Anda di halaman 1dari 20

Komunikasi Keperawatan

“ Komunikasi dengan pasien gangguan jiwa : Isos, Perilaku


kekerasan, dan Ansietas”
Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikas Keperawatan

DisusunOleh :
1. Ipah Siti Martinah
2. Kristina
3. Ma’arif Tri Anjaya
4. Mega Fazriatul Nurjanah
5. Naufal Hilmi
6. Nining Hamidah

KELAS IA
KELOMPOK 7

AKPER MUHAMMADIYAH CIREBON


Tahun ajaran 2018/2019

Jalan Walet No. 21 Telp. (0231) 201942 Cirebon

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya maka makalah Komunikasi Keperawatan ini dapat diselesaikan dengan baik
dan tepat pada waktunya. Judul dari makalah Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan Jiwa ;
Isolasi Sosial, Perilaku Kekerasa dan Ansietas.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh Ibu Titi Sri S, M. Kep. selaku dosen mata kuliah Komunikasi Keperawatan, serta untuk
menambah ilmu pengetahuan, mengenai gangguan jiwa .

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan penulis mohon maaf apabila
terdapat kesalahan pada penulisan makalah ini dimana tidak ada 2nsure kesengajaan dan dengan
tangan terbuka kami menerima saran terhadap makalah yang penulis sajikan ini untuk perbaikan
di masa yang akan datang.

Cirebon, 11 maret 2018

penyusun
DAFTAR ISI

Daftar Isi................................................................................................................. i

Kata Pengantar....................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan..................................................................................................... 1

BAB II Pembahasan

A. Pengertian Gangguan Jiwa………........................................................... 2


a. Penyebab Gangguan Jiwa.................................................................. 2
B. Komunikasi Terapeutik Berdasarkan Masalah pasien……………..….... 3
1. Klien dengan masalah Isolasi social………………………………... 3
2. Klien dengan Masalah Perilaku Kekerasan………………………… 6
3. Klien dengan Masalah Ansietas……………………………………. 9
C. Tujuan Komunikasi pada Pasien Jiwa…………………………………. 15
BAB III Penutup

A. Kesimpulan.................................................................................................... 16

B. Saran.............................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 17

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia adalah mahluk sosial. Untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan harus membina
hubungan interpersonal yang positif. Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu
yang terlibat saling merasakan kedekatan antara sementara identitas pribadi tetap di pertahankan.
Jika sebaliknya maka patut dicurigai adanya gangguan kepribadian dan biasanya terjadi pada
masa remaja dan dewasa.

Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang
unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung seperti pada masalah
kesehatan fisik, yang memperlihatkan gejala yang berbeda, dan muncul oleh berbagai penyebab.
Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi muncul gejala yang berbeda.
Banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritakan hal yang berbeda sama
halnya dengan masalah kejiwaan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu gangguan
kepribadian atau Isolasi Sosial (menarik diri), Perilaku Kekerasan dan Ansietas. Dalam gangguan
ini hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam
melakukan proses keperawatan dan penyembuhan dengan klien gangguan jiwa. Hal ini penting
karena dengan hubungan saling percaya dapat membantu klien dalam menyelesaikan
masalahnya.

B. Tujuan
- Menjelaskan pengertian gangguan jiwa
- Menjelaskan isolasi sosial, perilaku kekerasan dan ansietas
- Menjelaskan faktor predisposisi terjadinya gangguan isolasi sosial, perilaku kekerasan
dan ansietas
- Menjelaskan tanda dan gejala ganguan isolasi sosial, perilaku kekerasan dan ansietas
- Asuhan keperawatan pada pasien gangguan isolasi sosial, perilaku kekerasan dan
ansietas

C. Manfaat
Mahasiswa dapat berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan jiwa agar
dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan
terbagi dalam dua golongan yaitu : Gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (psikosa).
Keabnormalan terlihat dalam berbagai gejala adalah ketegangan(tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah, cemas, perbuatan yang terpaksa, hysteria, rasa lemah dan tidak mampu
mencapai tujuan. Perbedaan neurosa dengan psikosa adalah jika neurosa masih mengetahui dan
mereasakan kesukarannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam
alam kenyataan pada umumnya sedangkan penderita psikosa tidak memahami kesukarannya,
kepribadiannya(dari segi tanggapan, perasaan/ emosi, dan dorongan motivasinya sangat
terganggu ), tidak ada integritas dan ia hidup jauh dari alam kenyataan. (Zakiah dalam Yosep,
2007).

B. Penyebab Umum Gangguan Jiwa


Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh factor-faktor pada ketiga unsur yang
terus-menerus saling mempengaruhi(Yosep,2007) yaitu :

1. Faktor – factor somatic (somatogenik) atau organobiologis


a. Neroanatomi
b. Nerofisiologi
c. Nerokimia
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organic
2. Faktor – faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif
a. Interaksi ibu-anak: normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal bedasarkan
kekurangan, distorsi, dan keadaan yang terputus(perasaan tak percaya dan kebimbangan)
b. Peranan ayah
c. Persaingan antara saudara kandung
d. Intelegensi
e. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
f. Kehilangan yang menngakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
g. Konsep diri, pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
h. Keterampilan, bakat, dan kreatifitas
i. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j. Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya(sosiogenik) atau sosiokultural
a. Kestabilan keluarga
b. Pola mengasuh anak
c. Tingkat ekonomi
d. Perumahan : perkotaan lawan pedesaan

C. Komunikasi Terapeutik Berdasarkan Masalah pasien


1. Klien dengan masalah Isolasi sosial
a) Pengertian isolasi sosial
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain.

b) Tanda dan gejala isolasi social


1. Gejala subjektif
- Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

- Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

- Respons verbal kurang dan sangat singkat

- Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lai

- Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

- Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

- Klien merasa tidak berguna

- Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

- Klien merasa ditolak

2. Gejala objektif
- Klien banyak diam dan tidak mau berbicara
- Tidak mengikutu kegiatan
- Banyak berdiam diri di kamar
- Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
- Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
- Kontak mata kurang
- Kurang spontan
- Apatis (acuh terhadap lingkungan)
- Ekspresi wajah kurang berseri
- Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
- Mengisolasi diri
- Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
- Masukan makanan dan minuman terganggu
- Retensi urine dan feses
- Aktivitas menurun
- Kurang energi(tenaga)
- Rendah diri

c) Tindakan keperawatan terhadap pasien isolasi sosial


1. Membina hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial kadang perlu
waktu yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap terapeutik pada
pasien.Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah :

a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien


b. Berkenalan dengan pasien
c. Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini
d. Buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama klien, berapa lama akan
dikerjakan, dan tempatnya dimana
e. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh demi
kepentingan terapi
f. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
g. Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi

2. Membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial


Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyadarkan klien bahwa isolasi sosial
merupakan masalah dan perlu diatasi : hal tersebut dapat digali dengan menanyakan :

a. Pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain


b. Menayakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
c. Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan
mereka
d. Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang
lain
e. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien

3. Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap :


a. Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
b. Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain
c. Beri kesempatan klien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan di hadapan perawat
d. Mulialah bantu klien berinteraksi dengan satu orang teman/ anggota keluarga
e. Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan
dua,tiga,empat orang dan seterusnya
f. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien
g. Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien dengan orang lain. Beri dorongan terus
menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya.

4. Diskusikan dengan klien tentang kekurangan dan kelebihan yang dimiliki


5. Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi unutk membangun
kepercayaan diri klien dalam pergaulan
6. Ajarkan kepada klien koping mekanisme yang konstruktif
7. Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap
8. Diskusikan dengan keluarga pentingnya interaksi klien yang dimulai dengan keluarga
terdekat
9. Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya sosialisasi
dengan lingkungan sekitar

d) Tindakan keperawatan keluarga pasien dengan isolasi sosial


1. Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah adalah :
2. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan tentang :

a. Masalah sosial dan dampaknya pada pasien


b. Penyebab isolasi sosial
 Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial antara lain :
- Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan
tidak ingkar janji
- Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan kegiatan
bersama-sama dengan orang lain yaitu tidak mencela kondisi pasien dan
memberikan pujian yang wajar
- Tidak membiarkan pasien dirumah
- Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien
3. Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
4. Membantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan yang dihadapi
5. Menyusun perencanaan pulang bersam keluarga

2. Klien dengan Masalah Perilaku Kekerasan


a) Pengertian perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalm dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau
riwayat perilaku kekerasan.

b) Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan


Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara tentang
perilaku berikut ini :

1. Muka merah dan tegang


2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Jalan mondar mandir
5. Bicara kasar
6. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7. Mengancam secara verbal atau fisik
8. Melempar atau memukul benda/ orang lain
9. Mengepalkan tangan
10. Merusak barang atau benda
11. Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan

c) Tindakan Keperawatan Pasien dengan Perilaku Kekerasan


1. Membina hubungan saling percaya dengan klien
a. Beri salam/panggil nama pasien
b. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
c. Jelaskan hubungan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang dibuat
e. Lakukan kontak singkat tapi sering
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekarasan
a. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
b. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab kesal/jengkel
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
a. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat marah
b. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda kesal yang dialaminya

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan


a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
b. Bicarakan dengan klien apakah cara yang klien lakukan agar masalahnya selesai
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan klien
b. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang dilakukan klien
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruksif dalam merespon terhadap kemarahan
a. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat?”
b. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat
c. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat
7. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
a. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien
b. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara memilih
c. Bantu keluarga untuk menstimulasi cara tersebut
d. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah
8. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
a. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakuakn
keluarga terhadap klien selama ini
b. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien
c. Jelaskan cara-cara merawat klien
d. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
e. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
9. Klien dapat menggunakan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis,
waktu,dosis dan efek)
a. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien keluarga
b. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin
dokter
c. Jelaskan prinsip benar minum obat(baca nama yang tertera dalam obat, dosis
obat,waktu dan cara minum)
d. Ajarkan klien minum dengan tepat waktu
e. Anjurkan klien melaporkan pada perawat/dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenangkan
f. Beri pujian,jika klien minum obat dengan benar

3. Klien dengan Masalah Ansietas

a) Pengertian Ansietas

Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi
(Videbeck, 2008). Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang
secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005). Ansietas
adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang
menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang
jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
ansietas adalah respons emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak
jelas dan berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna
dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

b) Tanda dan Gejala Ansietas

Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari,
2008), antara lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging
(tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit
kepala dan sebagainya.

c) Tingkatan Ansietas

Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang
bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu
melakukan koping terhadap ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh
individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian
khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk
belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
– Ketegangan otot ringan
– Sadar akan lingkungan
– Rileks atau sedikit gelisah
– Penuh perhatian
– Rajin
b. Respon kognitif
– Lapang persepsi luas
– Terlihat tenang, percaya diri
– Perasaan gagal sedikit
– Waspada dan memperhatikan banyak hal
– Mempertimbangkan informasi
– Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
– Perilaku otomatis
– Sedikit tidak sadar
– Aktivitas menyendiri
– Terstimulasi
– Tenang

2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar
berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :
– Ketegangan otot sedang
– Tanda-tanda vital meningkat
– Pupil dilatasi, mulai berkeringat
– Sering mondar-mandir, memukul tangan
– Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
– Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
– Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
– Lapang persepsi menurun
– Tidak perhatian secara selektif
– Fokus terhadap stimulus meningkat
– Rentang perhatian menurun
– Penyelesaian masalah menurun
– Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
– Tidak nyaman
– Mudah tersinggung
– Kepercayaan diri goyah
– Tidak sabar
– Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons
takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
– Ketegangan otot berat
– Hiperventilasi
– Kontak mata buruk
– Pengeluaran keringat meningkat
– Bicara cepat, nada suara tinggi
– Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
– Rahang menegang, mengertakan gigi
– Mondar-mandir, berteriak
– Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
– Lapang persepsi terbatas
– Proses berpikir terpecah-pecah
– Sulit berpikir
– Penyelesaian masalah buruk
– Tidak mampu mempertimbangkan informasi
– Hanya memerhatikan ancaman
– Preokupasi dengan pikiran sendiri
– Egosentris
c. Respons emosional
– Sangat cemas
– Agitasi
– Takut
– Bingung
– Merasa tidak adekuat
– Menarik diri
– Penyangkalan
– Ingin bebas

4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka
tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
– Flight, fight, atau freeze
– Ketegangan otot sangat berat
– Agitasi motorik kasar
– Pupil dilatasi
– Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
– Tidak dapat tidur
– Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
– Wajah menyeringai, mulut ternganga

b. Respons kognitif
– Persepsi sangat sempit
– Pikiran tidak logis, terganggu
– Kepribadian kacau
– Tidak dapat menyelesaikan masalah
– Fokus pada pikiran sendiri
– Tidak rasional
– Sulit memahami stimulus eksternal
– Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
– Merasa terbebani
– Merasa tidak mampu, tidak berdaya
– Lepas kendali
– Mengamuk, putus asa
– Marah, sangat takut
– Mengharapkan hasil yang buruk
– Kaget, takut
– Lelah

d) Faktor Predisposisi

Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :

1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang
dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara
id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada
individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas
sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang
berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas
fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi
individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu
banyak dipelajari dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam
berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung
benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid
(GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan
kecemasan.
C. Tujuan Komunikasi pada Pasien Jiwa
1. Perawat dapat memahami orang lain
2. Menggali perilaku klien
3. Memahami perlunya member pujian
4. Memperoleh informasi klien

 Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :

1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang
menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.

2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement

3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersama –
sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri
penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau
berhubungan dll.

4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus direduksi
atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita support dengan terapi – terapi lain,
jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan – keadaan yang tidak normal, baik yang
berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Ada tiga faktor penyebab gangguan jiwa
yaitu : Faktor somatic (somatogenik) atau organobiologis, faktor psikologik (psikogenik) atau
psikoedukatifdan faktor sosio-budaya(sosiogenik) atau sosiokultural. Gejala umum yang
muncul pada seseorang yang mengalami gangguan mental (Sundari,2005) adalah : keadaan
fisik, keadaan mental dankeadaan emosi. Tujuan komunikasi pada pasien jiwa yaituperawat
dapat memahami orang lain, menggali perilaku klien,memahami perlunya member
pujian dan memperoleh informasi klien.

B. Saran
Saran kami untuk semua perawat agar belajar bagaimana komunikasi dengan baik dan
benar untuk memenuhi kebutuhan pasien bukan hanya obat yang bisa menyembuhkan tapi
dengan kita mendengarkan keluhan pasien itu akan membuat pasien merasa nyaman. Dan
calon perawat harus mengetahui cara berkomunikasi dengan baik pada pasien terutama pada
pasien yang mengalami gangguan kejiwaan.

DAFTAR PUSTAKA

 Damayanti, mukhripah.Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.2008. Bandung.


Redika Aditama
 Yosep,iyus. Keperawatan Jiwa.2009.Bandung. Redika Aditama
 http://perawatpskiatri.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-dengan-risiko.html . Dia
kses pada tanggal 30 desember 2011 pukul 19.00
 http://tenreng.wordpress.com/2009/02/19/asuhan-keperawatan-dengan-pasien-depresi/.

Anda mungkin juga menyukai