Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL

“ QUO VADIS FPI ”


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Semester Pada Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Politik

Dosen Pengampu :
Pak M.Faisal Rizki, S.IP, M.AP
Disusun Oleh
Nama : Fhiki Purnomo

NPM : 1910631180160

Kelas : IP-1D

Fakultas : Ilmu Sosial Dan Politik

Prodi : Ilmu Pemerintahan

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ILMU PEMERINTAHAN

2019

QUO VADIS FPI


Front Pembela Islam (FPI) Pasca reformasi tahun 1998, Indonesia menyaksikan
begitu banyak kelompok-kelompok garis keras lokal yang tumbuh. Beberapa diantara
kelompok itu antara lain Front Pembela Islam (FPI), Forum Umat Islam (FUI),
Laskar Jihad, Jamaah Islamiyah, Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), Partai Keadilan
Sejahtera (PKS)

Di antara kelompok yang paling kontroversial tersebut adalah Front Pembela Islam
(FPI), karena sering kali melakukan aksi-aksi “penertiban” (sweeping) terhadap
kegiatan-kegiatan yang dianggap maksiat atau bertentangan dengan syariat Islam
terutama pada bulan Ramadlan yang sering kali berujung pada tindak kekerasan.

Pemilihan nama “Front Pembela Islam” ini memiliki makna tersendiri. Kata front
yang berarti “depan”, menunjukkan bahwa organisasi ini selalu berusaha untuk
berada di garis depan dan memiliki sikap tegas dalam setiap langkah perjuangan.
Kemudian kata “pembela” mengisyaratkan bahwa organisasi ini akan berperan aktif
dalam membela dan memperjuangkan hak Islam dan umat Islam. Sementara kata
“Islam” mencirikan bahwa perjuangan organisasi ini tidak terlepas dari ikatan ajaran
Islam yang lurus dan benar.

Organisasi FPI secara resmi berdiri pada tanggal 17 Agustus 1998, bertepatan dengan
tanggal 24 Rabiuts Tsani 1419 H, di pondok pesantren AlUm Kampong Utan,
Ciputat, Jakarta Selatan. FPI ini didirikan oleh sejumlah haba’ib, ulama’, muballigh,
serta aktivis muslim dan umat Islam. Tokoh yang mempelopori berdirinya FPI adalah
Habib Muhammad Rizieq Shihab. Tidak hanya di Jakarta, seiring berjalannya waktu,
simpatisan Front Pembela Islam (FPI) bertambah banyak dan mendirikan FPI di
daerah-daerah, Seperti di Surakarta, Bandung dan Yogyakarta hingga hampir di
setiap kota di Indonesia

Latar belakang situasi sosial-politik berdirinya FPI antara lain; Pertama, adanya
penderitaan panjang yang di alami umat Islam Indonesia sebagai akibat adanya
pelanggaran HAM yang di lakukan oleh oknum penguasa. Kedua, kegagalan aparat
Negara untuk menegakkan hukum dan menjamin ketertiban masyarakat, ketiga,
adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk menjaga dan mempertahankan harkat
dan martabat Islam.

Tujuan

Selanjutnya tujuan berdirinya FPI, sebagaimana tertulis dalam dokumen risalah dan
garis perjuangan FPI, adalah untuk melakukan amar makruf nahi munkar, dan untuk
membantu pemerintah dalam menumpas problem sosial kemasyarakatan, seperti
prostistusi, perjudian, serta transaksi miras dan narkoba. Menurut para aktivis FPI,
salah satu upaya yang bisa ditempuh untuk menanggulangi krisis moral yang
melanda bangsa ini adalah dengan melakukan kerja sama yang harmonis dari seluruh
elemen masyarakat, yang meliputi kaum ulama, umaro, dan seluruh umat Islam.
Untuk merealisasikan tujuan organisasi, dan dalam upaya memaksimalkan kerja
organisasi, FPI membentuk dua struktur organisasi, yakni Jamaah FPI, dan Laskar
FPI. Jamaah FPI ini melaksanakan kegiatan sosial keagamaan, seperti pengajian,
bakti sosial, dan pendidikan. Sedangkan Laskar FPI bertugas melakukan pressure
fisik untuk penyerbuan tempat hiburan, sweeping, dan demonstrasi. Laskar ini lebih
menyerupai militer atau pasukan yang dimana langsung di bawah komando sang
ketua umum FPI.

Dalam Visi dan Misinya, FPI menyatakan bahwa “penegakan amar ma’ruf nahi
munkar merupakan satu-satunya solusi untuk menjauhkan kezaliman dan
kemungkaran. FPI berkeinginan untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar secara
sempurna di semua segi kehidupan manusia, dengan tujuan menciptakan umat
shalihat yang hidup dalam negeri yang baik dengan limpahan keberkahan dan
keridlaan Allah Azza wa Jalla.” Ketetapan ini dibuat oleh Front Pembela Islam (FPI),
karena premanisme dan kemaksiatan yang sudah tidak mampu lagi dikontrol oleh
Negara, oleh karena itu tugas tersebut mereka ambil alih dengan argumen amar
ma’ruf nahi munkar,31 yang bersifat mendesak karena dekadensi moral dan penyakit
sosial yang tidak dapat dibendung, dan menurut mereka tidak ada resep obat lain
kecuali dengan penegakan amar ma’ruf nahi munkar. Selain itu, FPI juga memiliki
argumen politis, yaitu karena umat Islam adalah mayoritas, maka penegakana hukum
berdasarkan shari’at Islam harus dikedepankan daripada kelompok minoritas. Alasan
mereka adalah asas proporsional rialitis yang tidak diskriminatif

Gerakan
Gerakan politik FPI memang tidak mempuunyai hubungan terhadap salah satu
kekuatan politik tertentu. Pada saat pemilu pada tanggal 7 Juni tahun 1999, misalnya
FPI menyatakan sikap netral terarah.Yang di maksud netral terarah adalah tidak
berkampanye untuk satu partai tertentu, sedangkan terarah berarti FPI hanya
mendukung partai Islam yang memperjuangkan hak-hak Allah dan hak-hak makhluk-
Nya dengan menjunjung tinggi akhlak yang mulia. Dengan ungkapan lain, penegakan
moral dan agama merupakan kegiatan FPI yang utama

Pada Pemilu tahun 2014 yang lalu FPI menyatakan pandangan dan sikap sebagai
pencerahan bagi umat Islam di Indonesia sebagai berikut 1. Kepada umat Islam yang
akan menjadi pemilih dalam Pemilu 2014 yang akan datang, agar TIDAK menjadi
korban penipuan kaum seklueris dan liberalis maupun Parpol sekuler lainnya, maka
umat Islam yang berkehendak menggunakan hak memilihnya, dianjurkan memilih
caloncalon anggota legislatif (DPD, DPR RI, DPRD Propinsi maupun DPRD
kota/kabupaten) yang memiliki komitmen penengakkan syariat Islam dari Parpol
yang secara tegas berazaskan Islam dan memiliki keberpihakan terhadap umat Islam

Pada tanggal 1 Juni 2008 dalam acara "Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan" (AKKBB) di Monas tepat pada hari kelahiran
Pancasila, Insiden ini terjadi ketika sekelompok massa AKKBB sedang berkumpul
mereka di serang oleh sekolompok masa yang menggunakan atribut FPI , masa FPI
memukuli masa AKKBB dan menghancurkan barang-barang di tempat tersebut
seperti peralatan pengeras suara, merusak dan membakar spanduk. Setelah polisi
datang ketempat tersebut untuk membubarkan penyerang tersebut ada beberapa orang
yang melarikan diri ke Galeri Nasional, dampak dari penyerangan tersebut adalah
beberapa fasilitas di Monas rusak berat tercatat 14 orang terluka dan sembilan di
antaranya dirujuk ke rumah sakit.
Munarman sebagai ketua Laskar Islam menyatakan bahwa penyerangan itu dilakukan
karena aksi ini merupakan aksi kelompok pendukung Ahmadiyah, dan bukan untuk
peringatan hari Pancasila. Munarman juga mengkoreksi pemberitaan media yang
melibatkan FPI sebagai pelaku, dan menyatakan bahwa penyerangan itu dilakukan
oleh Komando Laskar Islam. Ketua Forum Umat Muslim, Mashadi, juga
menunjukkan video yang diklaim sebagai provokasi kepada pihak FPI dan
menyebabkan FPI menyerang AKKBB. Video tersebut berisi gambar seorang peserta
aksi yang diduga kelompok aliasnsi akan mengeluarkan senjata, tetapi tak jelas
bentuknya.

Respon Presiden Terhadap Organisasi FPI

Pada pemerintahan presiden ke 2 indonesia yaitu Soeharto (Suharto) pada masa


pemerintahan beliau atau pada saat pemerintahan orde baru presiden tidak
mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun namun setelah suharto turun
dari jabatan 4 bulan setelahnya FPI terbentuk

Pada masa pemerintahan presiden yang ke 3 yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie FPI
mendukung Habibie ditambah saat itu yang mendukung rizieq Wiranto yang saat itu
Panglima ABRI mendukung Rizieq membentuk paramiliter dengan kekuatan sekitar
50.000 orang yang kemudian diberi nama PAM Swakarsa.

Pada masa pemerintahan presiden ke 4 yaitu Abdurrahman Wahid atau biasa di


panggil Gusdur. Gusdur menginginkan FPI bubar dan sangat tidak setuju berdirinya
organisasi ini di Indonesia

Pada masa pemerintahan presiden ke 5 indonesia yaitu Megawati Soekarnoputri


Megawati yang saat itu masih menjabat pada tahun 2000 Rizieq sempat di tangkap
dan di bawa ke persidangan karena Rizieq dianggap pemerintah menghasut
kerusuhan di kawasan hiburan malam Glodok, Jakarta, Oktober 2002 , dan dia jatuhi
vonis hukuman selama 7 bulan sampai bulan november 2003

Pada masa pemerintahan Presiden ke 6 indonesia Susilo Bambang Yudhoyono atau


biasa di singkat SBY, pada masa pemerintahan SBY desakan kepada presiden untuk
membubarkan FPI sangat sering mulai dari tahun 2008 elemen anak muda NU
mendesak pak SBY untuk segera membubarkan FPI namun desakan itu gagal dan
tidak mendapat respon dari pak SBY namun pada tahun 2011 SBY “menyatakan
akan membubarkan ormas yang melakukan kekerasan.” Dan mendapat respon dari
para ormas khususnya FPI yang mengancam akan menggulingkan SBY

Pada masa pemerintahan presiden ke 7 Indonesia yaitu JokoW idodo mengatakan


bahwa “Ya, tentu saja (melarang FPI), sangat mungkin jika pemerintah meninjau dari
sudut pandang keamanan dan ideologi menunjukkan bahwa mereka tidak sejalan
dengan bangsa,"

Kebijakan yang di lakukan pemerintah


Pada tanggal 20 Juni 2019 Izin organisasi kemasyarakatan Front Pembela Islam telah
habis dan menimbulkan 2 kubu yang berujung pada petisi yang pertama petisi
menolok perpanjangan lagi kepada ormas FPI karena takut akan kekerasan yang di
lakukan oleh FPI dan petisi yang kedua yaitu petisi untuk terus mempertahankan
ormas FPI ke 2 petisi ini di lakukan oleh masyarakat, Pihak Kemendagri sendiri
masih mempertimbangkan masukan dari masyarakat terkait perpanjangan izin
tersebut. Menurut Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri
Soedarmo, banyak faktor yang harus dikaji selain petisi dari masyarakat. Jadi masih
belum terlihat keputusan dari pemerintah apakah akan memberikan izin atau tidak
namun jika idiologinya tidak sesuai dengan bangsa indonesia kemungkinan FPI akan
di bubarkan.

Kesimpulan menurut saya jika ormas FPI masih melakukan tindak kekerasan yang
merugikan banyak masyarakat dan menimbulkan rasa takut kepada masyarakat
sekaligus memegang Idiologi yang tidak sesuai dengan bangsa Indonesia lebih baik
di bubarkan karena di takutkan akan mengancam kedaulatan negara Indonesia.
Indonesia menerima 6 agama yaitu Islam, Kristen,
Katolik,Hindhu,Budha,Khonghucu dan semboyan kita Bhineka Tunggal Ika yang
artinya berbeda-beda tetap 1 mengartikan bahwa walaupun Indonesia mempunyai
banyak budaya banyak agama kita semua sebagai masyarakat indonesia harus
menghormatinya adanya sikap toleransi keterbukaan menghargai perbedaan agama
dan dimana jika FPI ini bersikeras untuk membuat pemerintahan islami, menentang
seseorang yang tidak mendukung organisasi FPI lalu menyampaikan ancaman contoh
kasus seperti SBY dan Gusdur lalu bagaimana masyarakat indonesia yang bukan
beragama islam, Jika FPI mempunyai kekuatan yang lebih kuat di takutkan akan
melakukan pemeberontakan seperti DI/TII dan juga telah disampaikan di atas bahwa
FPI lebih mementingkan kaum masyarakat mayoritas Islam bukan mementingkan
mayoritas masyarakat indonesia yang mempunyai banyak agama agama dan
kebudayaan yang berbeda-beda.

Kelompok kepentingan menurut Ramlan Surbakti: Kelompok Kepentingan ialah


sejumlah orang yang memiliki kesamaan sifat sikap, kepercayaan dan atau tujuan
yang sepakat mengkoordinasikan diri untuk melindungi dan mencapai tujuan. Fungsi
dalam sistem politiknya yaitu berusaha untuk “mempengaruhi” proses pengambilan
kebijakan pemerintah agar sesuai dengan keinginan kelompok yang diwakilinya. Hall ini
berbeda dengan partai politik.

Referensi
Agus Ali Dzawafi (2012). PEMAHAMAN TEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP GERAKAN DAKWAH FRONT PEMBELA ISLAM (FPI), 3 (1), 25-26
Machfud Syaefudin (2014). REINTERPRETASI GERAKAN DAKWAH FRONT
PEMBELA ISLAM (FPI), 34 (2), 261-262
Abdul Hakim Wahid (2018). Model Pemahaman Front Pembela Islam (FPI) Terhadap Al-
Qur’an Dan Hadis, 18 (1) 83
Ari Febriansyah Ismail ARI (2016). KONTSRUKSI GERAKAN ISLAM FRONT
PEMBELA ISLAM (FPI) DI KOTA MAKASSAR, FAKULTAS USHULUDDIN,
FILSAFAT DAN POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
Ramlan Surbakti (1992), Memahami Ilmu Politik. Penerbit PT Grasindo Jakarta
Mohammad Maiwan (2016), KELOMPOK KEPENTINGAN (INTEREST GROUP),
KEKUASAAN DAN KEDUDUKANNYA DALAM SISTEM POLITIK, 15 (2) 76

Anda mungkin juga menyukai