Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ERITRASMA

I. KONSEP DASAR MEDIS

A. Defenisi

Eritrasma ialah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan

oleh Corynebacterium minutissimum, ditandai dengan adanya lesi berupa eritema dan

skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha.

Eritrasma adalah salah satu penyakit bakteri yang selama lebih dari 100 tahun

lamanya dianggap sebagai penyakit jamur. BURCHARD melukiskan penyakit ini

sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh Actinomycetes, Nocardia minutissima

berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan sediaan langsung dengan ditemukannya

hifa halus pada tahun 1859. Baru pada tahun 1962 SARKANI dkk menemukan

Corynebacterium sebagai etiologi berdasarkan penelitian pada biakan.

Corynebacterium minutissimum merupakan bakteri Gram positif, aerob , tidak

bergerak, tidak tahan asam. Morfologi berbentuk irregular,dapat berbentuk batang

lurus atau bengkok. Sering ada pembengkakan menyerupai gada. Sel-sel tersusun

sebagai pagar (palisade) dengan bagian-bagian yang belang pada pewarnaan, kadang-

kadang bergranula. Spesies ini juga menghasilkan enzim katalase dan untuk spesies

pathogen menghasilkan eksotoksin, tidak mempunyai spora.

Corynebacterium termasuk dalam flora normal. Berkembang biak dengan

baik dalam darah pada suhu 35-370C, membentuk koloni berukuran 1-1,5 mm dengan

diameter melebihi 24-48 h. Bakteri ini juga bisa dikembangbiakkan dari contoh kulit

yang terinfeksi.

1
Definisi eritrasma saat ini adalah penyakit bakteri kronik pada stratum

korneum yang disebabkan oleh satu grup bakteri coryneform aerob, yang dikenal

dengan nama Corynebacterium minutissimum.

B. Etiologi

Seperti yang telah disebutkan di atas etiologi dari penyakit ini adalah

Corynebacterium minutissimum. Bakteri ini adalah bakteri gram positif

(difteroid). Bakteri ini tidak membentuk spora dan merupakan basil yang bersifat

aerob atau anaerob yang fakultatif. Corynebacterium minitussismum merupakan flora

normal di kulit yang dapat menyebabkan infeksi epidermal superfisial pada keadaan-

keadaan tertentu.

Corynebacterium minutissimum menginvasi tiga lapisan teratas dari stratum

korneum: kondisi panas dan lembab mempermudah proses proliferasi yang terjadi.

Stratum korneum menjadi semakin menipis. Corynebacterium minutissimum

menempati ruang-ruang interselular seperti layaknya sel, menghancurkan keratin

fibrils. Floresensi merah bata yang terlihat di bawah sinar Wood merupakan hasil dari

pembentukan porfirin oleh bakteri ini.

Faktor predisposisi untuk erythrasma antara lain:

1. Keringat berlebihan / hyperhidrosis

2. Barrier kulit yang terlalu tipis

3. Obesitas

4. Diabetes mellitus

5. Iklim hangat

6. Higiene yang buruk

7. Usia lanjut

8. Status imun yang menurun

2
C. Patofisiologi

Corynebacterium minutissimum berada pada lapisan superfisial stratum korneum.

Bakter ini menginvasi bagian superficial stratum korneum pada kondisi yang

cenderung panas dan kelembapan, organisme ini berkembangbiak akibat gangguan

pada flora normal yang diikuti oleh kerusakan pada barrier kulit, sehinngga

menyebabkan stratum kornem menjadi tebal. Bakteri ini dapat dilihat di rongga antara

sel , seperti juga di sel-sel menghancurkan fibri-fibri keratin. Corynebacterium

minutissimum merupakan basil diptheroid yang menghasilka porfirin. Subtansia

flouresensi adalah senyawa porfirin yang larut air sehingga tidak bisa di lihat pada

daerah yang dicuci.

D. Manifestasi klinis

Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi

eritoskuamosa, berskuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklat-

coklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat

predileksi dimulai dari tempat yang paling sering, yaitu toe webspaces (diantara jari kaki), lipat

paha, aksila. Bisa ditemukan di daerah intertriginosa lain (terutama pada penderita

gemuk),intergluteal, inframamary (submammary).Lesi di daerah lipat paha dapat

menunjukkan gejala berupa gatal dan terasa terbakar.Sedangkan lesi pada tempat lain

asimtomatik.

Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginosa. Lesi

tidak menimbulkan dan tidak terlihat vesikulasi. Skuama kering yang halus menutupi

lesi dan pada perabaan terasa berlemak. Beberapa penulis beranggapan ada hubungan

erat antara eritrasma dan diabetesmelitus. Penyakit ini terutama menyerang pria

dewasa dan dianggap tidak begitu menular, berdasarkan observasi pada pasangan

suami-isteri yang biasanya tidak terserang penyakit tersebut secara bersama-sama.

3
Eritrasma tidak menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi ekzematisasi

oleh karena penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit.

Gambar 1.Eritrasma: Lesi eritroskuamosa berwarna merah kecoklatan di

daerah ketiak dan pada daerah inguinal.

4
E. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan lampu wood

Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah

membara (coral-red ). Fluoresensi ini terlihat karena adanya porfirin. Pencucian

atau pembersihan daerah lesi sebelum diperiksa akan mengakibatkan hilangnya

fluoresensi.

Bahan untuk sediaan langsung dengan cara mengerok. Lesi dikerok dengan

skalpel tumpul atau pinggir gelas obyek. Bahan kerokan kulit ditambah satu tetes eter,

dibiarkan menguap. Bahan tersebut yang lemaknya sudah dilarutkan dan kering

ditambah birumetilen atau biru laktofenol, ditutup dnegan gelas penutup dan

dilihat di bawah mikroskopdengan pembesaran 10x100. Bila sudah ditambah biru

laktofenol, susunan benang halus belum terlihat nyata, sediaan dapat dipanaskan

sebentar di atas api kecil dan gelas penutupditekan, sehingga preparat menjadi

tipis.

Organisme terlihat sebagai batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1u

atau kurang, yang muda putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid.

Pemeriksaan harus teliti untuk melihat bentuk terakhir ini. Kultur biasanya tidak

diperlukan.

5
Gambar 2. Gambaran eritrasma dengan pemeriksaan Lampu Wood

2. Pemeriksaan KOH

Pemeriksaan langsung dengan KOH menampakkan bakteri bentuk batang (terpisah

atau berantai) berukuran 4-7 µm. selain itu pemeriksaan itu dapat menunjukkan hifa

pada infeksi dermatofit atau pseudohifa pada kandidiasi.

3. Pewarnaan gram

Pemeriksaan langsung juga dapat dilakukan dengan pewarnaan gram berupa

penambahan metilen biru atau laktefenol biru. Hasilnya akan tampak bakteri bentuk

batang panjang dan berkelompok dengan ukuran 1-3µm. yang ada pada sel-sel

epitel.

F. Penatalaksanaan

1. Pencegahaan

Adapun cara untuk mencegah eritrasma atau tindakan yang bisa dilakukan

untuk mengurangi resiko eritrasma, yaitu :

a. Menjaga kebersihan badan

b. Menjaga agar kulit tetap kering

c. Menggunakan pakaian yang bersih dengan bahan yang menyerap keringat

6
d. Menghindari panas atau kelembaban yang berlebih

2. Pengobatan

Penularan Corynebacterium minutissimum (eritrasma) yaitu melalui sentuhan

secara langsung, sentuhan dengan kulit antara penderita dengan manusia lainnya.

Pengobatan eritrasma bisa melalui 2 cara, yaitu :

a. Topikal

Pengobatan Drug of Choicetopikal bisa menggunakan tetrasiklin 3%,

klindamisin, dan natrium fusidat 2%. Hanya pengobatan topikal memerlukan

lebih ketekunan dan kepatuhan penderita.

b. Sistemik

Pengobatan sistemik bisa menggunakan eritromisin, tetrasiklin dan

kloramfenikol. Eritromisin merupakan obat pilihan dengan pemberian 4 x 250

mg/ hari selama 14 hari. Penggunaan eritromisin lebih baik baik daripada

tetrasiklin dan kloramfenikol. Penggunaan kloramfenikol dapat menimbulkan

neutropenia, agranulositosis dan anemia aplastik.

c. Pemeberian antibiotik

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian keperawatan
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluh gatal dan nyeri.
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang
b) Riwayat penyakit dahulu
c) Riwayat pemakaian obat
4. Pola fungsional Gordon
a. Tanyakan kepada klien pndapatnya mengenai kesehatan dan penyakitnya

langsung mencari pengobatan atau menunggu smapai penyakit tersebut jarak

aktifitas paien
b. Pola nutrisi dan metabolism
c. Pola eliminasi

7
d. Pola aktivitas
e. Pola istirahat/tidur
f. Pola kognitif/persepsi
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola koping
i. Pola keyakinan nilai
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
3. Resiko infeksi berhubungan pada penurunan imunias
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus
C. RENCANA INTERVENSI

NO DIAGNOSA NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan, nyeri akut a. Kaji karakteristik nyeri


1 Nyeri
berkurang dengan kriteria hasil: yang dialami klien
Pain level, pain control dan comfort level b. Observasi ketidak
dengan criteria: nyamanan non verbal
1. Menggunakan skala nyeri untuk terhadap nyeri
mengidentifikasi nyeri yang c. Ciptakan lingkungan
dirasakan yang nyaman untuk klien
2. Mendiskripsikan cara manajemen d. Kolaborasi pemberian
nyeri analgetik untuk
3. Mengungkapkan kemampuan tidur mengurangi rasa nyeri
dan istirahat e. Ajarkan tehnik
4. Mendiskripsikan terapi non nonfarmakologi untuk
farmakologi untuk mengontrol nyeri mengatasi nyeri
5. TTV dalam batas normal f. Kaji tipe dan sumber
nyeri
g. Monitor ttv sebelum dan
sesudah pemberian
analgetik
Setelah dilakukan tindakan kepeawatan a. Inspeksi adanya tanda-
2 Kerusakan
selama klien akan: tanda
integritas kulit 1. Menunjukan integritas jaringan: kulit merahan,pembengkakan
dan membrane mukosa , yang atau tanda-tandadehisensi

8
dibuktikan oleh indikator. atau eviserasi pada area
- Suhu,elastisita b. Kaji karakteristik luka
- Perfusi jaringan c. Kaji lokasi,lias dan
- Keutuhan kulit kedalaman luka
2. Menunjukan penyembuhan luka d. Ada atau tidak jaringan
primer: nekrotis
- eritma kulit e. Pantau adanya tanda-
- luka berbau busuk tanda infeksilakukan
3. Tidak ada lepuh atau maserasi pada perawatan luka secara
kulit rutin.
4. Eritema kulit dab eritema di sekitar
luka minimal

Setelah dilakukan tindakan keperawatan Infection Control


3 Resiko infeksi selama 3x24 jam, diharapkan : a. Cuci tangan setiap
a.Klien bebas dari tanda dan gejala sebelum dan sesudah
infeksi tindakan keperawatan
b. Menunjukkan kemampuan untuk b. Monitor granulosit dan
mencegah timbulnya infeksi WBC
c.Jumlah leukosit dalam batas normal c. Ajarkan pasien dan
(4.00-10.0 [10^3/uL] keluarga tanda dan gejala
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat infeksi
d. Kaji suhu badan pasien

Klien mengatakan istirahatnya tercukupi a. Kaji pola tidur klien.


4 Gangguan pola b.Ciptakan lingkungan yang
dengan criteria :
tidur - Klien tidak terjaga lagi aman dan tenang.
- Klien tidur nyenyak c. Berikan posisi yang
nyaman.
d.anjurkan minum susu
hangat sebelum tidur.
e. .Jelaskan tentang
pentingnya istirahat tidur
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Diskusikan perubahan
5 Gangguan citra
dari pasien, identifikasi
klien akan:
tubuh - Gangguan citra tubuh berkurang yang persepsi,situasi atau
harapan yang akan
dibuktikan oleh selalu menunjukan

9
adaptasi dengan ketunadayaan fisik, citra datang.

tubuh positif , dan harga diri positif 2. Pertahankan perasaan


- Menunjukan citra tubuh yang
tenang, menyakinkan,
dibuktikan oleh indicator sebagai berikut akui dan terima

(sebutkan 1-5 :tidak pernah jarang, pengungkapan pasien


tentang perasaan
kadang, sering atau selalu ditampilkan)
- Kesesuaian antara realitas tubuh, ideal terhadap masalah yang
dialami.
tubuh,dan perwujudan tubuh.
- Kepuasan terhadap penampilan dan
3. Kaji reaksi emosi,
fungsi tubuh. contoh menarik diri
- Keinginan menyentuh tubuh yang
depresi, marah..
mengalami gangguan
4. Dorong orang terdekat
untuk memberikan
support tidak sebagai
orang cacat.

5. Dorong pasien untuk


menerima situasi atau
keadaan yang
dihadapinya

10
PENYIMPANGAN KDM

Sabun ,deterjen, zat kmia allergen sensitizen

Iritan primer sel Langerhans& makrofag

Mengiritasi kulit Kerusakan sel T


integritas kulit

Perdangan kulit ( lesi) sensitisasi sel T terpajan ulang


Oleh saluran limfe
Sel efektor
reaksi megeluarkan
hipersensitivitas IV limfokrin

Resiko Nyeri Gangguan gejala klinis, gatal,


infeksi citra tubuh panas,kemerahan

Gangguan
pola tidur

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja U. Eritrasma. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu

penyakit kulit dan kelamin, Edisi ke-5. . Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2007. Hal 334-335.

2. Busam KJ. Dermatophatology. 1st Ed. USA: Saunders; 2010. p 123-4.

3. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.

Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th Ed. United state of America: Mc

Graw Hill; 2008. Page 1708-1710.

4. Blaise G, Nikkels AF, Hermanns-Le T, Nikkels-tassoudji N, Pierard GE.

Corynebacterium-associated skin infections. International Journal of Dermatology:

2008. Vol 47(9). p 884-890(7).

5. Siregar RS. Eritrasma. Dalam: Hartanto H, editor. Saripati penyakit kulit. Ed ke-3.

Jakarta: EGC; 1996. Hal. 64-5.

12
6. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of clinical dermatology.

6thEd.United States: The McGraw-Hill Companies; 2009.

7. Arnold HL, Odom RB James WD, editor. Andrews’ diseases of the skin. Clinical

Dermatology. 10th Ed. Philadelphia: W.B.Saunders, Elsevier: 2006. P 284-5

8. Warouw, Winsy F. infeksi bakteri lain. Dalam: Harahap M, editor. Ilmu Penyakit kulit. Edisi ke-1.

Jakarta: penerbit hipocrates; 2000. Hal 61-2.

9. Burns T, breathnach S, Cox N, Griffiths C, editor. Rook’s textbook of dermatology. 7 th

Editin. United State of America: Blackwell publishing company; 2004. p 2737-9.

10. Miller SD, David-Bajar K. A Brilliant case of erythrasma. New England Journal of

Medicine: 2004; Vol. 351(16).

11. Brown L. Pathology of the vulva and vagina. London: Springer-verlag; 2013. p 26.

12. Holdinesss MR. Management of cunateneous erythrasma. Drugs: 2002. Vol. 62 (8); p

1131-41.

13

Anda mungkin juga menyukai