Anda di halaman 1dari 5

The 10th University Research Colloqium 2019

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

Penerapan Relaksasi Otot Progresif untuk Menurunkan


Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di IGD RSUD
Dr.Soedirman Kebumen
Estri Nuri Masruroh1*, Endah Setianingsih2
1,2
Program Studi DIII Keperawatan, STIKES Muhammadiyah Gmbong
*Email: estrin383@gmail.com

Abstrak
Keywords: Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang
asuhan keperawatan, dikategorikan sebagai the silent killer karena penderita tidak
hipertensi, relaksasi menyadari kondisinya sampai terjadi komplikasi seperti penyakit
otot progresif jantung koroner, stroke, dan ginjal. Hipertensi dapat disebabkan
akibat tegangnya pembuluh darah, sehingga cara yang dapat
dilakukan dalam menangani hal tersebut adalah dengan membuat
otot-otot pada tubuh rileks. Salah satu cara nonfarmakologi yang
efektif adalah dengan relaksasi otot progresif. Cara ini lebih mudah
dan efisien karena tidak membutuhkan banyak peralatan, dan telah
terbukti dapat mempercepat penurunan tekanan darah. Tujuan:
Menggambarkan asuhan keperawatan dengan penerapan relaksasi
otot progresif pada pasien hipertensi dalam menurunkan tekanan
darah. Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan metode studi kasus
berupa asuhan keperawatan pada pasien hipertensi, menggunakan
metode deskriptif kuantitatif dalam bentuk studi kasus. Data
diperoleh dari wawancara, pengamatan langsung, dan pemeriksaan
fisik. Dimana penulis melakukan penerapan dengan 2 responden dan
nantinya akan dinilai keberhasilannya. Setelah dilakukan relaksasi
otot progresif yang dilakukan selama 3 hari dengan frekuensi 1 kali
sehari selama 15 menit didapatkan hasil penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 20-30 mmHg dan diastolik sebesar 13-17 mmHg.
Relaksasi otot progresif terbukti efektif dalam menurunkan tekanan
darah pada pasien hipertensi. Penderita hipertensi dianjurkan untuk
melakukan relaksasi otot progresif untuk menurunkan tekanan darah.

1. PENDAHULUAN diabaikan (LeMone & Burke, 2008).


A. LATAR BELAKANG Namun, apabila diabaikan hipertensi dapat
Hipertensi merupakan salah satu menimbulkan bahaya bagi penderitanya,
penyakit degeneratif yang menjadi masalah karena dapat menimbulkan berbagai macam
serius saat ini. Hipertensi dikategorikan komplikasi seperti penyakit jantung
sebagai the silent disease atau the silent koroner, stroke, ginjal, dan gangguan
killer karena seringkali penderita tidak penglihatan. Resiko ini akan terus
menyadari kondisinya sampai terjadi bertambah setiap tahunnya karena
kerusakan organ. Gejala hipertensi biasanya kebiasaan masyarakat yang terus meningkat
samar, seperti sakit kepala dan nyeri pada mulai dari merokok, konsumsi garam,
leher bagian kuduk sehingga sering

368
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

hingga minimnya buah dan sayur Prinsip penatalaksanaan hipertensi


(Lily,2016). adalah menurunkan tekanan darah dan
Hipertensi atau yang biasa dikenal mencegah terjadinya komplikasi. Kaitannya
sebagai tekanan darah tinggi adalah suatu dengan farmakologis penanganan Hipertensi
peningkatan abnormal pada tekanan darah di IGD saat ini menggunakan obat anti
dalam pembuluh darah arteri secara terus hipertensi dari golongan Angiotensin II
menerus lebih dari satu periode. Hal ini terjadi Receptor Blocker (ARB), misal telmisartan
bila arteriol-arteriol berkontriksi. Kontriksi dan irbesartan yang diberikan dengan melalui
arteriol membuat darah sulit mengalir dan intra vena (IV). Hal ini berdampak baik pada
terjadi peningkatan tekanan melalui dinding penurunan tekanan darah pada pasien
arteri (Udjianti, 2010). Hipertensi, terutama bila dikombinasikan
Data dari WHO (World Health dengan golongan diuretic (Hct) seperti
Organization) tahun 2012 mencatat sedikitnya hydrochlorothiazide dan Lasix. Sedangkan
ada 839 juta kasus Hipertensi, 2/3 diantaranya penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan
berada di negara berkembang dengan tingkat antara lain berikan istirahat yang cukup,
penghasilan rendah sampai sedang. pantau tanda-tanda vital, dan edukasikan
Prevalensinya akan terus meningkat dan tentang keadaan klien agar tidak timbul
diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% kecemasan (Potter & Perry, 2009).
dari total penduduk dunia mengalami Selain itu pemberian terapi non
Hipertensi. Dimana penderitanya lebih banyak farmakologis juga sudah terbukti dapat
wanita 30% di banding pria 29%. Bahkan membantu mengontrol tekanan darah pasien
menurut survey Indikator Kesehatan Nasional hipertensi. Salah satunya adalah dengan cara
(2016) jumlah kasus hipertensi di Indonesia menerapkan terapi relaksasi otot progresif.
juga mengalami peningkatan setiap tahunnya Relaksasi otot progresif adalah suatu teknik
yaitu sekitar 32,4% penduduk Indonesia. sistematis untuk mencapai keadaan relaksasi
Data di Kabupaten Kebumen kasus dengan memusatkan pada suatu aktivitas otot.
terbanyak terletak di Kecamatan Gombong Dengan mengidentifikasi otot yang tegang
yaitu sebanyak 1.446 kasus dan paling sedikit kemudian menurunkan ketegangan dengan
di Kecamatan Karanganyar sebanyak 29 melakukan teknik relaksasi klien akan
kasus. Berbagai faktor resiko hipertensi mendapakan perasaan relaks. Relaksasi akan
diantaranya merokok dan terpapar asap rokok, merangsang munculnya zat kimia yang mirip
minum minuman beralkohol, pola makan dan dengan beta blocker di saraf tepi yang dapat
gaya hidup tidak sehat, kegemukan, obat- menutup simpul-simpul saraf simpatis
obatan serta riwayat keluarga (Profil sehingga mampu untuk menstimulasi tubuh
Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2015). memproduksi molekul-molekul yang disebut
Hipertensi menyebabkan kematian sekitar 1,5 oksida nitrat (NO). Molekul ini bekerja pada
juta orang setiap tahunnya di Asia Tenggara tonus pembuluh darah sehingga tekanan darah
sehingga dapat menyebabkan peningkatan pada penderita hipertensi dapat menurun
beban biaya kesehatan (Kemenkes RI, 2017). (Purwanto, 2013).
Penderita hipertensi biasannya tidak Manfaat dari latihan relaksasi ini
mengeluhkan apapun dan hanya mengalami adalah mengurangi ketegangan otot, stress,
gejala ringan, seperti sakit kepala di bagian serta menurunkan tekanan darah (Smeltzer
kuduk/tengkuk, pusing, detak jantung tidak dan Bare, 2012). Teknik relaksasi otot
teratur, atau sering merasa lelah. Penderita progresif tidak memerlukan imajinasi,
biasanya akan menganggap ini sebagai sakit ketekunan, atau sugesti (Herodes, 2010)
ringan yang akan sembuh dengan dengan dalam (setyodi & Kushariyadi, 2011).Selain
sendirinya sehingga gejala-gejala ini sering itu, metode ini tidak membutuhkan peralatan
diabaikan. Namun jika terus dibiarkan, akan apapun sehingga mudah pengaplikasiannya.
sangat berbahaya karena dapat menyebabkan Metode yang diterapkan adalah
berbagai komplikasi serius seperti gagal dengan latihan bertahap dan
jantung, stroke, infak miokard, diabetes dan berkesinambungan pada otot skeletal dengan
gagal ginjal (Corwin, 2009). cara menegangkan dan melemaskannya yang
akan mengembalikan perasaan otot sehingga

369
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

otot menjadi rileks kembali dan dapat minimnya penerapan relaksasi otot progresif
digunakan untuk pengobatan menurunkan ini di rumah sakit penulis tertarik untuk
tekanan darah. melakukan studi kasus tentang penerapan
Hasil studi kasus oleh Sulis, Wasisto, relaksasi otot progresif untuk menurunkan
& Hasneli (2015) dengan judul “Efektifitas tekanan darah pada pasien hipertensi.
Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan 2. METODE
Darah Pada Penderita Hipertensi Esensial” Jenis studi kasus yang digunakan
menunjukkan adanya hasil yang positif. Uji dalam studi kasus ini menggunakan metode
statistik pada kelompok eksperimen deskriptif, yaitu suatu jenis studi kasus yang
menggunakan uji Dependent T Test diperoleh dilakukan dengan tujuan utama untuk
p value 0,001 (systole) dan p value 0,000 menggambarkan atau mendeskripsikan suatu
(diatole). Hal ini berarti terdapat perbedaan keadaan secara objektif untuk memecahkan
yang signifikan antara rata-rata tekanan darah atau menjawab permasalahan yang dihadapi
sebelum dan sesudah diberikan relaksasi otot (Setiadi, 2013).
progresif dengan p value (p<0,05). Kriteria yang diambil adalah pasien
Hasil studi pendahuluan di RSUD yang menderita tekanan darah tinggi dengan
dr.Soedirman Kebumen pada November 2018, responden 2 pasien yang masih dalam
belum ditemukan adanya penerapan relaksasi perawatan. Studi kasus ini dilakukan dengan
otot progresif ini untuk pasien dengan cara mengobservasi 2 orang pasien yang
hipertensi baik di IGD maupun di ruang rawat menderita tekanan darah tinggi, apakah ada
inap. Berdasarkan dengan data yang ada, perbedaan tekanan darah setelah dilakukan
dimana jumlah penderita Hipertensi masih relaksasi otot progresif.
tinggi dan mudahnya penerapan serta masih
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut tabel perubahan tekanan darah pada klien sebelum dan setelah dilakukannya
penerapan relaksasi otot progresif:

Klien Hari-1 Hari-2 Hari-3


Pre Post Pre Post Pre Post
Ps 1 185/98 178/93 170/92 163/88 165/90 155/85
Ps 2 185/110 178/10 170/100 160/95 175/90 165/83
6
juga merasakan berkurangnya keluhan, seperti
Berdasarkan studi kasus yang telah nyeri pada bagian kuduk, serta palpitasi. Hal
dilakukan di IGD RSUD dr.Soedirman ini sejalan dengan studi kasus yang dilakukan
Kebumen pada tanggal 23-26 Januari 2019 oleh Mahardika Rahmawati, Musviro, dan
diperoleh hasil bahwa penerapan relaksasi Deviantony (2018) yang menunjukkan
otot progresif dapat memberikan pengaruh penurunan tekanan darah setelah diberikannya
baik dalam menurunkan nilai tekanan darah relaksasi dan diperoleh p sebesar 0,000 (0,05)
yaitu 20-30 mmHg pada tekanan sistolik dan dengan selisih nilai 10 pada tekanan darah
13-17 mmHg pada tekanan diastolik. Dengan sistolik dan selisih nilai 9,23 pada tekanan
menurunnya tekanan darah maka responden darah diastolik.
Berikut tabel perbedaaan rata-rata tekanan darah sebelum dan sesudah diberikannya
relaksasi otot progresif:

Hari Nilai MAP


ke- Pasien ke-1 Pasien ke-2
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 127 121,3 135 130
2 116,6 111,6 123,3 116,6
3 115 108,3 118,3 110,3

370
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

Berdasarkan hasil diatas dapat Depkes (2017) Sebagian Besar Penderita


disimpulkan bahwa terjadi penurunan rata-rata Hipertensi tidak Menyadarinya, Biro
tekanan darah sebesar 5,7-8 mmHg setelah Komunikasi dan Pelayanan
dilakukannya relaksasi. Hasil tersebut juga Masyarakat,Kementerian Kesehatan
sesuai dengan studi kasus yang dilakukan oleh RI.
Sulis, Wasisto, & Hasneli (2015) yang Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen.
mengatakan terjadi perbedaan rata-rata (2015). Profil Kesehatan Kabupaten
tekanan darah sebelum dan sesudah Kebumen.
diberikannya intervensi sebesar 6,7-10,7
mmHg. Artinya, terdapat perbedaan yang Herodes, R. (2010). Anxiety and Depression
signifikan pada rata-rata tekanan darah in Patient
sebelum dan sesudah diberikannya intervensi,
yang secara statistik didapatkan hasil pada LeMone, P, & Burke.(2008). Medical surgical
tekanan darah sistolik dengan p< 0,01 dan nursing : Critical thinking in client
diastolik sebesar p=0,0. care.( 4th ed). Pearson Prentice Hall :
Pada pelaksanaannya, responden tidak New Jersey
bisa lepas dari terapi farmakologi yang telah
di programkan. Oleh sebab itu, sebelum Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009).
penulis melakukan intervensi ini, penulis Fundamentals of nursing: concept,
harus mensiasati selisih atau waktu pemberian process, and practice. 4/E (Terj.
obat hipertensi agar teknik relaksasi ini bisa Yasmin Asih, et al). Jakarta: EGC.
terbukti dapat menurunkan tekanan darah
tanpa efek obat antihipertensi. Responden Purwanto, B. (2013). Herbal dan
juga harus tetap melakukan diit yang sesuai, Keperawatan Komplementer.
yaitu dengan membatasi asupan garam (<6 Yogyakarta: Nuha Medika.
gr), serta mengonsumsi makanan dengan
nutrisi dan kalori yang seimbang. Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan
Pada bagian ini, dijelaskan hasil Keperawatan, Yogyakarta: Graha
penelitian/pengabdian kepada masyarakat dan Ilmu.
pada saat bersamaan diberikan pembahasan
yang komprehensif. Hasil dapat disajikan Setyoadi, K. (2011). Terapi Modalitas
dalam gambar, grafik, tabel dan lain-lain yang Keperawatan Jiwa pada Klien
membuat pembaca mudah mengerti [6]. Psikogeriatrik. Jakarta : Salemba
Diskusi bisa dilakukan di beberapa sub-bab. Medika

4. KESIMPULAN Smeltzer, S. C., & Bare B. G. (2009). Buku


Berdasarkan hasil studi kasus yang Ajar Keperawatan Medikal Bedah
diksanakan IGD RSUD dr.Soedirman Brunner & Suddarth ( Edisi 8 Volume
Kebumen dan pembahasan maka dapat 1). Jakarta: EGC
diperoleh kesimpulan bahwa penerapan
relaksasi otot progresif berpengaruh pada Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2012). Buku
tekanan darah. Ini berarti jika Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
mengkombinasikan terapi farmakologi dan Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
relaksasi otot progresif akan lebih efektif
dalam menurunkan tekanan darah Sulis, T. E., Wasisto, U., & Hasneli, N. Y.
dibandingkan hanya dengan terapi (2015). Efektifitas Relaksasi Otot
farmakologi saja. Progresif Terhadap Tekanan Darah
Pada Penderita Hipertensi Esensial.
DAFTAR PUSTAKA JOM, 2(2), 1069–1075.
Corwin, elizabeth, J. (2009). Buku Saku Udjianti, W.J. (2010). Keperawatan
Patofisiologi. Jakarta : EGC
kardiovaskular. Jakarta: Salemba
Medika

371
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

World Health Organiation. (2012). A Global


Brief on Hypertension: Silent Killer
Global Public Health Crisis.
Switzerland: World Health
Organization.

372

Anda mungkin juga menyukai