Anda di halaman 1dari 16

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Kehamilan
Dosen Pengampu: Ibu Farhati, SST., M.Keb

Disusun oleh :
Kelompok 4
Aulia Nur Insanni P17324118051
Katrina Sifa Nurahmah P17324118042
Mutiara Putri Horison P17324118016
Nur Syifa Yudhiani P17324118029

Tingkat II-A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG


PRODI D-III JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu
syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Semester III yaitu Asuhan Kebidanan Kehamilan
dengan judul makalah “Hipertensi dalam Kehamilan, Preeklampsi, dan EklampsI” di
Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Kebidanan Bandung.
Dengan tersusunnya makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Wiwin Widayani, SST., M.Keb selaku koordinator mata kuliah Asuhan
Kebidanan Kehamilan
2. Ibu Farhati, SST., M.Keb selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan Kebidanan
Kehamilan
3. Rekan-rekan kelompok 4 yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan makalah
ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan, hal ini karena adanya kekurangan dan keterbatasan kemampuan
pengalaman maupun pengetahuan kami.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan tugas makalah ini.

Bandung, Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3
BAB I KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................. 4
A. Hipertensi Pada Kehamilan ......................................................................... 4
B. Klasifikasi Hipertensi Pada Kehamilan .................................................... 5
C. Etiologi Faktor Predisposisi Hipertensi Dalam Kehamilan ................. 8
D. Patofisiologi..................................................................................................... 9
E. Tanda dan Gejala .......................................................................................... 10
F. Manifestasi Klinis ......................................................................................... 10
G. Penanganan ................................................................................................... 11
H. Kerangka Konsep......................................................................................... 13
BAB II KESIMPULAN ................................................................................................... 14
A. Kesimpulan .................................................................................................... 14
B. Saran ............................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16
BAB I
KAJIAN PUSTAKA

A. Hipertensi Pada Kehamilan


Hipertensi adalah masalah yang paling sering dalam kehamilan. Hipertensi
merupakan 5-10% komplikasi dalam kehamilan dan merupakan salah satu dari
penyebab kematian tersering selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak
memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. (Cunningham,
2010).
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penting pada penyakit
kardiovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer, stroke dan
penyakit ginjal. Untuk menghindari komplikasi tersebut diupayakan pengendalian
tekanan darah dalam batas normal baik secara farmakologis maupun non
farmakologis. Lima penyebab kematian ibu terbesar di Indonesia diantaranya adalah
karena hipertensi dalam kehamilan.
Hipertensi ialah kondisi adanya tekanan sistoik sekurang-kurangnya 140 mmHg
dan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mmHg. Nilai tersebut diukur sekurang-
kurangnya dua kali dengan perbedaan waktu 6 jam atau lebih dalam keadaan
istirahat.
Hipertensi kehamilan yaitu tekanan darah yang lebih tinggi dan 140/90 mmHg,
adanya gangguan penglihatan dan sakit kepala yang disebabkan karena
kehamilan itu sendiri, memiliki potensi yang menyebabkan gangguan serius pada
kehamilan. Pada trimester pertama tekanan darah relatif sama sebelum kehamilan
sedangkan tekanan darah trimester kedua cenderung menurun milliliter air raksa
(mmHg). Kemudian tekanan meningkat lagi pada trimester ketiga dan kenaikan
tekanan darah ini tanpa mengganggu kehamilan sernentara hipertensi ini akan
menghilang setelah persalinan, tetapi dapat berulang pada kehamilan
berikutnya.
Nilai normal pada tekanan darah seseorang yang disesuaikan tingkat aktifitas
dan kesehatan secaraumum adalah 120/80 mmHg. Tetapi secara umum, angka
pemeriksaan darah menurun saat tidur dan meningkat waktu beraktifitas dan berolah
raga.
Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi pre-eklampsia, eklampsia,
hipertensi kronis pada kehamilan, hipertensi kronis disertai preeklampsia, dan
hipertensi gestational.
Penyakit kardio-serebrovaskular adalah salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortalitas, dengan angka kematian 17 juta di seluruh dunia setiap tahunnya atau
31% dari seluruh mortalitas. Di eropa, angka ini bahkan mencapai 42%. Penyakit
kardiovaskular kerap diasosiasikan dengan gaya hidup (merokok, kurangnya aktivitas
fisik, perilaku makan yang tidak sehat, dan stress) dan beberapa faktor risiko lain
seperti hipertensi, dislipidemia, obesitas, usia lanjut, riwayat penyakit kardiovaskular
pada keluarga, dan disfungsi endhothelium. Koeksistensi dari beberapa faktor risiko
akan meningkatkan risiko kardiovaskular.
Peningkatan tekanan darah yang tidak terlalu tinggi (high normal / prehipertensi)
telah terbukti meningkatkan insiden penyakit kardiovaskular. Insiden penyakit
kardiovaskular selama 10 tahun pada mereka yang tekanan darahnya prehipertensi
adalah 8% pada laki-laki dan 4% pada perempuan. Sehingga disimpulkan bahwa
semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi pula angka kejadian kelainan
kardiovaskular.
JNC 7 juga melaporkan bahwa peningkatan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau
diastolik 10 mmHg akan meningkatkan risiko kejadian penyakit kardiovaskular dua
kali lipat. Sebaliknya penurunan tekanan diastolik 2 mmHg dapat menurunkan
penyakit jantung koroner, stroke dan 4 transient ischemic attact (TIA) sebesar 6%.
Tetapi apabila tekanan darah diastolik diturunkan hingga <70 mmHg dapat
meningkatkan angka mortalitas. Konsekuensi hipertensi pada kehamilan:
a) Jangka pendek Ibu : eklampsia, hemoragik, isemik stroke, kerusakan hati (HELL
sindrom, gagal hati, disfungsi ginjal, persalinan cesar, persalinan dini, dan
abruptio plasenta.
Janin : kelahiran preterm, induksi kelahiran, gangguan pertumbuhan janin,
sindrom pernapasan, kematian janin.
b) Jangka panjang Wanita yang mengalami hipertensi saat hamil memiliki risiko
kembali mengalami hipertensi pada kehamilan berikutnya, juga dapat
menimbulkan komplikasi kardiovaskular, penyakit ginjal dan timbulnya kanker.
Hipertensi pada kehamilan dapat berkembang menjadi pre-eklampsia, eklampsia
dan sindrom HELLP. Kemudian dapat bermanifestasi dengan kejadian serebral
iskemik atau hemoragik pada pra, peri, dan postpartum menjadi penyakit stroke.
Gejala pre-eklampsia/eklampsia adalah sakit kepala, gangguan penglihatan (kabur
atau kebutaan) dan kejang. Hal ini dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian
bagi ibu dan janin bila tidak segara dilakukan penanganan.

B. Klasifikasi Hipertensi Pada Kehamilan


Klasifikasi hipertensi pada kehamilan dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :
1. Hipertensi gestaional, bila tekanan darah > 140/90 mmHg pada usia kehamilan >
20 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya dan tanpa disertai dengan
proteinuria.
2. Preeklampsia, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a. Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi
setelah umur kehamilan diatas 20 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya
b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+. Bila
proteinuria negatif:
c. Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5
cc/kgBB/jam.
d. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
e. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
f. Terdapat edema paru dan sianosis
g. Hemolisis mikroangiopatik
h. Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)
i. Gangguan fungsi hati.: peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase.
j. Pertumbuhan janin terhambat

Pre-eklampsia adalah sindrom pada kehamilan (>20 minggu), hipertensi


(≥140/90 mmHg) dan proteinuria (>0,3 g/hari). Terjadi pada 2-5% kehamilan dan
angka kematian ibu 12-15%. Pre-eklampsia juga dapat disertai gejala sakit kepala,
perubahan visual, nyeri epigastrium, dan dyspnoea. Beberapa faktor telah
diidentifikasi terkait dengan peningkatan risiko pre-eklampsia seperti usia, paritas,
pre-eklampsia sebelumnya, riwayat keluarga, kehamilan ganda, kondisi medis yang
sudah ada sebelumnya (diabetes mellitus tipe I), obesitas dan resistensi insulin,
hipertensi kronis, penyakit ginjal, penyakit autoimun, sindrom anti-fosfolipid,
penyakit rematik), merokok, peningkatan indeks massa tubuh (BMI), peningkatan
tekanan darah, dan proteinuria. Selain itu, beberapa faktor yang terkait termasuk
keterpaparan sperma yang terbatas, primipaternitas, kehamilan setelah inseminasi
donor/sumbangan oosit/embrio telah ditemukan memainkan peran penting pada
kejadian preeklampsia/eklampsia.
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada wanita dengan pre-eklampsia yang
tidak dapat dikaitkan dengan penyebab lainnya. Eklampsia keadaan darurat yang
dapat mengancam jiwa, terjadi pada sebelum, saat, dan setelah persalinan
(antepartum, intrapartum, postpartum). Eklampsia didahului dengan sakit kepala
dan perubahan penglihatan, kemudian kejang selama 60-90 detik
Prinsip manajemen kejang eklampsia, yaitu:
1. Menjaga kesadaran
2. Menghindari polifarmasi
3. Melindungi jalur nafas dan meminimalkan risiko aspirasi
4. Mencegah cedera pada ibu hamil
5. Pemberian magnesium sulfat untuk mengontrol kejang
6. Mengikuti proses kelahiran normal
Waktu persalinan untuk pre-eklampsia, Direncanakan persalinan secara
konservatif; Dilakukan pengamatan intensif; Dilakukan persalinan sebelum minggu
ke-34 jika: terjadi hipertensi berat hingga sesak nafas, ibu atau janin terancam;
Merekomendasikan persalinan setelah minggu ke-34 jika tekanan darah terkontrol;
Merekomendasikan persalinan dengan waktu 24-48 jam setelah minggu ke-37 pada
pre-eklampsia sedang/ringan.
3. Superimposed preeclampsia ( ≥1 kriteria dibawah ini)
a. Proteinuria onset baru pada wanita dengan hipertensi kurang dari 20 minggu
b. Jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu
1) Proteinuria meningkat tiba – tiba jika hipertensi dan proteinuria timbul <
20 minggu
2) Hipertensi meningkat tiba – tiba pada wanita dengan rewayat hipertensi
terkontrol
3) Trombositopenia ( trombosit < 100.000 /mm3)
4) Peningkatan SGOT dan SGPT
Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri kepala persisten,
skotoma atau nyeri ulu hati juga dapat disebut dengan superimposed
preeclampsia.
4. HELLP syndrome (ada 2 kriteria)
a. Menurut Sibai et al (salah satu kriteria dibawah ini)
1) Hemolisis, lactate dehydrogenase > 600 U/L, atau total bilirubin > 1.2
mg/dL
2) SGOT > 70 U/L
3) Trombosit <100,000 /mm3
b. Menurut Martin et al (salah satu kriteria dibawah ini)
1) Lactate dehydrogenase > 600 U/L
2) SGOT atau SGPT > 40 IU/L
3) Trombosit <150,000 /mm3.

C. Etiologi Faktor Predisposisi Hipertensi Dalam Kehamilan


Keturunan atau genetic, obesitas, stress, rokok pola makan yang salah,
emosional, wanita yang mengandung bayi kembar, ketidaksesuaian RH, sakit
ginjal, hiper/hipotyroid, koarktasi aorta, gangguan kelenjar adrenal, gangguan
kelenjar parathyroid. Penyebablain Hipertensi Dalam Kehamilan sampai sekarang
belum diketahui. Tetapi ada teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab
hipertensi dalam kehamilan yaltu:bertambahnya frekuensi pada primigravida,
kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa. Bertambahnya frekuensi yang
makin tuanya kehamilan. Dapat terjadi perbaikan keadaan penderita dengan
kematian janin dalam uterus. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan
koma. Masalah dapat teratasi dengan baik tetapi tidak menutup kemungkinan
masalah itu akan muncul kembali sehingga memerlukan perawatan dan
pengawasan lebih lanjut (Prawirohardjo, 2010).
Faktor risiko pre-eklampsia/eklampsia adalah hipertensi kronis, obesitas, dan
anemia parah. Faktor risiko utama pre-eklampsia adalah sindrom antifosfolipid,
relative risk, pre-eklampsia sebelumnya, diabetes tipe I, kehamilan ganda, belum
pernah melahirkan (nulliparity), sejarah keluarga, obesitas, usia >40 tahun, hipertensi
Sindrom antibodi antifosfolipid, pre-eklampsia sebelumnya, hipertensi kronik, diabetes
tipe I, teknologi pembantu reproduksi dan BMI (body mass index) sangat berkaitan
erat dengan terjadinya pre-eklampsia.

Penanganan Pre-eklampsia pada kehamilan

D. Patofisiologi
Selama kehamilan normal terdapat perubahan-perubahan dalam sistem
kardiovaskuler, renal, dan endokrin perubahan ini akan berbeda dengan respon
patologi yang timbul pada HDK. Pada trimester kedua akan terjadl perubahan
tekanan darah, yaitu penurunan sistolik rata-rata 5 mmHG dan tekanan darah
diastolic 10 mm HG, yang selanjutnya akan meningkat kembali dan mencapai
tekanan darah normal pada usia kehamilan trimester ketiga. Pada keadaan
istirahat, curah jantung meningkat 40% dalam kehamilan, meningkat pada usia
kehamilan 20-30 minggu. Tahanan perifer menurun pada usia kehamlian
trimester pertama. Hal ini disebabkan karena meningkatnya sistem rennin-
angiotensin aldosteron dan sistem saraf simpatis. Penurunan tahanan perifer
disebabkan oleh menurunnya tonus 0101 polos oleh pembuluh darah.Volume
darah yang beredar dan juga peningkatannya mencapai 40%. Peningkatan
inimelebihi set jumlsh set darah merah, sehingga hemoglobin dan viskositas
darah menurun. Terjadi tekanan penurunan osmotic plasma darah yang
menyebabkan peningkatan cairan ekstraseluller sehingga timbul edema perifer
yang biasa timbul pada kehamilan normal,dan juga dapat terjadi peningkatan
kecepatan denyut jantung, peningkatan volume sekuncup/curah jantung
bermasalah lama, Peningkatan Tekanan Perifer (TPR) yang berlangsung
lama.

E. Tanda dan Gejala


Menurut Sarwono (2009), tanda dan gejala pada hipertensi dalam kehamilan:
1. Tekanan darah diastolic merupakan indikator dalam penanganan
hipertensi dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolic mengukur tahanan
perifer dan tidak tergantung keadaan emosional pasien
2. Diagnosishipertensi dibuat jika tekanan darah ≥ 90 mmHg pada 2 pengukuran
berjarak 1 jam atau lebih.
3. Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
a) Hipertensi karena kehamilan, Jika hipertensi terjadi pertama kali
sesudah kehamilan 20 minggu, selama persalinan, dan / atau dalam
48 jam pasca persalinan.
b) Hipertensi kronlk, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu
F. Manifestasi Klinis
Gejala yang biasanya muncul pada ibu yang mengalami hipertensi pada kehamilan
harus diwaspadai jika ibu mengeuh nyeri kepala saat terasa, kadang-kadang disertai
mual, muntah akibat peningkatan intrakranium, pemglihatan kabur, ayunan langkah
yang tidak mantap, nokturia, oedema dependen, dan pembengkakan.
Komplikasi yang mungkin terjadi pad ibu hamil :
1. Berkurangnya aliran dasar ke plasenta
Resiko yang mungkin dialami ibu hamil dengan hipertensi adalah
berkurangnya aliran pasokan darah, oksigen dan nutrisi ke bayi. Hal ini dapat
meningkatkan pertumbuhan bayi bertambah dan dapat terjadinya bayi baru lahir
rendah.
2. Penyakit kardiovaskuler di masa depan
Wanita yang mengalami preeklamsia (ditandai dengan tingginya tekanan
darah dan protein dalam urin setelah 20 minggu kehamilan beresiko mengalami
peningkatan penyakit kardiovaskuler di masa yang akan datang, meskipun fakta
menunjukan bahwa tekanan darah akan kembali normal setelah melahirkan.
3. Plasenta Abrupsio (plasenta lepas sebelum waktunya)
Pada beberapa kasus ibu hamil dengan hipertensi, plasenta dapat terlepas
dan terpisah dari rahim. Abrupsio plasenta akan menghentikan pasokan oksigen
ke bayi dan menyebabkan perdarahan yang berat. Resikonya adalah kematian
pada janin.
4. Kelahiran bayi premature
Untuk mencegah terjadinya komplikasi berbahaya yang mungkin mengancam
nyawa bayi dan ibu. Tidak jarang masa kehamilan dipercepat sebelum waktunya
sehingga bayi beresiko lahir secara premature.
5. Kebutaan
Preekalmpsia dapat memicu gangguan pada pembuluh darah di mata.
Pembuluh darah mata di retina bisa pecah memicu kebutaan. Tapi lanjutannya,
pada kondisi yang akan mengalami pembengkakan pada otak yang mengenai
saraf mata. Hal ini hanya dapat berdampak kebutaan sementara.

G. Penanganan
Asuhan atau penanganan awal pada ibu hamil dengan hipertensi dilakukan
pemeriksaan fisik, laboratorium, pengobatan nonfarmakologi, mengubah ke arah
hidup sehat, tidak terlalu banyak pikiran, mengurangi berat badan bila terdapat
kelebihan (indeks massa tubuh >27), mengatur diet atau pola makan seperti
pengurangan asupan kalsium dan magnesium adekuat, perbanyak unsur kalium
(buah-buahan), lakukan DASH (Dietary approach to stop hipertension), istirahat yang
cukup.
Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui atau
diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah
mempertahankan sementara janin di dalam uterus selama beberapa minggu untuk
menurunkan risiko kematian neonatus.
Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan terdiri dari
penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB umumnya
dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun terakhir, sebuah
pendekatan yang berbeda pada wanita dengan PEB mulai berubah. Pendekatan ini
mengedepankan penatalaksanaan ekspektatif pada beberapa kelompok wanita
dengan tujuan meningkatkan luaran pada bayi yang dilahirkan tanpa memperburuk
keamanan ibu. Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan
PEB antara lain adalah:
1. Tirah baring
2. Oksigen
3. Kateter menetap
4. Cairan intravena.
5. Magnesium sulfat (MgSO4)
Obat ini diberikan dengan dosis 10 cc MgSO4 40% secara intravena loading dose
dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 15 cc dalam
500 cc ringer laktat (RL) selama 6 jam. Magnesium sulfat ini diberikan dengan
beberapa syarat, yaitu:
1. Refleks patella normal
2. Frekuensi respirasi >16x per menit
3. Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam
4. Disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum.
Bila nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas
tersebut diberikan dalam tiga menit.
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan
antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika
tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan interval
satu jam, dua jam, atau tiga jam sesuai kebutuhan.1 Penurunan tekanan darah pada
PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg
atau maksimal 30%. Penggunaan nifedipin ini sangat dianjurkan karena harganya
murah, mudah didapat, dan mudah mengatur dosisnya dengan efektifitas yang cukup
baik.
Kortikosteroid. National Institutes of Health (NIH) merekomendasikan:
6. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 24–34 minggu yang dalam
persalinan prematur mengancam merupakan kandidat untuk pemberian
kortikosteroid antenatal dosis tunggal.
7. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua dosis
dengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4 dosis
intramuskular dengan interval 12 jam.
8. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan berlangsung selama
tujuh hari.

Adapun penanganan Aktif dan Ekspektatif pada hipertensi dalam kehamilan, yaitu:
1. Penanganan Aktif
Beberapa ahli berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah usia kehamilan
mencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif yang terbaik untuk ibu
untuk mencegah progresifitas PEB. Dalam ACOG Practice Bulletin mencatat terminasi
sebagai terapi untuk PEB. Akan tetapi, keputusan untuk terminasi harus melihat
keadaan ibu dan janinnya. Sementara Nowitz ER dkk membuat ketentuan penanganan
PEB dengan terminasi kehamilan dilakukan ketika diagnosis PEB ditegakkan. Hasil
penelitian juga menyebutkan tidak ada keuntungan terhadap ibu untuk melanjutkan
kehamilan jika diagnosis PEB telah ditegakkan.
2. Penanganan Ekspektatif
Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan sampai seaterm
mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia kehamilan di atas 37
minggu. Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan, pada pasien
PEB yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu, terminasi kehamilan lebih
diutamakan untuk menghindari komplikasi yang dapat mengancam nyawa ibu
(misalnya perdarahan otak). Sedangkan pada pasien PEB dengan usia kehamilan 25
sampai 34 minggu, penanganan ekspektatif lebih disarankan. Penanganan lini primer
diharapkan bidan maupun petugas puskesmas dapat mendeteksi dini adanya
hipertensi pada saat dilakukannya antenatal care. Pasien dilakukan pemeriksaan
tekann darah rutin dan bila adanya tekanan darah tinggi yang muncul pada saat
kehamilan dan timbul diatas usia 20 minggu dapat diakukan screening dengan
melakukan tes protein urine. Bila diketahui adanya preeclampsia diharapkan pelayanan
primer dapat melakukan rujukan ke rumah sakit untuk penanganan yang lebih lanjut.

H. Kerangka Konsep
BAB II
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Hipertensi pada kehamilan sering terjadi (6-10 %) dan meningkatkan risiko
morbiditas dan mortalitas pada ibu, janin dan perinatal. Pre-eklampsia/eklampsia
dan hipertensi berat pada kehamilan risikonya lebih besar.

Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi pre-eklampsia/eklampsia,


hipertensi kronis pada kehamilan, hipertensi kronis disertai pre-eklampsia, dan
hipertensi gestational.

Pengobatan hipertensi pada kehamilan dengan menggunakan obat antihipertensi


ternyata tidak mengurangi atau meningkatkan risiko kematian ibu, proteinuria, efek
samping, operasi caesar, kematian neonatal, kelahiran prematur, atau bayi lahir
kecil. Penelitian mengenai obat antihipertensi pada kehamilan masih sedikit.

Obat yang direkomendasikan adalah labetalol, nifedipin dan methyldopa sebagai


first line terapi. Penatalaksanaan hipertensi pada kehamilan memerlukan
pendekatan multidisiplin dari dokter obsetri, internis, nefrologis dan anestesi.
Hipertensi pada kehamilan memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi pada kehamilan
berikutnya.

B. Saran
Penyusun berharap agar mahasiswa dapat lebih mengetahui tentang penyakit
yang terjadi pada ibu hamil, seperti hipertensi dalam kehamilan yang sudah
dipaparkan di makalah, dan diharapkan mahasiswa dapat menerapkan deteksi
dini beserta penangannya saat praktek di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, et al. Pregnancy


Hypertension. William Obstetrics, edisi ke-24. New York: McGraw-Hill, 2010 : 706-
756.
Prawirohardjo.Puskesmas Kiajaran Wetan, 2010.Laporan Kematian Ibu dan Bayi.
Sarwono Prawirohardjo.Saleha, Siti, (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas.
Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai