Drucker mengambil contoh mengenai hal yang tak terduga tersebut dari perkembangan televisi di
Jepang. Awalnya Toshiba berpendapat bahwa masyarakat Jepang belum memerlukan adanya televisi
karena belum merupakan kebutuhan primer dan mahal. Berbeda dengan Toshiba, maka Panasonic
berpendapat lain, melalui penjualan door to door dan strategi promosi lainnya maka bisnis televisi yang
dipelopori Panasonic berkembang sangat pesat sebagai jawaban terhadap hal yang tak terduga lebih
dahulu.
Sebagai contoh hobi bersepeda dianggap kurang tepat dengan kemajuan teknologi transportasi yang
serba cepat, namun ternyata gerakan penyelamatan manusia dari polusi dan pemanasan global, maka
terdapat kecenderungan menggunakan alat transportasi yang tidak polutan dan bahkan bermanfaat bagi
kesehatan. Di beberapa negara Eropa bahkan telah disediakan jalur- jalur khusus untuk bersepeda dan
pada saat-saat tertentu dilarang menggunakaan kenderaan bermotor atau yang dikenal dengan istilah
car free day. Tren ini di Indonesia mulai diterapkan di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta,
Bandung, Surabaya, Medan dengan menerapkan hari tertentu dan pada waktu-waktu tertentu melarang
kenderaan bermotor untuk melintas di jalan protokol. Fenomena ini dapat menciptakan entrepreneur
dengan membuat sepeda- sepeda yang lebih efisien dan terjangkau harganya. Invensi berdasarkan
kebutuhan. Sebagai contoh, misalnya kemajuan fotografi serta alat-alat fotografi yang dahulunya
dianggap sebagai sebuah luxury (kemewahan). Namun sesuai dengan perkembangan teknologi dan
kemakmuran hidup manusia dengan melakukan tourism and travelling maupun untuk kebutuhan lainnya
maka kebutuhan akan fotografi semakin meningkat, sehingga muncul entrepreneur- entrepreneur yang
bergerak dalam bidang usaha ini dengan berbagai produk fotografi seperti Canon, Nikon, Fuji, Kodak,
Sony dan lain-lain.
Jika masyarakat sebelumnya melihat pendidikan tinggi (universitas) sebagai simbol sosial di dalam
masyarakat, maka saat ini masyarakat sudah melihat perguruan tinggi sebagai pembinaan entrepreneur
karena mengembangkan riset terkait dengan entrepreneurship.
6. Perubahan persepsi dan arti. Sebagai contoh misalnya mengenai persepsi mengenai air minum merek
Aqua, ketika pada awal Aqua diluncurkan persepsi masyarakat skeptis karena menjual air yang tidak ada
harganya, namun demikian persepsi masyarakat kemudian berubah betapa air putih sangat tepat untuk
pemeliharaan kesehatan. Entrepreneur yang menjajakan Aqua sebagai minuman yang bergengsi
kemudian menjadi invensi dengan melahirkan banyak inventor-inven- tor lainnya dalam penyediaan air
putih yang sekarang berdiferensiasi dengan menamakan air mineral.
Ilmu pengetahuan baru yang lahir dewasa ini ada yang sifatnya scientific dan non scientific. Sebagai
contoh misalnya dalam bidang kesehatan, dewasa ini para ahli dalam bidang kesehatan berlomba-lomba
mencari dan memproduksi berbagai jenis obat baru berdasarkan penelitian-penelitian. Penelitian
tersebut berkesinambungan apabila jika penyakit yang dianggap baru belum ditemukan obatnya.
1. home care
Home Care atau pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan di rumah meliputi kegiatan sebagai
berikut :
Pelayanan medis
pelayanan gizi
pemasangan atau penggantian alat kesehatan misalnya selang lambung, kateter dll
konsultan keperawatan
Konsultan keperawatan adalah seorang tenaga profesional yang menyediakan jasa nasehat ahli dalam
bidang keahliannya. Tidak hanya menyediakan jasa, konsultan juga bisa memberikan layanan konsultasi
atau konseling secara langsung pada klien (Mubarak dan Nur Chayatin, 2009).
2. terapi komplementer
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung kepada
pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain di luar pengobatan medis.
b. terapi modalitas
Sumber kewirausahaan
mengandalkan kreativitas
Hisrich dan Peter ini menekankan kepada empat aspek dasar bagi seorang entrepreneur yaitu:
1. Entrepreneurship melibatkan proses penciptaan sesuatu yang lain maupun baru. Penciptaan memiliki
nilai yang baik untuk entrepreneur maupun untuk konsumen.
2. Entrepreneurship menghargai waktu dan usaha yang mereka gunakan untuk menciptakan sesuatu
yang baru.
Kewirausahaan sosial merupakan salah satu penentu utama dalam kewirausahaan maka dalam
mengembangkan usaha suatu masyarakat tertentu harus dipertimbangkan ketimpangan-ketimpangan
sosial yang mempengaruhi serta harus melakukan rekayasa-rekayasa sosial untuk meluruskannya. Ini
didasari atas adanya perbedaan tanggapan atas berbagai kelompok sosial seperti ras, suku, agama, dan
kelas sosial.
Demikian juga halnya dalam berwirausaha juga memiliki etika berupa aturan-aturan sehingga kegiatan
usaha tersebut tidak melanggar aturan (agama, norma atapun aturan pemerintah) dan memperoleh
simpati dari berbagai pihak. Dalam dunia usaha, semua pihak tidak mengharapkan memperoleh
perlakuan tidak jujur dari sesamanya. Praktek tipu-menipu, manipulasi, mark up dan sebagainya tidak
akan terjadi jika dilandasi etika yang dijunjung tinggi. Praktik bisnis di semua belahan dunia telah
mengalami pergeseran yang besar. Bisnis yang semula dianggap sebagai semata-mata mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan etika dan moralitas, tetapi sejak tahun 2002 para
pelaku bisnis AS dan Eropa bahkan juga Australia mulai menyadari peranan norma-norma dalam
mendorong keberhasilan bisnis.
Boove sebagaimana dikutip Alma (2009) menjelaskan perbedaan budaya menjadi faktor yang
berpengaruh terhadap etika usaha/bisnis. Setiap daerah, lingkungan, organisasi maupun perusahaan
memiliki kebiasaan sendiri-sendiri. Demikian pula bentuk penyogokan, komisi, titipan, amplop, upeti,
uang lelah, uang meja dan berbagai istilah lainnya tentunya dipahami sebagai sesuatu yang berbeda di
setiap daerah, lingkungan, organisasi maupun perusahaan. Ada yang membolehkan namun ada yang
melarang dan ada pula dibuat kesepakatan.
Dasar kewirausahaan dalam perspektif agama
Harvard Business School pada tahun 2002 mengeluarkan rangkuman hasil diskusi para Top Eksekutif
Internasional dari berbagai belahan Dunia, dengan judul “Does Spirituality Drive Success”? terdapat
(lima) hal yang dihasilkan dari spirituality yaitu:
1. Integritas/kejujuran.
2. Energi/semangat.
4. Wisdom/bijaksana
Falsafah etika bisnis Islam, antara lain dapat merujuk ke Al-Qur’an surah Al-Jum’ah ayat 10 yang artinya
sebagai berikut:
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
Jadi bisnis (mencari rezeki) harus selalu disertai mengingat (dzikir) kepada Allah, karena dzikir atau ingat
kepada Allah akan mengendalikan diri dari kemungkinan melanggar etika bisnis. Dengan ingat kepada
Allah Swt maka ’kejayaan’ (sukses) dijamin akan dapat diraih. Falsafah lain tentang etika bisnis Islam
dapat ditemukan dalam Al- Qur’an surah Al-Qashash ayat 77 yang artinya sebagai berikut:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Abul Ala al-Maududi sebagaimana dikutip Hendra dan Riana (2008) menjelaskan beberapa etika dalam
berbisnis menurut pandangan al-Qur’an sebagai berikut:
1. Jangan memakan harta benda orang lain dengan cara yang batil.
4. Jangan curang dengan cara antara lain mengurangi takaran dalam timbangan.
Alma, B. 2009. Kewirausahawan Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Bagi Mahasiswa Dan Masyarakat
Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Al-Qu’ayyid, I.H. 2005. 10 Kebiasaan Manusia Sukses Tanpa Batas. Jakarta: Maghfirah Pustaka.
Amstrong, G., dan Kotler, P. 2007. Marketing: An Introductuon. New Jersey: Pearson Prentice Inc.
Barringer, B.R dan Ireland R.D. 2008. Entrepreneurship and Regional Growth: An Evolutionary
Intrepretation. Journal of Evolutionary Economics.