Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap ahir perkembangan pada daur kehidupan
manusia ( Budi Anna Keliat,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2),
(3),(4) No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
2. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa
dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara
biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami
kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan
kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan
memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas
emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak
harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
3. Klasifikasi Lansia
a) Pralansia, Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b) Lansia, Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c) Lansia resiko tinggi, Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih /
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (
Depkes RI, 2003)
d) Lansia potensial, Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang / jasa ( Depkes RI, 2003)
e) Lansia tidak potensial, Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain ( Depkes RI,2003)
f) Menurut WHO
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:

1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59


tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
4. Karakteristik Lansia
Menurut Anna Budi Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun ( sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13
tentang kesehatan)
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
B. KONSEP DASAR ARTHRITIS GOUT
1. Pengertian
Artritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena
deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. gout terjadi sebagai
akibat dari hyperuricemia yang berlangsung lama (asam urat serum
meningkat) disebabkn karena penumpukan purin atau ekresi asam urat yang
kurang dari ginjal.
Artritis gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai gambaran
khusus,yaitu artritis akut. Artritis akut disebabkan karena reaksi inflamasi
jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat.
2. Etiologi GOUT
Gejala artritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu,dilihat dari
penyebabnya penyakit ini termasuk dalam golongan kelainan metabolik.
Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yang
hiperurisemia. Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:
1. Pembentukan asam urat yang berlebih.
a. Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang bertambah.
b. Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat
berlebih karana penyakit lain, seperti leukemia,terutama bila diobati
dengan sitostatika, psoriasis, polisitemia vera dan mielofibrosis.
2. Kurang asam urat melalui ginjal.
a. Gout primer renal terjadi karena ekskresi asam urat di tubuli distal
ginjal yang sehat. Penyabab tidak diketahui
b. Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal,
misalnya glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronik..
3. Perombakan dalam usus yang berkurang. Namun secara klinis hal ini
tidak penting.
3. Patofisiologi
Banyak faktor yng berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah satunya
yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam darah.
Mekanisme serangan gout akut berlangsung melalui beberapa fase secara
berurutan.
1. Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi
dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan,
sonovium, jaringan para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan
selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate)
oleh berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan
merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan kristal.
2. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan
respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh
leukosit.
3. Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya
membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik
lisosom.
4. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini
menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan
oksidase radikal kedalam sitoplasma.
5. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam
cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan
kerusakan jaringan.
4. Manifestasi Klinis
Secara klinis ditandai dengan adnya artritis,tofi dan batu ginjal. Yang
penting diketahui bahwa asm urat sendiri tidak akan mengakibatkan apa-apa.
Yang menimbulkan rasa sakit adalah terbentuk dan mengendapnya kristal
monosodium urat. Pengendapannya dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Oleh
sebab itu, sering terbentuk tofi pada daerah-daerah telinga,siku,lutut,dorsum
pedis,dekat tendo Achilles pada metatarsofalangeal digiti 1 dan sebagainya.
Pada telinga misalnya karena permukaannya yang lebar dan tipis serta
mudah tertiup angin,kristal-kristal tersebut mudah mengendap dan menjadi
tofi. Demikian pula di dorsum pedis,kalkaneus karena sering tertekan oleh
sepatu. Tofi itu sendiri terdiri dari kristal-kristal urat yang dikelilingi oleh
benda-benda asing yang meradang termasuk sel-sel raksasa.
Serangan sering kali terjadi pada malam hari. Biasanya sehari sebelumnya
pasien tampak segar bugar tanpa keluhan. Tiba-tiba tengah malam terbangun
oleh rasa sakit yang hebat sekali.
Daerah khas yang sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari
sebelah dalam,disebut podagra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan
dan nyeri ,nyeri sekali bila sentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa hari
sampai satu minggu,lalu menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak
sakit,tapi dapat merusak tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat predileksi
kedua untuk serangan ini.
Trofi merupakan penimbunan asam urat yang dikelilingi reaksi radang
pada sinovia,tulang rawan,bursa dan jaringan lunak. Sering timbul ditulang
rawan telinga sebagai benjolan keras. Trofi ini merupakan manifestasi lanjut
dari gout yang timbul 5-10 tahun setelah serangan artritis akut pertama.
Pada ginjal akan timbul sebagai berikut:
1. Mikrotrofi dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan nefrosis
2. Nefrolitiasis karena endapan asam urat
3. Pielonefritis kronis
4. Tanda-tanda aterosklerosis dan hipertensi
Tidak jarang ditemukan pasien dengan kadar asam urat tinggi dalam darah
tanpa adanya riwayat gout yang disebut hiperurisemia asimtomatik. Pasien
demikian sebaiknya dianjurkan mengurangi kadar asam uratnya karena
menjadi faktor resiko dikemudian hari dan kemungkinan terbentuknya batu
urat diginjal.
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan serangan akut
Obat yang diberikan pada serangan akut antara lain:
1. Kolkisin, merupakan obat pilihan utama dalam pengobatan serangan
arthritis gout maupun pencegahannya dengan dosis lebih rendah. Efek
samping yang sering ditemui diantaranya sakit perut , diare, mual atau
muntah-muntah. Kolkisin bekerja pada peradangan terhadap Kristal urat
dengan menghambat kemotaksis sel radang. Dosis oral 0,5 – 0,6 mg per
jam sampai nyeri, mual atau diare hilang. Kontraindikasi pemberian oral
jika terdapat inflamammatory bowel disease.
2. OAINS, Semua jenis OAINS dapat diberikan yang paling sering digunakan
adalah indometasin. Dosisi awal indometasin 25-50 mg setiap 8 jam.
Kontraindikasinya jika terdapat ulkus peptikus aktif, gangguan fungsi
ginjal, dan riwayat alergi terhadap OAINS.
3. Kortikosteroid, untuk pasien yang tidak dapat memakai OAINS oral, jika
sendi yang terserang monoartikular, pemberian intraartikular sangat efektif,
contohnya triamsinolon 10-40 mg intraartikular.
4. Analgesic diberikan bila rasa nyeri sangat berat. Jangan diberikan aspirin
karena dalam dosis rendah akan menghambat ekskresi asam urat dari ginjal
dan memperberat hiperurisemia.
5. Tirah baring merupakan suatu keharusan dan diteruskan sampai 24 jam
setelah serangan menghilang.
b. Penatalaksanaan periode antara
1. Diet dianjurkan menurunkan berat badan pada pasien yang gemuk,
serta diet rendah purin.
2. Hindari obat-obatan yang mengakibatkan hiperurisemia, seperti tiazid,
deuretik, aspirin, dan asam nikotinat yang menghambat ekskresi asam
urat dari ginjal.
3. Kolkisin secara teratur
4. Penurunan kadar asam urat serum
5. Obat urikosurik, bekerja menghambat reabsorbsi tubulus terhadap
asam urat yang telah difiltrasi dan mengurangi peyimpanannya
6. Inhibitor xantin oksidase atau alopurinol, bekerja menurunkan
produksi asam urat dan meningkatkan pembentukan xantin serta
hipoxantin dengan cara menghambat enzim xantin oksidase.
6. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar asam urat yang tinggi
dalam darah ( > 6mg%). Kadar asam urat normal dalam serum pada pria
8mg% dan pada wanita 7mg%. pemeriksaan kadar asam urat ini akan lebih
tepatlagi bila dilakukan dengan cara enzimatik. Kadang-kadang didapatkan
leukositosis ringan dengan led meninggi sedikit. Kadar asam urat dalam urin
juga sering tinggi (500 mg%/liter per 24 jam).
Disamping ini pemeriksaan tersebut,pemeriksaan cairan tofi juga penting
untuk menegakkan diagnosis. Cairan tofi adalah cairan berwarna putih seperti
susu dan kental sekali sehingga sukar diaspirasi. Diagnosis dapat dipastikan
bila ditemukan gambarankristal asam urat ( berbentuk lidi) pada sediaan
mikroskopik.
Kriteria diagnostik Artritis Gout ( ARA 1977)
a. Kristal urat dalam cairan sendi
b. Tofus yang mengandung kristal urat
c. Enam dari kriteria dibawah ini:
1. Lebih dari satu kali serangan ertritis akut
2. Inflamasi maksimal pada hari pertama
3. Artritis monoartikular
4. Kemerahan sekitar sendi
5. Nyeri atau bengkak sendi metatarsofalangeal 1
6. Serangan unilateral pada sendi metatarsofalangeal 1
7. Serangan unilateral pada sendi tarsal
8. Dugaan adanya tofus
9. Hiperurikemia
10. Pembengkakan asimetri sebuah sendi pada foto rontgen
11. Kista subkortikal tanpa erosi pada foto rontgen
12. Kultur mikroorganisme cairan sendi selama serangan inflamasi sendi
negative.
7. Klasifikasi Gout
a. Gout primer, Merupkan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang
berlebih atau akibat penurunan ekresi asam urat
b. Gout sekunder, Disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebih
atau ekresi asam urat yang bekurang akibat proses penyakit lain atau
pemakaian obat tertentu.
C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress
pada sendi : kekakuan pada pagi hari.
Tanda: Malaise
Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur atau kelainan pada
sendi dan otot
KARDIOVASKULER
Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun
INTEGRITAS EGO
Gejala: Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, factor-faktor hubungan Keputusasaan dan ketidak
berdayaan
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya
ketergantungan orang lain
MAKANAN ATAU CAIRAN
Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/
cairan adekuat : mual,anoreksia,kesulitan untuk mengunyah.
Tanda: Penurunan berat badan,kekeringan pada membran mukosa
HIGIENE
Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi,
ketergantungan pada orang lain.
NEUROSENSORI
Gejala: Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan
Tanda: Pembengkakan sendi
NYERI / KENYAMANAN
Gejala: Fase akut dari nyeri Terasa nyeri kronis dan kekakuan
KEAMANAN
Gejala: Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah
tangga,kekeringan pada mata dan membran mukosa
INTERAKSI SOSIAL
Gejala: Kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan peran:
isolasi
2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan penurunan
fungsi tulang
Kriteria hasil: Nyeri hilang atau terkontrol
INTERVENSI
Mandiri :
1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 – 10). Catat factor-
faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
2. Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur
sesuai kebutuhan
3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau
duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi
4. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di
tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan
yang menyentak.
5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu
bangun. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit
beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi
6. Berikan masase yang lembut
Kolaborasi
1. Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk
seperti asetil salisilat (aspirin)
RASIONAL
1. Membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan
program
2. Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan setres pada sendi yang sakit.
Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang
terinflamasi / nyeri
3. Pada penyakit berat, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi
nyeri atau cedera sendi.
4. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan
sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi
5. Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit
dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitifitas pada panas dapat
dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
6. Meningkatkan elaksasi/mengurangi tegangan otot,relaksasi, mengurangi
tegangan otot, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
Diagnosa 2: intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan otot
Kriteria hasil: Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan
INTERVENSI
Mandiri
1. Perahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan.
2. Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin.
3. Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan
berjalan.
Kolaborasi
1. Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat
bantu. Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid
RASIONAL
1. Untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan kekuatan.
2. Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.
3. Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
4. Untuk menekan inflamasi sistemik akut
Diagnosa 3: Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi
tulang
Kriteria hasil: Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik
INTERVENSI
1. Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas,
mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya
menggunakan penyanggah tempat tidur, usahakan posisi tempat tidur
rendah, gunakan pencahayaan malam siapkan lampu panggil
2. Memantau regimen medikasi
3. Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan
kebebasan dalam lingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain,
ketika pasien melamun alihkan perhatiannya
RASIONAL
1. Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan
membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang konstan
2. Hal ini akan memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat
meningkatkan agitasi,mengagetkan pasien akan meningkatkan ansietas
DAFTAR PUSTAKA

 Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC,


Jakarta
 Kalim, Handono, 2005., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI :
Jakarta
 Mansjoer , Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3. Jakarta :
Media Aeusculapius
 Nugroho , wahjudi. 2002. Keperawatan Gerontik. EGC : Jakarta
 Pranarka, kris. 2010. Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut )
Edisi ke 4. Balai penerbit fakultas kedokteran universitas Indonesia:
Jakarta
 Prof .dr.H.M. Noer, Sjaifoellah. 2000. Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi
ke 3. Balai penerbit FKUI: Jakarta
 R. Maryam,S, Fatma, M.dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan
Perawatannya. Salemba medika : Jakarta
PENYIMPANGAN KDM ARTHRITIS GOUT

Anda mungkin juga menyukai