Anda di halaman 1dari 4

Tinjauan pustaka

Botani Kentang
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis umbi-umbian
yang termasuk jenis tanaman semusim, berumur pendek dan berbentuk perdu atau
semak. Dalam ilmu botani, tanaman kentang dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Pitojo 2004).
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum tuberosum L.
Tanaman kentang merupakan tanaman dicotyledone namun memiliki tipe
perakaran serabut, pada satu tangkai daun majemuk umumnya terdiri dari 8-12 helai
daun kecil, pada umumnya panjang batang mencapai 40-100 cm tergantung varietas,
bunga kentang termasuk gamopetalous yang bermahkota lima helai kelopak bunga
dengan masa berbunga mulai umur 70-80 hari setelah tanam ( Sastrahidayat 2011).

Varietas Tanaman Kentang


Menurut Rukmana (2002) jumlah klon atau varietas kentang di indonesia
terdapat lebih dari 300 klon, namun varietas unggul yang telah dilepas baru sedikit
antara lain varietas Cosima, Desiree, Eigenheimer,Patrones, Atlantik, Rapan 106,
Cipanas, Thung 151, Segunung Katela dan Granola.
Diantara varietas-varietas unggul kentang yang ada di Indonesia yang disukai
Granola dan Atlantik. Kentang varietas Granola banyak dipilih oleh petani karena
keunggulannya antara lain berumur pendek, adaptasinya luas, hasil produksi cukup
tinggi, bentuk umbi yang bagus dan tahan terhadap penyakit layu bakteri.

Syarat Tumbuh Tanaman Kentang


Kondisi tanah yang cocok untuk tumbuh tanaman kentang adalah tanah yang
berdrainase baik, tekstur sedang, gembur, dan banyak mengandung bahan organik.
Ketersediaan air tidak boleh kurang dari 50% kapasitas lapang. Kedalaman air tanah
15 cm dan derajat keasaman (pH) tanah yang dikehendaki adalah 5 - 6.5.
Menurut Kementan (2015) lingkungan daerah tropis yang cocok untuk
budidaya tanaman kentang adalah dataran tinggi dengan ketinggian 1 000-1 300 mdpl
dengan curah hujan 1 500 mm tahun-1. Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan
tanaman kentang adalah pada suhu 18-21℃ serta kelembapan udara 80-90%.

Produksi Benih Kentang G0


Produksi benih kentang dapat dilakukan dengan sistem aeroponik dengan
menggunakan benih sumber hasil dari kultur jaringan, setelah tumbuh menjadi tanaman
lengkap planlet dicuci bersih untuk membuang sumber kontaminasi pada planlet,
setelah itu planlet direndam pada larutan Mankozeb 1 g 1-1 + streptomisin sulfat 20% 1
g 1-1 selama 10 menit, larutan tersebut berfungsi sebagai baterisida dan fungisida.
Kegiatan selanjutnya adalah aklimatisasi, yakni proses pemindahan planlet dari
lingkungan yang terkontrol ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik suhu, cahaya,
dan kelembapan, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotroph. Media yang
digunakan yaitu arang sekam yang steril kemudian dibasahi sampai jenuh dengan air
steril, lalu planlet ditanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat agar bibit tidak
membusuk. Permasalahan utama peningkatan produksi kentang di Indonesia yaitu
masalah pembibitan. Upaya penyediaan benih kentang perlu dilandasi sistem
perbenihan yang mapan, yaitu bagaimana mendapatkan bibit kentang bermutu dalam
jumlah cukup, tepat waktu dan tepat kultivar (Wattimena 2000).
Penurunan produksi kentang disebabkan antara lain : 1) rendahnnya kualitas
dan kuantitas benih kentang, 2) faktor topografi yaitu ketinggian suatu tempat dan suhu
yang sesuai untuk pertanaman kentang di Indonesia sangat terbatas, 3) daerah tropis
Indonesia merupakan tempat yang optimum untuk hama dan penyakit tanaman
kentang.

Hama dan Penyakit Tanaman


Beberapa hama dan penyakit yang perlu diwaspadai antara lain hama
penggerek umbi (Phthorimaea operculella) dan kutu daun (Aphis gossipii) serta
penyakitnya yakni hawar basah (Phytophthora infestans) dan penyakit layu bakteri
(Ralstonia solanacearum).
Hama penggerek umbi (Phthorimaea operculella) adalah ulat pemakan daun
dan umbi yang menyebabkan timbulnya gerekan bekas luka pada daun dan lubang-
lubang pada umbi. Pengendalian hama penggerek umbi dapat dilakukan dengan
penerapan rotasi tanaman serta memusnahkan umbi yang sakit. Hama lainnya yang
menyerang tanaman kentang adalah kutu daun (Aphis gossipii) menginfeksi daun yang
menghisap cairan daun muda sehingga daun berkerut atau keriting, lalu akhirnya layu
dan menimbulkan kematian . Penggendalian hama ini dapat dilakukan dengan
menggunakan insektisida (Samadi 2007).
Penyakit hawar basah (Phytophthora infestans) menimbulkan bercak basah
pada daun hingga menjadi coklat dengan bagian tepi terdapat serbuk putih yang
mengadung spora. Pengendalian penyakit hawar basah dapat menggunakan bibit yang
sehat saat penanaman dan penyemprotan pestisida. Penyakit layu bakteri (Ralstonia
solanacearum) menyebabkan daun bagian bawah menguning sehingga tanaman layu
sebagian atau keseluruhan. Penggendalian penyakit layu bakteri dapat dilakukan
dengan sanitasi kebun, pergiliran tanaman serta penggunaan pestisida (Idawati 2012).

Sistem Aeroponik
Aeroponik sendiri berasal dari bahasa yunani, kata aero yang berarti udara dan
panos yang berarti budidaya, jadi aeroponik adalah budidaya tanaman dengan melalui
sistem pengkabutan. Aeroponik selain dapat menghasilkan kualitas bibit kentang yang
baik dan dalam jumlah banyak serta menghemat lahan. Pada sistem ini, unsur hara
diserap atau diaplikasikan langsung melalui akar, sehingga perlu proporsi yang optimal
baik dari unsur makro (N, P, KMg, Ca, S) maupun mikro (Mn, Mo Cu, Fe, B, Zn).
Budidaya tanaman kentang sistem aeroponik silakukan didalam screen house dengan
menggunakan bak yang terbuat dari fiberglass dan ditutup dengan menggunakan
Styrofoam, sehingga tanaman akan terbebas dari serangan hama dan penyakit. Bahan
tanaman berupa stek mikro berasal dari hasil perbanyakan kultur jaringan di
laboratorium yang sudah steril (Harjanto 2009). Sistem aeroponik dapat meningkatkan
produksi kentang dengan luas lahan yang terbatas.
Teknologi aeroponik untuk produksi benih kentang merupakan terobosan
peningkatan benih dari hasil kultur jaringan. Aeroponik memiliki kelebihan jika
dibandingkan dengan sistem konvensional (media tanah). Teknologi tersebut dapat
meningkatkan kualitas benih kentang yang menggunakan bibit dari hasil kultur
jaringan (planlet) sehingga benih kentang yang dihasilkan baik dan sehat (Gunawan
2009).
Tujuan sistem aeroponik sama dengan sistem hidroponik, yaitu
mengoptimalkan penggunaan air. Perbedaanya adalah sistem aeroponik
memberdayakannya dengan melalui udara (pengkabutan), sehingga air pada sistem
aeroponik berisi larutan nutrisi (hara) yang disemprotkan kepada akar tanaman yang
menggantung (Harjanto 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Samadi B. 2007. Kentang dan Analisis Usahatani. Kanisius, Yogyakarta.


Sastrahidayat R. 2011. Tanaman Kentang dan Pengendalian Hama Penyakitnya.
Universitas Brawijaya Press, Malang.
Pitojo S. 2004. Benih Kentang. Kanisius, Yogyakarta.
Idawati N. 2012. Langkah Mudah Budidaya Kentang dan Kiat Bisnis Olahan Kentang.
Pustaka Baru Press, Yogyakarta.
Rukmana R. 2002. Usaha Tani Kentang Sistem Mulsa Plastik. Kanisius. Yogyakarta.
Gunawan H. 2009. Inovasi baru perbanyakan bibit kentang G-0 sistem aeroponik.
Bandung (ID): Pusat Inkubator Agribisnis BBPP Lembang.
Harjanto TD. 2009. Aeroponik Tanaman Kentang. Laporan Magang. Yogyakarta (ID):
Jurusan Agroteknologi Fakultas Agroindustri Universitas Mercubuana.
Yogyakarta.
Wattimena GA. 2006. Prospek Plasma Nutfah dalam Mendukung Swasembada Benih
Kentang di Indonesia. Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi Jakarta (ID).
Ditjen Hortikultura.

Anda mungkin juga menyukai