PENGANTAR ILMU
PENDIDIKAN
Dosen:
Arif Bintoro Johan, M.Pd
Penyusun : Irfan Nurdin
Nim : 2015006009
Kelas : 1A
YOGYAKARTA
2015
Aliran-aliran pendidikan di dalam negeri maupun di luar negeri
Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini dan masa yang akan datang terus berkembang.
Hasil-hasil dari pemikiran itu disebut aliran dan atau gerakan baru dalam pendidikan.
Aliran/gerakan tersebut mempengaruhi pendidikan di seluruh dunia, termasuk pendidikan di
Indonesia. Dari sisi lain, di Indonesia juga muncul gagasan-gagasan tentang pendidikan,
yang dapat dikategorikan sebagai aliran pendidikan, yakni taman siswa dan INS kayu taman.
Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia itu dimaksudkan adalah perguruan kebangsaan
taman siswa dan ruang pendidik INS kayu tanam. Keduanya dipandang suatu tonggak
pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.
Perguruan kebangsaaan taman siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, pad tanggal 3 Juli
1922 di Yogyakarta yakni dalam bentuk yayasan. Pertama kali mulai didirikan taman indria
(taman kanak-kanak) dan kursus guru, selanjutnya taman muda (SD), disusul taman dewasa
telah dikembangkan sehingga meliputi pula taman Hadya, prasarjana dan sarjana wiyata.
Dengan demikian siswa telah meliputi semua jenjang persekolahan, dari pendidikan
prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Seperti harapan kepada taman siswa, ruang pendidikan INS kayu taman juga diharapkan
melakukan penyegaraan dan dinamisasi, seiring dengan perkembangan masyarakat dan
IPTEK. Di samping itu, upaya-upaya pengembangan ruang pendidikan INS tersebut
seyogianya dilakukan dalam kerangka pengembangan SISDIKNAS, sebagai bagian dari
usaha mewujudkan cita-cita ruang pendidikan INS; mencerdaskan seluruh raykat Indonesia.
a. Progresivisme
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap
pelaksanaan pendidikan yang berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran
(subject-centered).
Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja
secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai
tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan
minat setiap anak.
Pendidikan Progresivisme menganut prinsip pendidikan yang berpusat pada anak. Anak
merupakan pusat dari keseluruhan kegiatan-kegiatan pendidikan. Pendidikan
Progresivisme sangat memuliakan harkat dan martabat anak dalam dunia pendidikan.
Anak bukanlah orang dewasa dalam betuk kecil. Anak adalah anak, yang sangat berbeda
dengan orang dewasa. Setiap anak mempunyai individualitas sendiri-sendiri, seorang
anak mempunyai alur pemikiran sendiri, anak mempunyai keinginan sendiri, mempunyai
harapan-harapan dan kecemasan sendiri, yang berbeda dengan orang dewasa. Dengan
demikian, maka dari itu anak harus diperlakukan berbeda dari orang dewasa.
b. Esensialisme
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes
gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan
budaya/sosial. Menurut esensialisme nilai-nilai yang tertanam dalam nilai
budaya/sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur
dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun dan di dalamnya
berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu.
Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas.
Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah
melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang
waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang.
Pengetahuan ini diikuti oleh ketrampilan. Ketrampilan, sikap-sikap dan nilai yang
tepat, membentuk unsur-unsur inti (esensial) dari sebuah pendidikan.
Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan
intelek atau kecerdasan.
Metode pendidikan:
1). Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).
2).Peserta didik dipaksa untuk belajar.
3). Latihan mental
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran
akademik yang pokok. Kurikulum sekolah dasar ditekankan pada pengembangan
ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika.Sedangkan kurikulum
pada sekolah menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran
matematika, ilmu kealaman, serta bahasa dan sastra.
c. Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-
pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat
utama berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari
kehidupan sosial di masyarakat
Tujuan pendidikan sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga
utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta
didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia
dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan
yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Kurikulum dalam pendidikan rekonstruksionalisme berisi mata-mata pelajaran yang
berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak
berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia.
Yng termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri, dan
program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah.
d. Perennialisme
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai
universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan
penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut. Guru mempunyai peranan
dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut
perennialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan
ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi dengan berpikir,
maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai
prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran
dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan
mampu mengenal dan memahami faktor-faktor dan problema yang perlu
diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
Tujuan pendidikan diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan
karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini
merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka
yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat,
politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, telah
banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cenderung menitikberatkan pada sastra,
matematika, bahasa dan sejarah.
e. Idealisme
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa.
Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa
terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh
panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu
dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah
idea. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi
pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang
pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur,
mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-
gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan
(approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat
penting. Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau
tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti
masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia
berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa
kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak
bermakna. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme.
Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan
masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut
paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk
masyarakat, dan campuran antara keduanya.
-Tujuan Pendidikan
Agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna,
memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu
menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu
individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme
bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam
spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain.
Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang
satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling
penuh pengertian dan rasa saling menyayangi.
-Kurikulum
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih
memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada
pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa
aktual.
Aliran-aliran klasik yang meliputi aliran empirisme, nativisme, naturalism dan konvergensi
merupakan benang-benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pendidikan
masa lalu, kini dan mungkin yang akan datang. Aliran-aliran itu mewakili berbagai variasi
pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang paling pesimis sampai dengan yang paling
optimis. Aliran yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat,
bahkan mungkin merusak bakat yang telah dimiliki anak. Sedang sebaliknya, aliran yang
sangat optimis memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati.
Banyak pemikiran yang berada di antara kedua kutub tersebut, yang dapat dipandang sebagai
variasi gagasan dan pemikiran dalam pendidikan.
Manusia merupakan makhluk yang misterius, yang mampu menjelajah angkasa luar, tetapi
angkasa dalam nya masih belum cukup terungkap, minimal para pakar dari ilmu-ilmu
perilaku cenderung berbeda pendapat tentang berbagai hal mengenai perilaku manusia itu.
Dalam paparan tentang landasan psikologi telah dikemukakan perbedaan, bahkan
pertentangan psiko-edukatif, utamanya teori kepribadian. Sehubunga dengan kajian tentang
aliran-aliran pendidikan, perbedaan pandangan itu berpangkal pada perbedaan pandangan
tentang perkembangan manusia itu. Terdapat perbedaan penekanan di dalam sesuatu teori
kepribadian tertentu tentang faktor manakah yang paling berpengaruh dalam perkembangan
kepribadian.
Perbedaan pandangan tentang faktor dominan dalam perkembangan manusia tersebut di atas
yang menjadi dasar perbedaan pandangan tentang peran pendidikan terhadap manusia, mulai
dari yang paling pesimis sampai yang paling optimis itu. Aliran-aliran itu pada umumnya
mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja, dan dengan demikian, mengajukan
gagasan untuk mengoptimalisasikan faktor tersebut untuk mengembangkan manusia.
Aliran empirisme
Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704)
yang mengembangkan teori Tabula rasa anak lahir di dunia bagaikan meja lilin atau kertas
putih yang bersih. Pengalaman empiric yang dipoerleh dari lingkungan yang berpengaruh
besar dalam menentukan perkembangan anak. Menurut pandangan empirisme (biasa pula
disebut environtalisme) pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab pendidikan
dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai
pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman itu dapat membentuk perilaku yang
sesuai dengan tujuan pendidikan.
Aliran nativisme
Aliran nativisme bertolak dari Leibnitrian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri
anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap
perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah
diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan
perkembangan anak, karena hasil pendidikan tergantung pada pembawaan. Schoompnheaur
(filsuf Jerman 1788-1860) berpendpat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik
dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan
yang sudah dibawah sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan
ditentukan oleh anak akan menjadi jahat, dan yang baik akan menjadi baik. Pendidikan yang
tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk
perkembangan anak sendiri. Istilah nativisme dari asal kata natives yang artinya adalah
terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar dalam mempengaruhi perkembangan anak.
Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka
dia akan menjadi jahat, sebaliknya, kalau anak mempunyai pembawaan baik maka dia akan
baik. Pembawaan buruk dan baik ini tidak dapat diubah kekuatan dari luar.
Aliran naturalisme
Pandangan yang ada persamaan dengan nativisme adalah aliran naturalism yang dipelopori
oleh seorang filsuf Prancis J.J. Rousseau (1712-1778). Berbeda dengan Schopenhauer,
Rosseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik,
dan tidak satupun dengan pembawaan buruk. Namun pembawaan baik itu akan menjadi rusak
karena dipengaruhi oleh lingkungan. Rosseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang
diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawan anak yang baik itu. Aliran ini
juga disebut negativism, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan
pertumbuhan anak didik dan diserahkan saja pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan
tidak diperlukan. Yang dilaksankan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar
pembawaan yang baik itutidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan
kegiatan pendidikan itu. J.J. Rausseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan
masyarakat yang serba dibuat-buat sehingga kebaikan anak-anak yang diperoleh secara
alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat berkembang secara spontan dan bebas. Ia
mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan
pembawaanya, kemampuannya, dan kecenderungannya. Pendidikan harus dijauhkan dalam
perkembangan anak karena hal itu berarti dapat menjauhkan anak dari segala hal yang
bersifat berbuat-buat dan dapat membawa anak kembali kea lam untuk mempertahankan
segala yang baik. Seperti diketahui, gagasan naturalism yang menolak campur tangan
pendidikan, sampai saat ini malahan terbukti sebaliknya pendidikan makin lama makin
diperlukan.
Aliran konvergensi
William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa
seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk. Penganut
aliran ini berpendapat bahwa ldama proses perkembangan anak, baik faktor pembawan
maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang
dibawa pada waktu lanir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan
lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya lingkungan yang baik
tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak
tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk pengembangan itu. Sebagai contoh pada
hakikatnya kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil
konvergensi. Pada anak manusia ada pembawana untuk berbicara dan melalui situasi
lingkungannya anak belajar berbicaradalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi
anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu anak manusia mula-
mula menggunakan bahasa lingkungannya.
Karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi artinya memusatkan kesatu titik. Jadi
menurut teori konvergensi:
Meskipun dalam hal-hal tertentu sangat diutamakan bakat dan potensi lainnya dari anak,
namun upaya penciptaan lingkungan untuk mengembangkan bakat dan kemampuan itu
diusahakan pula secara optimal. Dengan kata lain, meskipun peranan pandangan empirisme
dan nativisme tidak sepenuhnya ditolak, tetapi penerimaan itu dilakukan dengan pendekatan
eksistis fungsional yakni diterima sesuai dengan kebutuhan, namun di tempatkan dalam
latar pandangan yang konvergensi seperti telah dikemukakan, tumbuh-kembang, manusia
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni hereditas, dan anugerah. Faktor terakhir itu
merupakan pencerminan pengakuan atas adanya kekuasaan yang ikut menentukan nasib
manusia (Sulo lipu la sulo, 1981: 30-46).
Asas-asas pokok dalam pendidikan adalah tuwuri handayani, belajar sepanajag hayat,
dan kemandirian dalam belajar.
Asas Tut wuri Handayani merupakan asas pendidikan Indonesia yang bersumber dari
asas Pendidikan Taman Siswa yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu
seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional.
Makna Tut wuri Handayani adalah:
a. Tut wuri:
Mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan
cinta kasih dan tanpa pamrih.
b. Handayani:
Mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, dan
menggairahkan anak agar sang anak mengembangkan pribadi masing-
masing melalui disiplin pribadi.
Asas Tut wuri Handayani yang dikumandangkan oleh Ki Hajar tersebut mendapat
tanggapan positif dari Drs. RMP Sosrokartono (filsuf dan ahli bahasa) dengan
menambahkan dua semboyan untuk melengkapinya, yakni Ing Ngarso Sung Tulada
dan Ing Madya Mangun Karsa. Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi
satu kesatuan asas, yaitu:
a. Ing Ngarso Sung Tulada (jika di depan menjadi contoh)
b. Ing Madya Mangun Karsa (jika di tengah-tengah membangkitkan
kehendak, hasrat atau motivasi)
c. Tut wuri Handayani (jika di belakang mengikuti dengan awas)
Asas Tut Wuri Handayani ini bermakna bahwa setiap orang berhak mengatur dirinya
sendiri dengan berpedoman kepada tata tertib kehidupan yang umum. Menurut asas
ini, dalam penyelenggaraan pendidikan, seorang guru merupakan pemimpin yang
berdiri di belakang dengan bersemboyan “tut wuri handayani”, yaitu tetap
mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri
dan tidak terus-menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa. Guru hanya wajib
menyingkirkan segala sesuatu yang merintangi jalannya anak serta hanya bertindak
aktif dan mencampuri tingkah laku atau perbuatan anak apabila anak didik tidak
dapat menghindarkan diri dari berbagai rintangan. Dapat dikatakan bahwa asas Tut
Wuri Handayani ini merupakan cikal bakal dari pendekatan atau cara belajar siswa
aktif.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang tidak pernah sempurna, dia
selalu berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi di lingkungan
kehidupannya. Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat,
terjadi perubahan yang amat pesat dalam berbagai aspek kehidupan. Akibatnya, apa
yang dipelajari oleh seseorang pada beberapa tahun yang lalu dapat menjadi tidak
berarti atau tidak bermanfaat lagi. Hal ini disebabkan karena apa yang telah
dipelajarinya sudah tidak relevan lagi dengan berbagai masalah kehidupan yang
dihadapinya. Jadi, implikasi dari kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat
tersebut ialah seseorang dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang hayat
Asas belajar sepanjang hayat merupakan sudut pandang dari sisi lain
terhadap pendidikan seumur hidup. Ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW
yang sudah tidak asing lagi ditelinga, beliau bersabda yang artinya: ”Tuntutlah ilmu
dari buaian sampai meninggal dunia”. Jadi, Islam telah lama mengenal konsep belajar
sepanjang ayat ini jauh sebelum orang-orang Barat mengangkatnya
Pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus:
Asas Tut Wuri Handayani dan asas belajar sepanjang hayat secara langsung
sangat erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas Tut Wuri
Handayani didasarkan pada asumsi bahwa dalam kegiatan belajar-mengajar peserta
didik mampu untuk mandiri dalam belajar. Kemandirian dalam belajar itu dapat
dikembangkan dengan menghindari campur tangan guru, namun guru harus selalu
siap untuk membantu apabila anak didiknya kesulitan. Selanjutnya, asas belajar
sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada pendapat bahwa
peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar. Oleh karena itu, tidak mungkin
seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan guru
atau pun orang lain.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar dapat menempatkan guru dalam
peran utama sebagai fasilitator, informator dan motivator. Sebagai fasilitator, guru
diharapkan dapat menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar dengan
sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan peserta didik berinteraksi dengan
sumber-sumber tersebut. Sebagai informator, guru harus menyadari bahwa dirinya
hanya merupakan bagian kecil dari sumber-sumber informasi yang ada. Oleh karena
itu, guru perlu memberikan bantuan dan bahkan merangsang peserta didik untuk
mencari informasi selain dari dirinya sendiri. Sedangkan sebagai motivator, guru
mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk dapat memanfaatkan sumber
belajar secara maksimal.
Strategi belajar-mengajar yang dapat mengembangkan kemandirian dalam
belajar, yaitu:
a. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
b. Belajar dari modul, paket belajar, dan sebagainya
c. Belajar dengan didukung oleh suatu pusat sumber belajar (PSB) yang
memadai. PSB memberi peluang tersedianya berbagai jenis sumber
belajar, di samping bahan di perpustakaan. Dengan dukungan PSB itu asas
kemandirian dalam belajar akan lebih dimantapkan dan dikembangkan .
Identifikasi 3 buah contoh masalah aktual pendidikan
Solusinya :
Lebih baik pemerintah jangan pilih kasih kepada sekolah yang gratis dan yang bayar
seharusnya sekolah yang gratis dan bayar mendapat dana yang sama dan fasilitas yang sama
supaya tidak terjadi perbedaaan mutu di sekolah yang gratis maupun di sekolah yang bayar
karna melalui sekolah gratis itu akan muncul bibit-bibit pemimpin di Indonesia.
seharusnya kejadian ini tak terjadi, padahal program ini sangat lah bagus dalam
meningkatan mutu pendidikan di Indonesia, tetapi karena belum ada pemahamannya
tentang tujuan program ini maka banyak yang menyalahgunakannya.
Peran orang tua murid sangatlah penting dalam mengawasi jalannya program ini di
sekolah agar tak ada penyalahgunaan program ini yang berakibat tidak jalannya
peningkatan mutu pendidikan di indonesia.
Sumber:
(http://pockcoro.blogspot.com/2011/04/landasan-dan-asas-asas-pendidikan-
serta.html/, diakses pada 28 Februari 2012).
(http://qym7882.blogspot.com/2009/03/asas-asas-pendidikan-dan-
penerapannya.html/, diakses pada 28 Februari 2012)
http://denahandriana.blogspot.co.id/2012/03/aliran-aliran-pendidikan.html
http://listianikindah.blogspot.co.id/2013/01/aliran-aliran-pendidikan.html
http://bagoes1st.blogspot.co.id/2013/12/pengantar-pendidikan-tugas-pengantar.html
http://bagoes1st.blogspot.co.id/2013/12/pengantar-pendidikan-tugas-pengantar.html
dan buku ilmu pengetahuan pendidikan.