Disusun oleh :
Kelompok 4
Riska Melianingtias P17324118053
RR. Berlianni Salsa N I P17324118041
Shofa Hasya Sabilla P17324118034
Tingkat II – A
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 4
A. LatarBelakang4
B. Tujuan 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA 6
1. Caput Succedaneum 6
2. ChaepalHaematoma 9
3. Trauma PleksusBrachialisI 15
4. Fraktur KlavikulaI 18
5. FrakturHumerus 22
BAB III PENUTUP 26
1. Kesimpulan 26
2. Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
4
faktor penyebab utama dari kematian perinatal. Di Indonesia angka
kematian perinatal adalah 44 per 1000 kelahiran hidup, dan 9,7%
diantaranya sebagai akibat dari trauma lahir. (Maryam, 2009)
B. TUJUAN
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. CAPUT SUCCEDANEUM
6
3. Tanda-tanda Caput Succedaneum
7
dan sedikit bercampur dengan darah, benjolan tersebut dapat
terjadi sebagai akibat tumpang tindihnya (molage) tulang kepala di
daerah sutura pada saat proses kelahiran sebagai upaya bayi
untuk mengecilkan lingkaran kepala agar dapat melewati jalan
lahir, pada umumnya molase ini di temukan pada sutura sagitalis
dan terlihat setelah bayi lahir dan akan menghilang dengan
sendirinya dalam waktu 1-2 hari.
8
ii. Keluhan utama : adanya benjolan di kepala
a. Infeksi
b. Ikterus
c. Anemia
9
B. CHEPHAL HAEMATOMA
10
perabaan terasa adanya fluktuasi karena merupakan suatu
timbunan darah yang letaknya di rongga subperiost.
N
Caput Succadeneum Cephalhematoma
O
Muncul waktu lahir, mengecil setelah Muncul waktu lahir/ setelah lahir
1.
lahir dapat membesar sesudah lahir
2. Lunak, tidak berfluktuasi Teraba fluktuasi
Melewati batas sutura, teraba
3. Batas tidak melampaui sutura
maoulase
Bisa hilang dalam beberapa jam atau Hilang lama (beberapa
4.
2-4 hari minggu/bulan)
5. Isi : cairan getah bening Isi : darah
5. Patofisiologi Cephal Hematom
11
berhubungan dengan persalinan dengan forsep dan ekstraksi
vacum. Tidak seperti kaput suksedaneum, cephal hematoma
berbatas tegas dan tidak melebar sampai batas tulang. Cephal
hematom dapat melibatkan salah satu atau kedua tulang parietal.
Tulang oksipetal lebih jarang terlibat, dan tulang frontal sangat
jarang terkena. Pembengkakan biasanya minimal atau tidak ada
saat kelahiran dan bertambah ukuranya pada hari kedua atau
ketiga. Kehilangan darah biasanya tidak bermakna.
12
penyembuhan dianjurkan untuk konsultasi kembali ke dokter
untuk memeriksa kondisi kesehatan bayi.
b. Pengkajian
i. Subyektif :
1) Identitas: Terjadi pada BBL terytama nampak
jelas pada beberapa hari setelah lahir (6-8 jam)
2) Keluhan : Benjolan di kepala bayi beberapa
jam setelah lahir
ii. Obyektif :
1) Benjolan pada kepala bayi, biasanya pada
daerah tl parietal, oksipital
2) Berkembang secara bertahap dalam waktu 12-
72 jam
3) Pembengkakan kepala berbentuk benjolan
difus
4) Berbatas tegas, tidak melampaui batas sutura
5) Perabaannya mula-mula keras lama-kelamaan
lunak
6) Pada daerah pembengkakan terdapat pitting
oedem
7) Sifat timbulnya perlahan, benjolan tampak jelas
setelah 6-8 jam setelah lahir
8) Bersifat soliter/multiple
9) Anemi, hiperbilirubin bila gangguan meluas
10) Jarang menimbulkan perdarahan masif yang
memerlukan transfusi, kecuali bayi yang
mempunyai gangguan pembekuan
11) Pemeriksaan radiologi : bila ada indikasi
gangguan SSP, benjolan terlalu besar
iii. Diagnosa : Cephalhematoma
Masalah : kecemasan orang tua Planning
13
6) Cegah ineksi Bila ada permukaan benjolan
yang mengalami luka jaga luka tetap kering
dan bersih
7) Rujuk bila ada fraktur tulang tengkorak,
cefalhematom yang yerlalu besar
8) Bila tidak ada komplikasi tanpa pengobatan
khusus akan sembuh / mengalami resolusi
dalam 2 – 8 minggu.
7. Diagnosa Cephalohematoma
Radiografi tengkorak menunjukkan tepi kalsifikasi di
pinggiran pembengkakan tulang parietal kiri. Temuan ini adalah
karakteristik dari cephalhematoma pada tahap penyembuhannya.
Biasanya terlihat dalam hubungan dengan trauma kelahiran,
cephalhematoma mewakili perdarahan subperiosteal. Periosteum
tulang yang terlibat, biasanya tulang parietal atau oksipital,
meningkat oleh hematoma yang mendasarinya. Oleh karena itu,
hematoma sangat dibatasi oleh margin tulang dan tidak melewati
garis jahitan. Pada tahap paling awal (2 minggu pertama),
hematoma adalah kepadatan jaringan lunak karena kandungan
darahnya. Film-film tengkorak awal (selama dua minggu pertama)
akan menunjukkan pembengkakan sebagai "massa" jaringan
lunak yang dibatasi pada marginnya oleh jahitan tengkorak (di
bawah).
Ketika penyembuhan berlanjut, terjadi pembentukan
cangkang tulang oleh periosteum yang meningkat dan kalsifikasi
menjadi terlihat secara radiografi, seperti dalam kasus ini. Ini
awalnya muncul sebagai cangkang tipis terkalsifikasi pada sekitar
2 minggu, menutupi hematoma, dan lapisan kalsifikasi kemudian
mengental saat matang. Kasus "tidak dikenal" minggu ini
menunjukkan penampilan sekitar 2 bulan. Sekuele selanjutnya,
mengikuti resorpsi lengkap hematoma, menghasilkan
penggabungan tepi kalsifikasi ke dalam tabel terluar tengkorak.
Hal ini dapat bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun
sebagai penebalan teraba dari tabel luar tengkorak. Fraktur
14
tengkorak halus yang mendasari cephalhematoma dapat hidup
berdampingan tetapi biasanya tidak signifikan secara klinis.
Perbedaan diagnosa:
Pada neonatus, pembengkakan kulit kepala juga dapat
dilihat dengan caput succedaneum (edema subkutan dan / atau
perdarahan) dan perdarahan subgaleal (perdarahan
subaponeurotik). Kedua kondisi ini lebih dangkal dan meluas lebih
luas ke tengkorak karena mereka tidak dibatasi oleh keterikatan
periosteum.
Pada bayi dan anak yang lebih besar, gejala sisa
cephalhematoma dapat menyebabkan kebingungan. Asimetri
tengkorak atau tonjolan yang teraba di lokasi cephalhematoma
yang terkalsifikasi dapat menyebabkan masalah klinis untuk
massa tengkorak atau craniosynostosis. Radiografi tengkorak
biasanya akan menunjukkan karakteristik penebalan halus akibat
cephalhematoma kalsifikasi lama. Temuan ini dapat bertahan
selama bertahun-tahun, bahkan hingga dewasa. Lesi radiolusen
seperti kista di lokasi cephalhematoma tua juga dapat bertahan,
dan entitas ini harus diingat ketika mengevaluasi lesi tengkorak
seperti kista.
8. Komplikasi Cephalohematoma
Cephalohematoma dapat menimbulkan komplikasi apabila
tidak diperhatikan dengan segera meskipun dapat hilang dengan
sendirinya. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
Infeksi, Ikterus, dan fraktur tulang tengkorak.
C. TRAUMA PLEKSUS BRACHIALIS
15
Jejas pada pleksus brachialis dapat menyebabkan
paralisis lengan atas dengan atau tanpa paralisis lengan bawah
atau tangan, atau lebih lazim paralis dapat terjadi pada seluruh
lengan. Trauma pleksus brachialis dapat mengakibatkan paralisis
Erb-Duchnne dan paralisis Klumpke. Paralisis Ducenne Erb (C5-
C6) Terjadi akibat kerusakan serabut saraf C5-C6 dan merupakan
paralisis yang paling sering. Sedangkan Paralisis Klumpke
Terjadinya sebagai akibat kerusakan serabut saraf C7-th1, yang
kemudian menyebabkan gangguan fungsi otot telapak tangan
bagian dalam.
2. Penyebab Pleksus Brachialis
Jejas pleksus brachialis sering terjadi pada bayi
makrosomik dan pada penarikan lateral dipaksakan pada
kepaladan leher selama persalinan bahu pada presentasi verteks
atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada
presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Trauma lahir, makrosomnia, disproporsi sefalopelvik, distosia
bahu, partus memanjang, partus presipitatus, presentasi abnormal
(sungsang), pengunaan forcep.
3. Tanda-tanda Pleksus Brachialis
Gangguan Posisi dan fungsi otot ekstremitas atas yang
tergantung dari tinggi rendahnya serabut saraf fleksus brakialis
yan rusak dan tergantung berat ringannya kerusakan serabut
seraf tersebut
4. Patofisiologis Trauma Fleksus Brachialis
Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus
mengalami traksi atau kompresi. Setiap trauma yang
meningkatkan jarak antara titik yang relatif fixed pada prevertebral
fascia dan mid fore arm akan melukai pleksus. Traksi dan
kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak
pembuluh darah.
Cedera pleksus brakialis dianggap disebabkan oleh traksi
yang berlebihan diterapkan pada saraf. Cedera ini bisa
disebabkan karena distosia bahu, penggunaan traksi yang
berlebihan atau salah arah, atau hiperekstensi dari alat ekstraksi
sungsang. Mekanisme ukuran panggul ibu dan ukuran bahu dan
posisi janin selama proses persalinan untuk menentukan cedera
pada pleksus brakialis. Secara umum, bahu anterior terlibat ketika
16
distosia bahu, namun lengan posterior biasanya terpengaruh
tanpa adanya distosia bahu. Karena traksi yang kuat diterapkan
selama distosia bahu adalah mekanisme yang tidak bisa
dipungkuri dapat menyebabkan cedera, cedera pleksus brakialis.
Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematome intraneural,
dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya
17
1) Immobilisasi dengan memasang bidal pada
telapak tangan dan sendi tangan yang sait
pada posisi netral
2) Program latihan
6. Peran Bidan (Asuhan dan Konseling Keluarga):
a. Menjelaskan kepada ibunya dan keluarganya tentang
keadaan bayinya saat ini agar mengurangi kecemasan ibu.
b. Menjelaskan kepada ibu tentang penyebab, penanganan
dan komplikasi yang mungkin ditimbulkan dari bayi dengan
fraktur brachialis
c. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan
awal atau pengobatan trauma fleksus brachialis
d. Melakukan penanganan awal untuk mencegah terjadinya
komplikasi
e. Mengajarkan ibu tentang perawatan bayi dengan trauma
fleksus brachialis
f. Menganjuran orang tua untuk sebisa mungkin menghindari
menyentuh ekstremitas yang terkena selama minggu
pertama karena adanya rasa nyeri.
7. Komplikasi Trauma Fleksus Brachialis
a. Kontraksi otot yang abnormal (kontraktur) atau
pengencangan otot-otot, yang mungkin menjadi permanen
pada bahu, siku atau pergelangan tangan
b. Permanen, parsial, atau total hilangnya fungsi saraf yang
terkena, menyebabkan kelumpuhan lengan atau
kelemahan lengan.
c. Komplikasi eksplorasi fleksus brachialis antara lain infeksi,
prognosis buruk, dan luka bakar penggunaan mikroskop
pada saat operasi. Hasil yang baik dari terapi bedah
adalah bila di kerjakan pada tahun pertama kehidupan.
Beberapa peneliti merekomendasikan eksplorasi bedah
dan pencangkokan (grafting) bila tidak terdapat fungsi
pada akar atas pada usia 3 bulan. Tindakan eksplorasi
awal umumnya tidak di anjurkan.
D. FRAKTUR KLAVIKULA
18
1. Pengertian Fraktur Klavikula
a. Trauma (benturan)
19
Bayi tidak dapat menggerakkan lengan secara bebas pada
sisi yang terkena, krepitasi dan ketidak teraturan tulang, kadang-
kadang disertai perubahan warna pada sisi fraktur, tidak adanya
refleks moro pada sisi yang terkena, adanya spasme otot
sternokleidomastoideus yang disertai dengan hilangnya depresi
supraklavikular pada daerah fraktur.
1. Penanganan TrakturKlavikula
a. Penatalaksanaan Fraktur Klavikula
i. Dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi.
Modifikasi bahu (gips klavikula) atau balutan
berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat
digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik
bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam
posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak
harus diberi bantalan yang memadai untuk
mencegah cedera kompresi terhadap pleksus
brakhialis dan arteri aksilaris.
ii. Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus
dipantau. Fraktur 1/3 distal klavikula tanpa
pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat
ditangani dengan sling dan pembatasan gerakan
lengan. Bila fraktur 1/3 distal disertai dengan
20
terputusnya ligamen korakoklavikular, akan terjadi
pergeseran, yang harus ditangani dengan reduksi
terbuka dan fiksasi interna.
b. Pengkajian
i. Subyektif : Rewel, Malas minum, Susah tidur
ii. Obyektif :
a. Malunion.
21
reduksi itu sebaik mungkin terutama pada masa awal
periode penyembuhan.
b. Nonunion
22
E. FRAKTUR HUMERUS
23
Pada persalinan yang kesulitan melahirkan bahu akan
menyebabkan fraktur clavikula dimana biasanya bayi rewel,
malasminum dan susah tidur dan adanya gerakan pasif pada
lengan yang sakit, krepitasi dan perubahan warna kulit pada
lengan yang sakit. Sedangkan pada fraktur humerus tanda
tandanya adalah ditemukan tekanan keras dan langsung pada
tulang humerus oleh tulang panggul ibu.
24
a. Komplikasi Awal
i. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis
bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
ii. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi
serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu
karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan
yang terlalu kuat.
iii. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi
serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
iv. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma
pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
v. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran
darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
25
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
vi. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya
terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
i. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a
penurunan supai darah ke tulang.
ii. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur
berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran
darah yang kurang.
iii. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai
dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan
perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
26
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Trauma pleksus brakialis umumnya terjadi pada bayi besar. Kelainan ini
timbul akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi
sehingga terjadi kerusakan pada pleksus brakialis. Biasanya ditemukan pada
persalinan letak sungsang biladilakukan traksi yang kuat saat melahirkan
kepala bayi. Pada persalinan letak kepal, kelainan ini dapat terjadi pada
kasus distosia bahu. Pada kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan
pada kepal yang agak kuat ke bawah untuk melahirkan bahu depan.
Insidensi trauma lahir diperkirakan sebesar 2-7 per 1000 kelahiran
hidup. Walaupun insiden telah menurun pada tahun-tahun belakangan ini,
sebagian karena kemajuan di bidang teknik dan penilaian obstetrik, trauma
lahir masih merupakan permasalahan penting, karena walaupun hanya
trauma yang bersifat sementara sering tampak nyata oleh orang tua dan
menimbulkan cemas serta keraguan yang memerlukan pembicaraan bersifat
suportif dan informatif.
Menurut (Maryam, 2009) untuk masalah terjadinya caput succedaneum
pada bayi khususnya di daerah Blitar di awal tahun 2008 adalah disebabkan
persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi dan kala II memanjang, dengan
angka kejadian untuk persalinan dengan vakum ekstraksi 40 dari 809
persalinan dan kala II memanjang 27 dari 809 persalinan di RSD Mardi
Waluyo Blitar.
2. Saran
Kami harapkan agar pembaca khususnya mahasiswa kebidanan dapat
meningkatkan pemahaman bagaimana asuhan pada neonatus yang
mengalami masalah yang lazim terjadi, mengetahui apa penyebab terjadinya
masalah yang lazim pada jejas dan mampu memberikan tindakan yang
sesuai dengan kebutuhan bayi.
27
DAFTAR PUSTAKA
Setiani, Astuti, dkk. 2016. “Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi, Balita dan Anak
Pra Sekolah. Jakarta: Pusdik Badan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesi”. Di akses dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Asuhan- Kebidanan-Neonatus-Bayi-
Balita-dan-Apras-Komprehensif.pdf
Setiani, Astuti, dkk. 2016. “Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi, Balita dan Anak
Pra Sekolah. Jakarta : Pusdik Badan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia”. Di akses dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Asuhan-Kebidanan-Neonatus-Bayi-Balita-
dan-Apras- Komprehensif.pdf
28
Yesie Aprillia. 2016. “Trauma Lahir Pada Bayi, Yang Harus Anda Ketahui”.
Diakses dari : https://www.bidankita.com/trauma-lahir-pada-bayi/
29