Anda di halaman 1dari 13

ROKOK: ANTARA MORAL DAN PROFIT

Oleh :

Arifa Rafrillia (1106000294)


Putri Intan Adella (1106009596)
Abdelhaq Setya Subarkah (1106051673)
Ageng Rahmadi (1106051931)
Agung Raditya (1106052096)
Nisa Vidya Yuniarti (1106052190)

UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2011
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang karena nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
ini, dan tanpa pertolongan-Nya kami tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah “Rokok : Antara Moral dan Profit” ini.
Makalah ini disusun agar pembaca mendapatkan informasi mengenai dilema keberadaan
pabrik rokok di Indonesia yang kami sajikan dari berbagai sumber. Makalah ini dibuat dengan
penuh rintangan, namun karena usaha yang tinggi akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini.
Makalah ini memuat tentang permasalahan hingga solusi dari keberadaan pabrik rokok di
Indonesia dan kami sengaja mengangkat judul ini karena menarik perhatian kami untuk dikaji
lebih jauh. Selain itu, pembaca juga dapat memperoleh pengetahuan yang lebih dengan membaca
makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami, Ibu Helmiyati yang telah
memberikan kami tugas pembuatan makalah ini sehingga kami dapat lebih mengembangkan
informasi yang kami miliki dan melatih kemampuan menulis kami.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan di dalam pembuatan makalah ini. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Depok, November 2011

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................................2
1.4 Manfaat penulisan.........................................................................................................3
1.5 Sistematika Penulisan...................................................................................................3
BAB II Pembahasan
2.1 Filsafat dan Manfaatnya................................................................................................4
2.2 Logika dan Sesat Pikir..................................................................................................4
2.3 Etika..............................................................................................................................5
2.3.1 Kebebasan...........................................................................................................5
2.3.2 Tanggung Jawab..................................................................................................6
2.3.3 Hati Nurani......................................................................................................... 7
2.4 Karakter........................................................................................................................ 8
2.4.1 Kebijaksanaan dan Pengetahuan........................................................................ 8
2.4.2 Kemanusiaan...................................................................................................... 9
2.4.3 Kesatriaan........................................................................................................... 9
2.4.4 Pengendalian Diri............................................................................................... 9
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................10
3.2 Saran............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pantas kiranya jika Indonesia mendapat sebutan negeri rokok atau negeri tembakau.
Selain jumlah perokok aktifnya termasuk dalam lima besar di dunia, jumlah pabrik rokok di
negeri ini rupanya yang terbanyak di seantero jagat.
Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia dalam hal jumlah perokok. Sekitar 60 juta
penduduk Indonesia merokok. Kematian akibat penyakit yang berhubungan dengan rokok tiap
tahun mencapai 429.948 orang atau 1.172 orang oer hari (Profil Tembakau Indonesia,2007).
Bahkan, kerugian akibat rokok melebihi pendapatan cukai. Tahun 2005 cukai sebesar Rp 32,6
trilyun dari rokok tetapi biaya pengobatan penyakit akibat rokok mencapai Rp.167 trilyun atau 5
kali lipat cukai rokok. Konsumsi rokok tahun 2008 mencapai 240 miliar batang per hari atau 658
juta batang per hari.
Percaya atau tidak, prevalensi perokok terus menaik dari tahun ke tahun di Indonesia.
Pada tahun 1995 terdapat 27% dewasa dan 7,1 % remaja umur 15-19 tahun yang merokok,
bandingkan kenaikannya dengan tahun 2004 yang perokok dewasanya sebesar 34,4 % dengan
remaja umur 15-19 tahun yang merokok sebesar 17,3% (data dari Fact Sheet TCSC ISMKMI).
Data susenas tahun 2004 menunjukkan bahwa hampir 70% laki-laki berpendidikan rendah
adalah perokok. Pengetahuan kesehatan keluarga miskin yang berpendidikan rendah inilah yang
tampaknya menjadi penyebabnya.
Harga rokok di Indonesia sangat rendah karena cukai yang dikenakan sangat rendah
(yakni 38% terendah setelah kamboja), sehingga konsumsi rokok meningkat. Hal ini bisa
dibandingkan dengan harga jual rokok Marlboro pada tahun 2008 yang di Singapura berharga
USD 8.64, di Malaysia USD 2,56 sementara di Indonesia hanya USD 1,01 (data dari Fact Sheet
TCSC ISMKMI). Rokok juga menjadi pengeluaran terbesar kedua bagi para rakyat Indonesia.
Pada data di Lembaga Demografi FE UI tahun 2006 tercatat pengeluaran rokok sebesar 11,89%,
setengahnya dari pengeluaran terhadap padi-padian yang mencapai 22,10%, namun lebih tinggi
daripada Listrik, telepon dan BBM yang sebesar 10,95 % serta lebih tinggi dari pada Sewa dan
Kontrak yang mencapai 8,82%.
1
Produksi rokok yang terus meningkat 7x dari 35 ke 235 Milyar batang selama 1961-2005
mengindikasikan pemenuhan suplai dari tembakau Impor. Pertanian tembakau lokal pun bukan
menjadi penghasil utama tembakau, hal ini ditunjukkan dengan nilai ekspor netto (nilai ekspor
dikurangi nilai impor) pada rentang waktu 2001-2005 yang minus USD 27-48 juta, atau rata-rata
USD 35 juta per tahun.
Seperti industri rokok, pengendalian konsumsi rokok tak akan mematikan petani
tembakau. Bila kebutuhan industri rokok akan tembaku berkurang, yang terkena dampaknya
adalah importir tembakau. Hal ini dikarenakan karena produksi nasional tembakau pada tahun
2007 berjumlah 164.851, ekspor tembakau 46.834, kebutuhan industri 187.759, sementara impor
berjumlah 69.742 (37%). Berarti baru 37 tahun lagi petani tembakau akan terancam.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah, yaitu:
 Apa penyebab terjadinya keberadaan pabrik rokok di Indonesia?
 Seberapa besar dan apa pengaruh dari keberadaan pabrik rokok di Indonesia ?
 Apa solusi untuk menyelesaikan masalah dilema keberadaan pabrik rokok di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada pembaca
mengenai dilema keberadaan pabrik rokok di Indonesia, termasuk di dalamnya jumlah kasus
kematian akibat rokok, alasan mengapa keberaadn pabrik rokok di Indonesia tidak bias
dihilangkan. Disamping itu kami juga berusaha memberi pengetahuan lebih mengenai solusi
untuk mengatasi dilema keberadaan pabrik rokok di Indonesia yang dimungkinkan dapat
membantu menyelesaikan permasalahan, sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
inspirasi bagi pembaca untuk berkontribusi lebih baik lagi bagi Indonesia.

1.4 Tahapan Penelitian


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah melalui studi literatur.
Metode yang digunakan di dalam mengumpulkan data melalui studi literatur adalah
2
menggunakan pedoman buku ilmiah dan kaya tulis lainnya sebagai landasan sebuah karya
ilmiah.

1.5 Sistematika Penelitian


BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Tahapan Penelitian
1.5 Sistematika Penelitian

BAB II Pembahasan
2.1 Filsafat dan Manfaatnya
2.2 Logika dan Sesat Pikir
2.3 Etika
2.4 Karakter

BAB III Penutup


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

BAB II
PEMBAHASAN

3
2.1 Filsafat dan Manfaatnya
Filsafat mengajak orang bersikap arif bijaksana serta berwawasan luas menghadapi dan
memecahkan masalah yang dihadapi manusia. Jadi dalam masalah rokok ini kita harus melihat
dari kedua sisi.
Sisi pertama adalah orang yang menghisap rokok bisa dibilang pemakai atau penghirup
rokok mungkin dari sisi ini bisa dibilang merugikan perokok karena racun yang dihasilkan rokok
dihisap juga oleh si pemakai dan hanya menguntungkan produsen rokok. Sisi kedua atau bisa
dibilang sisi yang paling krusial, karena disinilah Negara kita mendapatkan keuntungan.
Produsen rokok cukup memberikan andil besar dalam memberikan atau menyumbangkan
anggaran pendapatan belanja Negara, kemudian alasan dari produsen rokok, para produsen rokok
ini juga membuat lapangan kerja untuk orang-orang yang cukup banyak, contohnya para petani
tembakau dan kuli-kuli panggul tembakau. Sedikit bergeser kearah pabrik rokok, mereka banyak
sekali memperkerjakan buruh-buruh rokok.
Bayangkan saja jika benar-benar anda ingin menutup pabrik rokok berarti anda sudah
mematikan Negara kita dari segi finansial dan juga memberikan beban kepada Negara kita
dengan memperbanyak jumlah pengangguran yang ada di Negara ini. Begitu banyak
pertimbangan yang membuat sampai selama ini pabrik rokok masih tetap berdiri, meskipun
mendapatkan banyak kecaman dari berbagai pihak terkait masalah kesehatan.

2.2 Logika dan Sesat Pikir


Sesat pikir ini timbul bukan sebagai akibat dari penarikan kesimpulan secara logis
melainkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu yang merasa diuntungkan dalam kasus ini.
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, cukai mempunyai konstribusi yang sangat
penting dalam APBN khususnya dalam kelompok Penerimaan Dalam Negeri. Penerimaan cukai
dipungut dari 3 (tiga) jenis barang yaitu; etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol dan
hasil tembakau terhadap penerimaan negara yang tercermin pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun anggaran 1990/1991, penerimaan cukai hanya sebesar Rp. 1,8 triliun atau
memberikan kontribusi sekitar 4 persen dari penerimaan dalam negeri, pada tahun anggaran
1999/2000 jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp. 10,4 triliun atau menyumbang sebesar
7,3 persen dari penerimaan dalam negeri. Pada tahun anggaran 2003, penerimaan cukai
4
ditetapkan sebesar Rp. 27,9 triliun atau sebesar 8,3 persen dari penerimaan dalam negeri. Hal ini
berarti kontribusi penerimaan cukai terhadap penerimaan dalam negeri selama kurun waktu 1
dasawarsa, telah meningkat sekitar 100 persen.
Dari penerimaan cukai tersebut, 95 persen berasal dari cukai hasil tembakau yang
diperoleh dari jenis hasil tembakau (JHT) berupa rokok sigaret kretek mesin, rokok sigaret
tangan dan rokok sigaret putih mesin, yang dihasilkan oleh industri rokok.
Dalam kutipan artikel di atas, dapat dilihat betapa besarnya kontribusi yang diberikan
industri rokok kepada negara. Melihat kenyataan ini, industri rokok yakin bahwa dengan
keberadaan industri ini dapat membantu pemasukan anggaran negara. Berdasarkan argumen di
atas industri rokok tidak dilarang oleh pemerintah. Begitu juga dengan pihak industri rokok,
mereka tetap membuka industrinya untuk mendapatkan keuntungan, tanpa memikirkan
bahayanya akibat yang ditimbulkan, baik kepada manusia maupun lingkungan.

2.3 Etika
2.3.1 Kebebasan
Mendengar kata kebebasan, yang pertama dipikirkan ialah bahwa orang lain tidak
memaksa kita untuk melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak kita, dan kita dapat
menentukan tindakan sendiri. Hanya karena mempunyai kebebasan kemampuan itulah, maka
kebebasan yang diterima dari masyarakat sangat kita hargai. Kebebasan dibagi atas kebebasan
sosial, yaitu kebebasan yang kita terima dari orang lain, dan kebebasan eksistensial, yitua
kebebasan dalam arti kemampuan kita untuk menentukan tindakan kita sendiri.
Kebebasan eksistensial meliputi kebebasan jasmani dan rohani. Kebebasan bagi manusia
berarti bahwa ia dapat menentukan apa yang mau dilakukannya secara fisik. Ia dapat
menggerakkan anggota tubuhnya sesuai dengan kehendaknya, tentunya dalam batas-batas
kodratnya sebagai manusia, misalnya tidak bisa terbang seperti burung, atau menarik bajak
seperti kerbau. Keterbatasan manusia itu jangan dianggap sebagai pengekangan kebebasan
manusia, melainkan merupakan wujud khas kebebasan kita sebagai manusia.
Yang dapat mengekang kebebasan kita ialah paksaan. Paksaan berarti bahwa orang lain
memakai kekuatan fisik yang lebih besar daripada kekuatan kita untuk menaklukkan kita. Kita
dicegah dari berbuat apa yang kita kehendaki, misalnya apabila tangan kita diborgol, atau dibawa
ke tempat lain yang tidak kita kehendaki. Adanya paksaan juga menunjukkan bahwa kebebasan
5
fisik kita bukan sekedar kemampuan jasmani saja, melainkan berakar dalam kehendak kita. Yang
membedakan manusia dengan binatang ialah bahwa binatang bergerak menuruti dorongan
instinknya, sedangkan manusia bergerak sesuai dengan apa yang dikehendaki dalam pikirannya.
Dengan kata lain, kebebasan jasmani bersumber pada kebebasan rohani. Kebebasan
rohani adalah kemampuan kita untuk menentukan sendiri apa yang kita pikirkan, untuk
menghendaki sesuatu, untuk bertindak secara terencana. Kebebasan rohani bersumber pada akal
budi kita. Karena akal budi itu, maka pikiran kita melampaui keterbatasan fisik kita. Dalam roh
kita bebas mengembara, sehingga manusia dapat selalu memasang tujuan-tujuan baru, mencari
jalan-jalan baru, dan mempersoalkan hal yang lama secara kritis. Kebebasan rohani manusia
adalah seluas jangkauan pikiran dan imajinasi manusia.

Kaitan Kebebasan dengan Kasus Dilema Moral (Produsen Rokok)


Dari sudut pandang penjual mereka sebetulnya memiliki kebebasan untuk memproduksi
dan menjual rokok, karena tidak ada paksaan yang bersifat absolut berupa misalnya hukum atau
undang-undang.
Dari sudut pandang pembeli mereka juga sebetulnya memiliki kebebasan eksistensial
yang memberikan mereka kesempatan untuk memilih membeli dan mengkonsumsi rokok atau
tidak.

2.3.2 Tanggung Jawab


Sebelumnya telah dibahas mengenai kebebasan baik itu yang sifatnya sosial ataupun
eksistensial. Kedua kebebasan tersebut bisa berjalan dengan baik kemudian jika dilaksanakan
dengan pertimbangan rasa tanggung jawab.
Kebebasan sosial kita sifatnya terbatas. Hal ini jelas karena pada dasarnya manusia itu
makhluk sosial. Itu berarti bahwa manusia harus hidup bersama dengan manusia-manusia lain
dalam ruang dan waktu yang sama, dan dengan mempergunakan alam yang terbatas sebagai
dasar untuk memenuhi kebutuhannya. Hal itu berarti bahwa kita di satu pihak saling
membutuhkan, dan di lain pihak bersaing satu sama lain. Dan oleh karena itu kelakuan kita harus
disesuaikan dengan adanya orang lain. Bagaimanapun juga, kepentingan semua orang lain yang
hidup dalam jangkauan tindakan kita perlu diperhatikan.

6
Sama halnya dengan kebebasan sosial, kebebasan eksistensial juga perlu dipergunakan
secara bertanggungjawab. Tetapi kalau istilah itu dipakai untuk mencegah kita dari memutuskan
sendiri, apa yang akan kita lakukan, kita justru tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan
apakah kita dapat bertanggung jawab atau tidak.
Sebagai contoh dapat diambil dari orang tua yang memberikan kebebasan bergaul dengan
semua teman kelas kepada anaknya pada ulang tahun ke-17; tetapi waktu mereka mendengar
bahwa anaknya ingin jalan-jalan dengan seseorang teman yang tidak dikehendaki, ia tidak
diizinkan dengan alasan bahwa pergaulan itu tidak bertanggung jawab dan kebebasannya selalu
harus yang bertanggung jawab.

Kaitan Tanggung Jawab dengan Kasus Dilema Moral (Produsen Rokok)


Produsen seharusnya memikirkan dampak jangka panjang, bukan hanya kepentingan dan
keuntungan sesaat.
Konsumen harus lebih berpikir kritis (bentuk berfilsafat) kaitannya dengan konsumsi
rokok itu sendiri.
Pemerintah berusaha mencari jalan keluar untuk memperoleh devisa selain yang
bersumber dari rorkok, dan mengalokasikan jumlah pegawainya ke bentuk usaha lainnya.

2.3.3 Hati Nurani


Masalah rokok di Indonesia merupakan masalah yang tidak ada habisnya. Pembicaraan
masalah rokok selalu mengenai besarnya cukai yang dibayarkan perusahaan kepada Negara dan
mengenyampingkan sisi hati nurani . Setiap tahunnya Negara menerima pemasukan sebesar 60
triliun Rupiah dari perusahaan rokok. Hal inilah yang menjadi tameng bagi perusahaan rokok
untuk tetap beroperasi di Indonesia. Padahal setiap harinya terdapat 2000 jiwa meninggal sia-sia
akibat penyakit yang disebabkan oleh rokok. Selain itu, pemerintah juga harus mengeluarkan
biaya sebesar 22 triliun setiap tahunnya untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan rokok.
Masalah rokok di Indonesia bukan sekedar masalah hitungan matematis. Memang secara
besarnya pemasukan yang diterima Negara, kita diuntungkan dengan adanya perusahaan rokok.
Namun bila dilihat dari sudut pandang hati nurani, hal ini tentu sangat melanggar sendi-sendi
moral. Hati nurani menjadi kunci untuk menjelaskan permasalahan rokok di Indonesia. Jika

7
selama ini permasalahan rokok dilihat dari sudut pandang ekonomi, maka banyaknya korban
jiwa akibat rokok akan terabaikan.
Bisikan hati nurani merupakan panggilan murni dari hati manusia. Hati nurani yang
penuh akan nilai-nilai kebenaran dan moral yang telah ditanamkan sejak manusia lahir, akan
memberontak melihat banyaknya jiwa meninggal. Bisikan hati nurani manusia akan
menggerakkan manusia untuk bertindak sebagaimana yang seharusnya.
Permasalahan rokok di Indonesia akan dapat terselesaikan jika pemerintah mau melihat
dengan menyertakan sudut pandang hati nurani. Agar tidak ada lagi sikap hanya mementingkan
pemasukan Negara tanpa memperdulikan korban jiwa yang menderita penyakit dan meninggal
akibat merokok.

2.4 Karakter
Terkait permasalahan pabrik rokok yang ada di Indonesia maka terdapat beberapa
karakter yang menjadi kelemahan bagi pihak produsen, konsumen dan pemerintah. Karakter
yang dimaksud adalah kebijaksanaan dan pengetahuan, kemanusiaan, kesatriaan, dan
pengendalian diri.

2.4.1 Kebijaksanaan dan Pengetahuan


Pemerintahnya seharusnya bijaksana dalam menentukan hukum bagi penggunaan rokok,
selain itu pengguna rokok pun harus memiliki keterbukaan pikiran mengenai dampak dari rokok
tersebut. Sehingga mereka tidak menilai rokok dari segi budaya ataupun tren melainkan dari segi
kesehatan.

2.4.2 Kemanusiaan
Produsen maupun pemerintah sepantasnya memiliki kepedulian bagi masyarakat yang
merokok karena setiap tahunnya 400.000 jiwa meninggal akibat rokok. Meskipun rokok
memberikan devisa yang besar bagi negara tetapi dampak yang dirasakan masyarakat juga besar
sehingga pemerintah harus memiliki rasa kepedulian yang besar. Masyarakatpun harus memiliki
kecerdasan sosial untuk mengetahui fakta mengenai rokok.

2.4.3 Kesatriaan
8
Pemerintah dan masyarakat harus teguh dan keras hati. Hal ini berkaitan dengan
penegakan hukum mengenai pelarangan merokok di tempat umum. Pemerintah harus bersikap
tegas terhadap hukum ini dan masyarakat mematuhi peraturan.

2.4.4 Pengendalian Diri


Sebelum memutuskan untuk merokok, konsumen harus berhati-hati dan memiliki
pertimbangan yang matang mengenai dampak-dampak negatif dari merokok. Meskipun rokok
memberikan keuntungan namun dampak negatifnya jauh lebih besar sehingga diperlukan
pertimbangan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keberadaan pabrik rokok di Indonesia menjadikan hal yang sangat pelik. Disaat rokok
dianggap sebagai sarana perusak kesehatan setiap manusia, di sisi lain rokok juga memiliki
beberapa manfaat yang diberikan terhadap pemasukan kas Negara dari segi divisa dan cukai.
Selama ini rokok menjadi salah satu penyumbang cukai Negara terbesar setelah minyak bumi
9
dan hasil tambang lain. Dari sudut pandang petani, komoditi tembakau menjadi surge ekspor
bagi mereka. Tembakau hasil Indonesia merupakan salah satu tebakau terbaik di pasar tembakai
dunia, Bremen. Masalah tentang keberdaan pabrik rokok di Indonesia ini masih harus dikaji
lebih mendalam lagi karena masih memiliki banyak polemik

3.2 Saran
Masalah ini perlu lebih dibicarakan lagi agar tercipta suatu penyelesaian yang sangat baik
bagi kedua belah pihak. Lapangan kerja baru harus disiapkan terlebih dahulu sebagai ganti kalau
pabrik rokok harus benar-benar ditutup. Ini merupakan tugas kita sebagai generasi muda untuk
bisa bekerja sama dengan pemerintah guna mencari titik temu dari semua masalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/01/14/1436365/Wah....Pabrik.Rokok.di.Indone
sia.Terbanyak.di.Dunia
 http://poemhanina.blogspot.com/2012/02/rokok-di-indonesia.html
 http://jalansutera.com/2007/05/31/surga-rokok-bernama-indonesia-itu/index.html

10

Anda mungkin juga menyukai