Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

“GANGGUAN CEMAS MENYELURUH”

Penguji :
dr. Tri Rini Budi Setyaningsih, Sp. KJ

Oleh :
Watub Maulana G4A017035

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
STASE ILMU KEDOKTERAN JIWA

“GANGGUAN CEMAS MENYELURUH”

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat ujian


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Oleh :
Watub Maulana G4A017035

Disetujui
Pada tanggal, Maret 2019

Penguji,

dr. Tri Rini Budi Setyaningsih, Sp. KJ


NIP. 19570919 198312 2 001

2
1. PENDAHULUAN

Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia.


Perasaan tersebut ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan,
seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat,
palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Anxietas merupakan gejala yang umum tetapi
non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Kumpulan gejala
tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap
orang tidak sama. Anxietas
yang patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui batas normal
1,2
terhadap satu ancaman yang sungguh-sungguh dan maladaptif.
Anxietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada
gangguan psikiatrik, dapat sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat
juga sebagai kondisi normal. Anxietas normal sebenarnya suatu hal yang
sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang keadaan jiwa dan tubuh
manusia supaya dapat mempertahankan diri dan anxietas juga dapat bersifat
konstruktif, misalnya
seorang pelajar yang akan menghadapi ujian, merasa cemas, maka ia akan belajar
2
secara giat supaya kecemasannya dapat berkurang.
Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang paling
lazim terjadi di masyarakat umum. Hampir 30 juta orang yang terkena gangguan
ini di Amerika Serikat, dengan angka kejadian pada wanita yang dapat terkena
hampir dua kali lebih sering dibanding pria. Gangguan kecemasan yang
berhubungan dengan kejadian morbiditas yang cukup signifikan, sering menjadi
kronis dan cenderung resisten terhadap pengobatan. Gangguan kecemasan dapat
dilihat sebagai bagian dari gangguan mental terkait, yang dapat diklasifikasikan
dalam Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-
IV-TR), yaitu : (1) gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia, (2)
agoraphobia dengan atau tanpa gangguan panik, (3) fobia spesifik, (4) fobia
sosial, (5) obsesif-kompulsif (OCD), (5) gangguan stres pasca trauma (PTSD), (6)
3
gangguan stres akut; dan (7) gangguan kecemasan umum.
Sebuah aspek menarik dari gangguan kecemasan adalah interaksi antara
faktor genetik dan pengalaman. Ada sedikit keraguan bahwa gen yang abnormal
dapat menyebabkan seseorang rentan terhadap keadaan kecemasan patologis,

3
namun bukti jelas menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan yang traumatis dan
3
stres juga dapat menjadi penyebab yang cukup penting.

Pengalaman kecemasan memiliki dua komponen: kesadaran sensasi


fisiologis (misalnya, jantung berdebar dan berkeringat) dan kesadaran
bahwa mereka gugup atau ketakutan. Perasaan malu dapat meningkatkan
3
kecemasannya dan akan mengakui bahwa mereka sedang ketakutan.
Selain efek motorik dan efek viseral, kecemasan dapat mempengaruhi
pemikiran, persepsi, dan belajar. Hal ini cenderung menghasilkan kebingungan
dan distorsi persepsi, tidak hanya waktu dan ruang tetapi juga dari orang
dan makna dari suatu peristiwa. Distorsi ini dapat mengganggu belajar
dengan menurunkan konsentrasi, mengurangi ingat, dan merusak
3
kemampuan untuk berhubungan dengan bagian lain untuk membuat asosiasi.
Dalam referat ini, akan dibahas lebih mendetail mengenai gangguan cemas
menyeluruh, yakni mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran klinis,
3
diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, serta prognosis.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder,


GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak
realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami
hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan.
Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan
gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur,
dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan
4,5
yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir
yang berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa
alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol
sehingga dapat
menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan
4,5
dan kehidupan sosial. Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau
dan cemas yang berlanjut dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik
yang berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami
4
serangan panik dan depresi.

2. EPIDEMIOLOGI

Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8% , dengan


prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-
laki sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga
dewasa akhir, dengan insidens yang cukup tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD
6,7,8
merupakan gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan pada usia tua.

3. ETIOLOGI

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga

5
menyebabkan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara
lain :

1. Kontribusi Ilmu Psikologi


Tiga sekolah utama psikologis theory yaitu psikoanalitik, perilaku,
dan eksistensial telah memberikan kontribusi teori tentang penyebab kecemasan.
Teori masing-masing memiliki kegunaan baik konseptual dan praktis dalam
3
mengobati gangguan kecemasan.
a. Teori psikoanalitik
Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal
dari penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali
kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Menanggapi
sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk
mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang muncul
ke dalam kesadaran. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak
diperlukan untuk menghilangkan kecemasan semua tapi untuk
meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu, kemampuan untuk mengalami
kecemasan dan menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik
yang mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan muncul sebagai
respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup dan, meskipun agen
psychopharmacological mungkin memperbaiki
gejala, mereka mungkin tidak melakukan apapun untuk mengatasi situasi
3
hidup atau berkorelasi internal yang telah mendorong keadaan kecemasan.
Untuk memahami sepenuhnya kecemasan pasien dari pandangan
psikodinamik, seringkali berguna untuk berhubungan kecemasan atas
masalah-masalah perkembangan. Pada tingkat awal, kecemasan
disintegrasi mungkin ada. Kecemasan ini berasal dari ketakutan bahwa
fragmen kehendak diri karena orang lain tidak menanggapi dengan penegasan
diperlukan sebagai validasi. Kecemasan persecutory dapat dihubungkan
dengan persepsi bahwa diri sedang diserbu dan dimusnahkan oleh suatu
kekuatan jahat dari luar. Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang
takut kehilangan cinta atau persetujuan orang tua atau kekasih. Pada tingkat
yang paling dewasa, superego kecemasan berhubungan dengan perasaan

6
bersalah tentang tidak memenuhi standar diinternalisasi perilaku moral yang
berasal dari orang tua. Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik dapat
menjelaskan tingkat utama dari kecemasan yang menangani seorang
pasien. Beberapa kecemasan jelas
berkaitan dengan konflik pada beberapa tingkat perkembangan yang
3
bervariasi.

b. Teori Perilaku
Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan
lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis
dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi
cemas segera setelah ia melihat ayahnya yang kasar. Melalui
generalisasi, dia mungkin akan percaya semua orang. Dalam model
pembelajaran sosial,
seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan meniru
3
kecemasan di lingkungan, seperti orang tua cemas.
c. Teori eksistensial
Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan
umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk
rasa cemas yang sifatnya kronis.Konsep utama teori eksistensial adalah
bahwa perasaan orang pengalaman hidup di alam semesta tanpa tujuan.
Kekhawatiran
eksistensial tersebut dapat meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan
3
bioterorisme.
d. Teori kognitif-perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,
disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negatif pada
lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang
4,8
sangat negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.
e. Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien
GAD dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25%
dari keluarga tingkat pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang
sama.

7
Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada
4,8
kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.
2. Kontribusi Ilmu Biologi
a. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh
pada sistem kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot (misalnya, sakit
kepala), pencernaan (misalnya, diare), dan pernapasan (misalnya,
takipnea). Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan gangguan
kecemasan, terutama mereka yang memiliki gangguan panik,
menunjukkan nada simpatik yang meningkat, beradaptasi perlahan
terhadap rangsangan berulang-ulang, dan merespon berlebihan terhadap
3
rangsangan moderat.
b. Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar
dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin
(NE), serotonin, dan gama-ainobutyric acid (GABA).Salah satu eksperimen
tersebut untuk mempelajari kecemasan adalah tes konflik, di mana
hewan secara bersamaan disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya
makanan) dan negatif (misalnya, sengatan listrik). Anxiolyticnarkoba
(misalnya benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi
hewan untuk situasi ini,
sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon
3
perilaku hewan.
c. Norepinefrin
Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan
kecemasan, seperti serangan panik, insomnia, terkejut, dan
hyperarousal otonom, merupakan karakteristik fungsi noradrenergik yang
meningkat. Itu teori umum tentang peranan norepinefrin pada gangguan
kecemasan dimana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem
noradrenergik yang buruk. Badan sel dari sistem noradrenergik terutama
terlokalisasi pada lokus seruleus di pons rostral, dan mereka memproyeksikan
akson mereka ke korteks otak, sistem limbik, batang otak, dan sumsum
tulang belakang. Percobaan pada primata telah menunjukkan bahwa
stimulasi dari lokus seruleus menghasilkan respon ketakutan pada
hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama atau sama

8
sekali menghambat menghambat kemampuan hewan untuk membentuk respon
3
ketakutan.
Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan
gangguan panik, agonis reseptor adrenergik (misalnya, isoproterenol
[Isuprel]) dan adrenergik antagonis reseptor (misalnya, yohimbine
[Yocon]) dapat memicu serangan panik yang sering dan cukup parah.
Sebaliknya, clonidine (Catapres), sebuah beta 2-reseptor agonis,
mengurangi gejala kecemasan dalam beberapa situasi eksperimental dan
terapeutik. Temuan yang kurang konsisten adalah bahwa pasien dengan
gangguan kecemasan, terutama gangguan panik, memiliki cairan
serebrospinal tinggi (CSF) atau tingkat urin metabolit noradrenergik 3-
3
metoksi-4-hydroxyphenylglycol (MHPG).
d. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis
Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres
psikologis meningkatkan sintesis dan pelepasan kortisol.Kortisol
berfungsi untuk memobilisasi dan untuk melengkapi penyimpanan energi
dan kontribusi untuk gairah meningkat, kewaspadaan, perhatian
terfokus, dan pembentukan memori; penghambatan pertumbuhan dan
sistem reproduksi, dan penahanan dari respon kekebalan.Sekresi kortisol
yang berlebihan dan berkelanjutan dapat memiliki efek samping yang
serius, termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin,
dislipidemia, dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan penyakit
kardiovaskular. Perubahan dalam hipotalamus hipofisis-adrenal (HPA)
fungsi sumbu telah dibuktikan dalam PTSD. Pada pasien dengan
gangguan panik, tumpul hormon adrenocorticoid (ACTH) terhadap
berbagai corticotropin-releasing factor (CRF) telah dilaporkan dalam
3
beberapa penelitian dan tidak pada orang lain.
e. Corticotropin-releasing hormone (CRH)
Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH
mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang
terjadi selama stres.Tingkat CRH di hipotalamus meningkat pada orang
dengan stres, mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan
pelepasan kortisol dan dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga
menghambat berbagai fungsi neurovegetative, seperti asupan makanan,

9
aktivitas seksual, dan program endokrin untuk pertumbuhan dan
3
reproduksi.
f. Serotonin
Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk
peran serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai jenis
hasil stres akut pada omset 5-hidroksitriptamin (5-HT) meningkat pada
korteks prefrontal, amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam
hubungan ini pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan
serotonergik memiliki efek terapi dalam beberapa gangguan
kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD.Efektivitas
buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam
pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya
hubungan antara serotonin dan kecemasan.
Badan sel neuron serotonergik kebanyakan terletak di inti raphe di
batang otak dan sel – sel yang menuju ke korteks, sistem limbik (khususnya
amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine (MCPP), obat
serotonergik, dan fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan
pelepasan serotonin, menyebabkan kecemasan
meningkat pada pasien dengan gangguan kecemasan, dan banyak laporan
menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen dan stimulansia
misalnya, asam diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4
methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait dengan
perkembangan gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang
3
menggunakan obat ini.
g. GABA
Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan
golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada
jenis reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis
gangguan kecemasan. Meskipun potensinya rendah, benzodiazepin adalah
obat yang paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan
kecemasan umum, potensi tinggi obat – obat golongan benzodiazepin,
seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan
gangguan panik. Sebuah antagonis benzodiazepin, flumazenil
(Romazicon), menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien

10
dengan gangguan panik. Data ini telah membawa para peneliti
berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan gangguan
kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka,
3
meskipun hubungan ini belum terbukti secara langsung.
h. Aplysia
Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan
didasarkan pada studi Aplysia californica, oleh pemenang Hadiah Nobel Eric
Kandel, MD Aplysia adalah siput laut yang bereaksi terhadap bahaya dengan
menghindar, menarik diri ke dalam cangkangnya.Perilaku ini dapat
dikondisikan secara klasik, sehingga siput merespon stimulus netral
seolah-olah itu stimulus berbahaya.Siput juga bisa menjadi peka dengan
guncangan acak, sehingga menunjukkan respon walaupun dengan tidak
adanya bahaya nyata.Aplysia klasik dikondisikan menunjukkan
perubahan terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi
peningkatan pelepasan jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut
adalah hewan sederhana, karya ini menunjukkan pendekatan
eksperimental untuk proses neurokimia kompleks yang berpotensi terlibat
3
dalam gangguan kecemasan pada manusia.
i. Neuropeptida Y
Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang merupakan salah
satu peptida yang paling berlimpah ditemukan di otak mamalia. Bukti
yang menunjukkan keterlibatan amigdala dalam efek ansiolitik NPY yang
kuat, dan
mungkin terjadi melalui reseptor NPY-Y1. NPY memiliki efek regulasi
counter pada sistem CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting dalam
ekspresi kecemasan, ketakutan, dan depresi. Studi awal dalam tentara operasi
khusus di bawah tekanan yang ekstrim pelatihan menunjukkan bahwa tingkat
3
NPY tinggi berhubungan dengan kinerja yang lebih baik.
j. Galanin
Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan mengandung 30
asam amino. Galanin telah terbukti terlibat dalam sejumlah fungsi
fisiologis dan perilaku, termasuk belajar dan memori, mengontrol rasa
sakit, asupan makanan, kontrol neuroendokrin, regulasi kardiovaskular,
dan terakhir kecemasan. Sebuah galanin immunoreactive padat serat
sistem yang berasal dari LC innervasi otak depan dan struktur otak tengah,

11
termasuk hippocampus, hipotalamus, amigdala, dan korteks prefrontal.
Studi pada tikus telah menunjukkan bahwa galanin dikelola terpusat
memodulasi kecemasan terkait perilaku. Galanin dan agonis reseptor NPY
3
mungkin menjadi target baru untuk pengembangan obat anti ansietas.

4. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh


ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas,
khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah
pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut
mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan akal
sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk
Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara
terus-menerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan,
kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol,
cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar, mudah
3,7,8
marah, sulit tidur.
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel
di bawah:
Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar
2. Otot tegang/kaku/pegal

12
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat
6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah/dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/ badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
Kewaspadaan berlebihan dan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu
Penangkapan berkurang 14. Mudah terkejut/kaget
15. Sulit konsentrasi pikiran
16. Sukar tidur
17. Mudah tersinggung

11
Tabel 2.1 Gejala-gejala Gangguan Cemas Menyeluruh:

Gangguan cemas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan


darah. Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu
curah jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance).
Anxietas akan merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan
mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan
sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah
ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang
korteks adrenal untuk mengsekresi kortisol kedalam sirkulasi darah.
Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan mengakibatkan peningkatan
renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan pembuluh darah
terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan sebagai
pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem
parasimpatis.
Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang

13
sangat berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen
parasimpatis sehingga akan

mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada


kecemasan yang kronis, kadar adrenalin terus meninggi, sehingga
kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat
tekanan darah meninggi. Pada gangguan cemas menyeluruh yang
terutama berperan adalah neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah
diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu : 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 . Menurut
Kabo reseptor 5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan
reseptor 5-HT3 bersifat sebagai eksitator.
Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan sedangkan
8
aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.

5. DIAGNOSIS
9
Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM V (300.02) (F41.1) :
1. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir
setiap hari, sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang
sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)
2. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
3. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala
berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi
dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya
satu nomor yang diperlukan pada anak :
a) Kegelisahan
b) Merasa mudah lelah
c) Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
d) Iritabilitas
e) Ketegangan otot
f) Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidakmemuaskan)
4. Kecemasan, khawatir, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting.

14
5. Gangguan tidak berasal dari zat yang memberikan efek pada fisiologis
(memakai obat-obatan) atau kondisi medis lainnya (seperti hipertiroid).
6. Gangguan tidak dapat dijelaskan lebih baik oleh gangguan mental lainnya
(seperti kecemasan dalam gangguan panik atau evaluasi negatif pada
gangguan kecemasan sosial atau sosial fobia, kontaminasi atau obsesi
lainnya pada gangguan obsesif-kompulsif, mengingat kejadian traumatik
pada gangguan stress pasca traumatik, pertambahan berat badan pada
anorexia nervosa, menderita keluhan fisik pada gangguan somatisasi,
merasakan penampilan kelemahan dalam gangguan dismorfik tubuh,
memiliki penyakit yang serius dalam penyakit kecemasan, atau delusi pada
gangguan schizophrenia).
Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai
10
berikut:
1. Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi
khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”)
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,
sulit konsentrasi, dan sebagainya);
b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai);
dan
c. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering dan sebagainya).
3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan
untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang
yang menonjol.
4. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa
hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan
cemas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari
episode
depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0),
atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).

6. DIAGNOSIS BANDING
15
Gangguan cemas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan
akibat kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan
penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah,
elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya
intoksikasi kafein,

penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-
4
sedatif dan anxiolitik.
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan
pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada
gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan cemas menyeluruh juga
dapat didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif,
4
hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma.
1. Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga pasien
berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak terdapat objek
4
tertentu yang menimbulkan kecemasan.
2. Gangguan obsesif kompulsif
Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang
(kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan pada GAD,
4
pasien sulit untuk menghilangkan kecemasannya, kecuali pada saat tidur.
3. Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas
terhadap penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien
dirasakannya dan berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya,
sedangkan pada GAD,
pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari
4
kecemasan yang dirasakannya.
4. Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan sutau
peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan
4
pada GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.
16
7. PENATALAKSANAAN

1. Farmakoterapi
a. Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine
dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai
respons terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan
dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama
pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama
1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas,
antikonvulsan, anti-
insomnia, dan premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang
11
termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain :
• Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 2-10 mg
9im/iv), broadspectrum.
• Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum.
• Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan
anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
• Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-
anxietas, psychomotor performance paling kurang terpengaruh,
untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.
• Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
• Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas
tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai
komponen efek anti-depresi.
b. Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih
efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala
somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10
mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3
minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah
menggunakan Benzodiazepin tidak akan
17
18
memberikan respon yang baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan
bersama antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan
tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi
11
Buspiron sudah mencapai maksimal.

Dosis
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan
Anjuran

1. Diazepam Diazepin Tab. 2-5 mg 10-30 mg/h


Lovium Tab. 2-5 mg
Stesolid Tab. 2-5 mg
Amp.
10mg/2cc
2. Chlordiazepoxide Cetabrium Drg. 5-10 mg 15-30 mg/h
Arsitran Tab. 5 mg
Tensinyl Cap. 5 mg
3. Lorazepam Ativan Tab. 0,5-1-2 2-3 x 1 mg/h
Renaquil mg
Tab. 1 mg
4. Clobazam Frisium Tab. 10 mg 2-3 x 1m
mg/h
5. Alprazolam Xanax Tab. 0,25-0,5 0,75-1,50
Alganax mg mg/h
Tab. 0,25-0,5
mg
6. Sulpiride Dogmatil Cap. 50 mg 100-200 mg/h
7. Buspirone Buspar Tab. 10 mg 15-30 mg/h
8. Hydroxyzine Iterax Caplet 25 mg 3x25 mg/h

11
Tabel 2.2 Sediaan Obat Anti-Anxietas dan Dosis Anjuran

19
2. Psikoterapi
a. Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran
manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana
proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana
manusia berpikir, merasa dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan
kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan
peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan
memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien
diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi
positif.Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien
menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti
yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi.
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung.
Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi
6,11
dan biofeedback.
b. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi
yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi
6
optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
c. Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik
bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien.
Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai
terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk
menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar
6
pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

8. PROGNOSIS

Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang


mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset,
durasi gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi.

20
Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada pasien dengan
gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan klinis dan prognosis
gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan.Namun demikian,
beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan berhubungan dengan
onset gangguan kecemasan umum. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan
yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan
cemas menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan kecemasan umum adalah
suatu keadaan kronis
yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami
4
gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh,
perlu diingat bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini
berhubung dengan dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya
yang begitu kompleks.Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan
dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran
dalam menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.
Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah
menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam
interaksi sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada penderita
yang sebelumnya banyak menemui kesulitan dalam pergaulan, kurang percaya
diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain. Kematangan kepribadian
juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam menanggapi
kenyataan-kenyataan, keseimbangan dalam memadukan keinginan-keinginan
pribadi dengan tuntutan-tuntutan masyarakat, integrasi perasaan
dengan perbuatan, kemampuan menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan lain sebagainya. Semakin matang kepribadian
premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas menyeluruh juga semakin
baik.
Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada
gangguan kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih
baik. Demikian pula dengan situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa
nyaman dan cocok dengan situasinya, maka hasilnya akan lebih baik
dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan

21
sebelum gejala-gejala menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan-
keuntungan sampingan

22
misalnya untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari
tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala sudah merupakan alat untuk
mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka kemauan pasien untuk
sembuh berkurang dan prognosis akan menjadi lebih jelek.
Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan
cemas menyeluruh. Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan
cemas menyeluruh relatif ringan, maka prognosis akan lebih baik karena
penderita akan lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan hidup
penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap
prognosis. Sikap yang mengejek akan memperberat penyakitnya, sedangkan
sikap yang membangun akan meringankan penderita. Demikian juga
peristiwa atau masalah yang menimpa penderita misalnya kehilangan orang
yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang besar akan
memperjelek prognosisnya.

23
III. KESIMPULAN

Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)


merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak
realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari.Kondisi ini dialami
hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6
bulan.Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan
dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan
tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
Penyebab terjadinya GAD dapat dijelaskan melalui beberapa teori, antara
lain teori biologi, teori genetik, teori psikoanalitik dan teori kognitif-perilaku.
Gambaran klinis yang dapat muncul antara lain anxietas berlebihan,
ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, dan sakit kepala,
hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk napas pendek, berkeringat, palpitasi,
dan disertai gejala pencernaan.
Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD
adalah gangguan panik, fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis,
gangguan somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan
kepribadian.
Penatalaksanaan GAD meliputi farmakoterapi, golongan Benzodiazepin
merupakan drug of choice sebab mempunyai efek anti-anxietas, spesifitas,
potensi dan keamanan yang paling baik. Selain itu, pasien juga diberikan
psikoterapi, berupa terapi kognitif-perilaku (CBT), terapi suportif dan psikoterapi
berorientasi tilikan.
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh,
perlu diingat bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan.Hal ini berhubung
dengan dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang
begitu kompleks.Keadaan penderita, lingkungan
penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam
menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh. Selain itu kepribadian
premorbid pasien, efektifitas terapi, faktor stres, serta dukungan
lingkungan.
24
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan Kecemasan. In : Wiguna M, editor.


Sinopsis Psikiatri. Edisi ketujuh. Jilid Satu : Phyladelphia. Hal.1-8.
2. Hutagalung, Evalina Asnawi. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi
Gangguan Anxietas. [Internet] 2007 [Diakses pada 27 Maret 2018].
Available from : http://gangguan_anxietas.htm
3. Saddock BJ, Saddock VA. Anxiety disorder. In : Kaplan Saddock’s Synopsis
of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Tenth Edition..
New York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007; Pg 580-8.
4. DSM IV-TR. (2000). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental
Disorders (DSM IV-TR). Washington DC: American Psychiatric
Association.American Psychological Association.
5. Generalized Anxiety Disorder.[Internet]. [Diakses pada 27 Maret 2018].
Available from : http://www.Helpguide.org
6. Shear, Katherine M. Anxiety Disorders “Generalized Anxiety Disorder” in :
Dale DC, Federman DD, editors. ACP Medicine. 3rd Edition. Washington:
WebMD Inc. : 2007.
7. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Generalized
Anxiety Disorder in : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry :
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott
Williams & Wilkins: 2007. p. 623-7
8. Idrus, Faisal. Pola Tekanan Darah pada Gangguan Cemas
Menyeluruh.[Internet]. [Diakses pada 27 Maret 2018]. Available from
:http://www.artikelkedokteran.com/304/pola -tekanan-darah-pada-gangguan-
cemas-menyeluruh.html.
9. Stevens V. Anxiety Disorders. In : Goljan EF, editor. Behavioral Science.
Elsevier Science.
10. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya: 2003. Hal. 74
11. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi

25
Ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: 2007.
Hal.36-41.

26

Anda mungkin juga menyukai