Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung
kemampuan menyerap oksigen menjadi berkurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh
tidak bekerja. Inilah penyebab penderita pneumonia dapat meninggal, selain dari penyebaran
infeksi ke seluruh tubuh. (Misnadiarly, 2008)
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai jaringan parenkim paru. Sebagian besar disebabkan
oleh mikroorganisme (virus atau bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi,
radiasi dll). (Said M, 2015) Pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan interstisial. (Callistania C dan Indrawati W, 2014)
2.1.1 Pneumonia Balita
Anak Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai Anak Balita adalah anak yang
telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah
lima tahun atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12–59 bulan. (DEPKES, 2015)
Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-kadang keluhan
gastrointestinal seperti muntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala respiratori seperti
takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), nafas cuping hidung, ronki, dan sianosis. (Said M,
2015)
2.1.2 Epidemiologi
Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan utama dan menyebabkan lebih dari 5
juta kematian per tahun pada anak balita di negara berkembang. Penyakit ini juga merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia <5 tahun. Insidens pneumonia pada anak
berusia <5 tahun adalah 10–20 kasus/100 anak/ tahun di negara berkembang dan 2-4
kasus/anak/tahun di negara maju. (Callistania C dan Indrawati W, 2014)
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di
bawah lima tahun . Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang
2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan
Asia tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia.
(Said M, 2015)
2.1.3 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan
anak yang lebih besar. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan
oleh infeksi Streptoccus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus
aureus. Secara klinis, umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.
Demikian juga dengan pemeriksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat
menentukan etiologi. (Said M, 2015)
2.1.4 Etiologi berdasarkan tempat terjadinya pneumonia
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu: pneumonia-
komunitas (Community-Acquired Pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat, dan
pneumonia nosokomial (Hospital-Acquired Pneumonia), bila infeksi terjadi di rumah sakit.
Selain berbeda dalam lokasi tempat terjadinya infeksi, kedua bentuk pneumonia ini juga berbeda
dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, penyakit dasar atau penyakit penyerta dan
prognosisnya. (Said M, 2015)
2.1.5 Pneumonia komunitas
Pada pneumonia komunitas jenis patogen tidak diketahui pada 40% kasus. Dilaporkan
adanya Str. Pneumoniae pada (9-20%), M. pneumoniae (13-37%), Clamydia pneumoniae (17%).
Patogen pada pneumonia komunitas rawat inap. Pada 20-70% tidak diketahui penyebabnya, Str.
Pneumoniae dijumpai pad 20-60%, H. influezae (3-10%), dan oleh S. aureus, gram negatif
enterik, M. pneumoniae, C. pneumoniae dan virus sebesar sp 10%. Kejadian infeksi kuman
atipikal mencapai 40- 60%. Infeksi patogen gram negatif bisa mencapai 10% terutama pada
pasien dengan komorbiditas penyakit lain seperti disebut di atas. Ps, Aeruginosa dilaporkan
sebesar 4%. Penelitian pneumonia komunitas rawat di Asia misalnya Indonesia atau Malasyia
mendapatkan patogen yang bukan Str. Pneumoniae sebagai penyebab tersering pneumonia
komunitas, antara lain KI. Pneumoniae. (Dahlan Z, 2015)
2.1.6 Pneumonia nosokomial
Pada kelompok pneumonia nosokomial etiologi tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat
berat sakit, adanya risiko untuk jenis patogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset
pneumonia. Patogen Str. Pneumoniae memiliki faktor risiko koma, cedera kepala, influenza,
pemakaian obat IV, DM, gagal ginjal dan patogen Ps, Aeruginosa memiliki faktor risiko pernah
dapat antibiotik, ventilator >2 hari, lama dirawat di ICU, terapi steroid/antibiotik, kelainan
struktur paru-paru, malnutrisi. (Dahlan Z, 2015)
2.1.7 Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di
alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin
bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meninkat di
alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium
ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap
normal. (Said M, 2015)
2.1.8 Gejala
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS. Gambaran
klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara
umum adalah sebagai berikut : (Said M, 2015)
• Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner. (Said M, 2015)
• Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. (Said M, 2015)
2.1.9 Diagnosis

KELOMPOK KLASIFIKASI TANDA PENYERTA SELAIN BATUK


UMUR DAN ATAU SUKAR BERNAPAS
2 Bulan- < 5 PNEUMONIA BERAT Tarikan dinding dada bagan bawah ke dalam (chest
tahun indrawing)
PNEUMONIA Napas cepat sesuai golongan umur
- 2 Bulan -<1 tahun : 50 kali atau lebih/menit
- 1-<5 tahun : 40 kali atau lebih/menit
BUKAN PNEUMONIA Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam
< 2 Bulan PNEUMONIA BERAT Napas cepat > 60 kali atau lebih per menit atau
Tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke dalam
BUKAN PNEUMONIA Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam
Gambar 2.1 klasifikasi balita batuk dan atau kesukaran bernafas (DEPKES, 2012)

Diagnosis pneumonia berat untuk kelompok umur kurang 2 bulan ditandai dengan
adanya napas cepat, yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau
adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah kedalam. Rujukan penderita
pnemonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernapas yang disertai adanya
gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold),
pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-pnemonia lainnya jika klasifikasinya bukan
pneumonia (DEPKES, 2012).
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi terseringyang terjadi pada pneumonia bakteri. IltenF dkk, melaporkan
mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolikventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase
meningkat, dan gagal jantung)yang cukuptinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan.
Oleh karena miokarditismerupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan
deteksi denganteknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemerikasaan enzim. (Said
M,2015)
2.2 Aplikasi Model Epidemiologidan KonsepModel Hendrik L. BlumpadaAnalisis Faktor
RisikoKejadian Pneumoniapada Balita.

2.2.1 Pendekatanmodel segitiga epidemologi


Model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu
manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan (Environment). Menurut Hockennberry dan
Wilson, 2009 penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara faktoragent,
host,dan environment. Dalam model ini faktoragentadalah yang bertanggung jawab terhadap
penyebab penyakit meliputi infectiousagent yaitu organisme penyebab penyakit, physicalagent
dan chemicalagent. Faktorpenjamu (Host) adalah individu atau populasi yang berisiko terpajan
penyakit meliputi faktor genetik atau gaya hidup. Faktor lingkungan (Enviroment) adalah tempat
dimana hosthidup termasuk cuaca dan faktor-faktor yang berhubungan dengan rumah,tetangga
dan sekolah. (Hartati S, 2011)
Host

Agent Environtment

Gambar 2.2 The Epidemiologic triangel (Hockenberry and Wilson, 2009)


Gambar diatas memperlihatkan segitiga dalam status keseimbangan (ekuilibrium) yang normal.
Keseimbangan bukan menandakan kesehatan yang optimum, tetapi pola biasa yang sederhana
dari kondisi sehat dan sakit dalam populasi. Berbagai perubahan yang terjadi pada salah satu sisi
(agent, host, dan environment) akan menghasilkan ketidakseimbangan. (Hartati S, 2011)

Berikut adalah penjabaran hubungan 3 komponen yang terdapat dalam model segitiga
epidemiologi dengan faktor risiko terjadinya infeksi pneumonia pada balita :
1. Faktor penyebab (agent)
adalah penyebab dari penyakit pneumonia yaitu berupa virus dan bakteri. Berdasarkan
faktor penyebab (Agent) pneumonia dibedakan menjadi 1) pneumonia bakterial/tipikal
yaitu pneumonia yang dapat terjadi pada semua usia, 2) pneumonia atipikal adalah
pneumonia yang disebabkan oleh mycoplasma, legionella dan chlamydia, 3) pneumonia
virus adalah pneumonia yang disebabkan oleh virus (Hartati S, 2011)
2. Faktor Manusia (host)
adalah manusia atau pasien. Faktor risiko dalam hal ini adalah anak balita meliputi: Usia,
jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat pemberian ASI, status gizi, riwayat pemberian
vitamin A, riwayat imunisasi, status sosial ekonomi. (Said M, 2015)
3. Faktor Lingkungan (environment)
adalah yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita meliputi
kepadatan tumah, polusi udara, cuaca, kelembaban. (Hartati S, 2011)
2.2.2 Konsep model Hendrik L Blum
Menurut teori Hendrik L. Blum (1974) dalam Hartati (2011), status kesehatan
dipengaruhi secara simultan oleh empat faktor penentu yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keempat faktor penentu tersebut adalah lingkungan, perilaku (gaya hidup), keturunan dan
pelayanan kesehatan. Bagan kerangka pikir Hendrik L. Bagan kerangka pikir Hendrik L. Blum
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

KETURUNAN

STATUS PELAYANAN
LINGKUNGAN
KESEHATAN KESEHATAN

KESEHTA

PERILAKU

Gambar 2.2 Faktor yang mempengaruhi status kesehatan (Hendrik L Blum, 1974)
Makna panah berdasarkan model Hendrik L Blum yang menuju kepada status kesehatan
memiliki ukuran yang berbeda, dimana perilaku memiliki ukuran panah paling besar. Hal ini
disebabkan karena perilaku memiliki peranan yang paling besar, karena dapat di intervensi
dengan mudah kemudian yang kedua adalah lingkungan dan yang ketiga adalah pelayanan
kesehatan. Genetik atau keturunan tidak dapat di intervensi oleh sebab itu memiliki panah
dengan ukuran paling kecil (Endra Febri, 2015) Gambar diatas memperlihatkan sehat tidaknya
seseorang tergantung 4 faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.
Faktor tersebut berpengaruh langsung pada kesehatan dan juga berpengaruh satu sama lain.
Status kesehatan akan tercapai optimal jika empat faktor tersebut kondisinya juga optimal. Bila
salah satu faktor terganggu, status kesehatan tergeser kearah di bawah optimal. Keempat faktor
risiko yang mempengaruhi kejadian pneumonia pada balita adalah: (Hartati, 2011)
1. Faktor genetik atau keturunan
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa
sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes melitus dan asma
bronchial. Keturunan adalah faktor risiko yanng tidak mungkin kita hindari. (Endra Febri,
2015) Penyakit yang dapat diturunkan dari orang tua dan menjadi faktor risiko
pneumonia adalah penyakit asma. (Hartati, 2011)
2. Faktor pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan
pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta
kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas
kesehatan dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah
tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang memerlukan. (Endra Febri, 2015).
Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan
posyandu, puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu
dalam mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan
kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia di bidang kesehatan juga mesti ditingkatkan. Puskesmas sebagai
garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat sangat besar peranannya, sebab di
puskesmas akan ditangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan perawatan primer.
(Endra Febri, 2015) Hasil penelitian Djaja (2001), menjelaskan bahwa ibu dengan
pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak membawa anaknya untuk berobat ke
fasilitas kesehatan, tetapi ibu dengan pendidikan rendah akan lebih memilih anaknya
untuk berobat ke dukun atau mengobati sendiri. (Hartati S, 2011)
3. Faktor perilaku
Perilaku merupakan faktor pertama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu, juga dipengaruhi
oleh kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku-
perilaku yang melekat pada dirinya. (Endra Febri, 2015) Perilaku, baik individu maupun
masyarakat dalam menjaga kesehatan memegang peranan sangat penting untuk
mewujudkan Indonesia Sehat 2015. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat
harus dapat dimunculkan dari dalam diri sendiri maupun masyarakat untuk menjaga
kesehatannya.
Individu dan masyarakat yang berprilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan
budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. pembuatan peraturan tentang
berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan untuk menumbuhkan
kesadaran pada individu dan masyarakat. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan
keluarga, sekolah dan msayarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus
diajak turut serta dalam menyukseskan program-program kesehatan. Faktor perilaku,
seperti pada penjelasan sebelumnya, mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
tercapainya derajat kesehatan.
Perilaku dapat mempengaruhi lingkungan, pemanfaatan terhadap pelayanan kesehatan
yang telah disiapkan maupun terhadap kemungkinan masalah genetik yang timbul.
(Endra Febri, 2015) Faktor perilaku kesehatan yang berpengaruh terhadap kejadian
pneumonia pada anak balita yaitu perilaku lingkungan keluarga dimana terdapat
kebiasaan-kebiasaan dari anggota keluarga yang dapat mempengaruhi kesehatan anak
balita yaitu kebiasaan merokok anggota keluarga. (Hartati, 2011)
4. Faktor Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh cukup besar. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya
digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik, biologi
dan sosial. (Endra Febri, 2015)
a. Lingkungan fisik
Bersifat abiotik atau benda mati seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah,
panas, sinar, radiasi, dan lain-lain. Lingkungan fisik ini berinteraksi secara konstan
dengan manusia sepanjang waktu dan masa serta memegang peranan penting dalam
proses terjadinya penyakit pada masyarakat. Lingkungan yang memiliki kondisi
sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas
membahayakan kesehatan masyarakat kita. Terjadinya penumpukan sampah yang
tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi
penyebab. (Endra Febri, 2015)
b. Lingkungan biologis
Bersifat biologis atau benda hidup misalnya tumbuh-tumbuhan, hewan, virus, bakteri,
jamur, parasit, serangga, dan lain-lain yang dapat berperan sebagai agen penyakit,
reservoir infeksi, vektor penyakit, dan hospes intermediate. Hubungan manusia
dengan lingkungan biologisnya bersifat dinamis dan pada keadaan tertentu saat terjadi
ketidakseimbangan di antara hubungan tersebut, manusia akan menjadi sakit. (Endra
Febri, 2015)
c. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan,
pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Berupa kultur, adat istiadat, kebiasaan,
kepercayaan, agama, sikap, standar, gaya hidup, pekerjaan, kehidupan
kemasyarakatan, organisasi sosial dan poolitik. Manusia dipengaruhi oleh lingkungan
sosial melalui berbagai media seperti radio, TV, pers, seni, literatur, cerita, lagu, dan
sebagainya. Bila manusia tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
sosial, akan terjadi konflik kejiwaan dan menimbulkan gejala psikosomatik seperti
stres, insomnia, depresi, dan lain-lain. (Endra Febri, 2015)
Upaya menjaga lingkungan menjadi tanggungjawab semua pihak untuk itulah perlu
kesadaran semua pihak. (Endra Febri, 2015) Faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi risiko pneumonia pada anak balita adalah status sosial ekonomi orang
tua, pengetahuan orang tua serta persepsi orang tua tentang penyakit pneumonia pada
anak balita. (Hartati S, 2011)

Anda mungkin juga menyukai