Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Referat Peran
Entomologi Forensik dalam Penentuan Waktu Kematian. Referat ini disusun
untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang peranan entomologi forensik dalam
menentukan perkiraan waktu kematian dan untuk memenuhi syarat dalam
mengikuti program Profesi Kedokteran di bagian Forensik RSUP Dokter Kariadi
Semarang.
Dalam penulisan ini, penyusun juga ingin menghaturkan banyak terima
kasih kepada dr.Gatot Suharto, SH, Sp.F, Mkes. atas waktunya untuk
membimbing penyusun di sela-sela kesibukannya. Banyak ilmu yang penyusun
dapat dari arahan beliau yang bisa membantu dalam kehidupan penyusun. Tidak
lupa penyusun haturkan banyak terima kasih kepada dr. RP Uva Utomo, MHKes
selaku Residen Pembimbing. Meskipun banyak kekurangan penyusun dalam
menyusun referat ini, tapi beliau dengan sabar bersedia membimbing penyusun
dalam menyusun referat ini.
Penyusun sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, oleh
sebab itu penyusun mengharapkan pembaca dapat memberi saran dan kritik yang
dapat membangun demi perbaikan tinjauan pustaka ini.
Akhirnya, penyusun berharap agar referat ini dapat bermanfaat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang entomologi forensik dan menjadi bekal di
masa mendatang.
Penyusun
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
Daftar Gambar………………………....................................................................iv
BAB I Pendahuluan……………………………………………………………….1
1.2 Permasalahan...........................................................................................3
Daftar Pustaka........................................................................................................42
PENDAHULUAN
1.2 Permasalahan
BAB II
2.2.1.1 Telur
2.2.1.2 Larva
2.3.1.1.4 Calliphora
Lalat ini dikenal dengan nama “blue bottle”. Larvanya
menyukai bangkai, jarang menimbulkan myiasis. Lalat
dewasa memiliki rambut di dada dorsal, dan squama
berambut.14
d. Dewasa
Setelah 3 hari, larva yang sudah berubah
menjadi bentuk lalat dewasa akan keluar dari pupa dan
dapat memulai siklus hidupnya lagi dengan bertelur.14
2.3.3 Kumbang (ordo Coleoptera)
Serangga ini memiliki karakteristik yaitu sayap yang
berkulit keras yang menutupi dan melindungi lapisan sayap
dibawahnya. Mereka dapat memakan bangkai, tumbuhan, maupun
segalanya, dengan beberapa diantaranya dapat hidup sebagai
parasit. 15
a. Telur
b. Larva
c. Pupa
d. Lalat Dewasa
e. Kumbang
a. Karakteristik spesies
Implikasi penting untuk memperkirakan interval postmortem adalah
bahwa spesies serangga pada bangkai berbeda dalam kecepatan
pertumbuhan dan waktu tiba di bangkai.
c. Tipe makanan
Beberapa lalat bangkai dapat berkembang biak dalam beberapa macam
tipe makanan. Contohnya Megaselia scalaris yang dapat memakan
invertebrata yang hidup maupun yang sudah mati. Lucilia sericata tumbuh
lebih lambat pada medium sayuran daripada medium daging.
Serangga yang datang pada fase ini adalah green bottle dan blue
bottle. Serangga ini datang mulai dari beberapa menit sampai beberapa
jam setelah kematian tergantung pada kondisi lingkungan. Lalat betina
bertelur di setiap bagian tubuh yang terbuka. Tempat telur pertama tidak
dapat segera terlihat karena telur terdeposit sangat jauh di dalam rongga
tubuh. Telur blowfly memiliki panjang sekitar 2 mm, dan berwarna putih
atau kuning. Fleshflies dapat datang pada waktu yang sama atau beberapa
jam setelah blowflies. Seperti yang telah disebutkan Fleshflies
mendepositkan larva hidup di tubuh. Pada tahap ini mereka dapat menjadi
mangsa bagi lalat dewasa. Semut juga dapat muncul dan memangsa telur
dan belatung.
Siklus hidup lalat terdiri dari lima tahap. Yang pertama adalah
telur. Kedua tahap tiga instar, masing-masing menghasilkan belatung yang
lebih besar. Yang keempat adalah tahap pra-pupa di mana belatung
meninggalkan tubuh dan mencoba untuk membungkus diri di daerah di
mana ia akan menjadi kepompong dan menjadi lalat dewasa. Tahap
pembentukan pupa adalah tahap kelima dan terakhir. Tahap tiga instar
diidentifikasi melalui morfologi dari mulut dan spirakel posterior.
Belatung hidup yang ditemukan dikumpulkan dan dibandingkan dengan
kecepatan pertumbuhan. Bagaimanapun juga, kecepatan pertumbuhan ini
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan spesies dari lalat itu sendiri.
2. Bloated Stage
3. Decay Stage
Pada decay stage, kulit telah pecah dan cairan tubuh menyerap ke
area sekitarnya. Belatung (larva) akan berhenti makan dan pergi dari
tubuh. Belatung berada dalam tahap instar ketiga selama fase ini. Belatung
akan bergerak lepas dari tubuh secara massal atau individu tergantung dari
4. Post-Decay stage
Pada tahap post decay yang paling banyak ditemukan pada tubuh
adalah kumbang. Spesies akan bervariasi sesuai dengan kondisi. Beberapa
kumbang tidak dapat hidup dalam kondisi basah sementara yang lainnya
membutuhkan kondisi lembab.
5. Skeletal Stage
Pada tahap ini hanya serangga tanah yang dapat ditemukan. Pada
tahap ini penting untuk mengambil contoh tanah dari bawah tubuh sampai
jarak 3 kaki dari tubuh..
KESIMPULAN
Penentuan perkiraan saat kematian dalam suatu kasus forensik adalah hal
yang memegang peranan penting sehingga selalu dicantumkan dalam sebuah
kesimpulan autopsi forensik. Perkiraan saat kematian membantu pihak kepolisian
dalam menyelidiki dan melakukan konfirmasi alibi seseorang, yang pada
gilirannya akan mempersempit daftar tersangka di tangan kepolisian. Tersusunnya
daftar tersangka yang tajam dan tepat akan menghemat waktu, tenaga dan dana
dalam suatu penyidikan. Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat kematian
tidak dapat dilakukan dengan 1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode
akan memberikan hasil perkiraan yang lebih akurat dengan rentang bias yang
lebih kecil.