Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

VULNUS LACERATUM
A. Definisi
Vulnus atau luka adalah rusaknya penutup tubuh yaitu kulit atau otot sehingga
bagian dalam tubuh menjadi bersentuhan dengan lingkungan luar dan dapat
menyebabkan infeksi. Vulnus dapat dibedakan berdasarkan penyebab dan
karakteristik luka. Salah satu vulnus yaitu vulnus laceratum berupa luka akibat benda
tajam atau tumpul yang menembus kulit atau otot. Vulnus laceratum memiliki ciri
tidak rata, bagian bawah membentuk ruang seperti kantong. Bagian bawah
memperlihatkan jaringan dan otot adiposa (Ziemba 2012 dalam Amanda, 2019).
Menurut Robert (2012), Vulnus Laceratum (luka robek) merupakan terjadinya
ganguan kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula
normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan
jaringan (Laoh and Djabu, 2018).
Vulnus laceratum adalah luka robek terkena mesin atau bendalainnya yang
menyebabkan robeknya jaringan rusak dalam (Hidayat, 2008)
Jadi, vulnus laceratum adalah luka robek akibat kekerasan yang meyebabkan
terputusnya kontinuitas jaringan.
Secara umum luka dapat dibagi menjadi 2 yaitu simple, bila hanya melibatkan
kulit, dan kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya. Trauma arteri
umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam (50%) misalnya karena
tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau kecelakaan lalu lintas
(Robert, 2010).
Trauma arteri dibedakan berdasarkan beratnya cidera:
1. Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding.
2. Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan biasanya
menimbulkan pendarahan yang hebat.
3. Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis menunjukan
pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami vasokontriksi dan retraksi
sehingga masuk ke jaringan karen elastisitasnya.
B. Etiologi
Vulnus laseratum dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya:
1. Alat yang tumpuul
2. Jatuh ke benda tajam atau keras
3. Kecelakaan lalu lintas
4. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan
C. Fatofisiologi
Vulnus Laceratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh,
kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma

akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan

terputus, dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya

cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan

itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu

untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi

fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah

jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan

hidup.
D. Patway

Mekanik : Benda tajam

Kontinuitas jaringan Traumatik jaringan/agen


terputus cedera fisik

Perubahan sirkulasi Terputusnya kontinuitas


jaringan

Gangguan integritas
kulit/jaringan Kerusakan saraf perifer

Rusaknya barier Stimulasi neurotransmitter


pertahanan primer (histamine, prostaglandin,
bradikinin)
Terpapar lingkungan

Nyeri akut Ansietas


Resiko tinggi infeksi

Pergerakan Gangguan pola tidur


terbatas

Gangguan mobilitas fisik


E. Manifestasi Klinis
1. Luka tidak teratur
2. Jaringan rusak
3. Bengkak
4. Pendarahan
5. Tampak lecet atau memar di setiap luka
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama darah lengkap. tujuanya
untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui
laboratorium.
b. Sel-sel darah putih leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel
pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
c. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
d. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
e. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus
G. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka,
pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihan akan kulit.
Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau
larutan antiseptik seperti:
a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
b. Halogen dan senyawanya.
1) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan
dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam.
2) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks
yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci
karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
3) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik
borok.
4) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid
dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam
air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk
hidung.
c. Oksidansia
1) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah
berdasarkan sifat oksidator.
2) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran
dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
d. Logam berat dan garamnya
1) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri
dan jamur.
2) Merkurokrom (obat merah) dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik
lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya
kerak (korts)
e. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
f. Derivat fenol
1) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan
eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
2) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.

g. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan

turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%.

Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka

terinfeksi.
H. Komplikasi

1. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak

adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan

dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,

perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

2. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius

yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam

jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,

saraf, dan pembuluh darah.

3. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.

4. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.


KONSEP KEPERAWATAN

VULNUS LACERATUM
A. Pengkajian
1. Pemeriksaan fisik keperawatan
a. Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan
rentang gerak, perubahan aktifitas.
b. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
c. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
d. Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
e. Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada
daerah cidera , kemerah-merahan.
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa tidur.
g. Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
h. Cairan dan elektrolit
Gejala : Muntah, diare
i. Oksigenasi
Gejala : Penurunan oksigenasi
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama darah lengkap.
tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya
melalui laboratorium.
b. Sel-sel darah putih leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel
pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
c. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
d. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
e. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus
B. Diagnosa
1. Nyeri akut b/d Agen cedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik b/d Nyeri
3. Gangguan integritas kulit/jaringan b/d perubahan sirkulasi
C. Intervensi
1. Nyeri akut b/d Agen cedera fisik
Manajemen nyeri
Observasi :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik :
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Gangguan mobilitas fisik b/d Nyeri
Dukungan ambulasi
Observasi :
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Terapeutik :
a. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (misalnya tongkat, kruk)
b. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik, jika perlu
c. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
a. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (misalnya berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan
sesuai toleransi).
3. Gangguan integritas kulit/jaringan b/d perubahan sirkulasi
Perawatan luka
Observasi :
a. Monitor karakteristik luka, misalnya warna, ukuran, bau)
b. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik :
a. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
b. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik: sesuai kebutuhan
c. Pasang balutan sesuai jenis luka
d. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
Edukasi :
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi :
c. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, A. S. (2019) ‘Vulnus Laceratum pada Burung Kakatua Jambul Kuning ( Cacatua
sulphurea )’, 3(3), pp. 41–42.
Laoh, J. M. and Djabu, S. (2018) ‘Mekanisme Koping Individu Dengan Tingkat Kecemasan
Pada Pasien Vulnus Laceratum di IGD RS Bhayangkara Manado’, pp. 506–515.
https://dokumen.tips/documents/askep-vulnus-laceratum-56c399bc61494.html

Anda mungkin juga menyukai