DISUSUN OLEH
SYAHRONI I4051191008
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah
dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cidera Kepala Ringan Di
Ruang Syaraf RSUD Abdul Aziz Singkawang 2020”. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa dalam rangkaian menyelesaikan tugas kelompok ini tidak akan
berjalan sesuai rencana apabila tidak didukung oleh semua pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini tidak lupa Penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ns. Sukarni, S. Kep., M. Kep. Selaku Dosen Koordinator Profesi Ners Stase
Keperawatan Medikal Bedah
2. Ns. Herman, S. Kep., M. Kep. Selaku dosen Pembimbing Akademik Profesi
Ners Keperawatan Medikal Bedah
3. Perawat yang bertugas di Ruang Mawar RSUD Abdul Aziz Singkawang yang
telah membantu dan membimbing kami dalam proses pembelajaran Profesi
Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah
4. Rekan-rekan kelompok 10 gelombang ke-8 Profesi Ners Stase
Keperawatan Medikal Bedah yang telah membantu dan bekerja sama
sehingga proyek inovasi ini dapat selesai tepat waktu.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala
bantuan, dukungan semangat perhatian, dorongan, doa, kerjasama dan
masukan yang telah diberikan kepada kami.
Akhir kata, semoga proposal ini dapat digunakan sebagaimana
mestinya dan dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan
jalan raya (Smeltzer & Bare 2010).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak
akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan
peningkatan tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit
bedah, cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan traumatic dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam rubstansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Cedera kepala merupakan sebuah proses dimana terjadi cedera langsung
atau deselerasi terhadap kepala yang dapat mengakibatkan kerusakan tengkorak dan
otak (Pierce dan Neil, 2014). Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
2.2 Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala
f. Kecelakaan industri.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi Cedera Kepala antara lain Nurarif & Huda (2015):
Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain:
a. Skull Fracture
Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan hidung
(othorrea, rhinorhea), darah dibelakang membran timphani, periobital ecimos
(brill haematoma), memar didaerah mastoid (battle sign), perubahan
penglihatan, hilang pendengaran, hilang indra penciuman, pupil dilatasi,
berkurangnya gerakan mata, dan vertigo.
b. Concussion
Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang dari 5 menit,
amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Contusins dibagi
menjadi 2 yaitu cerebral contusion, brainsteam contusion. Tanda yang terdapat:
1) Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara perlahan atau
cepat.
2) Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai batang
otak bagian atas (saraf kranial ke III) dapat menyebabkan keabnormalan
pupil
secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam
posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu
4 – 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih
dari 20 mmHg, terutama bila menetap. Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti
gumpalan darah dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal.
Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK
secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang
dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16%
dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran darah
otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram
jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya.
ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera
otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada
penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau
Peningkatan tekanan intrakranial adalah adanya cedera pada kepala, akibat pukulan
atau benturan yang mengenai kepala. kondisi ini dapat disebabkan oleh peningkatan
tekanan pada cairan serebrospinal, yaitu cairan yang mengelilingi otak dan sumsum
tulang belakang.
Tanda dan gejala yang dapat dilihat yaitu :
a. Sakit kepala, akibat kompresi saraf kranialis, arteri dan vena, biasanya
memburuk pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas.
b. Muntah yang tidak didahului mual dan mungkin projektil
c. Perubahan tingkat kesadaran
d. Paling sensitif dan indikator penting, tahap awal mungkin tidak spesifik seperti
gelisah, iritabilitas, letargi.
e. Perubahan tanda-tanda vital. Cushing’s triad: peninggian tekanan darah sistolik,
bradikardi (muncul belakangan), pola nafas iregular (late sign); peningkatan
suhu; ocular signs seperti pelebaran pupil akibat tekanan pada N III dan refleks
pupil melambat dan anisokor.
f. Penurunan fungsi motorik: hemiparesis atau hemiplegia; dekortikasi – gangguan
pada traktus motorik; deserebrasi – kerusakan berat pada mesensefalon dan
batang otak.
Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK tidak meninggi antara
lain (Arifin, 2013):
a. Mengatur posisi kepala lebih tinggi 15 – 300, dengan tujuan
memperbaiki venous return.
b. Mengusahakan tekanan darah yang optimal.
c. Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral,
sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan
akhirnya juga akan menyebabkan edema dan peninggian TIK.
d. Mengatasi kejang.
e. Menghilangkan rasa cemas.
f. Mengatasi rasa nyeri.
g. Menjaga suhu tubuh normal < 37,50 C.
h. Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan akan substrat metabolism. Di satu sisi terjadi
peningkatan metabolisme serebral, dipihak lain suplai oksigen dan glukosa
berkurang, sehingga akan terjadi kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini
pada akhirnya akan mengakibatkan peninggian TIK.
i. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit.
j. Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan
terjadi edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya
sel-sel neuron.
k. Atasi hipoksia.
l. Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anarob,
sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan asam
laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan
menyebabkan terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan
peninggian TIK.
m. Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal seperti
batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan berlebihan
2.8 Patofisiologi
Cedera kepala atau trauma kapitis lebih sering terjadi daripada trauma
tulang belakang. Trauma dapat timbul akibat gaya mekanik maupun non mekanik.
Kepala dapat dipukul, ditampar, atau bahkan terkena sesuatu yang keras. Tempat
yang langsung terkena pukulan atau penyebab tersebut dinamakan dampak atau
impact. Pada impact dapat terjadi (1) indentasi, (2) fraktur linear, (3) fraktur
stelatum, (4) fraktur impresi, atau bahkan (5) hanya edema atau perdarahan
subkutan saja. Fraktur yang paling ringan ialah fraktur linear. Jika gaya
destruktifnya lebih kuat, dapat timbul fraktur stelatum atau fraktur impresi
(Mardjono & Sidharta, 2010).
Selain hal-hal tersebut, saraf-saraf otak dapat terkena oleh trauma kapitis
karena (1) trauma langsung, (2) hematom yang menekan pada saraf otak, (3) traksi
terhadap saraf otak ketika otak tergeser karena akselerasi, atau kompresi serebral
traumatik akut yang secara sekunder menekan pada batang otak. Pada trauma
kapitis dapat terjadi komosio, yaitu pingsan sejenak dengan atau tanpa amnesia
retrograd. Tanda-tanda kelainan neurologik apapun tidak terdapat pada penderita
tersebut. Sedangkan kemungkinan lain yang terjadi adalah penurunan kesadaran
untuk waktu yang lama. Derajat kesadaran tersebut ditentukan oleh integirtas
diffuse ascending reticular system. Lintasan tersebut bisa tidak berfungsi sementara
tanpa mengalami kerusakan yang irreversibel. Batang otak yang pada ujung rostral
bersambung dengan medula spinalis mudah terbentang dan teregang waktu kepala
bergerak secara cepat dan mendadak. Gerakan cepat dan mendadak itu disebut
akselerasi. Peregangan menurut poros batak otak ini dapat menimbulkan blokade
reversibel pada lintasan retikularis asendens difus, sehingga selama itu otak tidak
mendapat input aferen, yang berarti bahwa kesadaran menurun sampai derajat yang
terendah (Mardjono & Sidharta, 2010).
Trauma kapitis yang menimbulkan kelainan neurologik disebabkan oleh
(1) kontusio serebri, (2) laserasio serebri, (3) perdarahan subdural, (4) perdarahan
epidural, atau (5) perdarahan intraserebral. Lesi-lesi tersebut terjadi karena
berbagai gaya destruktif trauma. Pada mekanisme terjadinya trauma kapitis, seperti
telah disebutkan sebelumnya, terjadi gerakan cepat yang mendadak (akselerasi).
Selain itu, terdapat penghentian akselerasi secara mendadak (deakselerasi). Pada
waktu akselerasi berlangsung, terjadi akselerasi tengkorang ke arah impact dan
penggeseran otak ke arah yang berlawanan dengan arah impact. Adanya akselerasi
tersebut menimbulkan penggeseran otak serta pengembangan gaya kompresi
yang destruktif, yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya lesi kontusio. Lesi
kontusio dapat berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-tik
besar dan kecil tanpa kerusakan duramater. Lesi kontusio di bawah impact disebut
lesi kontusio coup, sedangkan lesi di seberang impact disebut lesi kontusio
countrecoup. Ada pula lesi intermediate, yaitu lesi yang berada di antara lesi
kontusio coup dan countrecoup (Mardjono & Sidharta, 2010).
2.9 Pathway
Sumber : Nurarif &Huda (2015)
Trauma Kepala
Perubahan autoregulasi
- Edema serebral
Resiko perdarahan Nyeri akut
2.10 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan penunjang menurut Batticaca (2011) :
a. CT Scan (Computed Tomography Scanning)
Mengidentifikasikan adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak, pemeriksaan penunjang di
perlukan untuk iskemia atau infrak mungkin tak terdeteksi dalam 24-27
jam paska trauma.
b. Angiografi serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan
efek akibat edema, perdarahan, trauma.
c. EEG (Elektro Ensefalo Grafik)
Untuk memperlihatkan keberadaan perkembangan gelombang patologis.
d. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan stuktur tulang (fraktur), pergeseran stuktur
dari garis tengah (karena perdarahan edema), adanya fragmen tulang.
2. Pemantauan kesadaran
Klasifikasi yang mendekati keadaan klinis adalah berdasarkan nilai GCS yang
di keluarkan oleh The traumatik Coma Data Bank ; (Smeltzer & Bare, 2010)
.Kategori penentuan keparahan cedera kepala berdasarkan nilai skala koma
gaslow :
a. Ringan (GCS = 13 – 15 )
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit. Tidak ada fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
b. Sedang (GCS =9 - 12 )
Kehilangan kesadaran dan / amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
c. Berat (GCS =3 – 8 )
Hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio,
laserasi atau adanya hematom.
Suku : Melayu
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Swasta
Lama Bekerja : ± 30 tahun
Sumber Informasi : Anak klien
Kontak Keluarga : 08525242xxxx
3.2 PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
Saat MRS : Klien datang ke RS Abdul Aziz pada tanggal 26 Januari 2020
pada pukul 09:00 dengan keluhan penurunan kesadaran/pingsan
:
, muntah menyembur, adanya keluar darah dari hidung dan
telinga.
Saat Pengkajian : klien mengatakan nyeri dibagian kepala karena jatuh dari
tangga. P : klien mengatakan nyeri dibagian keplaa karena jatuh
dari tangga, Q : klien mengatakan seperti di tusuk-tusuk, R :
klien mengatakannteri pada daerah kepala terutama kepala
bagian belaknag, S : skala 6, T : hilang timbul. Klien tampak
meringis menahan nyeri.
Klien juga mengatakan pusing ketika membuka mata terlalu
lama dan pandangan terasa kabur serta bergelombang
: Klien
Genogram
56th
Keterangan:
0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain
4 = tidak mampu
Alat bantu: tongkat/splint/brace/kursi roda/pispot/walker/kacamata/dan
lain-lain: -
8. Pola Eliminasi
a. Buang Air Besar (BAB)
1) Frekuensi
- SMRS
Klien mengatakan, klien sebelum masuk rumah sakit BAB
kurang lebih 1 kali sehari.
- MRS
Klien mengatakan, semenjak masuk rumah sakit klien sudah 2
kali BAB
2) Konsistensi Feces
- SMRS
Klien mengatakan, sebelum masuk rumah sakit konsistensi feces
klien lunak.
- MRS
Klien mengatakan, setelah masuk rumah sakit, konsitensi feces
klien juga tetap lunak.
3) Warna
- SMRS
Klien mengatakan, warna feces klien sebelum masuk rumah
sakit adalah kuning kecoklatan.
- MRS
Klien mengatakan, setelah masuk rumah sakit, warna feces klien
tetap terlihat berwarna kuning kecoklatan.
4) Bau
- SMRS
Klien mengatakan, bau feces klien sebelum rumah sakit seperti
bau feces pada umumnya (menyengat).
- MRS
Klien mengatakan, setelah masuk rumah sakit, bau feces klien
tetap seperti bau feces pada umumnya (menyengat).
5) Kesulitan BAB
- SMRS
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit, tidak ada tanda
kesulitan BAB dari klien.
- MRS
Klien mengatakan setelah masuk rumah sakit, tidak ada tanda
kesulitan BAB dari klien
6) Upaya Mengatasi
- SMRS
Tidak ada
- MRS
Tidak ada
b. Buang Air Kecil (BAK)
1) Frekuensi
- SMRS
Klien mengatakan, sebelum masuk rumah sakit, klien BAK
sekitar 3-4 kali/hari.
- MRS
Klien mengatakan, semenjak masuk rumah sakit, klien sudah
terpasang selang kateter.
2) Jumlah
- SMRS
Anak klien mengatakan tidak mengetahui jumlah air kencing
klien sebelum masuk rumah sakit.
- MRS
Anak klien mengatakan, semenjak masuk rumah sakit, jumlah
air kencing klien kurang lebih 1500cc/hari.
3) Warna
- SMRS
Anak klien mengatakan, air kencing klien selama dirumah
berwarna kuning jernih.
- MRS
Anak klien mengatakan, semenjak dirumah sakit, air kencing
klien terlihat berwarna kuning tua.
Terlihat warna air kencing klien di urine bag berwarna kuning
tua.
4) Bau
- SMRS
Anak klien mengatakan, air kencing klien di rumah seperti bau
air kencing pada umumnya yakni berbau amonia (salah satu zat
yang membuat kencing berbau).
- MRS
Saat membuang air kencing klien yang telah penuh di urine bag,
tercium bau air kencing berbau amonia (salah satu zat yang
membuat kencing berbau).
5) Kesulitan BAK
- SMRS
Klien mengatakan, selama di rumah, klien tidak pernah
menunjukkan tanda kesulitan kencing.
- MRS
Klien mengatakan, selama di rumah, klien tidak pernah
menunjukkan tanda kesulitan kencing
6) Upaya Mengatasi
- SMRS
Tidak ada
- MRS
Dipasang selang kateter yang tersambung ke urine bag.
e. Sistem perkemihan
a. Masalah kandung kemih : klien terpasang kateter
b. Produksi urin : ±1500 ml/24jam
c. Warna : kuning, berbau amoniak (suatu zat yang membuat kencing
berbau)
d. Bentuk alat kelamin : normal
e. Uretra : normal
Masalah keperawatan: -
f. Sistem pencernaan
1. Mulut dan tenggorokan
1) Bibir : Bentuk bibir normal.
2) Mulut/selaput lendir mulut : Membran mukosa mulut lembab.
3) Lidah : berwarna pink dan terdapat nodul-nodul kecil (papil Analisa
4) Kebersihan rongga mulut : bersih
5) Tenggorokan : tidak ada kesulitan menelan
6) Abdomen : supel, tidak terdapat nyeri tekan, bising usus 8x/menit
7) Lubang anus: terdapat lubang anus
8) Pembesan hepar : tidak ada
9) Pembesaran lien: tidak ada
10) Asites : tidak ada
11) Mual : tidak ada
12) Muntah : tidak ada
13) Terpasang NGT : tidak
14) Terpasang kolostomy : klien tidak terpasang kolostomy
2. Peristaltik usus : 15x/menit
BAB : 2x selama 5 hari di RS
Karakteristik feces: lunak
3. Pola makan: frekuensi 2x/hari
Jumlah : ¼ porsi
Masalah keperawatan:
g. Sistem otot, tulang dan integumen
1. Otot dan tulang
1) ROM : terbatas
4 4
dekstra sinistra
4 4
Ket : 4 yaitu pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan
2) Fraktur : tidak ada
3) Dislokasi : tidak ada
4) Hematoma : tidak ada
2. Integumen
1) Warna kulit : normal
2) Akral : hangat
3) Turgor kulit : normal
4) Tulang belakang : normal
5) Oedema : tidak ada
6) Luka : tidak ada
Masalah keperawatan:
h. Sistem endokrin
1. Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada
2. Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada
3. Hiperglikemia : tidak ada
4. Hipoglikemia : tidak ada
Masalah keperawatan: -
17. Psikososial
a. Dampak hospitalisasi pada klien : klien terlihat murung/diam
b. Respon klien saat tindakan : kooperatif
c. Hubugan dengan pasien lain : kurang
d. Dampak hospitalisasi terhadap anggota keluarga lainnya: Dengan penuh
secara bergantian keluarga membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-
hari termasuk ADL (Activity Daily Living)
18. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (26/01/2020)
Hasil Satuan Rujukan
Hemoglobin 15,6 g/dL 13,2-17,3
Leukosit 13.020 /uL 3800-10.600
Trombosit 204.000 dL 150.000-
440.000
Eritrosit 4,79 10/dL 4,4-5,9
Gol. darah A
HbsAg Non reaktif
HIV Non reaktif
Ureum 29 10-50
Kreatinin 0,86 0,62-1,10
N: 101 x/menit
RR: 21 x/menit
T: 37˚ C
- TTV
TD: 110/70 mmhg
N: 101 x/ menit
RR: 21 x/menit
T: 37˚ C
DS: Nyeri Gangguan pola tidur
DO:
A. Kesimpulan.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008). Cedera kepala
biasanya diakibatkan salah satunya benturan atau kecelakaan. Sedangkan
akibat dari terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah kematian.
Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik
maupun psikologis, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala
memegang peranan penting terutama dalam pencegahan komplikasi.
B. Saran
Sebagai tenaga keperawatan yang profesional sebaiknya harus lebih
memperhatikan kebutuhan rasa nyaman klien. Perawat tidak hanya dengan
memberikan penatalaksanaan farmakologi tetapi dapat juga memberikan
penatalaksanaan berupa intervensi menajemen peningkatan TIK untuk
menghindari edema serebri yang lebih parah.