Anda di halaman 1dari 7

Part 1

Langkah-langkah kakiku terus menerus menyelusuri jalan-jalan di setiap

lorong. Lorong-lorong itu menunjukiku arah-arah yang harus kulalui untuk

menuju tempat itu. Matahari perlahan-lahan mulai menghilang dan disambut

oleh awan hitam yang akan menyelimuti desa kami. Pak wa dan mak wa mulai

menata kembali dagangannya untuk dijual kembali esok hari. Dipojok lorong,

ada seorang anak lelaki yang memandangiku tiada hentinya. Setelah kulihat,

ternyata sosok itu adalah sari bulan, anak tukang sayur disamping rumahku. Dia

selalu menggangguku hanya untuk memberinya makan dan uang jajan.

Tetapi kali ini, dia hanya memandangiku dan melihatku dari jauh.

Matanya seakan-akan ingin berkata kepadaku tetapi aku tak dapat membaca

maksud dari tatapannya. Tanpa berpikir panjang, tak kuhiraukan sari bulan yang

menatapku. Ku terus menerus berlari dengan terengah-engah hingga bang jek,

anak Teuku Mahmud menghampiriku dengan penasaran.

“Eneng, kenapa kau berlari? Ada apa? Apa sari bulan mengganggu mu

lagi?”

“Tidak bang jek, aku ingin cepat sampai ke tempat persalinan Bu Suci,

sebentar lagi adikku yang ketiga akan lahir.”

“Betul itu neng? Yasudah, naik saja ke motor bang jek, nanti abang antar

sampai ke tempat persalinan Bu Suci.”

“Terima kasih atas tawarannya bang jek, tetapi maaf , saya hanya ingin

berlari bang, tempat persalinannya juga tidak terlalu jauh, sebentar lagi juga
akan sampai.Lagipula tidak baik dilihat orang jika laki-laki dan wanita duduk

berdekatan.”

“Oh kalau begitu, yasudahlah, abang mau ke rumah Mak cik Salamah

dulu ya, ada urusan yang harus diselesaikan.

“Silahkan bang, assalammualaikum”

“Walaikumsalam, mari.”

Akhirnya, aku tiba di tempat persalinan Bu Suci yang tampak ramai

dikunjungi oleh pasien yang mengantri, menunggu namanya dipangggil oleh

kak Mai, perawat yang membantu Bu bidan Suci mengurusi para pasiennya

setiap hari. Aku melihat disekelilingku, para ibu yang menahan sakit demi

menanti kelahiran buah hati tercintanya. Didampingi keluarga serta kerabat

yang memberikan semangat serta doa menjadikan seluruh ibu yang tampak

lemah ini menjadi seperti wanita tangguh yang mampu dan rela

mempertaruhkan nyawanya demi anak kesayangannya yang telah mereka nanti.

Persalinan Bu Suci adalah persalinan yang istimewa bagi masyarakat di

desa kami karena dari lima desa yang ada di daerah kami hanya didesa kami

inilah terdapat sebuah persalinan yang dibutuhkan oleh setiap orang.Walaupun

tempat persalinannya tampak sangat sederhana tetapi didalamnya tersirat arti

yang berbeda bagi masyarakat sekitar dan keluarga kami sendiri.

Aku melihat ayah duduk dikursi panjang yang disediakan ditempat

persalinan tersebut. Ayah terus menurus mengucapkan dzikir kepada tuhan dan

menunggu kedatangan putri kecilnya yang sebentar lagi akan menjadi bagian
dari keluarga kami dan Baim tampak kelelahan menunggu adiknya yang tak

kunjung datang hingga dia tertidur pulas disamping ayah.

“Assalammuailaikum ayah, ini aku bawakan makanan untuk ayah dan

Baim. Ayah pasti lelah menunggu ibu”

“walaikumsalam eneng, iya letakkan saja disini, nanti ayah dan Baim

akan memakannya.”

Tak lama kemudian, terdengar suara tangisan bayi perempuan. Ayah dan

aku langsung bersujud mengucapkan ribuan rasa terima kasih kepada tuhan

karna memberikan hadiah terindah yang telah kami nanti kedatangannya setiap

hari hingga pada akhirnya, terjawablah sudah penantian kami. Baim yang

tadinya tertidur pulas akhirnya bangun dan berkata “alhamdulillah, aim punya

adik baru.”

Ayah langsung mengumandangkan adzan ditelinga adik kecilku. Dia

tampak tenang dan tersenyum mendengar lantunan adzan yang didendangkan

ayahku untuknya. Sementara ibu tampak sangat senang merangkul putri

kecilnya dipelukannya.

Ayah membawa pulang ibu kembali ke rumah menaiki becak

kesayangannya. Tak lupa, Ibu memeluk erat putri kecilnya dengan penuh kasih

sayang dan cinta. Cinta yang tulus dari seorang ibu dan tak pernah tergantikan

oleh apapun yang ada didunia ini. Sesampainya dirumah, aku membersihkan

tempat tidur untuk ibu, membuatkannya minuman dan tak lupa menyuapkannya

nasi yang telah ku masak di siang hari tadi.


Tak disangka, kumandang adzan telah diserukan dari mushola kecil di

ujung desa kami. Setelah membersihkan badan, aku dan keluarga langsung

melaksanakan salat berjamaah. Ayah memimpin salat kami dengan penuh

semangat. Hingga akhirnya salat pun selesai lalu ayah dan aku berdoa. Didalam

doaku aku berkata :

“Tuhan, hari ini adalah hari yang paling indah yang engkau ciptakan untuk

keluarga kami. Engkau memberikan kami sebuah rezeki dengan dihadirkannya

seorang adik kecil yang cantik dan sehat. Terima kasih tuhan, bimbinglah selalu

keluarga kami menuju jalan suci yang telah engkau persembahkan untuk

kelurga kami. Ridhai lah dan terimalah rasa syukurku yang kupanjatkan

untukmu ya tuhan, amin ya rabbal’alamin.”

Setelah selesai salat, kubersihkan rumah dan mempersiapkan bahan-

bahan kue yang akan kujual di warung kak siti esok hari. Tiba-tiba Baim

merengek meminta dibuatkan susu putih kesukaannya. Kutenangkan dirinya

lalu bergegas menuju dapur untuk melihat persediaan susu untuk Baim. Tak

kulihat kaleng susu di meja dapur. Setelah kucari-cari tak kunjung dapat juga.

Dengan berat hati, aku membuatkannya teh manis pengganti susu kesukaannya

untuk melegakan dahaganya yang telah lama ia tahan semenjak di persalinan Bu

Suci.

“Baim, maafkan kakak ya, di meja hanya ada teh, susu kesukaan Baim

lupa kakak ambil di warung kak Siti, besok pagi, Insya allah, kita ambil ya

susunya. Tapi malam ini, kakak ganti susunya dengan teh manis, boleh ya?”
“iya kakak, tidak apa-apa, aim juga suka teh manis, terima kasih ya kak

sudah membuatkan baim teh ini”

“iya adik kakak tersayang,sekarang Baim tidur ya, besok pagi kakak antar

Baim naik sepeda kakak ke TK Baim ya..”

“iya, kakak, terima kasih banyak, aim tidur duluan ya kak.”

Setelah Baim tertidur diranjangnya, aku keluar menuju kamar mandi

diluar rumahku untuk mengambil air wudhu. Gelap, sepi dan menakutkan ketika

berada diluar rumah di malam hari. Lalu kulaksanakan salat dan kutunggu

kepulangan ayah yang sedari maghrib mengajar pengajian anak-anak di

mushola itu.

Waktu terus berjalan, sampai akhirnya ku tak sadar aku tertidur lelap di

lantai ruang tamuku. Tak lama kemudian, ku dengar suara ketukan dan

seseorang memanggil namaku.

“assalammualaikum, eneng...eneng.. ini ayah, tolong bukakan pintu nak”

“walaikumsalam ayah, sebentar ayah, eneng datang” dengan suara yang

serak dan masih dalam bayang-bayang mimpi, aku mencoba bangun dan

membukakan pintu untuk ayah.

Tanpa banyak kata-kata, aku meletakkan al-qur’an yang dipegang ayah.

Ayah pun tampak kelelahan hingga akhirnya masuk menuju kamar dan aku juga

menuju kamar untuk tidur bersama Baim yang sedari tadi telah tertidur.

Part 2
Suara gema adzan subuh, membangunkan tidurku yang lelap. Aku

bergegas melaksanakan salat, membersihkan rumah, kemudian membuat kue

yang akan kuantar ke warung kak Siti. Tak lupa kusiapkan sarapan pagi yang

sederhana untuk keluargaku. Tempe goreng dan ikan goreng, sisa lauk kemarin,

kupanaskan dan kuhidangakan untuk keluargaku.

Diluar rumah, ayah bersama Cek Pon membersihkan becak kesayangan

mereka. Mereka tampak bersenda gurau diiringi lagu dangdut yang diputarkan

oleh Cek pon setiap akan membersihkan becak. Cek pon adalah pecinta dangdut

sejati. Konon katanya, lagu dangdut itu lagu khas dari Indonesia yang dapat

membuat semua orang berjoget-joget ketika lagu dangdut itu didendangkan.

Anda mungkin juga menyukai