Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah retaknya tulang, yang biasanya disertai dengan cedera di


jaringan sekitarnya. Clavicula merupakan salah satu tulang yang paling sering
mengalami fraktur apabila terjadi cedera pada bahu karena letaknya yang
superfisial. Penyebab fraktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada
bahu akibat kecelakaan apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan
bermotor, namun kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik.
Menurut data epidemiologi pada orang dewasa insiden fraktur clavicula
sekitar 40 kasus dari 100.000 orang, dengan perbandingan laki-laki perempuan
adalah 2:1. Fraktur pada midclavicula yang paling sering terjadi yaitu sekitar 85%
dari semua fraktur clavicula, sementara fraktur bagian distal sekitar 10%
danbagian proximal sekitar 5%.
Anastetika umum adalah obat yang dapat menimbulkan anastesia atau
narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum dari berbagai pusat di SSP yang
bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, sehingga
agak mirip keadaan pingsan.
Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasan pasien
dan memantau fungsi vital tubuh pasien selama prosedur anestesi berlangsung.
Anestesi umum diberikan oleh dokter yang terlatih khusus, yang disebut ahli
anestesi, ataupun bisa juga dilakukan oleh perawat anestesi yang berkompeten.

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Tanggal lahir : 19 Oktober 1978
Usia : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Berokan Rt 1/ 6, Bawen Kab. Semarang
Pekerjaan : Swasta
No. RM : 109xxx
Tanggal Operasi : 24 Agustus 2016

II. ANAMNESIS
Anamnese dilakukan secara autoanamnese pada tanggal 23 Agustus 2016
Keluhan Utama : Nyeri pada bahu kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada bahu kanan. Nyeri dirasakan
setelah pasien terjatuh saat mengejar angkutan umum. Saat kejadian lengan
kanan pasien terbentur pada bahu jalan. Pasien sadar saat kecelakaan
berlangsung. Nyeri terasa tajam pada bahu kanan. Nyeri bertambah jika
digerakkan. Pasien tidak merasakan nyeri kepala (-), sesak (-), nyeri dada (-),
nyeri perut (-) mual muntah (-), penurunan kesadaran setelah kecelakaan (-),
pasien kemudian dibawa ke RSUD Ambarawa untuk mendapatkan pelayanan
lebih lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit jantung : disangkal

2
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Pribadi Ekonomi Sosial


Pasien mulai puasa dari jam 00.00 WIB. Pesien mengakui bahwa
memiliki kebiasaan merokok dan menyangkal adanya riwayat meminum
alkohol sert penggunaan obat jangka panjang. Biaya pengobatan pasien
menggunakan BPJS-PBI. Kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2016
1. Keadaan Umum
Baik
2. Kesadaran
Compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)
3. Status Gizi
BB : 65 kg
TB : 165 cm
4. Tanda Vital
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 19 x/menit, tipe thorakoabdominal
Suhu : 36° C
5. Status Internus
a) Kepala
Kesan mesocephal, tidak ada jejas

3
b) Mata
Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+)
c) Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi
pendengaran(-/-)
d) Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-),septum deviasi
(-/-), konka hiperemis (-/-)
e) Mulut
Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
f) Leher
Simetris, trachea di tengah, pembesaran KGB (-), tiroid (normal),
nyeri tekan(-)
g) Thorax
Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Ø Lateral >Antero Ø Lateral >Antero
posterior posterior
Hemitorak Simetris Simetris
Dinamis Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Nyeri tekan (-) (-)
Pelebaran ICS (-) (-)
Arcus Costa Normal Normal
3. Perkusi
Sonor diseluruh Sonor di seluruh
lapang paru lapang paru
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan Vesikuler Vesikuler
Wheezing(-), ronki (-) Wheezing(-), ronki (-)
Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada Dalam batas normal Dalam batas normal

4
Hemitorak Simetris Simetris

2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Nyeri tekan (-) (-)
Pelebaran ICS (-) (-)

3. Perkusi
Suara lapang Sonor di seluruh Sonor di seluruh
paru lapang paru lapang paru
Peranjakan paru Sulit dinilai Sulit dinilai

4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Wheezing(-), ronki (-) Wheezing(-), ronki (-)

Tampak anterior paru Tampak posterior paru

SD : vesikuler SD : vesikuler
ST : ronki (-), wheezing (-) ST : ronki (-), wheezing (-)

Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
Perkusi :
 Batas atas : ICS II parasternal sinsitra
 Pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
 Batas kanan bawah : ICS V lin.sternalis dextra
 Kiri bawah : ICS V linea midclavicula
sinistra 1 cm kearah medial
konfigurasi jantung : dalam batas normal
Auskultasi : reguler
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)
h) Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di

5
sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit hepar (-), bruit aorta
abdominalis(-), bruit A.Renalis dextra (-), bruit
A.Renalis sinistra(-), bruit A.Iliaca dextra (-), bruit
A.iliaca sinistra (-).
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+)
normal, pekak alih (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, ginjal tidak teraba.
i) Ekstremitas
Akral dingin (-), edema (-), sianosis (-) pada, jejas (+) pada area
clavicula dextra.

6. Status lokalis
Clavicula dextra
Inspeksi : perdarahan (-), hematom (-), edema (-), rotasi (-), tampak
diskontinuitas jaringan lunak (+), deformitas (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+), krepitasi tidak disengaja (+),
sensibilitas (+), hangat (+)
Gerakan : ROM fleksi, ektensi, dan abduksi regio brachium
terbatas karena nyeri (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah rutin :
Leukosit 11,9 (H) 103/ul 3,8-10,6
Eritrosit 4,37 (L) 106/ul 4,5-5,8
Hemoglobin 13,70 g/dl 13,2-17,3
Hematokrit 41,20 % 40-52
MCV 94,30 Fl 82-98

6
MCH 31,40 Pg 27-32
MCHC 33,33 g/dl 32-37
Trombosit 274 103/ul 150-400
Diff count :
Limfosit absolute 1,4 103/ul 1,0-4,5
Monosit absolute 0,5 103/ul 0,2-1
Granulosit 10.0 (H) 103/ul 2-4
Kimia klinik :
Glukosa sewaktu 114 (H) Mg/dl 74-106
SGOT 20 g/dl 0-50
SGPT 13 IU/L 0-50
UREUM 19,6 Mg/dl 10-50
Kreatinin 0,95 Mg/dl 0,62-1,1

b. Rontgen
Foto AP dan lateral : Fracture tertutup pada os clavicula 1/3 tengah dextra.

V. ASSESMENT
Diagnosa : Close Fraktur Os Clavicula 1/3 Tengah Dextra.

7
VI. STATUS ANESTESI
1) PRE OPERASI
a. Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri bahu kanan
b. Pemeriksaan Fisik
1. Airway : Clear, mallampati I, thyromentale distance >3 jari
2. Breathing : Spontan, RR : 19 x/menit, suara dasar vesikuler
3. Circulation : TD : 120/80 mmHg, Nadi : 76 x/menit regular
4. Dissability : GCS 15 (E4M6V5), compos mentis
5. Exposure : jejas pada bahu kanan
c. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen : Tampak Fraktur Clavicula 1/3 Tengah Dextra
d. Diagnosa : Close Fraktur Os Clavicula 1/3 Tengah Dextra

Kesimpulan  ASA II
Sikap  Informed consent anestesi dan puasa 12 jam
2) OPERASI
Tindakan operasi : ORIF
a. Mulai anastesi : Tanggal 24 Agustus 2016 pukul 11.30 WIB
b. Jenis anestesi : GA (General Anestesi)
c. Induksi : Propofol 12 mg, Phentanyl 0,1 mg
d. Premedikasi : Ondancetron 4 mg
Ranitidine 25 mg
e. Mantenance : O2 3 Liter/ menit
RL 500 ml
f. Pemantaian vital sign
Vital sign 11.30 11.45 12.00 12.15
TD 100/60 120/60 120/60 110/60
mmHg
mmHg mmHg mmHg
Nadi 60x/ menit 85 x/ menit 91 x/ menit 100 x/ menit
RR 20 x/ menit 20 x/ menit 22x/ menit 21x/ menit
Saturasi 100% 100% 99% 100%
g. Analgesik : Ketorolac 30 mg/ 1 ml
h. Selesai operasi : Tanggal 24 Agustus 2016 pukul 12.15

3) POST OPERASI
1. Awasi keadaan umum dan tanda-tanda vital sampai stabil.
2. 2 jam post operasi tidak mual, tidak muntah.
3. Infus RL 20 tpm.
4. Tirah baring 24 jam tanpa bantal, boleh miring kekanan dan kekiri
5. Terapi lain sesuai dokter spesialis bedah Orthopedi.

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fracture
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang
umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Kekuatan dan sudut pandang
dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur
lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap
melibatkan seluruh ketebalan tulang.

1. Anatomi Clavicula
Dalam anatomi manusia, tulang selangka atau clavicula adalah tulang
yang membentuk bahu dan menghubungkan lengan atas pada batang tubuh.
Clavicula berbentuk kurva-ganda dan memanjang. Ini adalah satu-satunya
tulang yang memanjang horizontal dalam tubuh. Terletak di atas tulang rusuk
pertama. Pada ujung medial, clavicula bersendi pada manubrium dari sternum
(tulang dada) pada sendi sternoclavicularis. Pada bagian ujung lateral
bersendi dengan acromion dari scapula (tulang belikat) dengan sendi
acromioclavicularis. Pada wanita, clavicula lebih pendek, tipis, kurang
melengkung, dan permukaannya lebih halus.

Gambar 3.1 : right clavicula ( Atlas of Netter )


Fungsi clavicula berguna untuk:

9
 Sebagai pengganjal untuk menjauhkan anggota gerak atas dari bagian dada
supaya lengan dapat bergerak leluasa.
 Meneruskan goncangan dari anggota gerak atas ke kerangka tubuh
(aksial).

Walaupun dikelompokkan dalam tulang panjang, clavicula adalah tulang satu-


satunya yang tidak memiliki rongga sumsum tulang seperti pada tulang
panjang lainnya. Clavicula tersusun dari tulang spons.

Otot-otot dan ligamentum yang berlekatan pada clavicula:


Permukaan superior:
 Otot deltoideus pada bagian tuberculum deltoideus
 Otot trapezius

Permukaan inferior
 Ligamentum conoideum (bagian medial dari ligamentum
coracoclaviculare) pada tuberculum conoideum
 Ligamentum trapzoideum (bagian lateral dari ligamentum
coracoclaviculare pada linea trapezoidea

Batas anterior:
 Otot pectoralis mayor
 Otot deltoideus

 Otot sternocleidomastoid

 Otot sternohyoideus

 Otot trapezius

10
Gambar 3.2 : clavicula muscle an ligament ( Atlas of Netter )

Perkembangan
Clavicula adalah tulang pertama yang mengalami proses
pengerasan osifikasi selama perkembangan embrio minggu ke-5 dan 6.
Clavicula juga yang merupakan tulang terakhir yang menyelesaikan proses
pengerasan yakni pada usia 21 tahun.

2. Fraktur Clavicula
Fraktur clavicula dapat terjadi sebagai akibat trauma langsung atau
gaya tak langsung yang dihantarkan melalui bahu. Kebanyakan fraktur
klavikula dijumpai pada separuh bagian distal, biasanya pada pertemuan 1/3
tengah dan 1/3 distal. Kira-kira 2/3 fraktur klavikula terjadi pada anak-anak.
Fraktur klavikula pada waktu lahir berkisar di antara greenstick sampai
perpindahan komplet dan harus dibedakan dengan dari pseudoartrosis
kongenital.
Karena fiksasi relatif dari fragmen medial dan beratnya ekstremitas
superior, frakmen distal pindah ke bawah, kedepan dan ke arah garis tengah.
Foto rentgen anteroposterior harus selalu dibuat, tetapi proyeksi oblik
kadang-kadang lebih berguna. Meskipun cedera pada pleksus brakhialis atau
arteri subklavia tidak sering terjadi, komplikasi seperti itu biasanya dapat
diperlihatkan pada pemeriksaan fisik.

11
3. Klasifikasi Fraktur Clavicula
a) Fraktur mid klavikula ( Fraktur 1/3 tengah klavikula)
 Paling banyak ditemui
 Terjadi medial ligament korako-klavikula ( antara medial dan 1/3
lateral)

 Mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung ( dari


lateral bahu)

b) Fraktur lateral klavikula ( Fraktur 1/3 lateral klavikula)


Fraktur klavikula lateral dan ligament korako-kiavikula, yang dapat
dibagi:
 Type 1 : undisplaced jika ligament intak
 Type 2 : displaced jika ligamen korako-kiavikula rupture.

 Type 3 : fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis.

Mekanisme trauma pada type 3 biasanya karena kompresi dari bahu.


c) Fraktur medial klavikula ( Fraktur 1/3 medial klavikula )
Insiden jarang, hanya 5% dan seluruh fraktur klavikula. Mekanisme
trauma dapat berupa trauma langsung dan trauma tak langsung pada
bagian lateral bahu yang dapat menekan klavikula ke sternum . Jatuh
dengan tangan terkadang dalam posisi abduksi.
 Type 1 : minimal displacement
 Type 2 : displaced
 Type 3 : intraarticular
 Type 4 : epiphyseal separation
 Type 5 : cominutif

B. Anestesi Umum
1. Pengertian anastesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

12
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasri berbagai
tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan
keselamatan pasien di operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup
(resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan
penanggulangan nyeri menahun.

2. Skala Resiko “ASA”


“American Society of Anaesthesiologists” (ASA) menetapkan sistem
penilaian yang membagi status fisik penderita ke dalam lima kelompok.
Golongan Status Fisik
Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya
I penderita dengan hernia inguinalis tanpa kelainan lain, orang
tua sehat dan bayi muda yang sehat.
Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan
disebabkan oleh penyakit yang akan dibedah, misalnya
II
penderita dengan obesitas, penderita bronchitis dan penderita
DM ringan yang akan menjalani apendektomi
Penyakit sistemik berat, misalnya penderita DM dengan
III komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendicitis
akut
Penyakit gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa
IV yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, missal
insufisiensi koroner atau MCI
Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil,
pembedahan dilakukan sebagai pilihan terakhir, missal
V
penderita syok berat karena perdarahan akibat kehamilan di luar
uterus yang pecah.

3. Pembagian Anastesi
a. Anastesi Umum

13
Adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias
anastesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Cara
pemberian anastesi umum:
1) Parenteral (intramuscular/intravena)
Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anastesi.
2) Perektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anastesi atau tindakan
singkat.
3) Anastesi Inhalasi
Yaitu anastesi dengan menggunakan gas atau cairan anastesi
yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui
udara pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran
gas (dengan O 2 ) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung
dari tekanan parsialnya.

b. Stadium Anestesi
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4
stadium (stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:
1) Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai
hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti
perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan
pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat
dilakukan pada stadium ini
2) Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya
kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.

3) Stadium III

14
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan tcraturnya pernapasan
sampai pernapasan spontan hilang. Stadium I I I dibagi menjadi 4
plana yaitu:
a) Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang,
terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak,
pupil midriasis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat,
refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai
relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai
menurun).
b) Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak
menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak,
terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai
menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang
sehingga dikerjakan intubasi.
c) Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai
paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral,
refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot
lurik hampir sempuma (tonus otot semakin menurun).
d) Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal
paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya
hilang, refleks sfmgter ani dan kelenjar air mata tidak ada,
relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat
menurun).
4) Stadium IV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan
melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. pada
stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung
berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada
stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

c. Mallampati

15
Dalam anestesi, skor Mallampati, juga Mallampati klasifikasi,
digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi. Hal ini ditentukan
dengan melihat anatomi rongga mulut, khusus, itu didasarkan pada
visibilitas dasar uvula, pilar faucial.
Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan
lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade :
 Grade I : Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas
 Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring
tidak terlihat
 Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
 Grade IV : Pilar faring, uvula, dan palatum mole tidak terlihat

General Anestesi
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Beberapa tipe anestesi adalah:
• Anestesi umum adalah hilangnya kesadaran total
• Anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan
sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan
kesadaran
• Anestesi regional adalah hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari
tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang
berhubungan dengannya.

Anestesi Umum (General Anesthesia)


Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Trias anestesi, yaitu :
1. Hipnotik
2. Analgesik

16
3. Relaksasi

Obat Premedikasi
a. Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik
Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama
untuk mengurangi efek bronchial dan cardial yang berasal dari perangsangan
parasimpatis, baik akibat obat atau anestesi maupun tindakan lain dalam operasi.
Disamping itu efek lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan
menurunkan spasme gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini tidak mencegah
timbulnya laringospame yang berkaitan dengan anestesi umum.
Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosis terapeutik ada
perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur. Karena itu sebaiknya obat ini
tidak digunakan untuk anestesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada
penderita dengan suhu diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung
khususnya fibrilasi aurikuler.
Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.
Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg
untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-anak.

b. Hipnoz 2 mg (Midazolam) : obat penenang (transquilaizer)


Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untukpremedikasi, induksi
dan pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat
karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua
dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus
ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan.
Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikandengan umur dan
keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. padaorang tua dan pasien lemah dosisnya
0,025-0,05 mg/kgBB. Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut
nadi dan pernafasan, umumnya hanya sedikit.

c. Cedantron 4 mg (Ondansentrone)
Suatu antagonis reseptor serotonin 5 – HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan
pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa hipotensi, bronkospasme,
konstipasi dan sesak nafas. Dosis dewas 2-4 mg.

17
Obat Induksi
1. Tracrium 20 mg (Atracurium) : nondepolarisasi
Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan
dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya
menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.
Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-
45 menit dan dapat meningkat menjadi 2 kalilipat pada suhu 250 C, kecepatan efek
kerjanya 1-2 menit.
Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf-otot
mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja.
Antikolinesterase yang paling sering digunakan ialah neostigmin dengan dosis (0,04-0,08
mg/kgBB) atau obat antikolinergik lainnya. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik
menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang bronkus, hipermotilitas usus
dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai obat vagolitik seperti atropin
dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau glikopirolat 0,005-0,01 mg/kgBB sampai 0,2-0,3
mg/kgBB pada dewasa.

2. Recofol 80 mg (Profofol)
Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter
recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Profofol merupakan
cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan
1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam lemak. Profopol menghambat transmisi neuron
yangdihantarkan oleh GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yangbekerja cepat
yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik.
Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis
sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yangberumur diatas 55 tahun dosis
untuk induksi maupun maintenance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untik
pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan bolus
intravena atau secara kontinu melalui infus, namun kecepatan pemberian harus lebih
lambat daripada cara pemberian pada oranag dewasa di bawah umur 55 tahun. Pada
pasien dengan ASA III-IVdosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih lambat.

Maintenance

18
1. N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak
terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai
O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga
sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi
jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti
halotan dan sebaagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan
cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia
difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10
menit.Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu
60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan
perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O
sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothorak, pneumomediastinum,
obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.

2. Halothane (Fluothane)
Halothane adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan bening tak berwarana
yang mudah menguap dan berbau harum. Pemberian halothane sebaiknya bersama
dengan oksigen atau nitrousokside 70% oksigen dan sebaiknya menggunakan vaporizer
yang khusus dikalibrasi untuk halothane agar konsentrasi uap dihasilkan itu akurat dan
mudah dikendalikan. Pada nafas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada
nafas kendali sekitar 0,5-1 vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi pernafasan, menurunnya tonus simpatis, terjadi
hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan
inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian halothane sering menyebabkan pasien
menggigil.

Intubasi
Setelah dilakukan induksi anestesia yaitu tindakan untuk membuat pasien dari
sadar menjadi tidak sadar, maka memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.
Induksi dapat dilakukan secara intrvena, intramuskular, inhalasi dan rektal. Sebelum
dilakukan induksi sebaiknya disiapkan terlebih dahulu peralatan dan obat-obatan yang
diperlukan. Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat:
S= Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.

19
T = Tubes Pipa trakea. Usia <>5 tahun dengan balon (cuffed)
A= Airway Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring(nasofaring) yang
digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidaksadar agar lidah tidak menymbat jalan
napas
T= Tape Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I = Intro Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan
C= Connec Penyambung pipa dan perlatan anestesia
S= Suction Penyedot lendir dan ludah

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan


saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah
aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi.
Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal:
a. Mempermudah pemberian anestesia.\
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan
kelancaran pernafasan.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan
tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk)
d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.
g. Obat.

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002


antara lain :
a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan
oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian
suplai oksigen melalui masker nasal.
b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan
karbondioksida di arteri.
c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau
sebagai bronchial toilet.
d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat
atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

20
Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi
endotrakheal antara lain :
a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus
dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.
b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra
servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal biasanya


dijumpai pada pasien-pasien dengan :
a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.
b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara
mental symphisis dengan lower alveolar margin yangmelebar memerlukan
depresi rahang bawah yang lebih lebarselama intubasi.
c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi. Gigi
incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).
d. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang
sendi temporomandibuler, spondilitis servical spine.
e. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi
kepala pada leher di sendi atlantooccipital.
f. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan
fleksi leher.

Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang
telah ditetapkan antara lain :
a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang,
oksiput diganjal dengan menggunakan alas kepala (bias menggunakan
bantal yang cukup keras atau botol infus 1 gram), sehingga kepala dalam
keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis
lurus.
b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot,
lakukan oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan
selama 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangankiri dan balon
dengan tangan kanan.

21
c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang
laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan
dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop
didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan
akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan
dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan
pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V.
d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan
melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara.
Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan
laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas.
Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan
dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon
pipa dikembangkan dandaun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa
difiksasi dengan plester.
e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan
ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada denganstetoskop,
diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada
aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan
terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas
kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan
tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti
ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila
terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster
akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop),
kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan
nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi
dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.

22
23
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


pasien didiagnosis close fracture os clavicula 1/3 tengah dextra dengan ASA II
dan mallampati I. Pasien dianjurkan untuk melakukan operasi reduksi dan fiksasi
internal (ORIF). Menjelang operasi pasien tampak sakit sedang, tenang, kesadaran
compos mentis. Pasien sudah berpuasa selama 12 jam sebelum siap untuk
dioperasi.
Pada operasi ini digunakan teknik anastesi General Anestesi (GA).
Keuntungan penggunaan anestesi umum adalah menurunkan kesadaran dan
ingatan pasien selama operasi, memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk
jangka waktu yang lama, memfasilitasi kontrol penuh terhadap jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi, dapat digunakan dalam kasus-kasus yang sensitif
terhadap zat anestesi local, dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi
terlentang, dapat disesuaikan dengan mudah untuk prosedur operasi dengan durasi
waktu yang tak dapat diprediksi atau pada keadaan penambahan waktu operasi,
serta dapat diberikan dengan cepat dan reversibel.
Kerugian dari teknik ini adalah membutuhkan peningkatan kompleksitas
perawatan dan biaya yang terkait, membutuhkan persiapan pasien praoperasi,
dapat menyebabkan fluktuasi perubahan fisiologis yang memerlukan intervensi
aktif, terkait dengan komplikasi kurang serius seperti mual atau muntah, sakit
tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan dibutuhkan waktu dalam pengembalian
fungsi mental yang normal, serta terkait dengan kondisi hipertermia yang gawat,
sebuah kondisi yang jarang, terkait dengan kondisi otot yang terkena paparan
beberapa (tidak semua) zat anestesi umum yang dapat menyebabkan kenaikan
suhu akut dan berpotensi mematikan, hiperkarbia, asidosis metabolik, dan
hyperkalemia.
Pada akhir operasi atau setelah operasi selesai, maka anestesi diakhiri
dengan menghentikan pemberian obat anestesi. Pada penderita yang
menggunakan pipa endotrakheal maka perlu dilakukan ekstubasi (melepas pipa

24
ET). Ekstubasi bisa dilakukan pada waktu penderita masih teranestesi dalam dan
dapat juga dilakukan setelah penderita sadar. Ekstubasi pada keadaan setengah
sadar membahayakan penderita, karena dapat terjadi spasme jalan napas, batuk,
muntah, gangguan kardiovaskuler, naiknya tekanan intra okuli dan naiknya
tekanan intra cranial.
Ekstubasi pada waktu penderita masih teranestesi dalam mempunyai
resiko tidak terjaganya jalan nafas, dalam kurun waktu antara tidak sadar sampai
sadar. Tetapi ada operasi tertentu ekstubasi dilakukan pada waktu penderita masih
teranestesi dalam. Pada penderita yang mendapat balance anestesi maka ekstubasi
dilakukan setelah napas penderita adekuat. Untuk mempercepat pulihnya
penderita dari pengaruh muscle relaxant maka dilakukan reverse, yaitu
memberikan obat antikolinesterase.
Adapun setelah prosedur diatas selesai, pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan dan terus diobservasi dengan cara menilai Aldrette’s score nya, nilai 8-
10 bisa dipindahkan ke ruang perawatan, 5-8 observasi secara ketat, kurang dari 5
pindahkan ke ICU, penilaian meliputi:

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, Heru DJ. Anestesiologi. Semarang: bagian anestesiologi dan


terapi intensif FK UNDIP/ RSUP Dr. Kariadi. 2010.
2. Muhardi M, Roesli T, Sunatrio, Ruswan D. Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1989.
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan

Terapeutik Ed 5 farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru. 2007


4. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan

Terapi Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2007
5. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor). Kapita Selekta

Kedokteran. Cetakan keenam : Media Aesculapius – FK UI. 2007


6. Mangku G,dkk. Buku Ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan

pertama. Jakarta : Universitas Udayana Indeks. 2010

26

Anda mungkin juga menyukai