Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA

JEJAS PERSALINAN CAPUT SUCCEDANEUM, CEPHAL HEMATOMA,


TRAUMA PADA FLEKSUS BRACHIALIS, FRAKTUR KLAVIKULA DAN
FRAKTUR HUMERUS
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan N,
Dosen Pengampu : Desi Hidayanti., SST., MPH

Disusun oleh :
Kelompok 4
Riska Melianingtias P17324118053
RR. Berlianni Salsa N I P17324118041
Shofa Hasya Sabilla P17324118034
Tingkat II – A

JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG


POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT., karena atas nikmat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai Asuhan Neonatus
dengan masalah yang lazim terjadi mengenai caput succedaneum, cephal
hematoma, trauma fleksus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerusuntuk
memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Pada Neonatus Bayi dan balita
Dalam penulisan makalah ini tentunya ada pihak-pihak yang turut serta
mendukung kelancarannya, maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Ibu Yulinda, SST., M.PH selaku ketua jurusan Kebidanan Bandung Poltekkes
Kemenkes Bandung.
2. Ibu Lola Noviani Fadillah, Bd., SST., M.Keb selaku Koordinator mata kuliah
Asuhan Kebidanan Persalinan dan Dosen Pembimbing Ibu Desi Hidayanti.,
SST., MPH yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan arahan,
dorongan, dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
3. Orang tua kami tercinta yang senantiasa memberikan semangat, doa dan
dukungan baik moril maupun materil.
4. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan banyak dukungan.
5. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Saya menyadari dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk hasil penyusunan makalah yang lebih baik.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi para pembaca.

Bandung, Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 4

A. LatarBelakang4

B. Tujuan 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA 6

1. Caput Succedaneum 6

2. ChaepalHaematoma 9

3. Trauma PleksusBrachialisI 15

4. Fraktur KlavikulaI 18
5. FrakturHumerus 22
BAB III PENUTUP 26

1. Kesimpulan 26
2. Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Trauma lahir merupakan trauma mekanik yang disebabkan karena


proses persalinan/kelahiran, dalam beberapa buku ada yang
menyebutkan sebagai jejas persalinan dan cedera lahir. Jejas persalinan
adalah trauma pada bayi yang diakibatkan oleh proses persalinan.

Trauma lahir merupakan trauma pada bayi sebagai akibat tekanan


mekanik (seperti kompresi dan traksi) selama proses persalinan. Yang
mana dalam proses persalinan merupakan kombinasi dari kompresi,
kontraksi, torsi dan traksi. Jika janin besar, adanya kelainan letak atau
imaturitas neurologis, proses kelahiran dapat menimbulkan kerusakan
jaringan, edema, perdarahan, atau fraktur pada bayi baru lahir. Seperti
mengalami salah satunya trauma pada fleksus brachialis.Macam-macam
trauma lahir yaitu caput succedenaum, cephal hematoma, perdarahan
intracranial, trauma pada fleksus brachialis, fraktur clavikula dan
humerus.

Trauma lahir yang paling sering adalah trauma kepala, dalam


hand out ini akan dibahas caput succedenaum, cephalhematoma, trauma
pada fleksus brachialis dan fraktur clavikula dan
humerus.Penatalaksaannya sama dengan sebagaimana bayi normal,
tidak ada tindakan khusus. Intervensi khusus dilakukan bila ukurannya
bertambah besar.

Insidensi trauma lahir diperkirakan sebesar 2-7 per 1000 kelahiran


hidup. Walaupun insiden telah menurun pada tahun-tahun belakangan ini,
sebagian karena kemajuan di bidang teknik dan penilaian obstetrik,
trauma lahir masih merupakan permasalahan penting, karena walaupun
hanya trauma yang bersifat sementara sering tampak nyata oleh orang
tua dan menimbulkan cemas serta keraguan yang memerlukan
pembicaraan bersifat suportif dan informatif. Beberapa trauma pada
awalnya dapat bersifat laten, tetapi kemudian akan menimbulkan penyakit
atau akibat sisa yang berat. Trauma lahir juga merupakan salah satu

4
faktor penyebab utama dari kematian perinatal. Di Indonesia angka
kematian perinatal adalah 44 per 1000 kelahiran hidup, dan 9,7%
diantaranya sebagai akibat dari trauma lahir. (Maryam, 2009)

Kelainan pada ibu dan bayi dapat terjadi di beberapa saat


sesudah persalinan bahkan persalinan normal sekalipun. Pada umumnya
kelahiran bayi normal cukup bulan merupakan tanggung jawab penuh
seorang bidan terhadap keselamatannya dan juga pada ibu pada
persalinan normal. Untuk masalah terjadinya caput succedaneum pada
bayi khususnya di daerah Blitar di awal tahun 2008 adalah disebabkan
persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi dan kala II memanjang,
dengan angka kejadian untuk persalinan dengan vakum ekstraksi 40 dari
809 persalinan dan kala II memanjang 27 dari 809 persalinan di RSD
Mardi Waluyo Blitar. Untuk Caput Succedaneum tidak tercatat dalam
dalam data Ruang Neonatus RSD Mardi Waluyo.(Maryam, 2009)

Trauma lahir yang paling sering adalah trauma kepala, dalam


hand out ini akan dibahas caput succedenaum, cephalhematoma, trauma
pada fleksus brachialis dan fraktur clavikula dan humerus.
Penatalaksaannya sama dengan sebagaimana bayi normal, tidak ada
tindakan khusus. Intervensi khusus dilakukan bila ukurannya bertambah
besar. Akan dijelaskan juga sejauh mana bidan turut berperan serta
dalam memberikan asuhan kebidanan.

B. TUJUAN

Mampu melakukan asuhan neonatus pada bayi dengan masalah


yang lazim terjadi guna dapat diaplikasikan dan dipraktikan kembali di
lahan praktik sesuai teori pembelajaran di dalam makalah ini .

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. CAPUT SUCCEDANEUM

1. Pengertian Caput Succedaneum

Caput Succedaneum adalah pembengkakan pada suatu


tempat di kepala karena edama (pembengkakan pada anggota
tubuh)/adanya timbunan getah bening di bawah lapisan
aponerose di luar periostenum yang disebabkan tekanan jalan
lahir pada kepala, partus lama (Caput Succedaneum) dan
persalinan dengan vakum ekstraksi (Caput Succedaneum
artificiale)Caput Succedaneum adalah pembengkakan difus
jaringan lunak kepala yang dapat melampaui sutura garis tengah.

2. Penyebab Caput Succedaneum

Caput Succedaneum timbul akibat tekanan yang keras dari


tekanan uterus atau dinding vagina padakepala bayi sebatas
caput ketika memasuki jalan lahir hingga terjadi pembendungan
sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke
jaringan ekstravasa. Benjolan kaput berisi cairan serum dan
sedikit bercampur darah. Keadaan ini dapat pula terjadi pada
kelahiran spontan dan biasanya menghilang dalam 2-4 hari
setelah lahir.

6
3. Tanda-tanda Caput Succedaneum

Secara klinis, benjolan ditemukan di daerah presentasi


lahir, pada perabaan teraba benjolan lunak, berbatas tidak
tegas/jelas, tidak berfluktuasi tetapi bersifat edema tekan.
Benjolan terletak di luar periosteum hingga dapat melampaui
sutura. Kulit pada permukaaan benjolan sering berwarna
kemerahan atau ungu dan kadang-kadang ditemukan adanya
bercak petekie atau ekimosis. Caput Succedaneum dapat terlihat
segera setelah bayi lahir. Biasanya menghilang dalam waktu 2-4
hari tanpa pengobatan.

Suction dari vacuum ekstractor dapat menyebabkan


bengkak berbentuk lingkaran dan berwarna ungu “chignon” di atas
kulit kepala bayi. Tepi dari kulit kepala dapat terjadi ekskoriasi dan
kulit kepala yang terkoyak, yang mana dapat menyebabkan
pengelupasan jaringan.

Ketika suction yang berlebihan dihasilkan dari bagian


vacuum atau saat seluruh lingkaran dari kulit kepala dapat
terkelupas dari kepala. Hal ini selalu berbahaya terhadap infeksi.
Dimana ada laserasi dan agen antiseptic diberikan, bedah plastic
mungkin diperlukan.

4. Patofisiologi Caput Succedaneum

Caput succedaneum terjadi karena tekanan keras pada


kepala ketika memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan
sirkulasi kapiler dan limfe di sertai pengeluaran cairan tubuh ke
jaringan ekstravakuler, benjolan pada caput berisi cairan serum

7
dan sedikit bercampur dengan darah, benjolan tersebut dapat
terjadi sebagai akibat tumpang tindihnya (molage) tulang kepala di
daerah sutura pada saat proses kelahiran sebagai upaya bayi
untuk mengecilkan lingkaran kepala agar dapat melewati jalan
lahir, pada umumnya molase ini di temukan pada sutura sagitalis
dan terlihat setelah bayi lahir dan akan menghilang dengan
sendirinya dalam waktu 1-2 hari.

Kelainan ini biasanya terjadi pada presentasi kepala, pada


bagian tersebut terjadi oedema sebagai akibat pengeluaran serum
dari pembuluh darah, kelainan ini disebabkan oleh tekanan bagian
terbawah janin saat melawan dilatasi servix

5. Penanganan Caput Succedaneum


1) Penatalaksanaan Caput Succedaneum.
Tidak diperlukan tindakan khusus dan ada gejala
sisa yang dilaporkan. Bayi dirawat seperti pada perawatan
bayi normal. Untuk pemeriksaan dapat diawasi keadaan
umum bayi seperti ukuran dan letak Caput Succedaneum
dicatat dan area yang terkena diamati sampai
pembengkakan menghilang, lingkungan harus dalam
keadaan baik, cukup ventilasi, masuk sinar matahari,
pemberian ASI yang adekuat, ajarkan ibu cara menetekkan
dengan tiduran untuk mengurangi anak jangan sering
diangkat, agar benjolan tidak meluas. Pencegahan infeksi
pun di perlukan dengan cara perawatan tali pusat dengan
baik dan personal hygiene yang baik. Berikan penyuluhan
kepada orang tua mengenai keadaan trauma pada bayi
bahwa tidak usah cemas karena benjolan akan menghilang
2-4 hari dan kondisi tersebut adalah relatif umum dan
sementara. Jika terjadi ekimosis yang luas, dapat diberikan
indikasi fototerapi untuk hiperbilirubinemia. Kemudian beri
penyuluhan mengenai bagaimana cara perawatan bayi
sehati-hari dan manfaat serta cara pemberian ASI yang baik
dan benar.
2) Pengkajian

i. Identitas : terjadi pada bayi baru lahir

8
ii. Keluhan utama : adanya benjolan di kepala

iii. Riwayat persalinan : partus lama, partus dengan tindakan


(vacum ekstraksi)

iv. Pemeriksaan Fisik :

1) Pada perabaan kepala terdapat benjolan yang teraba


lembut dan lunak

2) Benjolan terletak di luar periosteum hingga melampaui


sutura, kadang- kadang disertai moulage

v. Diagnosa : Caput succedaneum

vi. Masalah : Kecemasan orang tua

vii. Planning Prinsip intervensi

1) Tidak diperlukan terapi rawat bayi seperti pada


perawatan bayi normal

2) Lakukan observasi TTV

6. Komplikasi Caput Succedaneum

a. Infeksi

Infeksi pada caput succedaneum bisa terjadi karena kulit


kepala terluka.

b. Ikterus

Pada bayi yang terkena caput succedanieum dapat


menyebabkan ikterus karena inkompatibilitas faktor Rh
atau golongan darah A, B, O antara ibu dan bayi.

c. Anemia

Anemia bisa terjadi pada bayi yang terkena caput


succedanieum karena pada benjolan terjadi perdarahan
yang hebat atau perdarahan yang banyak.

9
B. CHEPHAL HAEMATOMA

1. Pengertian Chephal Haematoma

Penumpukan darah di antara tulang tengkorak dan


membran yang melapisinya. Perdarahan sub periosteal akibat
ruptur pembuluh darah antara tengkorak dan periosteum,
perdarahan superfisial akibat kerusakan jaringan periostium
karena tekanan jalan lahir dan tidak melampaui batas sutura garis
tengah, atau pembengkakan pada kepala karena adanya
penumpukan darah yang disebabkan perdarahan sub periostium.

2. Penyebab Cephal Haematoma

Cephalhematoma disebabkan perdarahan subperiostal


tulang tengkorak dan terbatas tegas pada tulang yang
bersangkutan, tidak melampaui sutura-sutura sekitarnya. Tulang
tengkorak yang sering terkena adalah tulang temporal dan
parietal. Ditemukan pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup. Kelainan
dapat terjadi pada persalinan biasa. Tetapi lebih sering pada
persalinan lama atau persalinan yang diakhiri dengan ekstraksi
cunam atau ekstraksi vacum. Dan dapat juga disebabkan karena
moulage terlalu keras.

3. Tanda-tanda Cephal Haematoma

Secara klinis benjolan Cephalhematoma berbentuk


benjolan difus berbatas tegas tidak melampaui sutura. Pada

10
perabaan terasa adanya fluktuasi karena merupakan suatu
timbunan darah yang letaknya di rongga subperiost.

Cephalhematoma biasanya tampak di daerah tulang parietal,


kadang-kadang ditemukan di daerah tulang oksipital, jarang sekali
ditemukan di tulang frontal.

4. Perbedaan caput succadeneum dan cephalhematoma

N
Caput Succadeneum Cephalhematoma
O
Muncul waktu lahir, mengecil setelah Muncul waktu lahir/ setelah lahir
1.
lahir dapat membesar sesudah lahir
2. Lunak, tidak berfluktuasi Teraba fluktuasi
Melewati batas sutura, teraba
3. Batas tidak melampaui sutura
maoulase
Bisa hilang dalam beberapa jam atau Hilang lama (beberapa
4.
2-4 hari minggu/bulan)
5. Isi : cairan getah bening Isi : darah
5. Patofisiologi Cephal Hematom

Terjadinya Cephal hematoma terjadi akibat robeknya


pembuluh darah yang melintasi tulang kepala kejaringan
periosteum. Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi pada
persalinan lama. Akibatnya pembuluh darah ini timbul timbunan
darah di daerah subperiosteal yang dari luar terlihat benjolan.
Bagian kepala yang hematoma biasanya berawarna merah
akibat adanya penumpukan darah di daerah subperiosteum.
Kadang-kadang, cephal hematom terjadi ketika pembuluh darah
pecah selama persalinan atau kelahiran yang menyebabkan
perdarahan ke dalam daerah antara tulang dan periosteum.
Cedera ini terjadi paling sering pada wanita primipara dan sering

11
berhubungan dengan persalinan dengan forsep dan ekstraksi
vacum. Tidak seperti kaput suksedaneum, cephal hematoma
berbatas tegas dan tidak melebar sampai batas tulang. Cephal
hematom dapat melibatkan salah satu atau kedua tulang parietal.
Tulang oksipetal lebih jarang terlibat, dan tulang frontal sangat
jarang terkena. Pembengkakan biasanya minimal atau tidak ada
saat kelahiran dan bertambah ukuranya pada hari kedua atau
ketiga. Kehilangan darah biasanya tidak bermakna.

6. Penanganan Cephal Hematoma


a. Penatalaksanaan Penanganan
Kebanyakan Cephalhematoma diserap dalam 2 minggu
sampai dengan 3 bulan bergantung pada ukurannya.
Cephalhematoma ini dapat mulai mengalami kalsifikasi pada
minggu kedua. Cephalhematoma tidak memerlukan
pengobatan.
Tatalaksana cepahlohematoma dapat dilakukan melalui
konsultasi dokter sehingga ibu dapat mengenali tata cara
terbaik pada bayi. Sebenarnya cephalohematoma tidak
memerlukan penanganan khusus karena kondisi ini dapat
menghilang sekitar 2 hingga 6 minggu bergantung ukuran
benjolan. Intinya ibu perlu mengetahui perbedaan antara
cepahlohematoma dan kaput suksedaneum melalui diagnosa
dokter.
Cephalohematoma tanpa fraktur hanya perlu menunggu
penurunan ukuran benjolan, pemberian vitamin K juga perlu.
Pada daerah benjolan perlu dijaga higienitas dan
kebersihannya guna mencegah infeksi berulang. Apabila
ditemukan adanya fraktur yang menimbulkan
cephalohematoma, maka kondisi ini perlu ditangani di rumah
sakit untuk mencegah komplikasi lebih serius. Pemeriksaan
laboratorium seperti hematokrit, X-ray kepala, foto toraks, dan
observasi ketat perlu dilakukan agar mencegah perburukan
kondisi. Selama penanganan tersebut dimohon kepada ibu
untuk selalu menjaga kebersihan baik diri sendiri atau
lingkungan agar mencegah infeksi pada bayi. Selama proses

12
penyembuhan dianjurkan untuk konsultasi kembali ke dokter
untuk memeriksa kondisi kesehatan bayi.
b. Pengkajian
i. Subyektif :
1) Identitas: Terjadi pada BBL terytama nampak
jelas pada beberapa hari setelah lahir (6-8 jam)
2) Keluhan : Benjolan di kepala bayi beberapa
jam setelah lahir
ii. Obyektif :
1) Benjolan pada kepala bayi, biasanya pada
daerah tl parietal, oksipital
2) Berkembang secara bertahap dalam waktu 12-
72 jam
3) Pembengkakan kepala berbentuk benjolan
difus
4) Berbatas tegas, tidak melampaui batas sutura
5) Perabaannya mula-mula keras lama-kelamaan
lunak
6) Pada daerah pembengkakan terdapat pitting
oedem
7) Sifat timbulnya perlahan, benjolan tampak jelas
setelah 6-8 jam setelah lahir
8) Bersifat soliter/multiple
9) Anemi, hiperbilirubin bila gangguan meluas
10) Jarang menimbulkan perdarahan masif yang
memerlukan transfusi, kecuali bayi yang
mempunyai gangguan pembekuan
11) Pemeriksaan radiologi : bila ada indikasi
gangguan SSP, benjolan terlalu besar
iii. Diagnosa : Cephalhematoma
Masalah : kecemasan orang tua Planning

1) Prinsip intervensi = caput


2) Rawat bayi seperti bayi normal à bila tidak
ada komplkasi lanjut (fraktur tengkorak)
3) Observasi ketat untuk mendeteksi
perkembangan
4) Pantau hematokrit, pantau adanya
hiperbilirubin
5) Berikan ASI secara adekuat

13
6) Cegah ineksi Bila ada permukaan benjolan
yang mengalami luka jaga luka tetap kering
dan bersih
7) Rujuk bila ada fraktur tulang tengkorak,
cefalhematom yang yerlalu besar
8) Bila tidak ada komplikasi tanpa pengobatan
khusus akan sembuh / mengalami resolusi
dalam 2 – 8 minggu.
7. Diagnosa Cephalohematoma
Radiografi tengkorak menunjukkan tepi kalsifikasi di
pinggiran pembengkakan tulang parietal kiri. Temuan ini adalah
karakteristik dari cephalhematoma pada tahap penyembuhannya.
Biasanya terlihat dalam hubungan dengan trauma kelahiran,
cephalhematoma mewakili perdarahan subperiosteal. Periosteum
tulang yang terlibat, biasanya tulang parietal atau oksipital,
meningkat oleh hematoma yang mendasarinya. Oleh karena itu,
hematoma sangat dibatasi oleh margin tulang dan tidak melewati
garis jahitan. Pada tahap paling awal (2 minggu pertama),
hematoma adalah kepadatan jaringan lunak karena kandungan
darahnya. Film-film tengkorak awal (selama dua minggu pertama)
akan menunjukkan pembengkakan sebagai "massa" jaringan
lunak yang dibatasi pada marginnya oleh jahitan tengkorak (di
bawah).
Ketika penyembuhan berlanjut, terjadi pembentukan
cangkang tulang oleh periosteum yang meningkat dan kalsifikasi
menjadi terlihat secara radiografi, seperti dalam kasus ini. Ini
awalnya muncul sebagai cangkang tipis terkalsifikasi pada sekitar
2 minggu, menutupi hematoma, dan lapisan kalsifikasi kemudian
mengental saat matang. Kasus "tidak dikenal" minggu ini
menunjukkan penampilan sekitar 2 bulan. Sekuele selanjutnya,
mengikuti resorpsi lengkap hematoma, menghasilkan
penggabungan tepi kalsifikasi ke dalam tabel terluar tengkorak.
Hal ini dapat bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun
sebagai penebalan teraba dari tabel luar tengkorak. Fraktur

14
tengkorak halus yang mendasari cephalhematoma dapat hidup
berdampingan tetapi biasanya tidak signifikan secara klinis.
Perbedaan diagnosa:
Pada neonatus, pembengkakan kulit kepala juga dapat
dilihat dengan caput succedaneum (edema subkutan dan / atau
perdarahan) dan perdarahan subgaleal (perdarahan
subaponeurotik). Kedua kondisi ini lebih dangkal dan meluas lebih
luas ke tengkorak karena mereka tidak dibatasi oleh keterikatan
periosteum.
Pada bayi dan anak yang lebih besar, gejala sisa
cephalhematoma dapat menyebabkan kebingungan. Asimetri
tengkorak atau tonjolan yang teraba di lokasi cephalhematoma
yang terkalsifikasi dapat menyebabkan masalah klinis untuk
massa tengkorak atau craniosynostosis. Radiografi tengkorak
biasanya akan menunjukkan karakteristik penebalan halus akibat
cephalhematoma kalsifikasi lama. Temuan ini dapat bertahan
selama bertahun-tahun, bahkan hingga dewasa. Lesi radiolusen
seperti kista di lokasi cephalhematoma tua juga dapat bertahan,
dan entitas ini harus diingat ketika mengevaluasi lesi tengkorak
seperti kista.
8. Komplikasi Cephalohematoma
Cephalohematoma dapat menimbulkan komplikasi apabila
tidak diperhatikan dengan segera meskipun dapat hilang dengan
sendirinya. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
Infeksi, Ikterus, dan fraktur tulang tengkorak.
C. TRAUMA PLEKSUS BRACHIALIS

1. Pengertian Pleksus Brachialis

15
Jejas pada pleksus brachialis dapat menyebabkan
paralisis lengan atas dengan atau tanpa paralisis lengan bawah
atau tangan, atau lebih lazim paralis dapat terjadi pada seluruh
lengan. Trauma pleksus brachialis dapat mengakibatkan paralisis
Erb-Duchnne dan paralisis Klumpke. Paralisis Ducenne Erb (C5-
C6) Terjadi akibat kerusakan serabut saraf C5-C6 dan merupakan
paralisis yang paling sering. Sedangkan Paralisis Klumpke
Terjadinya sebagai akibat kerusakan serabut saraf C7-th1, yang
kemudian menyebabkan gangguan fungsi otot telapak tangan
bagian dalam.
2. Penyebab Pleksus Brachialis
Jejas pleksus brachialis sering terjadi pada bayi
makrosomik dan pada penarikan lateral dipaksakan pada
kepaladan leher selama persalinan bahu pada presentasi verteks
atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada
presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Trauma lahir, makrosomnia, disproporsi sefalopelvik, distosia
bahu, partus memanjang, partus presipitatus, presentasi abnormal
(sungsang), pengunaan forcep.
3. Tanda-tanda Pleksus Brachialis
Gangguan Posisi dan fungsi otot ekstremitas atas yang
tergantung dari tinggi rendahnya serabut saraf fleksus brakialis
yan rusak dan tergantung berat ringannya kerusakan serabut
seraf tersebut
4. Patofisiologis Trauma Fleksus Brachialis
Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus
mengalami traksi atau kompresi. Setiap trauma yang
meningkatkan jarak antara titik yang relatif fixed pada prevertebral
fascia dan mid fore arm akan melukai pleksus. Traksi dan
kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak
pembuluh darah.
Cedera pleksus brakialis dianggap disebabkan oleh traksi
yang berlebihan diterapkan pada saraf. Cedera ini bisa
disebabkan karena distosia bahu, penggunaan traksi yang
berlebihan atau salah arah, atau hiperekstensi dari alat ekstraksi
sungsang. Mekanisme ukuran panggul ibu dan ukuran bahu dan
posisi janin selama proses persalinan untuk menentukan cedera
pada pleksus brakialis. Secara umum, bahu anterior terlibat ketika

16
distosia bahu, namun lengan posterior biasanya terpengaruh
tanpa adanya distosia bahu. Karena traksi yang kuat diterapkan
selama distosia bahu adalah mekanisme yang tidak bisa
dipungkuri dapat menyebabkan cedera, cedera pleksus brakialis.
Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematome intraneural,
dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya

5. Penanganan Plexus Brakhialis


a. Penatalaksanaan Penanganan
Pengobatan pada trauma pleksus brachialis terdiri
atas imobilisasi persial dan penempatan posisi secara
tepat untuk mencegah perkembangan kontraktur.
b. Asuhan Ducene Erb
i. Pengkajian :
1) Reflex moro asimetris
2) Reflex memegang negatif, waktu dilakukan
abduksi pasif, terlihat lengan akan jatuh
disamping badan dengan posisi yang khas
yaitu lengan dalam keadaan pronasi
3) Reflex biceps dan radial negatif
Diagnosa medis : trauma persalinan (Ducene Erb)
Masalah : gangguan rasa nyaman
ii. Perencanaan:
1) Immobilisasi selama 1-2 minggu
2) Program latihan
3) Ajarkan pada ibu cara pembarian ASI (sambil
tiduran, pakai sendok, pipet)
c. Asuhan Paralisis Klumpke
i. Pengkajian :
1) Rewel, malas
2) Telapak tangan terkulai lemah
3) Reflek pegang menjadi negatif
Diagnosa medis : trauma persalinan (paralisis
klumpke)
Masalah : rasa nyaman
ii. Intervensi :

17
1) Immobilisasi dengan memasang bidal pada
telapak tangan dan sendi tangan yang sait
pada posisi netral
2) Program latihan
6. Peran Bidan (Asuhan dan Konseling Keluarga):
a. Menjelaskan kepada ibunya dan keluarganya tentang
keadaan bayinya saat ini agar mengurangi kecemasan ibu.
b. Menjelaskan kepada ibu tentang penyebab, penanganan
dan komplikasi yang mungkin ditimbulkan dari bayi dengan
fraktur brachialis
c. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan
awal atau pengobatan trauma fleksus brachialis
d. Melakukan penanganan awal untuk mencegah terjadinya
komplikasi
e. Mengajarkan ibu tentang perawatan bayi dengan trauma
fleksus brachialis
f. Menganjuran orang tua untuk sebisa mungkin menghindari
menyentuh ekstremitas yang terkena selama minggu
pertama karena adanya rasa nyeri.
7. Komplikasi Trauma Fleksus Brachialis
a. Kontraksi otot yang abnormal (kontraktur) atau
pengencangan otot-otot, yang mungkin menjadi permanen
pada bahu, siku atau pergelangan tangan
b. Permanen, parsial, atau total hilangnya fungsi saraf yang
terkena, menyebabkan kelumpuhan lengan atau
kelemahan lengan.
c. Komplikasi eksplorasi fleksus brachialis antara lain infeksi,
prognosis buruk, dan luka bakar penggunaan mikroskop
pada saat operasi. Hasil yang baik dari terapi bedah
adalah bila di kerjakan pada tahun pertama kehidupan.
Beberapa peneliti merekomendasikan eksplorasi bedah
dan pencangkokan (grafting) bila tidak terdapat fungsi
pada akar atas pada usia 3 bulan. Tindakan eksplorasi
awal umumnya tidak di anjurkan.

D. FRAKTUR KLAVIKULA

18
1. Pengertian Fraktur Klavikula

Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang


sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu.
Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada sepertiga tengah atau
proksimal klavikula. Patahnya tulang Clavikula pada saat
persalinan, biasanya kesulitan melahirkan bahu pada letak
kapala dan melahirkan lengan pada presentasi bokong.

2. Penyebab Fraktur Klavikula adalah :

a. Trauma (benturan)

b. Tekanan/stres yang terus menerus dan berlangsung lama

c. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang dan usia

d. Persalinan letak kepala yang mengalami kesulitan saat


melahirkan

e. Lahir letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas

3. Tanda-Tanda Fraktur Klavikula

Klavikula membantu mengangkat bahu ke atas, ke luar,


dan ke belakang thorax. Maka bila klavikula patah, pasien akan
terlihat dalam posisi melindungi-bahu jatuh ke bawah dan
mengimobilisasi lengan untuk menghindari gerakan bahu,
adanya perubahan warna jaringan yang terkena, deformitas
postur tubuh/ bengkak, abnormal mobilitas / kurangnya gerakan,
menangis merintih ketika tulang digerakkan.

19
Bayi tidak dapat menggerakkan lengan secara bebas pada
sisi yang terkena, krepitasi dan ketidak teraturan tulang, kadang-
kadang disertai perubahan warna pada sisi fraktur, tidak adanya
refleks moro pada sisi yang terkena, adanya spasme otot
sternokleidomastoideus yang disertai dengan hilangnya depresi
supraklavikular pada daerah fraktur.

4. Patofisiologi Fraktur Klavikula

Fraktur clavicula paling sering disebabkan oleh karena


mekanisme kompressi atau penekanan, paling sering karena
suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang tersebut dimana
arahnya dari lateral bahu apakah itu karena jatuh, keeelakaan
olahraga, ataupun kecelakaan kendaraan bermotor.

Pada daerah tengah tulang clavicula tidak di perkuat oleh


otot ataupun ligament-ligament seperti pada daerah distal dan
proksimal clavicula. Clavicula bagian tengah juga merupakan
transition point antara bagian lateral dan bagian medial. hal ini
yang menjelaskan kenapa pada daerah ini paling sering terjadi
fraktur dibandingkan daerah distal ataupun proksimal.

1. Penanganan TrakturKlavikula
a. Penatalaksanaan Fraktur Klavikula
i. Dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi.
Modifikasi bahu (gips klavikula) atau balutan
berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat
digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik
bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam
posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak
harus diberi bantalan yang memadai untuk
mencegah cedera kompresi terhadap pleksus
brakhialis dan arteri aksilaris.
ii. Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus
dipantau. Fraktur 1/3 distal klavikula tanpa
pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat
ditangani dengan sling dan pembatasan gerakan
lengan. Bila fraktur 1/3 distal disertai dengan

20
terputusnya ligamen korakoklavikular, akan terjadi
pergeseran, yang harus ditangani dengan reduksi
terbuka dan fiksasi interna.
b. Pengkajian
i. Subyektif : Rewel, Malas minum, Susah tidur
ii. Obyektif :

1) Gerakan tangan kanan dan kiri tidak sama


2) Gerakan pasif pada tangan yang sakit
3) Deformitas pada tulangl klavikula yang sakit
4) Reflek moro asimetris
5) Bayi menangis pada perabaan tulang Klavikula
6) Adanya krepitasi dan perubahan warna kulit di
tempat yang sakit
Diagnosa : Suspek Fraktur clavikula
Masalah : Gangguan rasa nyaman (nyeri)
iii. Planning
1) Immobilisasi lengan untuk menurangi rasa sakit
dan mempercepat pembentukan kalus
2) Rawat bayi dengan hati-hati
3) Nutrisi yang adekuat (pemberian ASI yang
adekuat) ajarkan cara pemberian : disusui
dengan posisi tidur, dengan sendok, dengan
pipet.
4) Rujuk lengan difiksasi pada tubuh anak dalam
posisi abduksi 60 derajat dan fleksi
pergelangan siku 90 derajat. Umumnya dalam
waktu7-10 hari rasa sakit telah berkurang dan
pembentukan.
5. Komplikasi Fraktur Klavikula

a. Malunion.

Malunion merupakan suatu keadaan dimana tulang


yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya, membentuk sudut, atau miring. Komplikasi
seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis yang
cermat sewaktu melakukan reduksi, dan mempertahankan

21
reduksi itu sebaik mungkin terutama pada masa awal
periode penyembuhan.

Gejala malunion pada clavicula dapat


menyebabkan penderita tidak puas. Gejala sebelum
operasi termasuk kelemahan, nyeri, gejala-gejala
neurologik, dan munculnya perasaan yang cemas (bahu
yang semakin memburuk dengan gejala-gejala lainnya)

b. Nonunion

Lebih umum terjadi pada fraktur yang ditangani


dengan cara operasi, khususnya pada studi sebelumnya.
Secara keseluruhan, angka non union yang lebih kurang
dari 1 % hingga yang lebih besar dari 10%, telah
dilaporkan. Paling banyak pada fraktur 1/3 distal tetapi
hasilnya secara fungsional memperlihatkan kepuasan.

Penanganan operasi termasuk stabilisasi dan graft


tambahan pada tulang memberikan hasil yang memuaskan
serta fiksasi dengan plate dan peralatan intermedullary.
Fraktur 1/3 tengah dengan lebih dari 2 cm dan fraktur 1/3
lateral menjadi faktor resiko lebih tinggi nonunion.

c. Komplikasi neurovaskular, bisa menyebabkan timbulnya


trombosis dan pseudoaneurisma pada arteri axillaris dan
vena subclavian kemudian bisa menyebabkan timbulnya
cerebral emboli. Kerusakan nervus supraclavicular
menyebabkan timbulnya nyeri dinding dada.

d. Refraktur, fraktur berulang pada clavicula yang mengalami


fraktur sebelumnya.

e. Pneumothoraks biasa didapatkan pada pasien dengan


fraktur clavicula terutama yang mengalami multiple
traumatik, diakibatkan oleh karena robeknya lapisan pleura
sehingga masuk udara pada ruang potensial antara pleura
viseral dan parietal

22
E. FRAKTUR HUMERUS

1. Pengertian Fraktur Humerus

Pengertian fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas


jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa pada
tulang humerus atau rusaknya kontinuitas tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap pada tulang humerus.

2. Penyebab Fraktur Humerus

Patah tulang ini dapat terjadi akibat kesalahan teknis


dalam melahirkan lengan pada persalinan kepala atau letak
sungsang dengan lengan menumbung/menjungkit keatas.
Kesukaran melahirkan tangan / lengan yang menumbung /
menjungkit menyebabkan terjadinya tulang humerus yang fraktur.

3. Tanda-tanda Fraktur Humerus

Tanda-tanda Fraktur Humerus adalah sisi yang terkena


tidak dapat digerakkan dan refleks moro sisi tersebut
menghilang. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula
ditemukan fraktur ini, jika ditemukan adanya tekanan keras dan
langsung pada tulang humerus ,oleh tulang panggul ibu.

23
Pada persalinan yang kesulitan melahirkan bahu akan
menyebabkan fraktur clavikula dimana biasanya bayi rewel,
malasminum dan susah tidur dan adanya gerakan pasif pada
lengan yang sakit, krepitasi dan perubahan warna kulit pada
lengan yang sakit. Sedangkan pada fraktur humerus tanda
tandanya adalah ditemukan tekanan keras dan langsung pada
tulang humerus oleh tulang panggul ibu.

4. Patofisiologi Fraktur Humerus

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan


dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas. Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi
yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.

5. Penanganan Fraktur Humerus

a. Penalaksanaan Fraktur Humerus


Penanganan Fraktur Humerus dapat optimal
dengan memberi bantalan kapas atau kasa antara lengan
yang terkena dan dada dari ketiak sampai siku, balut lengan
atas sampai dada dengan kasa pembalut, fleksikan siku 90
derajat dan balut dengan kasa pembalut lain, balut lengan
atas menyilang dinding perut. Yakinkan bahwa tali pusat
tidak tertutup kasa pembalut, lakukan Imobilisasi lengan
selama 2-4 minggu, kemudian rujuk kerumah sakit
6. Komplikasi Fraktur Humerus

24
a. Komplikasi Awal
i. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis
bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
ii. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi
serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu
karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan
yang terlalu kuat.
iii. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi
serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
iv. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma
pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
v. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran
darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa

25
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
vi. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya
terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
i. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a
penurunan supai darah ke tulang.
ii. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur
berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran
darah yang kurang.
iii. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai
dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan
perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

26
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Trauma pleksus brakialis umumnya terjadi pada bayi besar. Kelainan ini
timbul akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi
sehingga terjadi kerusakan pada pleksus brakialis. Biasanya ditemukan pada
persalinan letak sungsang biladilakukan traksi yang kuat saat melahirkan
kepala bayi. Pada persalinan letak kepal, kelainan ini dapat terjadi pada
kasus distosia bahu. Pada kasus tersebut kadang-kadang dilakukan tarikan
pada kepal yang agak kuat ke bawah untuk melahirkan bahu depan.
Insidensi trauma lahir diperkirakan sebesar 2-7 per 1000 kelahiran
hidup. Walaupun insiden telah menurun pada tahun-tahun belakangan ini,
sebagian karena kemajuan di bidang teknik dan penilaian obstetrik, trauma
lahir masih merupakan permasalahan penting, karena walaupun hanya
trauma yang bersifat sementara sering tampak nyata oleh orang tua dan
menimbulkan cemas serta keraguan yang memerlukan pembicaraan bersifat
suportif dan informatif.
Menurut (Maryam, 2009) untuk masalah terjadinya caput succedaneum
pada bayi khususnya di daerah Blitar di awal tahun 2008 adalah disebabkan
persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi dan kala II memanjang, dengan
angka kejadian untuk persalinan dengan vakum ekstraksi 40 dari 809
persalinan dan kala II memanjang 27 dari 809 persalinan di RSD Mardi
Waluyo Blitar.
2. Saran
Kami harapkan agar pembaca khususnya mahasiswa kebidanan dapat
meningkatkan pemahaman bagaimana asuhan pada neonatus yang
mengalami masalah yang lazim terjadi, mengetahui apa penyebab terjadinya
masalah yang lazim pada jejas dan mampu memberikan tindakan yang
sesuai dengan kebutuhan bayi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Humayrah, Asniarah. 2015. “Fleksus Brachialis”. Di akses dari


https://asniarahumayrah.wordpress.com/2015/12/07/fleksus-
brachialis/

Dwienda R, Octa, dkk. 2014. “Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan


Anak Prasekolah Untuk Para Bidan”. Yogyakarta: CV Budi Utama. Di
akses dari https://books.google.co.id/books?
id=dKzpCAAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id&source=g
bs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false

Setiani, Astuti, dkk. 2016. “Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi, Balita dan Anak
Pra Sekolah. Jakarta: Pusdik Badan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesi”. Di akses dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Asuhan- Kebidanan-Neonatus-Bayi-
Balita-dan-Apras-Komprehensif.pdf

Varney, Helen. 2004, “Varney’s midwifery”, Boston Blackwell Scientific

Dwienda R, Octa, dkk. 2014.“Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak


Prasekolah Untuk Para Bidan”. Yogyakarta: CV Budi Utama. Di akses
dari https://books.google.co.id/books?
id=dKzpCAAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id&source=g
bs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false

Setiani, Astuti, dkk. 2016. “Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi, Balita dan Anak
Pra Sekolah. Jakarta : Pusdik Badan Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia”. Di akses dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Asuhan-Kebidanan-Neonatus-Bayi-Balita-
dan-Apras- Komprehensif.pdf

Deslidell, dkk.2012.asuhan neonatus bayi & balita.jakarta:EGC

Muslihatun nur wafi, dkk.2012.”asuhan noenatus bayi dan balita”. Yogyakarta :


fitramaya

Nelson,dkk.1999.”ilmu kesehatan anak”.jakarta:EGC

28
Yesie Aprillia. 2016. “Trauma Lahir Pada Bayi, Yang Harus Anda Ketahui”.
Diakses dari : https://www.bidankita.com/trauma-lahir-pada-bayi/

Radit. 2009. “Fraktur Humerus”. Diakses dari :


https://www.academia.edu/19535520/Fraktur_Clavicula

Maryam, dkk. 2009. Buku Ajar AsuhanKebidananpadaNeonatus, BayidanBalita.


Makassar: Universitas Indonesia Timur,

Dian Anisa. 2009. “Fraktur Clavicula”. Diakses dari :


https://www.academia.edu/19535520/Fraktur_Clavicula

Richmond. 2012. “Diagnosis: Cephalhematoma”. Departemen of Radiology.


Diakses dari : https://www.pedsradiology.com/Historyanswer.aspx?
qid=59&fid=1

29

Anda mungkin juga menyukai