihidrolisa menjadi glukosa akan member reaksi
positif berwarna oranye.
5) Test Barfoed
Prinsip: Monosakarida akan mereduksi Cu2+ dalam suasana
asam lemah (CH3COOH), menghasilkan endapan yang
berwarna merah bata dari Cu2O.
6) Metode Fehling
Prinsip dari metode fehling yaitu menggunakan gugus aldehid
pada gula untuk mereduksi senyawa Cu2SO4 menjadi Cu2O
(enpadan berwarna merah bata) setelah dipanaskan pada
suasana basa (Benedict dan Fehling) atau asam (Barfoed)
dengan ditambahkan agen pengikat (chelating agent) seperti
Na-sitrat dan K-Na-tatrat.
7) Metode Osazon
Prinsip: Reaksi ini dapat digunakan baik untuk larutan aldosa
maupun ketosa, yaitu dengan menambahkan larutan
fenilhidrazin, lalu dipanaskan hingga terbentuk kristal
berwarna kuning yang dinamakan hidrazon (osazon).
8) Metode Tollens
Prinsip: Tollen terdiri dari Ag2SO4 yang bila ada gula
pereduksi Ag akan direduksi menjadi Ag+ yang akan
membentuk cinci perak. Kelemahan dari reaksi Tollen adalah
dia bukan cuma bereaksi dengan gula pereduksi tetapi juga
bereaksi dengan senyawa keton yang mempunyai gugus
metil.
9) Metode iodine
Prinsip: Uji iodium digunakan untuk melihat pembentukan
polisakarida. Penambahan iodium pada suatu polisakarida
akan menyebabkan terbentuknya kompleks absorbsi berwarna
spesifik. Amilum atau pati akan menghasilkan warna biru.
Hasil yang postif hanya pada penambahan air dan HCl
dengan iodine.

b. Metode Analisis Kuantitatif Karbohidrat


1) Metode Fisika
a) Berdasarkan indeks bias
Cara ini menggunakan alat yang dinamakan refraktometer,
Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
kadar/ konsentrasi bahan terlarut.
b) Berdasarkan rotasi optis
Cara ini digunakan berdasarkan sifat optis dari gula yang
memiliki struktur asimetrs (dapat memutar bidang
polarisasi) sehingga dapat diukur menggunakan alat yang
dinamakan polarimeter atau polarimeter digital (dapat
diketahui hasilnya langsung) yang dinamakan sakarimeter.
2) Metode Kimia
Metode ini didasarkan pada sifat mereduksi gula, seperti
glukosa, galaktosa, dan fruktosa (kecuali sukrosa karena tidak
memiliki gugus aldehid). Dalam metode kimia ini ada dua (2)
macam cara yaitu :
a) Titrasi
Untuk cara yang pertama ini dapat melihat metode yang
telah distandarisasi oleh BSN yaitu pada SNI cara uji
makanan dan minuman nomor SNI 01-2892-1992.
b) Spektrofotometri
Adapun untuk cara yang kedua ini menggunakan prinsip
reaksi reduksi CuSO4 oleh gugus karbonil pada gula
reduksi yang setelah dipanaskan terbentuk endapan kupru
oksida (Cu2O) kemudian ditambahkan Na-sitrat dan Na-
tatrat serta asam fosfomolibdat sehingga terbentuk suatu
komplek senyawa berwarna biru yang dapat diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.
c) Cara Luff Schoorl
Prinsip: Monosakarida dioksidasi oleh CuO dari reagen
Luff Schoorl menjadi Cu2O.kemudian kelebihan CuO dari
reagen luff Schoorl akan bereaksi dengan KI suasana
asam membentuk I2 yang akan bereaksi dengan cara
dititrasi dengan Na-tiosulfat dengan indikator amilum.
3) Metode Nelson-Somogyi
Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula
reduksi dengan menggunakan pereaksi tembaga arseno
molibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro
dengan pemanasan larutan gula. Kupro yang terbentuk
selanjutnya dilarutkan dengan arseno molibdat menjadi
molibdenum berwarna biru yang menunjukkan ukuran
konsentrasi gula dan membandingkannya dengan larutan
standar sehingga konsentrasi gula dalam sampel dapat
ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan
konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur
absorbansinya. (Sudarmadji.S.1984)
4) Metode enzimatis
Untuk metode enzimatis ini, sangat tepat digunakan
untuk penentuan kagar suatu gula secara individual,
disebabkan kerja enzim yang sangat spesifik. Contoh enzim
yang dapat digunakan ialah glukosa oksidase dan
heksokinase Keduanya digunakan untuk mengukur kadar
glukosa.
5) Metode Dinitrosalisilat (DNS)
Metode ini digunakan untuk mengukur gula pereduksi
dengan teknik kolorimetri. Teknik ini hanya dapat mendeteksi
satu gula pereduksi, misalnya glukosa. Glukosa memiliki
gugus aldehida, sehingga dapat dioksidasi menjadi gugus
karboksil. Gugus aldehida yang dimiliki oleh glukosa akan
dioksidasi oleh asam 3,5-dinitrosalisilat menjadi gugus
karboksil dan menghasilkan asam 3-amino-5-salisilat pada
kondisi basa dengan suhu 90-100oC. Senyawa ini dapat
dideteksi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
540 nm.
6) Metode Asam Fenol Sulfat
Metode ini disebut juga dengan metode TS (total sugar)
yang digunakan untuk mengukur total gula. Metode ini dapat
mengukur dua molekul gula pereduksi. Gula sederhana,
oligosakarida, dan turunannya dapat dideteksi dengan fenol
dalam asam sulfat pekat yang akan menghasilkan warna
jingga kekuningan yang stabil.

5. Analisis Total Karoten


Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning,
orange, merah orange, serta larut dalam minyak (lipida). Karotenoid
terdapat dalam kloroplas (0.5%) bersama-sama dengan klorofil (9.3%),
terutama pada bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding
sel-sel palisade. Karena itu pada dedaunan hijau selain klorofil
terdapat juga karotenoid. Karotenoid adalah bentuk linier hidrokarbon
C40 tetraterpenoid yang terdiri dari delapan unit C5 isopren dengan
rantai poliene terkonjugasi sebagai chromophore yang menangkap
cahaya yang menyebabkan sifat warna terang (Bonnie dan Choo
1999). Karotenoid merupakan senyawa yang tersebar luas di dalam
tanaman dan buah-buahan. Karotenoid tidak selalu berdampingan
dengan klorofil, tetapi sebaliknya klorofil selalu disertai dengan
karotenoid. Disamping pada daun dan batang tanaman, karotenoid
juga terdapat pada bagian-bagian lain tanaman misalnya pada umbi
dan buah. Pada umumnya umbi-umbian mengandung sedikit
karotenoid, kecuali ubi jalar atau wortel. Tujuannya yaitu untuk
mengetahui metode penentuan total karoten pada produk pangan,
untuk mengetahui kadar total karoten pada bahan pangan.
 Perhitungan
Kadar karoten (mg/kg) = 25 x absorbansi x 383
100 x berat sampel (g)

6. Analisis Mineral
Analisis mineral dapat dilakukan dengan melakukan penentuan
mineral total(dengan menggunakan kadar abu) dan dengan melakukan
penentuan masing-masingkomponen mineral (jika di kehendaki)
dengan spektofotometri serapan atom (SSA).
A. Analisis Kandungan Mineral Total (kadar abu)
Untuk analisis kandungan abu (mineral) dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu cara kering dan cara basah.
1. Cara kering
Metode ini digunakan untuk penetapan kadar abu (mineral
total)dalam makanan secara gravimetri sampai diperoleh bobot
konstan(bobot yang diperoleh dari 2 kali penimbangan dengan
selisih ≤ 0,5mg/g sampel).
Prinsip : abu dalam bahan pangan ditetapkan
denganpenimbangan sisa mineral hasil pembakaran bahan
organik pada suhusekitar 550ºC.
Note : untuk sampel cairan dilakukan penguapan terlebih
dahulu diatas penangas air sampai kering

2. Cara Basah
Prinsip : bahan organik dimusnahkan dan dioksidasi dengan
bantuan campuran asam pengoksidasi kuat yang didihkan
bersama-sama dalam labu kjeldahl. Pereaksi yang digunakan
asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, asam perklorat, atau
hydrogen peroksida (H2O2) 30% (perhidrol).

B. Analisa mineral dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA)


SSA digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam
dalam jumlah kelumit (trace) dan ultra kelumit (ultra trace). Cara
analisis inimemberikan kadar total unsur logam dalam suatu
cuplikan dan tidaktergantung pada bentuk molekul dari logam
dalam cuplikan tersebut.Kurva baku dalam SSA dibuat dengan
memasukan sejumlah tertentukonsentrasi larutan dalam system
dan dilanjutkan dengan pengukuranabsorbnsinya. Unsur hara Fe,
Mn, Cu, Se dan Zn dalam air dapat d ukurlgsung dengan SSA.
Prinsip : Setelah bahan organik dalam sampel dimusnahkan
melaluipengabuan kering atau pengabuan basah sisa abu
dilarutkan dalam asamencer. Logam yang diatomisasi dalam nyala
akan menyerap energytertentu yang diemisikan oleh lampu katoda.
Jumlah energy terserap olehlogam sebanding dengan konsentrasi
mineral dalam sampel. Logam-logam tertentu seperti Na, K, dan Ca
dapat ditetapkan dengan pengukuranemisi yang terjadi setelah
logam tersebut tereksitasi dalam nyala.

7. Analisa Fe (zat besi)


Kandungan besi total dalam bahan pangan dapat
ditetapkandengan mereaksikan dengan senyawa kompleks berwarna
yang dapatdiukur secara spektofotometri vesibel.
a) Penetapan besi metode I
Prinsip : kandungan besi dalam bahan pangan dianalisadengan
mengkonversi besi dari bentuk fero menjadi feridengan
menggunakan oksidator sepeti K 2S2O5 (potassiumtiosianat)
sehingga membentuk feri tiosianat yang berwarnamerah. Warna
yang terbentuk dapat di ukur absorbansinyapada spektofotometer
dengan panjang gelombang 480 nm
b) Penetapan besi metode II
Prinsip : besi (II) bereaksi dengan 1.10 penantrolinmembentuk
kompleks [(C12 H 8 N2) Fe]2+ yang berwarna merahorange.
Intensitas warna yang di terbentuk tidak tergantungpada
keasaman pada selang pH 2-9 dan stabil untuk waktuyang lama.
Besi (III) dapat direduksi oleh hidroksilamoniumklorida atau
hidrokuinon menjadi besi (II). Intensitas warnakompleks besi
penantrolin ini dapat diukur pada panjanggelombang 515 nm.
Beberapa logam dapat menggangu penetapan besi
denganmetode ini seperti Ag, Bi, Cu, Ni, dan Co, demikian
jugaperklorat, sianida, molibdat, dan tungset.

6. Analisa Idoium (I)


Metode Iodometri
Prinsip: Iodium dalam KIO3 akan dibebaskan oleh H2SO4I2 yang
dibebaskan akan dititrasi dengan Na2S2O3
Perhitungan:
Kadar KIO3 (Mg %) = 100 X Vol Na2S2O3 x BM KIO3
Bz 6

7. Vitamin A
Secara umum pengujian vitamin A dalam bahan pangan terdiri
atas 4 tahap yaitu :
a. Tahap saponifikasi
b. Tahap Ektraksi
c. Tahap pemekatan atau penguapan pelarut organik
d. Tahap pengukuran menggunakan instrumen.
1) Tahap Saponifikasi
Tahap Saponifikasi dilakukan dengan menggunakan kalium
hidroksida dengan pelarut campuran etanol dan air, penambahan
zat anti oksidan (asam askorbat, pirogalol, butil hidroksi toluena)
dan pemanasan pada suhu 60–80o C (Eitenmiller, 2008).
2) Tahap ekstraksi
Tahap Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut organik
seperti petroleum eter (Eitenmiller, 2008); eter, campuran etanol
dengan tetra hidrofuran (USP Convention 2008).
3) Tahap pemekatan atau penguapan terhadap pelarut organik
Tahap pemekatan atau penguapan terhadap pelarut organic
yang digunakan dengan pelarut lainnya seperti metanol atau
etanol dan selanjutnya siap untuk ditetapkan kadarnya
menggunakan instrument.
4) Tahap Instrusmen
Tahap intrusmen seperti: spektrofotometri atau kromatografi
cair kinerja tinggi.
a. Metode Spekftrotometri
 Pengukuran secara langgsung :
Spektrum absorbsi ultraviolet vitamin A dan vitamin A
asetat mempunyai absorbsi maksimal pada panjang
gelombang antara 325 sampai 328 nm dalam berbagai
pelarut. Larutan vitamin A dalam isopropanol absorbansinya
diukur pada panjang gelombang maksimal (maks) dan pada
dua titik, yaitu satu disebelah kanan maks dan satunya pada
sebelah kiri maks. Absorbansi pada maks dikoreksi terhadap
senyawa pengganggu dengan menggunakan formula
koreksi karena senyawa-senyawa ini akan ikut menyerap
pada daerah UV.
 Pengubahan retinol atau akseroftol menjadi
anhidroakseroftol
Akseroftol mudah diubah menjadi anhidroakseroftol
dengan bantuan sejumlah kecil asam mineral atau asam
organik kuat. Metode Budowski dan Bondi, akseroftol diubah
menjadi anhidroakseroftol dalam pelarut benzen dengan
katalisator asam toluen-p-sulfonat pada temperatur kamar.
Metode Maleat anhidrat untuk isomer vitamin A
 Penentuan secara simultan retinol (vitamin A1) dan
dehidroretinol (vitamin A2)
Prinsip dari metode ini adalah perbedaan panjang
gelombang maksimum dan nilai ekstinsi dari masing-masing
vitamin A1 dan A2. Vitamin A1 mempunyai panjang
gelombang maksimum pada 326 nm sedangkan vitamin A2
mempunyai panjang gelombang maksimum pada 351 nm.
 Metode kolorimetri
Metode Carr-Price Metode Carr-Pierce mencakup
perlakuan vitamin A dengan antimon (III) klorida; warna biru
yang timbul memberikan serapan maksimum pada panjang
gelombang 620 nm dan mematuhi hukum Lambert-Beer.
Antimon (III) klorida yang digunakan sebagai reagen
penghasil warna bersifat korosif,
 Pengukuran secara spektrofotometri dengan menggunakan
Asam trifluoro asetat
Asam trifluoro asetat bereaksi dengan vitamin A dan
turunannya sehingga mengasilkan warna biru yang
memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang
616 nm.

 Pengukuran secara spektrofotometri dengan menggunakan


gliserol diklorohidrin aktif
Gliserol diklorohidrin aktif bereaksi dengan vitamin A
dalam kloroform untuk menghasilkan warna ungu yang
stabil dan mempunyai serapan maksimum pada panjang
gelombang 555 nm.
 Pengukuran dengan menggunakan Asam fosfotungstat
Vitamin A dalam kloroform bereaksi dengan asam
fosfotungstat dalam etil asetat dengan adanya asetat
anhidrat maka menghasilkan warna biru dan memberikan
serapan maksimum pada panjang gelombang 620 nm.
Reaksinya mematuhi hukum Lambert-Beer. Pada
pemanasan dengan suhu 50°C menggunakan penangas
air, warna biru yang ada akan berubah menjadi biru
keunguan, ungu, dan akhirnya menjadi merah dan
mempunyai serapan maksimum pada 530 nm.
 Pengukuran secara kolorimetri dengan aluminium klorida
Metode ini mencakup reaksi larutan jenuh aluminium
klorida dalam kloroform anhidrat dengan vitamin A. Warna
yang timbul mempunyai serapan maksimum pada panjang
gelombang 618 nm dan mematuhi hukum Lambert-Beer
(Libman, 1966).
 Metode Spektrofluorometri
Berdasarkan sifat vitamin A yang dapat memberikan
flourosensi, maka vitamin A dalam bahan pangan yang telah
diekstrasi dapat diukur menggunakan spektrofluorometer
pada panjang gelombang eksitasi 330 nm dan emisi 480
nm. Pengukuran dengan metode spektrofluorometri lebih
spesifik dibandingkan cara spektrofotometri, karena banyak
senyawa yang memberikan serapan pada daerah UV,
namun tidak memberikan sifat flourosensi (Angustin dkk
1985)

b. Metode Kromatografi
Pengukuran dengan kromatografi lapis tipis Vitamin A
dapat dipisahkan dengan komponen lainnya secara
kromatografi lapis tipis menggunakan fase diam silika gel F254
dan fase gerak campuran siklo heksana dan eter dengan
perbandingan 4:1, noda yang telah terpisah dideteksi
menggunakan asam fosfomolibdat dan bercak biru hijau yang
terjadi menunjukkan adanya vitamin A. Perkiraan harga Rf
vitamin A dalam bentuk alkohol, asetat dan palmitat berturut-
turut adalah 0,1; 0,45 dan 0,7 (Depkes 1995).
Untuk mendeteksi noda vitamin A dapat juga digunakan
larutan antimon (III) klorida yang akan memberikan warna biru
(Depkes 1979) atau menggunakan UV pada pada panjang
gelombang 254 nm (CE 2007). Sebagai fase gerak selain
menggunakan campuran siklo heksana dan eter, juga dapat
digunakan campuran siklo heksana dan etil asetat dengan
perbandingan 9:1 (Libman 1966).
 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Vitamin A dapat ditetapkan kadarnya menggunakan
KCKT menggunakan kolom fase normal atau kolom fase
terbalik. Dengan menggunakan kolom fase normal, vitamin
A ditetapkan kadarnya menggunakan fase diam kolom
silika, fase gerak n-heksana dan dideteksi menggunakan
UV 325-nm (USP Convention 2008).

8. Analisis Vitamin C
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin
C pada suatu bahan pangan. Diantaranya adalah metode titrasi
dan metode spektrofotometri. Metode titrasi dapat terdiri dari
metode titrasi iodium, Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol),
dan Titrasi Asam-Basa.
a. Iodium
Metode ini paling banyak digunakan, karena murah,
sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium
yang canggih. titrasi ini memakai Iodium sebagai
oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai
amilum sebagai indikatornya (Wijanarko, 2002).
b. Metode Titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol)
Metode ini menggunakan 2,6 D dan menghasilkan
hasil yang lebih spesifik dari titrasi yodium. Pada titrasi
ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat atau
asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain
mengoksidasi vitamin C. Namun, metode ini jarang
dilakukan karena harga dari larutan 2,6 dan asam
metafosfat sangat mahal (Wijanarko, 2002).

c. Titrasi Asam-Basa
Titrasi Asam Basa merupakan contoh analisis
volumetri, yaitu, suatu cara atau metode, yang
menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan
dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan
yang diuji bersifat basa maka titran harus bersifat asam
dan sebaliknya. Untuk menghitungnya kadar vitamin C
dari metode ini adalah dengan mol NaOH = mol asam
Askorbat (Sastrohamidjojo,2005).
Untuk metode spektrofotometri larutan sampel
(vitamin C) diletakkan pada sebuah kuvet yang disinari
oleh cahaya UV dengan panjang gelombang yang sama
dengan molekul pada vitamin C yaitu 269 nm. Analisis
menggunakan metode ini memiliki hasil yang akurat.
Karena alasan biaya, metode ini jarang digunakan
(Sudarmaji, 2007).

9. Analisis Kalsium
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk analisis kadar
kalsium, yaitu AAS (atomic absorption spectrometry) (Sowmya dkk.,
2015), titrimetri (Basak M. Taufik dkk. dan Kundu, 2013; Kapadnis,
2015), ICP-OES (inductively couple plasma optical emission
spectrometry (Kumaravel dan Alagusundaram, 2014) dan ICP-MS
(inductively couple plasma mass spectrometry) (Poirier dkk., 2016).
Menurut Petrovich dkk. (2007), metode yang umum untuk analisis
kadar kalsium adalah AAS dan titirimetri. AAS dan titrimetri banyak
digunakan dibandingkan ICPOES dan ICP-MS karena lebih simpel,
akurat dan presisi yang tinggi (Petrovich dkk., 2007). Penentuan logam
dengan menggunakan AAS memerlukan biaya yang lebih mahal dan
membutuhkan peralatan khusus (Cai dkk., 2009), sehingga metode
titrimeti dapat digunakan sebagai metode alternatif yang lebih murah.
Salah satu metode titrimetri adalah kompleksometri.
a. Titrasi kompleksometri
Titrasi Kompleksometri merupakan salah satu jenis titrasi yang
didasarkan pada reaksi pembentukan senyawa kompleks antara
ion logam target dengan zat pembentuk kompleks. Zat pembentuk
kompleks yang umum digunakan adalah asam
etilenadiaminatetraasetat (EDTA) yang akan membentuk kompleks
kuat dengan perbandingan 1:1 dengan logam (Ward dan Carpenter,
2010). pH larutan dalam titrasi kompleksometri harus dikontrol
(Nielsen, 2010), karena akan menentukan selektivitas
pembentukan kompleks antara EDTA dengan logam target. BSN
(2004) merekomendasikan nilai pH larutan 12-13 untuk analisis
kadar kalsium. Beberapa penelitian menggunakan kisaran pH
tersebut, yaitu Basak dan Kundu (2013) yang menggunakan pH
larutan 12 untuk menganalisis kadar kalsium pada sampel bahan
baku keramik, sedangkan Rusdi dkk. (2013) juga menggunakan pH
larutan 12 untuk menentukan kadar kalsium pada batu kapur
b. Spektrofotometri
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
Spektrofotometri Serapan Atom. Spektrofotometri serapan atom
adalah suatu alat untuk menentukan beberapa logam dalam jumlah
yang sangat kecil. Metode Spektrofotometri Serapan Atom
berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung
pada sifat unsurnya.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum.
Pengukuran dilakukan pada daerah visible yaitu pada panjang
gelombang 422,7 nm.. Larutan sampel dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan 1 ml ammonium oksalat. Terbentuk
endapan putih kecoklatan menandakan adanya kalsium. (Vogel,
1990).
DAFTAR PUSTAKA

Buckle. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.


Piliang, W. G dan S. Djojosoebagio. 1996. Fisiologi Nutrisi: Edisi
KeduaUI-Press. Jakarta.
________________________. 2002 Fisiologi Nutrisi: Edisi Keempat. IPB
Press. Bogor.
Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis untuk
Bahan Makanan dan Pertanian.Edisi ketiga. Yogyakarta: Liberty. Hal.
38.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.


Lebdosukojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Nielsen, S. 2010. Food Analysis. Fourth Edition. USA: Springer.

Sudarmadji. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pangan Yogyakarta:


Liberty

Anda mungkin juga menyukai