Disusun Oleh :
Kelas : I A / 32
Dosen Pengampu :
YOGYAKARTA
2015
ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
Pemikiran-pemikiran yang telah dimulai pada zaman Yunani Kuno, dan dengan
kontribusi berbagai bagian dunia lainnya, akhirnya berkembang dengan pesat di Eropa
dan Amerika Serikat. Oleh karena itu, baik aliran klasik maupun gerakan baru dalam
pendidikan pada umumnya berasal dari kedua landasan itu. Pemikiran-pemikiran itu
tersebar keseluruh dunia, termasuk Indonesia, dengan berbagi cara. Penyebaran itu
menyebabkan pemikiran dari kedua kawasan itu pada umumnya menjadi acuan dalam
penetapan kebijakan di bidang pendidikan di berbagai negara.
a. Aliran Empirisme
b. Aliran Nativisme
Meskipun dalam kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya
(secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi
pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan
perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
c. Aliran Naturalisme
Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan itu baik, dan akan
menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan, dia juga berpendapat bahwa
pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan yang baik
anak itu. Aliran ini berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak
pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang dilaksanakan
adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi
rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan.
J. J. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba
dibuat-buat sehingga kebaikan anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat
kelahirannya itu dapat tampak secara spontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya
permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaannnya,
kemampuannya, dan kecenderungannya. Pendidikan, harus dijauhkan dalam
perkembangan anak karena hal itu berarti dapat menjauhkan anak dari segala hal yang
bersifat dibuat-buat dan dapat membawa anak kembali ke alam untuk mempertahankan
segala yang baik.
d. Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern, seorang ahli pendidikan bangsa Jerman
yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan
baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses
perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun lingkungan sama-sama
mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak
akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan dari lingkungan yang sesuai
untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat
menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak
terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat
kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah hasil konvergensi. Pada
anak menusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak
belajar berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik
dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-
mula menggunakan bahasa lingkungannya. William Stern berpendapat bahwa hasil
pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan.
Karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi artinya memusatkan kesatu
titik.
Asas tut wuri handayani, yang kini menjadi semboyan Depdikbud, pada awalnya
merupakan salah satu dari “Asas 1922” yakni tujuh buah asas dari Perguruan Nasional
Tamansiswa. Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari Sistem
Among dari perguruan itu. Asas atau semboyan tut wuri handayani yang
dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara itu mendapat tanggapan positif. Dengan
ditambahkan dua semboyan untuk melengkapinya, yakni Ing Ngarso Sung Tuladha dan
Ing Madya Mangun Karsa.
Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yakni:
Asas tut wuri handayani merupakan asas yang menegaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam
perikehidupan umum. Dari asas ini pulalah lahir “Sistem Among”, di mana guru
memperoleh sebutan “pamong”, yaitu sebagai pemimpin yang berdiri di belakang
dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri, dan tidak terus
menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa. Pamong hanya wajib menyingkirkan segala
sesuatu yang merintangi jalannya anak serta hanya bertindak aktif dan mencampuri
tingkah laku atau perbuatan anak apabila mereka sendiri tidak dapat menghindarkan diri
dari berbagai rintangan atau ancaman keselamatan atau gerak majunya.
Dua semboyan lainnya, sebagai bagian tak terpisahkan dari tut wuri handayani, pada
hakikatnya bertolak dari wawasan tentang anak yang sama, yakni tidak ada unsur
perintah, paksaan, atau hukuman, tidak ada campur tangan yang dapat mengurangi
kebebasan anak untuk berjalan sendiri dengan kekuatan sendiri. Dari sisi lain, pendidik
setiap saat siap memberi uluran tangan apabila diperlukan oleh anak. Ing ngarsa sung
tuladha (di depan memberi contoh) adalah hal yang baik mengingat kebutuhan anak
maupun pertimbangan guru. Ing madya mangun karsa (di tengah membangkitkan
kehendak) diterapkan pada situasi yang kurang bergairah atau ragu-ragu untuk
mengambil keputusan atau tindakan, sehingga perlu diupayakan untuk memperkuat
motivasi. Ketiga semboyan tersebut satu kesatuan asas (ing ngarsa sung tuladha, ing
madya mangun karsa, dan tut wuri handayani) telah menjadi asas penting dalam
pendidikan di Indonesia.
Asas belajar sepanjang hayat ( life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi
lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Pendidikan seumur hidup
adalah sebuah konsep baru yang signifikan. UNESCO Institute for Education
menetapkan suatu definisi kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang
harus:
Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat
kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada
prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri
dalam belajar. Dalam kegiatan belajar-mengajar, sedini mungkin dikembangkan dalam
kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru
selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam
peran utama sebagai fasilitor dan motivator, disamping peran-peran lain: informator,
organisator, dan sebagainya. Sebagai fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan
mengatur sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi
dengan sumber-sumber tersebut. Sedang sebagai motivator, guru mengupayakan
timbulnya prakarsa pesera didik untuk memanfaatkan sumber belajar itu.
Pengembangan kemandirian dalam belajar ini seyogyanya dimulai dalam kegiatan
intrakurikuler, yang dikembangkan dan dimantapkan selanjutnya dalam kokurikuler dan
ekstrakurikuler. Atau, untuk latar perguruan tinggi dimulai dalam tatap muka,
dikembangkan dan dimantapkan dalam kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri.
Kegiatan tatap muka intrakurikuler terutama berfungsi membentuk konsep-konsep dasar
dan cara pemanfaatan berbagai sumber belajar, yang akan menjadi dasar pengembangan
kemandirian dalam belajar di dalam bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri.
http://arafah127.blogspot.co.id/p/aliran-aliran-pendidikan.html
Hameyer, U.. 1979. School Curriculum in the Context of Lifelong Learning. Hamburg:
UNESCO Institute for Education.
Raka Joni,et. Al. 1985.Wawasan Kependidikan Guru. Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti
Depdikbud.
MENGIDENTIFIKASI TIGA BUAH CONTOH MASALAH AKTUAL
PENDIDIKAN
Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan
pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpertisipasi dalam
pembangunan, maka setelah pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai
diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan. Khususnya untuk pendidikan
formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap-tiap jenjang memiliki
fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan.
Pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif dan
kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus
dengan seksama.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluarannya. Jika tujuan
pendidikan nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah: Apakah keluaran
dari suatu sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, dan berkarya.
Dengan kata lain apakah keluaran itu mewujudkan diri sebagai manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun lingkungannya. Hasil
belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika
proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang
bermutu. Jika terjadi hasil belajar yang tidak optimal menghasilkan skor hasil ujian
yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu. Ini
berarti bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah
pemrosesan pendidikan.
Guru merupakan elemen yang sangat penting dalam membentuk kepribadian dan
pola pikir anak bangsa, sehingga guru dikenal sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.
Dengan demikian guru seharusnya menjadi prioritas pertama bagi pemerintah, tetapi
kenyataannya guru masih dipandang sebelah mata. Dalam gaji, antara guru yang sudah
menjadi PNS dan yang masih honorer sangatlah berbeda. Guru hanya menerima gaji
yang tak cukup banyak, seharusnya gaji guru disamakan dengan gaji anggota dewan. Itu
merupakan hadiah yang setimpal dengan beban yang ditanggung oleh guru tersebut.
Tapi dengan gaji rasanya tak cukup, harus dibarengi dengan tunjangan-tunjangan
lainnya. Kesejahteraan guru merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh
pemerintah dalam menunjang terciptanya kinerja yang semakin membaik di kalangan
pendidik. Namun kenyataannya masalah kesejahteraan guru belum mendapat perhatian
besar dari pemerintah. Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam
membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Guru sebagai tenaga kependidikan
juga memiliki peran yang sentral dalam penyelenggaraan suatu sistem pendidikan. Guru
merupakan pondasi awal membangun negeri.
SOLUSI UNTUK MENGATASI MASALAH-MASALAH AKTUAL
PENDIDIKAN
Banyak macam pemecahan masalah yang telah dan sedang dilakukan oleh
pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara konvensional dan inovatif.
Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal
yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut:
Pendapatan (gaji) dapat digunakan sebagai tolak ukur kesejahteraan seseorang. Guru
merupakan orang yang melakukan perencanaan, pelaksana, dan sebagai evalusi dalam
proses pembelajaran. Figur manusia yang menempati posisi dan memegang peran
penting dalam pendidikan. Dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat
dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar. Kinerja
seorang guru akan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya pendapatan yang
diperolehnya. Untuk mengatasi ini harusnya dalam hal ini pemerintah berperan untuk
mengatasi kesejahteraan guru, antara lain:
http://bagoes1st.blogspot.co.id/2013/12/pengantar-pendidikan-tugas-pengantar.html