Anda di halaman 1dari 46

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Referat Peran
Entomologi Forensik dalam Penentuan Waktu Kematian. Referat ini disusun
untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang peranan entomologi forensik dalam
menentukan perkiraan waktu kematian dan untuk memenuhi syarat dalam
mengikuti program Profesi Kedokteran di bagian Forensik RSUP Dokter Kariadi
Semarang.
Dalam penulisan ini, penyusun juga ingin menghaturkan banyak terima
kasih kepada dr.Gatot Suharto, SH, Sp.F, Mkes. atas waktunya untuk
membimbing penyusun di sela-sela kesibukannya. Banyak ilmu yang penyusun
dapat dari arahan beliau yang bisa membantu dalam kehidupan penyusun. Tidak
lupa penyusun haturkan banyak terima kasih kepada dr. RP Uva Utomo, MHKes
selaku Residen Pembimbing. Meskipun banyak kekurangan penyusun dalam
menyusun referat ini, tapi beliau dengan sabar bersedia membimbing penyusun
dalam menyusun referat ini.
Penyusun sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, oleh
sebab itu penyusun mengharapkan pembaca dapat memberi saran dan kritik yang
dapat membangun demi perbaikan tinjauan pustaka ini.
Akhirnya, penyusun berharap agar referat ini dapat bermanfaat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang entomologi forensik dan menjadi bekal di
masa mendatang.

Penyusun

Referat Entomologi Forensik | 1


DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................i

Daftar Isi..................................................................................................................ii

Daftar Gambar………………………....................................................................iv

BAB I Pendahuluan……………………………………………………………….1

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Permasalahan...........................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................3

BAB II Tinjauan Pustaka………………………………………………………….5

2.1 Definisi Entomologi................................................................................5

2.2 Siklus Hidup Serangga….......................................................................9

2.2.1 Perkembangan Serangga................................................................9

2.3 Jenis – Jenis Serangga...........................................................................12

2.3.1 Lalat (ordo Diptera) ....................................................................12

2.3.2 Siklus Hidup Lalat……………………………………………...18

2.3.3 Kumbang (ordo Coleoptera) ......................................................23

2.4 Prosedur Pemeriksaan............................................................................25

2.4.1 Pemberian Label Spesimen.........................................................25

2.4.2 Pengambilan Spesimen…………………………………………25

2.4.3 Pengemasan Spesimen………………………………………….27

Referat Entomologi Forensik |2


2.4.4 Pengawetan Spesimen………………………………………….29

2.5 Kegunaan Entomologi Forensik............................................................31

2.6 Penentuan Waktu Kematian..................................................................34

2.6.1 Aktifitas Serangga………………………………………………35

2.6.2 Tahap-Tahap Pembusukan……………………………………...36

BAB III Kesimpulan ............................................................................................41

Daftar Pustaka........................................................................................................42

Referat Entomologi Forensik |3


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2.1 Skema Metamorfosis Serangga.......................................................12

Gambar 2.3.1 Ordo diptera............................................................................……13

Gambar 2.3.1.1.1 Chrysomya.................................................................................14

Gambar 2.3.1.1.2 Cochliomyia..............................................................................15

Gambar 2.3.1.1.3 Lucilia…………………………………………………………16

Gambar 2.3.1.1.4 Calliphora.................................................................................16

Gambar 2.3.1.2 Sarcophaga sp..............................................................................17

Gambar 2.3.1.3 Musca domestic...........................................................................18

Gambar 2.3.2a Siklus Hidup Lalat.........................................................................19

Gambar 2.3.2b Hipotesis Perkembangan Lalat......................................................21

Gambar 2.3.3 Ordo Coleoptera ………………………………………………...23

Gambar 2.3.3.1.1 Famili Silphidae........................................................................24

Gambar 2.3.3.1.2 Famili Staphylinidae………………………………………….25

Gambar 2.4.2 Pengambilan Sampel……………………………………………...26

Gambar 2.4.3 Tempat Sampel Disimpan………………………………………...27

Referat Entomologi Forensik |4


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang serangga (classic


insecta). Serangga merupakan spesies terbanyak di dunia, lebih dari 50%
keberadaannya di dunia dengan lebih dari 900.000 spesies serangga sudah
terdefinisi. Serangga berperan dalam ekosistem alami, agroekosistem,
kesehatan danforensik.1

Ilmu Kedokteran Forensik (IKF) adalah salah satu cabang spesialistik


ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu
penegakkan hukum dan masalah-masalah di bidang hukum. 2 Ilmu ini sering
untuk kepentingan peradilan. Dilihat dari fungsinya, IKF dapat
dikelompokkan ke dalam ilmu-ilmu forensik (Forensic Sciences) seperti
Ilmu Kimia Forensik, Ilmu Fisika Forensik, Kedokteran Gigi Forensik,
Psikiatri Forensik, Balistik, Entomologi Forensik, dan lain sebagainya.3

Dibutuhkan ketelitian dalam mengungkap berbagai penyebab di balik


kasus-kasus forensik. Berbagai metode akan amat dibutuhkan dalam
menjawab berbagaipertanyaan terkait kasus-kasus tersebut, dan sudah
menjadi keharusan bahwa bukti atau kesaksian ahli ini dapat dipertanggung
jawabkan. Pada peristiwa yang melibatkan korban meninggal, dokter sering
menemui kesulitan dalam menentukan waktu kematian korban, terutama
pada jenazah yang sudah ditemukan dalam keadaan membusuk. Selain itu,
dengan berjalannya waktu, beberapa barangbukti, terutama jaringan tubuh
manusia akan mengalami proses degradasi dan akhirnya hilang.4

Oleh karena itu, dikembangkanlah Entomologi Forensik, yaitu suatu


ilmu yang mempelajari tentang serangga yang dihubungkan dengan mayat

Referat Entomologi Forensik |5


dalam usaha untuk menentukan waktu yang sudah berlalu sejak orang
tersebut meninggal.3 Bagi seorang ahli entomologi forensik, kerusakan dan
hilangnya jaringantubuh tadi dapat membawa bukti-bukti baru. Bukti yang
tentunya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah di pengadilan.4

Serangga memiliki jumlah spesies beragam lebih besar dari spesies


lain dengan kemampuan bertahan hidup (survive) tinggi. Dalam ekosistem
alami fluktuasi pertumbuhannya sendiri dipengaruhi oleh lingkungan biotik
dan abiotik. Serangga merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm) yang
berarti dalam laju metabolisme dan siklus hidupnya dipengaruhi oleh
lingkungan, seperti suhu.1

Berbagai spesies serangga memiliki peran tersendiri dalam


agroekosistem. Ditinjau dari kebutuhan manusia terhadap serangga, dalam
agrosistem serangga berfungsi sebagai hama dan predator. Dalam bidang
kesehatan, serangga dapat sebagai vector, seperti vektor Plasmodium
sp.yaitu nyamuk Anopheles yang berguna sebagai hospes penyakit malaria
adalah salah satu dari spesies nyamuk Anopheles.1

Dalam bidang forensik, entomologi forensic digunakan pertama kali


pada abad ke-13 dan digunakan serta dikembangkan secara besar-besaran
pada abad ke-19. Seperti saat hidup, jaringan tubuh manusia
setelahkematian tetap menarik bagi berbagai jenis serangga. Jenis serangga
yang berbeda akan tertarik pada tahap yang berbeda pula dari tahapan-
tahapan pembusukan jaringan tubuh manusia. Serangga-serangga ini
mengikuti suatu pola perkembangan. Terkait dengan pengetahuan mengenai
pertumbuhan dan perkembangan mereka, hal ini dapat digunakan untuk
membuat suatu perkiraan berapa lama tubuh tadi telah mati. Sebagai
tambahan,identifikasi hal di atas juga akan dapat mengindikasikan apakah
mayat telah dipindahkan darisatu area ke area yang lain.4

Oleh karena itu, entomologi forensik cukup membantu di saat barang


bukti maupun bagian tubuh jenazah sudah tidak mendukung untuk

Referat Entomologi Forensik |6


penyidikan lebih mendalam. Selain itu, bukti yang ditemukan menggunakan
prinsip entomologi forensik adalah legal dan dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai entomologi dari definisi
hingga kegunaannya dalam penyidikan untuk menambah pengetahuan
praktisi yang berhubungan dengan ilmu forensik.

1.2 Permasalahan

Masalah- masalah yang diangkat pada referat ini adalah :

1. Apa saja jenis-jenis serangga yang mempunyai peran penting


dalam entomologi forensik?
2. Bagaimana prosedur pemeriksaan dalam entomologi forensik,
meliputi pengumpulan, pengawetan, dan pengemasan spesies?
3. Apakah kegunaan entomologi forensik dalam memperkirakan
waktu kematian?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan


wawasan dan pengetahuan mengenai entomologi forensik sehingga
diharapkan dengan mengetahui lebih mendalam tentang
entomologi dapat membantu dalam melaksanakan penyelidikan
yang lebih mendalam.

1.3.2 Tujuan Khusus

- Mengetahui definisi entomologi, serta hubungan dan


batasannya dalam ilmu forensik.

- Mengetahui jenis-jenis serangga yang mempunyai peranan


penting dalam entomologi forensik.

- Mengetahui prosedur pemeriksaan dalam entomologi forensik,


meliputi pengumpulan, pengawetan, dan pengemasan spesies.

Referat Entomologi Forensik |7


- Mengetahui kegunaan entomologi forensik dalam
memperkirakan waktu kematian.

BAB II

Referat Entomologi Forensik |8


TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Entomologi

Entomologi kedokteran adalah ilmu yang mempelajari tentang


vektor, kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh atropoda.

Entomologi forensik adalah ilmu pengetahuan tentang serangga


dan arthropoda dalam kaitan dan aplikasinya untuk kepentingan hukum.
Ilmu tersebut dikaitkan dengan jenazah manusia sesuai dengan tujuan
utamanya untuk menentukan lama perkiraan waktu sejak kematiannya. 5,9

Entomologi forensik merupakan pemanfaatan serangga untuk


menginvestigasi sebuah kejahatan. Dalam hal ini, teknik yang digunakan
adalah mengidentifikasi jenis-jenis serangga pemakan bangkai (disebut
nekrofagus) yang muncul pada korban kejahatan. Kemampuan serangga
sebagai perombak bahan organik, termasuk mayat manusia, dimanfaatkan
di dalam bidang kedokteran forensik untuk mengetahui waktu kematian
mayat (Postmortem Period Investigation, PMI). 6

Bangsa Cina sudah mulai mengembangkan teknik pemeriksaan


mayat menggunakan serangga (blow fly, famili Calliphoridae, ordo
7
Diptera) pada abad ke-12. Pada perkembangannya, kelompok-kelompok
serangga nekrofagus yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi umur
mayat berasal dari ordo Diptera, Coleoptera, Hymenoptera (terutama
semut), dan beberapa Lepidoptera. 8

Penelitian Jiron dan Cartin (1981) pada bangkai anjing


menjelaskan bahwa kelompok-kelompok serangga tertentu akan muncul
pada tahap-tahap pembusukan bangkai. Pada tahap pertama, disebut
discoloration stage (berlangsung selama kurang lebih 3-4 hari), muncul
serangga semut (Camponotus sp.), lalat muscoid, lalat sarcophagid, lalat

Referat Entomologi Forensik |9


drosophilid, dan banyak lalat calliphorid (Phaenicia eximia). Pada tahap
berikut, disebut emphysematic stage (berlangsung mulai hari keempat
sampai ke-8). Pada tahap ini muncul serangga P. eximia dalam jumlah
besar, kumbang histerid, Euspilotus aenicollis, beberapa kumbang
scarabid, dan beberapa lalat muscoid. Tahap berikut disebut liquefaction
yang berlangsung pada hari ke-8 sampai ke-28. Pada tahap ini serangga
yang datang paling melimpah adalah dua spesies lalat calliphorid, yaitu P.
eximia dan Hemilucilia segmentaria, lalat piophilid, kumbang staphylinid,
histerid, Dermaptera, tawon ichneumonid, lipas, lebah (genus Trigona) dan
dua famili ngengat (pyralid dan noctuid). Tahap yang terakhir adalah
mummified, yang didominasi oleh kumbang dermestid. 8

Dalam lima belas tahun terakhir, entomologi forensik semakin


sering digunakan dalam membantu proses investigasi yang dilakukan oleh
polisi. Berkaitan dengan hal tersebut, pengunaan entomologi forensik
terutama diterapkan pada kasus-kasus kematian yang diperkirakan telah
berlangsung selama tujuh puluh dua jam atau lebih, karena metode
forensic lainnya dinilai lebih akurat dalam menentukan waktu kematian
sebelum tujuh puluh dua jam atau lebih. Namun, bila kematian telah
berlangsung lebih dari tiga hari bukti serangga dinilai lebih akurat dan
terkadang bisa menjadi satu-satunya metode pilihan dalam menentukan
waktu kematian.9

Entomologi forensik dibagi dalam tiga aspek, yaituurban, stored-


product, dan medikolegal/medikokriminal.Aspek urban menekankan
keberadaan serangga hidup dalam lingkungan di sekitar manusia. Hal
tersebut dapat berguna dalam masalah hukum dengan ditemukannya
serangga atau hama urban yang hidup pada manusia baik yang masih
hidup ataupun yang sudahmati. Serangga tersebut dapat menyerang tubuh
dan kemudian menimbulkan kerusakan berupa luka yang
dapatdiinterpretasikan salah sebagaitanda kekerasan yang terjadi
sebelumnya.

Referat Entomologi Forensik |10


Aspek entomologi strored-product melibatkan keberadaan
serangga atau arthropoda atau bagian-bagian tubuh serangga pada
makanan atau produk lainnya.Contohnya terdapat serangga atau larva yang
berada pada makanan, sayuran atau makanan kaleng membuat konsumen
menuntut pihak pembuat makanan atau restoranyang terkadang bisa
merupakan suatu penipuan yang dilakukan oleh seseorang dengan
memasukkan serangga atau bagian tubuhnya ke dalam makanan yang
sudah dibeli terlebih dulu untuk menuntut produsen makanan.Kasus
tersebut dapat diselesaikan dengan bantuan entomologi forensik.

Entomologi medikolegal atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan


entomologi medikokriminal, merupakan aspek yang penting karena
kegunaannya dalammemecahkan kasus kriminal, terutama kekerasan.Hal
ini berkaitan dengan adanya suatu jenis serangga, larva ataupun telur,
kapan dan darimana asalnya, atau dalam keadaan yang bagaimana
organisme tersebut dapat muncul di tubuh manusia.Hal tersebut dapat
sangat berguna dalam menentukan waktu atau interval postmortem (post
mortem interval) dan menentukan lokasi terjadinya kematiankarena
beberapa spesies hanya berada pada tempat tertentu atau hanya aktif pada
saat-saat tertentu (musim atau waktu tertentu). Contoh kasus seperti yang
terjadi di Ohio ketika seorang laki-laki terbukti bersalah membunuh anak
dan istrinya di California karena pada mobilnya ditemukan belalang dan
serangga yang muncul di malam hari dan banyak terdapat pada daerah
Amerika bagian barat. Aspek lain yang termasuk dalam forensik
medikolegal adalah entomotoksikologi, yaitu pengunaan serangga untuk
analisis toksikologi dengan menguji beberapa zat yang diduga
menyebabkan kematian pada korban karena jaringan serangga dapat
mengasimilasi zat toksin yang terkumpul pada jaringan tubuh sebelum
kematian.9

Sebagaimana telah dijelaskan, entomologi medikolegal merupakan


aspek yang lebih sering digunakan dalam suatu proses investigasi

Referat Entomologi Forensik |11


kematian, pertama kali tercatat pada abad ke-13oleh Sung Tzudalam
bukunya “Washing Away of Wrongs” yang menuliskan beberapa kasus
tentang bagaimana seseorang meninggal dan sebab kemungkinan
kematiannya. Dalam bukunya, Sung Tzu juga menggambarkan sebuah
kasus pembunuhan yang terungkap pembunuhnya hanya gara-gara lalat.
Hakim kampung tempat Sung Tzu tinggal mengundang semua pekerja di
kampung itu untuk berkumpul dengan membawasabitnya sehingga ia
dapat menanyainya tentang mayat seorang laki-laki yang ditemukan mati
di dekat sawah. Luka bacokan di tubuh korban membuat hakim
mencurigai seorang pekerja sawah yang membunuh orang itu. Tidak lama
setelah para pekerja tiba di depan sang hakim, lalat mulai mengitari sabit
milik seorang pekerja. Partikel-partikel mikroskopik darah kering dan kulit
yang menempel ke sabit menarik lalat yang memaksa pekerja itu
mengakui tindakannya. Informasi Sung Tzu yang terdapat di bukunya
memperlihatkan awal pengetahuan Timur tentang perilaku dan biologi
serangga. Sung Tzu tidak hanya memasukkan pertimbangan kasusnya,
tetapi juga menggambarkan perilaku lalat pada mayat yang sedang
membusuk, pola lalat menginvasiberbagai lubang tubuh alami, dan
berbagai ketertarikan serangga pada luka.

Berkaitan dengan tujuan penerapan entomologi forensik dalam


menentukan waktu kematian, terdapat dua cara untuk menghubungkan
serangga dengan terjadinya waktu kematian. Cara pertama yaitu
berdasarkan fakta bahwa tubuh manusia atau bangkai lainnya mendukung
terjadinya perubahan ekosistem dalam beberapa saat tergantung dari
kondisi geografisnya. Selama proses pembusukan, terjadi perubahan fisik,
biologi dan kimia. Perbedaan stadium dari fase pembusukan tersebut dapat
menarik jenis serangga tertentu untuk muncul. Jenis Calliphoridae dan
Muscidae dapat ditemukan berada di daerah atau cairan tubuh lainnya
dalam beberapa menit sesudah kematian. Jenis Piophilidae tidak muncul
saat jenazah masih baru, tetapi akanmuncul beberapa saat setelah

Referat Entomologi Forensik |12


terjadinya fermentasi protein dalam tubuh. Cara kedua dalam menentukan
interval kematian adalah dengan menggunakan umur larva. Umur larva
dapat menentukan perkiraan interval kematian yang terjadi dalam satu
minggu pertama sejak kematian. Spesies tertentu ditemukan ditubuh
jenazah kemudian meninggalkan telurnya yang kemudian nantinya akan
berkembang sesuai siklus hidupnya Stadium dalam siklus hidup larva
tersebut dapat ditentukan berdasarkanukuran dan spirakelnya. Selanjutnya
perkembangan stadium memerlukanwaktu tertentu yang dipengaruhi juga
oleh temperaturdi sekitarnya, karena serangga adalah makhluk berdarah
dingin yang perkembangannya tergantung pada suhu sekitar.4 Terdapat
beberapa jenis serangga yang memiliki peranan yang penting bagi
entomologi forensik.

Meskipun demikian, teknik ini juga mempunyai kelemahan yang


cukup mendasar, yaitu sangat tergantung dari keadaan cuaca, misalnya
suhu, kelembaban, dan curah hujan, atau oleh perlakuan manusia, yang
secara langsung akan menentukan proses dekomposisi yang menjadi dasar
kehadiran serangga-serangga tersebut. 2

2.2 Siklus Hidup Serangga

2.2.1 Perkembangan Serangga

Konsep dasar dari penggunaan serangga dalam menentukan


perkiraan waktu kematian didasarkan pada cara serangga tersebut
bertumbuh dan berkembang. Beberapa jenis serangga mengalami
metamorfosis sempurna dan memiliki bentuk immatur yang tidak dapat
bergerak dan bentuk dewasa yang dapat bergerak bebas.9 Beberapa jenis
serangga ini memiliki kekhususan untuk berkembang pada tubuh yang
telah mati. Bentuk dewasa akan terbang dan kemudian hinggap dan
meletakan telur-telurnya pada tubuh mayat. Telur-telur ini lalu menetas
menjadi larva yang akan mengalami tiga fase perkembangan. Larva
melepaskan diri dari kapsul pembungkusnya namun tetap berada di dalam

Referat Entomologi Forensik |13


kapsul. Kapsul ini akan mengeras yang kemudian disebut kantung pupa
atau puparia yang berfungsi untuk melindungi larva yang sedang
mengalami fase perubahan menjadi pupa.10

Pupa yang baru terbentuk kemudian akan berwarna pucat, dan


tidak dapat bergerak. Ia akan berubah menjadi semakin gelap sampai
akhirnya berwarna coklat gelap dalam beberapa jam. Pupa merupakan
bentuk dewasa yang tidak bersayap dan tidak mampu bergerak. 9 Dalam
waktu beberapa hari ia akan berkembang menjadi bentuk dewasa
bersayap.10 Namun bentuk dewasa bersayap ini tidak akanterbang dalam
satu hingga dua hari sampai seluruh tubuhnya mengeras. Bentuk
dewasaakan terbang dan meninggalkan kantung pupa yang kosong yang
dapat menjadi bukti perkembangannya.10

Kantung pupa ini biasanya ditemukan bukan pada tubuh mayat


namun terletak di sekitarnya. Sebagai contoh dapat ditemukan pada daerah
lipatan baju, atau bahkan sampai 30 kaki jaraknya dariposisi mayat,
padacelah diantara tumpukan karpet atau pada lipatan-lipatan tirai di
dalam ruangan Penemuan kantung pupa sangat berguna pada kasus-kasus
kriminal mengingat bentuk ini merupakan bentuk tertua dari serangga
yang secara pasti dapat dikaitkan dengan tubuh mayat yang ditemukan.9

Sebaliknya, bentuk dewasa terbang merupakan salah satu makhluk


dengan tingkat mobilitas yang sangat tinggi, sekaligus dapat sangat nyata
terlihat pada tubuh mayat.Bentuk ini dapat membantu pekerjaan ahli
entomologi forensik apabila ditemukan namun seringkali tidak bermakna
sebagai indikator akibat daya mobilitasnya yang tinggi.9

2.2.1.1 Telur

Telur berwarna putih dengan bentuk seperti sosis dan


berukuran sangat kecil, bergerombol, dan sering ditemukan pada
luka terbuka, lubang yang ada pada tubuhmaupun pada pakaian
yang menempel pada tubuh mayat.10 Telur-telur ini akan

Referat Entomologi Forensik |14


berkembang menjadi larva yang berkembang dengan cara
memakan bagian tubuh mayat.9

2.2.1.2 Larva

Larva muncul dari telur yang menetas. Berwarna sangat


putih namun berbentuk menyerupai kerucut. Terdapat mulut pada
puncak kerucut dengan sepasang kait yang digunakan oleh larva
untuk melekatkan dirinya pada jenazah ketika ia memakannya.
Larva tidak dapat bergerak terlalu jauh dan berubah menjadi
dewasa dengan melalui fase intermediate yang disebut pupa.9
2.2.1.3 Pupa
Pupa terbentuk setelah larva mengalami tiga kali
pengelupasan kulit. Kulit akan memendek sehingga memberi kesan
bentuk seperti kapsul, yang semakin lama akan semakin keras
namun rapuh. Kulit ini sebenarnya tidak benar-benar terlepas,
namun hanya berganti menjadi lapisan baru yang menutupi
serangga di bagian dalamnya.9
2.2.1.4 Dewasa
Bentuk ini sebenarnya kurang bermakna sebagai indikator
untuk kepentingan forensik.Serangga pada fase dewasa memiliki
mobilitas yang tinggi sehingga mereka hanya berguna untuk
membantu menetapkan spesies serangga apa yang berada pada
tubuh mayat walaupun kita tidak dapat menentukan dengan pasti
apakah serangga tersebut benar berasal dari mayat tersebut atau
merupakan serangga yang datang dari luar untuk meletakkan
telurnya.10

Referat Entomologi Forensik |15


Gambar 2.2.1 Skema metamorfosis serangga

2.3 Jenis – Jenis Serangga


2.3.1 Lalat (ordo Diptera)
Lalat termasuk ordo diphtheria pada kelas insecta, dengan
ciri - ciri sepasang sayap yang terletak di mesothorax. Sepasang
sayap lainnya bereduksi menjadi alat keseimbangan terbang yang
disebut halter. Bentuk mulut bervariasi untuk menghisap, menusuk
dan mengunyah.11 Lalat adalah jenis serangga yang dapat
ditemukan di habitat manapun.12
Ordo diptera dibagi menjadi 3 subordo yaitu Nematocera,
Brachycera, Cyclorrhapha. Subordo Cyclorrapha terdiri dari
segolongan famili, tetapi hanya tiga famili lalat yang berperan
dalam entomologi forensik yaitu famili Calliphoridae,
Sarcophagidae dan Muscidae.13

2.3.1.1 Famili Calliphoridae (blow flies)

Famili ini dibagi menjadi dua golongan yaitu


metallic calliphoridae berwarna hijau, biru atau ungu dan
non-metallic calliphoridae dengan warna hitam, abu-abu
tua atau jingga. 14
Lalat dewasa dari famili ini rata-rata panjangnya 6-
14 mm. Larva matur blow flies memiliki panjang 8-23 mm,
berwarna putih atau coklat muda. Pada segmen terminal

Referat Entomologi Forensik |16


larva memiliki enam atau lebih tuberkel berbentuk kerucut
dan spirakel posterior yang digunakan untuk respirasi. Pada
kelompok metallic, spirakel posterior seperti buah alpukat,
peritreme jelas, spiracular slits lurus dan mengarah ke
bawah. Pada kelompok non metallic, spirakel posterior
bervariasi bentuknya, peritreme tidak jelas, spiracular slits
bentuk lurus atau kantong dan tidak mengarah ke bawah. 13

Blowflies dalam beberapa menit muncul dan


membentuk koloni pertama kali pada mayat. Lalat betina
akan meletakan telur dalam jumlah besar di lubang hidung,
mulut dan luka terbuka. Telur akan menetas dalam waktu 24
jam. Sedangkan larva dan pupa akan menjadi lengkap
masing-masing dalam waktu 10 hari. 13

Golongan Metallic yang penting adalah genus


Chrysomya, Calitroga, Lucillia, Calliphora. 14

Gambar 2.3.1 Ordo diptera


2.3.1.1.1 Chrysomya
Lalat ditemukan di daerah tropis dan subtropics. Spesies
yang terpenting adalah Chrysomyia bezziana yang secara
obligat merupakan parasit manusia atau hewan, dan
menimbulkan myiasis pada manusia. Lalat dewasa berukuran
8 mm-12 mm, warna biru, biru hiau atau biru muda. Rambut
di dada bagian dorsal sedikit, berbeda dengan genus Lucilia
yang rambutnya banyak. Squama berambut banyak,
sebaliknya genus Lucilia tidak berambut. Setelah kopulasi,
betina meletakkan berates telur di mukosa, tepi luka atau
langsung pada kulit yang luka. Setelah 8-24 jam akan

Referat Entomologi Forensik |17


menetas menjadi larva. Larva akan menembuts ke dalam
jaringan dimana mereka tinggal bersama-sama. Larva
mempunyai kecenderungan masuk ke jaringan yang lebih
dalam sehingga memungkinkan sampai di otak bila telur
diletakkan di telinga, mata atau hidung. Menimbulkan bau
yang busuk dan luka yang hebat. Setelah 6-7 hari larva akan
keluar dari luka, menjatuhkan diri ke tanah dan menjadi
pupa. Umur pupa kira-kira 1 minggu tergantung suhu. Lalat
dewasa ditemukan tidak hanya di sekitar luka, tetapi juga di
bunga, sampah atau kotoran binatang segar.14

Gambar 2.3.1.1.1 Chrysomya

2.3.1.1.2 Calitroga / Cochliomyia


Lalat ini juga diketahui menimbulkan myiasis pada manusia.
Ciri lalat dewasa seperti chrysomyia yaitu berambut jarang di
dorsal dada, squama berambut. Lalat betina meletakkan 200-
300 telur di tepi luka atau di mukosa yang luka, 24-36 jam
kemudian telur menetas dan larva akan menembus lebih
dalam ke jaringan, dan hidup bergerombol. Lalat ini sering
meletakkan telurnya di luka kecil atau bekas garukan, sekitar
lubang hidung, mulut, vagina dan dapat juga menyerang
sinus.14

Referat Entomologi Forensik |18


Gambar 2.3.1.1.2 Cochliomyia
2.3.1.1.3 Lucilia
Lalat ini dikenal dengan nama “green bottle”, umumnya
larva hidup di bangkai. Lalat dewasa warna hijai, hijau-biru
atau merah kehijauan. Rambut di dada dorsal banyak,
squama tidak berambut. Larvanya sulit dibedakan dari genus
Calliphora, dan hanya dapat dibedakan kalau dibiarkan
menjadi dewasa. Lalat dewasa menyukai kotoran hewan,
sampah busuk dan bangkai.14

Referat Entomologi Forensik |19


Gambar 2.3.1.1.3 Lucilia

2.3.1.1.4 Calliphora
Lalat ini dikenal dengan nama “blue bottle”. Larvanya
menyukai bangkai, jarang menimbulkan myiasis. Lalat
dewasa memiliki rambut di dada dorsal, dan squama
berambut.14

Gambar 2.3.1.1.4 Calliphora

2.3.1.2 Famili Sarcophagidae (flesh flies)

Spesies dari famili ini ditemukan pada daerah


dengan iklim tropis dan panas. Dinamakan sebagai lalat
daging didasarkan pada perilaku larvanya yang memakan
materi-materi yang berasal dari binatang.15
Lalat dewasa memiliki panjang 2-14 mm, dengan
warna belang abu-abu hitam pada thorax. Beberapa spesies
memiliki warna mata merah terang. Larva flesh flies
memiliki spirakel posterior di ujung abdomen dan
dikelilingi oleh tuberkel. Spirakel posterior pada famili

Referat Entomologi Forensik |20


Sarcophagidae memiliki 3 buah spiracular slits yang
tersusun convergen terhadap botton.15
Lalat ini tertarik terhadap mayat atau bangkai dalam
berbagai keadaan, baik panas, kering, teduh, basah, dalam
maupun luar ruangan. Berbeda dari famili lainnya, mereka
tidak meletakkan telurnya pada tubuh mayat. Lalat
meletakkan 50-100 larva di luka baik manusia maupun
hewan. Setelah 10 hari larva kemudian menjatuhkan diri ke
tanah, bersembunyi di dalam tanah dan menjadi pupa, 1-2
minggu kemudian menjadi dewasa. Sehingga ketika
menghitung interval postmortem, waktu yang diperlukan
bagi telur untuk berkembang menjadi larva harus
dihilangkan.13

Gambar 2.3.1.2 Sarcophaga sp.


2.3.1.3 Famili Muscidae
Lalat dari famili ini berukuran sedang, dengan
panjang sekitar 3-10 mm. Mereka biasanya berwarna
keabuan hingga gelap, meskipun beberapa spesies memiliki
warna metalik. Larva maturnya memiliki panjang 5-12 mm
dan berwarna putih hingga kekuningan.15
Famili ini biasanya muncul pada tubuh mayat
sesudah blow flies dan flesh flies. Mereka juga meletakkan
telur-telurnya pada lubang-lubang yang ada pada tubuh.

Referat Entomologi Forensik |21


Gambar 2.3.1.3 Musca domestica

Terlihat letak spirakel terdapat di bagian anterior dan


posterior tubuh. Fungsi spirakel pada larva adalah sebagai
alat pernapasan. Spirakel mulai terbentuk pada larva instar
ke-2 dan sempurna pada instar ke-3. 13

2.3.2 Siklus Hidup Lalat

Lalat mengalami metamorfosis lengkap dengan stadium-


stadiumnya yang terdiri dari telur-larva-pupa-dewasa. Terjadi
metamorfosis lengkap (homometabolous) sebab terdapat perubahan
bentuk yang sama sekali berbeda dari stadium larva sampai
stadium dewasa. Lalat betina akan meletakkan telur dalam jumlah
besar pada awal bloat stage dari pembusukan. Dalam waktu 8 jam
sampai tiga hari telur menetas dan menjadi larva. Lalu larva akan
menjadi pupa dalam waktu 2-19 hari. Dalam waktu tiga hari, pupa
akan berubah menjadi lalat dewasa.13

Referat Entomologi Forensik |22


Gambar 2.3.2a Siklus Hidup Lalat

Tabel.2.3.2 Siklus hidup lalat mayat ( Black Carrion Fly) dari


telur hingga menjadi lalat dewasa 16

Tahap Tahap Durasi Keterangan


Perkembangan Perkembangan Waktu
Awal Akhir (jam)

Telur Larva 26 Lalat akan bertelur


pada tubuh mayar,
biasanya di daerah
hidung, mata, dan
anus

Larva 1 Larva 2 95.5 Pada tahap larva

Referat Entomologi Forensik |23


awal, ukurannya
pada kisaran 2.37
mm dan
berkembang sampai
5.47 mm

Larva 2 Larva 3 128 Tahap larva ketiga


mencapai ukuran
14.8 mm

Larva 3 Pupae 372

Pupae Lalat dewasa 518 Total durasi waktu


dari telur hingga
menjadi lalat
dewasa adalah 21.6
hari

Gambar. 2.3.2b Hipotesis perkembangan lalat


a. Telur

Referat Entomologi Forensik |24


Telur lalat bervariasi bentuk dan ukurannya.
Lalat biasanya meletakkan telurnya secara berkelompok
yang dapat mencapai 40-200 telur sekali bertelur. Telur
lalat akan menetas menjadi larva kira-kira setelah 1
hari.
b. Larva
Larva lalat tidak memiliki kaki (legless larva /
apodous). Larva akan mengalami pengelupasan kulit
sebanyak tiga kali sebelum akhirnya bermigrasi untuk
menjadi pupa. Terdapat tiga perkembangan larva lalat:
 1st instar
Stadium ini membutuhkan waktu paling
sedikit diantara stadium lain. Kebanyakan larva lalat
membutuhkan waktu 11-38 jam untuk
menyelesaikan stadium ini sejak telur menetas,
dengan puncak pertumbuhan pada 22-28 jam.
Panjang larva pada stadium ini mencapai kurang
lebih 5 mm atau seukuran bulir nasi.
 2nd instar
Kebanyakan larva menyelesaikan 11-22 jam
sejak 1st instar untuk kemudian menjadi 3 rd instar.
Larva membentuk koloni yang disebut “maggot
mass” dan menyebabkan temperature di sekitar
larva sedikit meningkat yang disebut maggot mass
temperature. Panjang larva pada stadium ini kurang
lebih 10 mm dan mulai terbentuk spirakel posterior
untuk respirasi.
 3rd instar
Stadium ini adalah stadium terlama yang
dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama larva
melanjutkan memakan mayat sampai 20-96 jam,
pada tahap ini larva memiliki empat spirakel
posterior dan mencapai panjang kurang lebih 17

Referat Entomologi Forensik |25


mm. Tahap kedua akan berlangsung 80-112 jam.
Setelah larva berhenti makan, kemudian akan
berpindah ke daerah yang lebih kering untuk
memulai stadium pupa. Larva berubah warna agak
coklat kemerahan.
c. Pupa
Diperlukan waktu kira-kira 10 hari dalam
puparium, untuk transformasi dari larva menjadi lalat
dewasa. Tahap pupa dapat bertahan dari keadaan panas,
dingin ataupun banjir.

d. Dewasa
Setelah 3 hari, larva yang sudah berubah
menjadi bentuk lalat dewasa akan keluar dari pupa dan
dapat memulai siklus hidupnya lagi dengan bertelur.14
2.3.3 Kumbang (ordo Coleoptera)
Serangga ini memiliki karakteristik yaitu sayap yang
berkulit keras yang menutupi dan melindungi lapisan sayap
dibawahnya. Mereka dapat memakan bangkai, tumbuhan, maupun
segalanya, dengan beberapa diantaranya dapat hidup sebagai
parasit. 15

Gambar 2.3.3 Ordo Coleoptera

2.3.3.1 Jenis – jenis kumbang:


2.3.3.1.1 Famili Silphidae (Kumbang Bangkai)

Referat Entomologi Forensik |26


Bentuk dewasanya memiliki kebiasaan mengubur
bangkai dalam ukuran kecil di bawah tanah untuk
disiapkan bagi anaknya. Larva dari famili ini memiliki
bentuk dan ukuran yang bervariasi, namun umumnya
mempunyai panjang 15-30 mm. Selain itu larva ini
dikatakan juga memiliki kemampuan untuk bergerak.13

Gambar 2.3.3.1.1 Famili Silphidae

2.3.3.1.2 Famili Staphylinidae (Kumbang Pengelana)

Merupakan jenis kumbang yang ramping, panjang,


dan memiliki sayap yang pendek atau juga disebut
elytra. Larvanya yang berbentuk ramping, panjang,
berwarna pucat, dan memiliki kepala yang berwarna
gelap. Larva dan bentuk dewasa bergerak cepat dan
bersifat predator terhadap serangga yang lebih kecil.
Bentuk dewasa dari beberapa anggota famili ini
termasuk serangga yang pertama datang ke tubuh
mayat, lalu memakan larva dari semua jenis lalat.
Mereka juga akan meletakkan telur-telurnya pada tubuh

Referat Entomologi Forensik |27


mayat tersebut. Famili ini bahkan mampu merobek
puparia atau kantung pupa dari lalat untuk menopang
keberlangsungan hidup mereka pada tubuh mayat. 13

Gambar 2.3.3.1.2 Famili Staphylinidae

2.4 Prosedur Pemeriksaan


2.4.1 Pemberian Label Spesimen
Serangga yang dikumpul dari suatu bagian tubuh harus dipisahkan
dari bagian tubuh yang lain. Spesies yang berbeda juga dipisahkan. Setiap
botol sebaiknya diberi label yang terdiri dari :17
1. Area tubuh / tanah.
2. Tanggal dan waktu pengumpulan
3. Nama kolektor
4. Fase hidup serangga

2.4.2 Pengambilan Spesimen

Pengumpulan sampel dan prosedur hukum tiap negara mungkin


berbeda, namun Mark Benecke telah membuat suatu pedoman umum
mengenai pengumpulan sampel entomologi yang dinamainya “ Ten
Basic Rules for Collection”
 Ambil foto close-up dari semua lokasi artropoda diambil.
 Karena larva umumnya tidak terlihat saat penggunaan blitz, usahakan
untuk tidak menggunakan blitz terutama pada foto digital.
 Selalu sertakan alat ukur dalam setiap foto yang diambil untuk
menjelaskan ukuran larva atau bentuk serangga lain.

Referat Entomologi Forensik |28


 Kumpulkan kira-kira satu sendok makan penuh sertangga dari minimal 3
lokasi berbeda dari tempat kejadian perkara dan untuk serangga dari tubuh
mayat, letakkan pada 3 wadah bertutup yang bening.
 Jangan memasukkan serangga ke dalam isopropyl atau formalin, sebagai
gantinya gunakan ethanol 98% bagi setengah dari jumlah serangga yang
kita kumpulkan.
 Matikan serangga dengan air panas sebelum meletakkannya dalam
ethanol.
 Masukkan setengah jumlah spesimen pada pendingin.
 Lengkapi setiap wadah sampel dengan label yang dilengkapi dengan
informasi tanggal, inisial, waktu dan lokasi.
 Konsultasikan dengan entomology forensik yang berpengalaman untuk
setiap pertanyaan yang timbul saat pengumpulan sampel dan
pemrosesannya.
 Identifikasi dan analisa harus dilakukan dengan bantuan entomolog.9

Gambar 2.4.2 Pengambilan Spesimen

2.4.3 Pengemasan Spesimen

Referat Entomologi Forensik |29


Serangga sebaiknya dibawa ke ahli entomologi forensik sesegera
mungkin untuk mempertahankan kontinuitasnya. Serangga ini dikemas
dalam sebuah kotak yang mempunyai banyak udara dan berada dalam
posisi tegak.11

Gambar 2.4.3 Tempat sampel disimpan

Sampel yang dikumpulkan mencakup semua stadium serangga dan


diambil dari area tubuh berbeda, antara lain diambil dari pakaian dan dari
tanah atau karpet. Serangga lebih sering berkumpul di luka dan di area
orifisium natural. 18

a. Telur

Telur dapat dikumpulkan dengan menggunakan kuas atau forsep


dan dimasukkan di dalam air. Sebahagian sebaiknya dilarutkan ke dalam
75% alcohol atau 50% isopropyl alhokol. Sisanya ditempatkan pada
sebuah botol kecil dengan sedikit kertas saring yang basah untuk
mencegah dehidrasi. Jika pengumpulan tersebut membutuhkan waktu
beberapa jam sebelum diterima oleh ahli entomolgi forensik sebaiknya
tembahkan seiris hati sapi dan pastikan terdapat tissue untuk mencegah
telur tersebut tenggelam.17,19

b. Larva

Referat Entomologi Forensik |30


Larva dikumpulkan berdasarkan ukuran. Larva yang berukuran
besar biasanya lebih tua dan sangat penting untuk penyelidikan. Larva
dikumpulkan dari berbagai area tubuh dan sekitarnya kemudian
dipisahkan. Setelah dikumpulkan larva harus diawetkan segera. Jika
terdapat banyak larva pada tubuh, maka diawetkan kira-kira setengah
dari seluruh ukuran. Jika hanya dua puluh sampai tiga puluh, diawetkan
satu atau dua. Pengawetan spesimen dilakukan dengan cara
mencelupkannya ke dalam air panas selama beberapa menit kemudian
dimasukkan ke dalam alcohol70% atau isopropyl alcohol 50%. Perlu
diingat bahwa sebagian larva harus tetap hidup. Sampel sebaiknya
mengandung seratus larva (setiap ukuran jika mungkin). Spesimen yang
hidup ditempatkan dalam botol kecil dengan udara dan makanan sama
seperti telur.17

c. Pupa

Siklus pupa sangat penting dan sangat mudah hilang. Pupa


dimasukkan ke dalam botol kecil yang disertakan dengan selembar tissue
untuk mencegah kerusakan. Dapat pula dilembabkan dengan air tapi hati-
hati jangan sampai tenggelam. Pupa tidak boleh diawetkan. Mereka
tidak akan berkembang dan hamper tidak mungkin dapat diidentifikasi
sampai pupa tersebut berubah menjadi dewasa.17,19

d. Lalat Dewasa

Lalat dewasa tidak terlalu penting. Lalat dewasa ini hanya


digunakan sebagai indikasi untuk menentukan jenis serangga mana yang
langsung berkembang dari mayat dan jenis serangga mana yang berasal
dari tempat lain..Lalat ini dapat dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam
botol kecil tanpa air dan makanan.17

e. Kumbang

Referat Entomologi Forensik |31


Kumbang bergerak dan berpindah dengan cepat serta sering
ditemukan di bawah tubuh atau di bawah pakaian. Serangga ini dapat
ditempatkan pada sebuah botol dengan sedikit udara. Mereka
membutuhkan makanan jika disimpan lebih dari dua puluh empat jam
sebelum diberikan kepada ahli entomologi forensik. Kumbang adalah
kanibal sehingga tidak boleh ditempatkan dalam botol yang sama.17

2.4.4 Pengawetan Sampel


Pengawetan yang dilakukan dengan cara membunuh larva dengan air
panas dan disimpan dalam etanol 80% lebih baik dibandingkan dengan
metode yang lainnya). Keuntungan membunuh larva dengan air panas
adalah otot larva menjadi kontraksi sehingga didapatkan larva yang lurus
dan tidak melengkung. Di samping itu, spina (bentukan duri) yang tumbuh
disekitar tubuhnya dapat terbentuk dengan baik. Metode ini sangat
membantu dalam upaya identifikasi larva dari lapangan sebelum
melakukan ekstraksi DNA untuk analisis molekuler selanjutnya. Untuk
bahan perbandingan dilakukan pengawetan dengan cara larva dimasukkan
langsung ke dalam etanol 80% metode ini tidak mampu membunuh larva
secara langsung sehingga diperoleh larva yang lemas. Selain itu larva
cenderung berubah warna menjadi hitam dibandingkan dengan metode
yang direndam terlebih dahulu dengan air panas. Perubahan warna ini
mengakibatkan identifikasi larva lebih sulit. Hasil pengawetan dengan
formalin 10% diperoleh larva yang baik untuk kepentingan identifikasi
namun tidak lebih baik dari larva yang dibunuh dengan air panas.
Pengawetan larva dengan formalin menyebabkan jaringan menjadi rapuh
sehingga tidak dianjurkan untuk keperluan analisis molekuler kecuali
untuk kepentingan pembuatan preparat histologik Berbeda dengan
pengawetan larva, lalat dewasa diawetkan dalam bentuk kering.
Pengawetan ini merupakan metode standar yang praktis untuk insekta.
Namun, S HAUFF (2001) menyatakan bahwa pengawetan ini tidak sesuai

Referat Entomologi Forensik |32


untuk jenis diptera karena dapat menyebabkan kerusakan pada kepala,
kaki, dan antena yang mudah menjadi patah.20

Ketika menyelidiki suatu kasus kematian, beberapa pertanyaan utama


yang dibutuhkan dan harus dijawab oleh ahli entomologi forensik adalah :5
1. Serangga jenis apa yang terdapat pada tubuh?
2. Spesimen mana yang paling tua?
3. Berapa umur spesimen yang tertua?
4. Apakah suhu lingkungan di tempat kejadian sesuai ketika lalat
berkembang pada tubuh mayat ?
Faktor-faktor lain yang sebaiknya diketahui pada suatu kasus
kematian yang mempengaruhi pada saat pengambilan sample yaitu : 4
a. Habitat
- Lokasi umum : apakah hutan, pantai, rumah, atau pinggir jalan.
- Vegetasi : pepohonan, rumput, atau semak-semak.
- Jenis tanah : berbatu-batu, berpasir, atau berlumpur
- Cuaca pada saat pengumpulan specimen : panas terik atau
berawan.
- Suhu.
- Lokasi kejadian : teduh atau di bawah sinar matahari langsung.
b. Jenazah
- Keberadaan dan tipe pakaian.
- Penyebab kematian jika diketahui, apakah ada darah atau cairan
tubuh disekitarnya.
- Keberadaan luka dan jenisnya.
- Keberadaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kecepatan
dekomposisi.
c. Posisi jenazah
- Tahap-tahap dekomposisi.
- Keberadaan larva dan jumlahnya.

Referat Entomologi Forensik |33


- Keberadaan daging atau bangkai di sekitar jenazah yang mungkin
dapat menarik serangga.
d. Mencatat keadaan yang tidak umum, yang disebabkan oleh manusia,
dan tanda sudah terdapatnya tanda pembusukan.

2.5 Kegunaan Entomologi Forensik


Entomologi forensik digunakan untuk membantu penanganan kasus
kriminal untuk menentukan interval postmortem dan perkiraan waktu kematian.
Interval postmortal merupakan hal yang penting dalam penyelidikan kasus
pembunuhan dan kematian tidak wajar lainnya. Hasil investigasi dapat membantu
mengungkapkan kasus kejahatan dengan menyingkirkan tersangka atau
menghubungkan kematian seseorang dengan interval waktu tertentu. Jika
identifikasi spesies tidak tepat maka perkiraan interval postmortal menjadi tidak
tepat pula. Secara umum kegunaan Entomologi forensik adalah:21

1. Memperkirakan Interval Postmortem


Perubahan postmortem pada tubuh mayat dipengaruhi beberapa faktor,
sehingga interval postmortem akan sulit ditentukan. Perubahan biologi
dan fisik yang merupakan fungsi yang masih terjadi setelah kematian
merupakan petunjuk dalam menentukan saat kematian. Namun pada
kasus kematian yang telah berlangsung lama metode tersebut menjadi
tidak berguna dan petunjuk yang tepat didapat dari informasi entomologi.
Mayat yang mengalami pembusukan dapat mempengaruhi perilaku dan
komposisi spesies di sekitarnya. Telah banyak dilakukan pengamatan
terhadap serangga-serangga yang berkaitan dengan proses pembusukan
mayat. Salah satu proses ini adalah perkembangan spesies yang
memakan bangkai, contohnya adalah lalat dari famili Calliphoridae,
Sacrophagidae, dan Muscidae, yang merupakan serangga yang umum
ditemukan pada mayat. Perkiraan umur serangga yang imatur yang telah
memakan bangkai menunjukkan interval postmortem yang pendek
karena, dengan pengecualian yang sangat jarang, lalat betina dewasa

Referat Entomologi Forensik |34


tidak meletakkan anak mereka pada inang yang masih hidup. Tergantung
pada spesies serangga dan kondisi tempat kejadian, stadium
perkembangan larva dapat menunjukkan interval postmortem 1 hari
sampai lebih dari 1 bulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan serangga pada mayat adalah: 21,22

a. Karakteristik spesies
Implikasi penting untuk memperkirakan interval postmortem adalah
bahwa spesies serangga pada bangkai berbeda dalam kecepatan
pertumbuhan dan waktu tiba di bangkai.

b. Iklim dan cuaca


Temperatur memiliki peran penting pada kecepatan pertumbuhan dan
metabolisme serangga. Perkembangan serangga akan semakin cepat
apabila temperaturnya meningkat.

c. Tipe makanan
Beberapa lalat bangkai dapat berkembang biak dalam beberapa macam
tipe makanan. Contohnya Megaselia scalaris yang dapat memakan
invertebrata yang hidup maupun yang sudah mati. Lucilia sericata tumbuh
lebih lambat pada medium sayuran daripada medium daging.

d. Obat-obatan dan racun


Korban yang meninggal karena bahan kimia seperti bunuh diri atau
overdosis obat-obatan memiliki efek pada serangga pemakan bangkai.
Pertumbuhan serangga dapat cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi
zat kimia tersebut.21

Pada hampir semua kasus, sampel serangga yang terkumpul berguna


untuk memperkirakan waktu kematian. Keadaan mati adalah unik
sehingga tidak ada satu algoritme terbaik untuk memperkirakan waktu
kematian. Salah satu cara untuk memperkirakan interval postmortem
adalah dengan mengamati tahap perkembangan serangga tersebut. Model
referensi untuk perkembangan spesies adalah kurva pertumbuhan,

Referat Entomologi Forensik |35


perkiraan terbaik usia larva tergantung pada ukuran kurva. Garis mendatar
dari nilai panjang atau berat larva akan memotong kurva yang di
bawahnya yang merupakan nilai usia. Kurva pertumbuhan belatung
berbentuk huruf "S", yang menunjukkan berat berdasarkan usia, dengan
pertumbuhan yang lambat pada 2 stadium larva yang pertama dan
menurun lambat pada saat penghentian makan oleh stadium ketiga clan
munculnya pupa. Pada daerah kurva yang landai ini merupakan bagian
yang berguna untuk memperkirakan usia.

2. Menentukan Waktu Kematian


Analisis mengenai serangga dapat digunakan untuk menentukan
waktu kematian. Ketika jenazah ditemukan setelah beberapa minggu atau
beberapa bulan setelah kematian, bukti entomologi seringkali menjadi
satu-satunya metode yang tersedia untuk menentukan waktu kematian
dengan tepat. Beberapa spesies tertarik pada jenazah segera setelah
kematian, jenis lainnya tertarik setelah tahap pembusukan aktif, dan yang
lainnya tertarik dengan kulit dan tulang yang kering. Serangga terus
berkoloni di tubuh mayat sampai tidak ada lagi makanan.

Ketika serangga bermigrasi dari jenazah, mereka selalu meninggalkan


bukti kehadiran mereka sebelumnya, seperti cetakan kulit dari kulit larva
dan selubung pupa yang kosong. Sementara itu jenazah mengalami
perubahan serta menarik jenis serangga lain sehingga terbentuk koloni
selanjutnya. Ketika jenazah ditemukan, ahli Entomologi forensik akan
memeriksa serangga yang terdapat di atas permukaan jenazah pada waktu
ditemukan, selain itu dilakukan juga pemeriksaan terhadap bukti yang
ditinggalkan oleh koloni-koloni sebelumnya. Mereka juga akan mencatat
spesies yang tidak ada, namun secara normalnya diharapkan muncul
dalam serangkaian koloni. Dari informasi ini, waktu kematian secara
akurat dapat ditentukan.21,22

3. Menentukan apakah mayat dipindahkan dari tempat kejadian

Referat Entomologi Forensik |36


Setelah sel dalam tubuh menjadi tidak berfungsi, beberapa jenis
serangga (lalat dan kumbang) dan bakteri segera membentuk koloni di
tubuh mayat, ruang di bawah mayat juga akan akan menarik kumbang
dan beberapa serangga lainnya. Dengan membandingkan keadaan lokasi
ditemukannya mayat dan informasi dari mayat (stadium pembusukan
dan kaku mayat) dapat ditentukan apakah mayat dipindahkan dari tempat
sebelumnya atau tidak.1
4. Menentukan sebab kematian
Seiring berjalannya waktu dan proses pembusukan, akan semakin sulit
untuk melakukan uji darah, urin, atau isi lambung untuk mencari sebab
kematian. Meskipun begitu, karena belatung memakan mayat,
dimungkinkan untuk mendapatkan informasi tersebut dari belatung yang
ditemukan. Hal ini dapat membantu menentukan sebab kematian.
Pemeriksaan toksikologi dapat dilakukan pada larva serangga karena
jaringan larva mengasimilasi racun yang terakumulasi dalam jaringan
tubuh mayat.1

Serangga seringkali memulai pembentukan koloni dari lubnag-lubang


alami di tubuh mayat baru kemudian memasuki bagian dalam mayat,
kecuali bila terjadi perlukaan terbuka pada permukaan tubuh mayat. Bila
didapatkan kolonisasi serangga di tempat yang tidak biasa, maka dapat
dimungkinkan bahwa telah terjadi perlukaan terbuka pada tempat
tersebut.1

2.6 Penentuan Waktu Kematian

Perkiraan waktu kematian dalam suatu kasus forensik adalah hal


yang penting, sehingga hampir selalu dicantumkan dalam sebuah
kesimpulan autopsi forensik. Perkiraan saat kematian membantu pihak
kepolisian dalam konfirmasi alibi seseorang, yang pada gilirannya akan
mempersempit daftar tersangka di tangan kepolisian. Tersusunnya daftar
tersangka yang tajam dan tepat akan menghemat waktu, tenaga dan dana
dalam suatu penyidikan.22

Referat Entomologi Forensik |37


Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat kematian tidak dapat
dilakukan dengan 1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode akan
memberikan hasil perkiraan yang lebih akurat dengan rentang bias yang
lebih kecil. Beberapa metode yang lazim digunakan dalam membuat
perkiraan saat kematian adalah pengukuran penurunan suhu tubuh,
interpretasi lebam dan kaku mayat, interpretasi proses dekomposisi,
pengukuran perubahan kimia pada vitreous, interpretasi isi dan
pengosongan lambung serta interpretasi aktivitas serangga yaitu melalui
entomologi forensik.22,23

Entomologi forensik mengevaluasi aktifitas serangga dengan


berbagai teknik untuk membantu memperkirakan saat kematian dan
menentukan apakah jaringan tubuh atau mayat telah dipindah dari suatu
lokasi ke lokasi lain.Entomologi tidak hanya bergelut dengan biologi dan
histologi artropoda, namun saat ini entomologi dalam metode – metodenya
juga menggeluti ilmu lain seperti kimia dan genetika termasuk melalui
DNA. Hal ini memungkinkan untuk mengidentifikasi jaringan tubuh atau
mayat seseorang melalui serangga yang ditemukan pada tempat kejadian
perkara.22,23

Terdapat 2 metode utama untuk menentukan waktu kematian


dengan menggunakan serangga, yaitu: (1) menggunakan laju
perkembangan, dengan mempertimbangkan temperatur serangga yang
pertama kali berkoloni. Metode ini dapat digunakan sampai beberapa
minggu pertama kematian. (2) menggunakan perubahan komunitas bakteri
yang berkoloni pada mayat dari waktu ke waktu, dan metode ini dapat
digunakan dari 3 minggu sampai dengan 1 tahun setelah kematian. 22

2.6.1 Aktivitas Serangga

Serangga yang tertarik pada mayat, secara umum dapat


dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu spesies nekrofagus yang
memakan jaringan tubuh mayat, kelompok predator dan kelompok parasit

Referat Entomologi Forensik |38


yang memakan serangga nekrofagus. Kelompok parasit adalah kelompok
spesies omnivora yang memakan baik jaringan tubuh mayat dan juga
memakan serangga yang lain. Dari tiga kelompok ini, kelompok spesies
nekrofagus adalah kelompok spesies yang paling penting dalam membantu
membuat perkiraan saat kematian. Bergantung pada waktu dan spesies dari
serangga, serangga dapat mendatangi, memakan dan berkembang biak
segera setelah kematian. Sejalan dengan proses pembusukan, beberapa
gelombang generasi serangga dapat menetap pada tubuh mayat. Berbagai
faktor seperti derajat pembusukan, penguburan, terendam dalam air, proses
mumifikasi dan kondisi geografi dapat menentukan kecepatan kerusakan
tubuh mayat, dan berapa tipe serangga serta berapa generasi serangga yang
dapat ditemukan.22,23

Lalat adalah serangga yang paling umum dikaitkan dengan


pembusukan. Lalat cenderung menempatkan telurnya dalam orificium tubuh
atau pada luka terbuka. Kecenderungan ini akan mengakibatkan berubahnya
bentuk luka atau bahkan hancurnya daerah sekitar luka. Telur lalat
umumnya terdeposit pada mayat segera setelah kematian pada siang hari.
Bila mayat tidak dipindahkan dan hanya telur yang ditemukan pada mayat,
maka dapat diasumsikan bahwa waktu kematian berkisar antara 1 - 2 hari.
Angka ini sedikit variatif, tergantung pada temperatur, kelembapan dan
spesies lalat. Setelah menetas, larva berkembang sehingga mencapai tahap
pupa. Tahap ini memakan waktu 6 - 10 hari pada kondisi tropis biasa. Lalat
dewasa keluar dari pupa pada 12 - 18 hari. Banyak variabel yang
mempengaruhi perkembangan serangga, karenanya suatu usaha
memperkirakan saat kematian dengan menggunakan metode dari
entomologi, harus dibantu oleh seorang ahli entomologi medik.2

2.6.2 Tahap – Tahap Pembusukan

Terdapat lima tahap dekomposisi disertai aktivitas serangga yang berbeda


yang terdiri dari :2

Referat Entomologi Forensik |39


1. Fresh stage

Dalam fresh stage, serangga pertama yang tiba adalah lalat.


Beberapa peneliti menganggap keseluruhan kolonisasi sebagai blowflies
sedangkan peneliti lain melihat blowflies dan fleshflies sebagai jenis yang
terpisah. Deskripsi yang lebih akurat adalah melalui klasifikasi yang
sebenarnya dimana blowflies termasuk dalam famili Calliphoridae dan
dikenal sebagai green bottles, blue bottles, dan lalat rumah sedangkan
fleshflies termasuk dalam famili Sarcophagidae.

Cara membedakannya adalah bowflies dapat berwarna metalik,


hijau, biru atau hitam sedangkan fleshflies cenderung tidak berwarna,
dapat bergaris dengan tonjolan merah di bagian perut belakang. Blowflies
bertelur di luka atau daerah terbuka seperti mata, hidung, penis atau
vagina. Sedangkan fleshflies langsung mendepositkan larva hidup ke
dalam tubuh.

Serangga yang datang pada fase ini adalah green bottle dan blue
bottle. Serangga ini datang mulai dari beberapa menit sampai beberapa
jam setelah kematian tergantung pada kondisi lingkungan. Lalat betina
bertelur di setiap bagian tubuh yang terbuka. Tempat telur pertama tidak
dapat segera terlihat karena telur terdeposit sangat jauh di dalam rongga
tubuh. Telur blowfly memiliki panjang sekitar 2 mm, dan berwarna putih
atau kuning. Fleshflies dapat datang pada waktu yang sama atau beberapa
jam setelah blowflies. Seperti yang telah disebutkan Fleshflies
mendepositkan larva hidup di tubuh. Pada tahap ini mereka dapat menjadi
mangsa bagi lalat dewasa. Semut juga dapat muncul dan memangsa telur
dan belatung.

Selama tahap ini ada beberapa metode yang digunakan untuk


memperkirakan PMI (post mortem interval). Telur dikumpulkan,
kemudian dibawa ke laboratorium. Di laboratorium para peneliti harus
menciptakan kondisi lingkungan seperti saat tubuh itu ditemukan.

Referat Entomologi Forensik |40


Beberapa peneliti menyarankan hati sapi sebagai sumber makanan yang
baik untuk pembiakan belatung. Telur menetas dan munculah lalat dewasa.
Beberapa lalat dewasa dikumpulkan dan diidentifikasi. Siklus kedua
mungkin terjadi sehingg penyelidik harus mencatat waktu yang tepat dari
masing-masing tahap dan total lamanya waktu yang diperlukan untuk satu
siklus lengkap.

Siklus hidup lalat terdiri dari lima tahap. Yang pertama adalah
telur. Kedua tahap tiga instar, masing-masing menghasilkan belatung yang
lebih besar. Yang keempat adalah tahap pra-pupa di mana belatung
meninggalkan tubuh dan mencoba untuk membungkus diri di daerah di
mana ia akan menjadi kepompong dan menjadi lalat dewasa. Tahap
pembentukan pupa adalah tahap kelima dan terakhir. Tahap tiga instar
diidentifikasi melalui morfologi dari mulut dan spirakel posterior.
Belatung hidup yang ditemukan dikumpulkan dan dibandingkan dengan
kecepatan pertumbuhan. Bagaimanapun juga, kecepatan pertumbuhan ini
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan spesies dari lalat itu sendiri.

2. Bloated Stage

Tahap ini dibedakan dari terdapatnya produksi gas oleh bakteri


yang memecah jaringan. Telur lalat akan menetas dan larva secara aktif
berkontribusi terhadap dekomposisi melalui peningkatan aktivitas
pengrusakan jaringan yang dapat mengakibatkan peningkatkan suhu tubuh
hingga 127 derajat fahrenheit . Semakin tinggi suhu tubuh lebih banyak
aktivitas bakteri yang terjadi.

3. Decay Stage
Pada decay stage, kulit telah pecah dan cairan tubuh menyerap ke
area sekitarnya. Belatung (larva) akan berhenti makan dan pergi dari
tubuh. Belatung berada dalam tahap instar ketiga selama fase ini. Belatung
akan bergerak lepas dari tubuh secara massal atau individu tergantung dari

Referat Entomologi Forensik |41


spesiesnya. Beberapa akan bergerak sejauh 20 meter dari tubuh. Kumbang
menjadi serangga yang paling umum pada akhir fase ini.

4. Post-Decay stage
Pada tahap post decay yang paling banyak ditemukan pada tubuh
adalah kumbang. Spesies akan bervariasi sesuai dengan kondisi. Beberapa
kumbang tidak dapat hidup dalam kondisi basah sementara yang lainnya
membutuhkan kondisi lembab.

5. Skeletal Stage
Pada tahap ini hanya serangga tanah yang dapat ditemukan. Pada
tahap ini penting untuk mengambil contoh tanah dari bawah tubuh sampai
jarak 3 kaki dari tubuh..

Referat Entomologi Forensik |42


BAB III

KESIMPULAN

Penentuan perkiraan saat kematian dalam suatu kasus forensik adalah hal
yang memegang peranan penting sehingga selalu dicantumkan dalam sebuah
kesimpulan autopsi forensik. Perkiraan saat kematian membantu pihak kepolisian
dalam menyelidiki dan melakukan konfirmasi alibi seseorang, yang pada
gilirannya akan mempersempit daftar tersangka di tangan kepolisian. Tersusunnya
daftar tersangka yang tajam dan tepat akan menghemat waktu, tenaga dan dana
dalam suatu penyidikan. Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat kematian
tidak dapat dilakukan dengan 1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode
akan memberikan hasil perkiraan yang lebih akurat dengan rentang bias yang
lebih kecil.

Entomologi forensik mengevaluasi aktifitas serangga dengan berbagai


teknik untuk membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah
jaringan tubuh atau mayat telah dipindah dari suatu lokasi ke lokasi lain. Penetuan
waktu kematian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi umur serangga maupun
telur yang ada pada mayat, sehingga dapat memperkirakan dengan lebih tepat
waktu kematian mayat tersebut. Asumsi pokok bahwa mayat manusia yang masih
“baru” belum dikerumuni serangga dan serangga tersebut belum berkembang
dalam mayat. Dengan demikian umur serangga yang semakin tua beserta telur
yang ditemukan pada mayat dapat dijadikan dasar perkiraan interval post-mortem
minimum. Untuk menentukan apakah suatu mayat telah dipindahkan dari lokasi
pembunuhan yang sebenarnya dapat dilakukan dengan mengidentifikasi serangga
yang terdapat pada mayat dan dibandingkan dengan serangga serupa yang
terdapat di sekitarnya. Identifikasi terutama secara molekular akan diperoleh data
apakah serangga yang terdapat pada mayat berasal dari daerah tempat mayat
tersebut ditemukan ataukah berasal dari tempat lain, karena pada dasarnya bahkan

Referat Entomologi Forensik |43


serangga yang sejenis dapat memiliki variasi genetik yang berbeda antara lokasi
satu dengan yang lain.

Entomologi medik termasuk di dalamnya entomologi forensik terus


berkembang pesat, dan jasa entomolog medik amat dibutuhkan. Keahlian tenaga
entomolog dibutuhkan dalam penyidikan, di peradilan maupun dalam pengawasan
bidang kedokteran untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Walau di
Indonesia bidang ini belum sepopuler ilmu medik yang lain, namun dengan era
informasi dan globalisasi saat ini, trend entomologi diharapkan akan sepopuler
disiplin entomologi di bagian dunia yang lain.

Referat Entomologi Forensik |44


DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. J. H. Byrd. Forensic entomology. Insects in investigations. 1998-2010.


Available at : http://www.forensicentomology.com/literature.htm
2. Suharto, Gatot, dkk. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Hal.1. 2010. Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
3. Hadley D. An Early History of Forensic Entomology, 1300-1900. 2010.
Available at: www.about.com
4. Anderson S Gail. Forensic entomology [online]. 2008. [cited on
2014 April 20]. Available from : URL http://www.remp-
learning.orgdocsecdd0030.htm
5. Anonym. Forensic entomology [online].2008 [cited on 2014
April]. Available from URL :
http://www.wikipedia.orgwikiforensic_entomology.htm
6. Goff, L. 2003. Forensic Entomology. Dalam: V.H. Resh & R.T.
Carde (editor), Encyclopedia of Insects, Academic Press,
Amsterdam, halaman 919 – 926.
7. Benecke, M. 2001. A brief history of forensic entomology.
Forensic Science International 120: 2-14..
8. Jiron, L.F. and V.M. Cartin. 1981. Insect succession in the
decomposition of a mammal in Costa Rica. Journal of the
New York Entomological Society 89: 158-165.
9. Gail. S, dr. Forensic Entomology : The Use of Insect in Death
Investigation. 1998 [cited 2008 Apr 11]. Available from URL :
http://www.remp-learning.org
10. Anonymous. Forensic Entomology. 2014 [cited 2014 Apr 20].
Available from URL :
http://www.wikipedia.orgwikidecomposition_entomology_forensic
11. Serangga. In Scribd. [serial online]. 2010 [cited 2010 Dec 9].
Available from : http://www.scribd.com/doc/13066004/Insecta
12. Meyer Jhon R. Diptera. Department of Entomology NC State
University: 2005 [cited 2010 Dec 9]. Available from:

Referat Entomologi Forensik |45


http://www.cals.ncsu.edu/course/ent425/compendium/diptera.ht
ml
13. Isfandiari Adelia B. Perbedaan Genus Larva Lalat Tikus Wistar
Mati pada Dataran Tinggi dan Rendah di Semarang. Semarang:
Universitas Diponegoro. 2009.
14. Hendratno S. Entomologi Kedokteran. Bagian Parasitologi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. 2002.
15. Bullington, Stephen. Forensic Entomology. 1998 [cited 2008 Apr
11]. Available from URL: http://www.FORENSIC-ENT.com
16. Putri AA. Entomologi Forensik. Available from URL:
http://www.scribd.com/doc/132078852/Entomologi-Forensik
17. Dadour, Ian and Cook, David. Forensic Entomology,
Collecting From A Corpse. Available on :
agspsrv34.agric.wa.gov.au/ento/forensic.htm.
18. Putra NS. Entomologi forensic : satu lagi manfaat serangga bagi kepentingan
manusia. 2009 [cited 2014 Apr 20]. Available from :
http://ilmuserangga.wordpress.com/2009/12/23/entomologi-forensik-satu-lagi-
manfaat-serangga-bagi-kepentingan-manusia/
19. Brandt, Amoret and Hall, Martin. Forensic Entomology. Natural
History Museum. London. 2006. Available on :
www.scienceinschool.org/2006/issue2/forensic/
20. Suwondo, dkk. Pengawetan Sampel untuk Kepentingan Forensik.
2008. [cited 2014 apr 23] . Available from :
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/jitv/jitv84-8.pdf
21. Morten Staerkeby. What is Forensic Entomology? 2002 [cited
2014 April]. Available from URL: http://forensic-entomology.com
22. Idries AM, et al. Peran Ilmu Kedokteran Forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta : Sagung Seto, 2008. Page : 190 – 210.
23. Gennard DE,Wiley J and Sons. Forensic Entomology : An Introduction.
Chichester, United Kingdom, 2007.

Referat Entomologi Forensik |46

Anda mungkin juga menyukai