BAGIAN PSIKIATRI
PADANG
2020
i
KATA PENGANTAR
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Rini Gusya Liza, M.Ked,
Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik yang
membangun guna penyempurnaan tugas ini. Akhir kata, semoga tugas ini dapat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar Isi ...................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Batasan Masalah .............................................................................. 1
1.3 Metode Penulisan............................................................................. 2
1.4 Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi ........................................................................................... 3
2.2 Sejarah Autisme ............................................................................... 3
2.3 Epidemiologi ................................................................................... 3
2.4 Etiologi dan Patogenesis .................................................................. 4
2.5 Kriteria Diagnosis ............................................................................ 6
2.6 Diagnosis Banding ........................................................................... 9
2.7 Terapi ............................................................................................ 10
2.8 Nutrisi pada Pasien Autisme .......................................................... 11
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 17
Daftar Pustaka .............................................................................................. 18
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan referat ini berupa tinjauan kepustakaan yang
merujuk kepada kasus dan berbagai literatur.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
“Early Infantile Autism” dikenalkan pertama kali pada tahun 1943 oleh Leo Kanner.
Awalnya psikiater Henry Maudsley telah melakukan observasi terhadap sekelompok anak
yang sangat muda dengan gangguan mental yang berat yang ditandai dengan penyimpangan,
keterlambatan dan distorsi dalam perkembangan. Pada era tersebut gangguan ini termasuk
dalam kategori psikosis. Makalah klasik Kanner menciptakan istilah autisme kekanak-
kanakan dan memberikan laporan secara komprehensif mengenai sindrome masa kecil.
Sebelum 1980, anak-anak dengan kelainan spectrum autism umumnya didiagnosis sebagai
keterbelakangan mental atau skizofrenia. Seiring berjalannya waktu, kelainan spectrum
autisme mengalami perkembangan.1
2.3 Epidemiologi
ASD mengalami peningkatan selama 2 dekade terakhir. ASD berdasarkan kriteria
diagnosis DSM IV, memiliki pravelensi 8 kasus dari 10.000 anak. Akan tetapi beberapa kasus
masih banyak yang belum terdiagnosis ataupun terlambat diketahui. 1 Berdasarkan The Autism
and Developmental Disabilities Monitoring (ADDM) tahun 2014, pravelensi autism pada
anak usia 8 tahun di 11 kota di US sebesar 16,8% ( 1 dari 59 anak) berdasarkan kriteria
3
berdasarkan DSM IV. Kelainan spektrum autism mengalami sedikit perubahan kriteria pada
DSM V, sehingga dapat mempengaruhi pravelensi dari autisme itu sendiri.5
Di Indonesia belum ada angka pasti mengenai pravelensi autisme. Biasanya autism
lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, 2,6-4 : 1. Dikatakan
bahwa anak laki-laki lebih mudah mendapatkan gangguan fungsi otak. Namun anak
perempuan penyandang autism biasanya mempunyai gejala yang lebih berat dan pada test
intelegensi mempunyai hasil yang lebih rendah dibandingkan anak laki-laki.1,2
Gangguan autisme terjadi akibat penyebab yang beraneka ragam, tidak ada satupun
spesifik yang menjadi penyebab utama dari autisme. Beberapa penelitian telah menyebutkan
hipotesis adanya faktor orangtua yang secara emosiaonal tidak responsif dan banyak bukti
yang menyokong adanya substrat biologis yang menyebabkan terjadinya autisme. Beberapa
faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya autisme yaitu: 6
1) Faktor Psikososial dan Keluarga
Anak dengan autisme dapat sangat sensitif terhadap perubahan kecil di dalam
keluarga serta lingkungan sekitarnya, sehingga dapat merspons melalui gejala yang
memburuk pada stressor psikososial. Contohnya adanya perselisihan keluarga, adanya
saudara kandung dan pindanya keluarga.6
2) Faktor Biologis
Sekitar 75% anak dengan autisme memiliki retardasi mental secara khas menunjukkan
adanya defisit yang nyata. Sebnayak 25% anak dengan autisme menunjukkan pembesaran
ventrikel pada pemindaian CT-Scan. Pada pemeriksaan MRI mengungkapkan adanya
hipoplasia lobulus vermis serebeli VI dan VII, serta studi MRI mengungkapkan adanya
kelainan korteks terutama polimikrogiria pada beberapa anak autisme yang mencermikan
adanya migrasi abnormal pada usia 6 bulan gestasi. Studi autopsi menemukan penurunan sel
purkinje dan peningkatan metabolisme korteks difus selama pemindaian PET. 6
Peningkan anak autisme dengan congenital rubella, herpes simplex, encephalitis dan
cytomegalovirus infection merupakan faktor infeksi virus yang mungkin dialami ibu saat
kehamilan.2
4
3) Faktor Genetik
Beberapa survei melaporkan 2-4% saudara kandung anak autisme juga mengalami
gangguan autisme. Anggota keluarga non- autisme juga mempunyai gangguan pelafalan
bahasa atau kognitif yang lebih tinggi angka kejadiannya. Sindrom X rapuh banyak terjadi
pada anak autisme yaitu patahnya bagian kromosom X. Sklerosis tuberosa dapat ditemukan
pada anak autisme yang merupakan gangguan genetik ditandai adanya tumor jinak dengan
penurunan autosom dominan. Beberapa kromosom juga mengandung gen yang terlibat di
dalam autisme yaitu kromosom 2 dan 7 serta kromosom 16 dan 17. 6
4) Faktor Imunologis
Ketidakcocokan imunologis selama masa kehamilan sehingga limfosit beberapa anak
autisme bereaksi dengan antibodi maternal yang akan meningkatkan rusaknya jaringan saraf
embrionik atau ekstraembrionik.
5) Faktor Perinatal
Insiden komplikasi perinatal seperti perdarahn ibu setelah trimester pertama dan
mekonium di dalam cairan amnion dilapokan sering pada riwayat anak autisme.
6) Faktor Neuroanatomis
Studi MRI menunjukkan volume total otak meningkat pada anak autisme dibandikan
populasi umum. Peningkatan dapat terjadi dikarenakan mekanisme yang berbeda:
meningkatnya neurogenesis, menurunnya kematian neuron, dan meningkatnya produksi
jaringan otak nonneuronal seperti sel glia atau pembuluh darah. Lobus temporalis diyakini
merupakan area otak yang penting dalam terjadinya autisme didasari sindrom autisme mirip
dengan orang dengan kerusakan lobus temporalis. 6
7) Faktor Biokimia
Meningkatnya asam homovanilat (metabolit dopamin utama) di dalam cairan
serebrospinal menyebakan mrningkatnya stereotipe dan penarikan diri pada anak autisme.
Asam 5-hidroksi indolasetat CF (CSF 5-HIAA) berbanding terbalik dengan serotonin darah;
kadar yang meningkat pada sepertiga anak autisme. 2,6
5
2.5 Kriteria diagnostik
Berdasarkan DSM V kriteria diagnostik dari ASD adalah :
A Defisit yang persisten dalam komunikasi sosial interaksi sosial dalam berbagai
konteks, dimanifestasikan sebagai berikut, baik saat ini atau riwayat sebelumnya :
1. Defisit dalam memulai, hubungan timbal balik dalam emosi sosial seperti
pendekatan sosial yang tidak normal dan kegagalan percakapan bolak-balik yang
normal, mengurangi berbagi minat, emosi, atau pengaruh, kegagalan untuk
memulai atau menanggapi interaksi sosial.
2. Defisit dalam perilaku komunikatif nonverbal digunakan untuk memulai,
interaksi sosial seperti komunikasi verbal dan nonverbal yang kurang terintegrasi,
abnormal dari kontak mata dan bahasa tubuh atau defisit dalam memahami dan
menggunakan bahasa tubuh, kurangnya ekspresi wajah dan komunikasi
nonverbal.
3. Defisit dalam mengembangkan, memelihara, dan memahami hubungan, seperti
kesulitan menyesuaikan perilaku agar sesuai dengan berbagai konteks sosial,
kesulitan dalam berbagi permainan imajinatif atau dalam berteman, tidak adanya
minat pada teman sebaya.
B Pola perilaku, minat, atau kegiatan yang berulang dan terbatas, sebagaimana
diwujudkan oleh setidaknya dua dari yang berikut ini :
1. Gerakan motorik stereotip atau berulang, penggunaan benda, atau ucapan (mis.,
Stereotip motorik sederhana, antrean mainan atau membalikkan benda, echolalia,
frasa istimewa).
2. Desakan pada kesamaan, kepatuhan yang tidak fleksibel terhadap rutinitas, atau
pola ritual atau perilaku verbal-nonverbal (mis., Tekanan ekstrem pada perubahan
kecil, kesulitan dengan transisi, pola berpikir kaku, ritual ucapan, perlu
menempuh rute yang sama atau makan makanan setiap hari).
3. Minat yang sangat terbatas, terpaku pada intensitas atau fokus yang tidak normal
(mis., Keterikatan yang kuat atau keasyikan dengan objek yang tidak biasa, minat
yang terlalu terbatas atau minat yang gigih).
4. Hiper atau hiporeaktif terhadap input sensorik atau minat yang tidak biasa dalam
aspek sensorik lingkungan (mis., Ketidakpedulian terhadap suhu / rasa sakit,
6
respons negatif terhadap suara atau tekstur tertentu, berbau atau menyentuh objek,
daya tarik visual dengan cahaya atau gerakan).
C Gejala harus ada pada periode perkembangan awal (tetapi mungkin tidak bermanifes
sepenuhnya sampai tuntutan sosial melebihi kapasitas atau dapat tertutupi oleh strategi
yang dipelajari di kemudian hari).
D Gejala menyebabkan gangguan signifikan secara klinis di bidang sosial, pekerjaan,
atau area penting lainnya yang berfungsi saat ini.
E Gangguan ini tidak baik dijelaskan jika ada kecacatan intelektual (gangguan
perkembangan intelektual) atau keterlambatan perkembangan global. Kecacatan
intelektual dan gangguan spektrum autisme sering terjadi bersamaan; untuk membuat
diagnosis komorbiditas gangguan spektrum autisme dan kecacatan intelektual,
komunikasi sosial harus di bawah yang diharapkan untuk tingkat perkembangan
umum.
Tetapkan jika:
Dengan atau tanpa gangguan intelektual
Dengan atau tanpa gangguan bahasa yang menyertainya
(Catatan pengodean: Gunakan kode tambahan untuk mengidentifikasi kondisi medis atau
genetik yang terkait.)
Terkait dengan gangguan perkembangan saraf, mental, atau perilaku lainnya
(Catatan pengkodean: Gunakan kode tambahan untuk mengidentifikasi gangguan
perkembangan saraf, mental, atau perilaku yang terkait.)
Dengan katatonia
Terkait dengan kondisi medis atau genetik yang diketahui atau faktor lingkungan.
7
Tingkat keparahan dari ASD sebagai berikut :
Pada PPDGJ III untuk kriteria diagnosis masih menganut pada ICDX ataupun DSM
IV, dimana autism digolongkan kedalam gangguan perkembangan pervasive (PDD).
Kelompok gangguan ini ditandai adanya abnormalitas kualitatif dalam interaksi sosial dan
pola komunikasi disertai minat dan gerakkan yang terbatas, steriotipik berulang. Pervasif
berarti bahwa gangguan tersebut sangat berat dan luas yang mempengaruhi fungsi individu
secara mendalam dalam segala situasi. Pada kebanyakan kasus, terdapat riwayat
perkembangan abnormal sejak masa bayi dan biasanya telah muncul dalam 5 tahun pertama.
Beberapa gangguan yang tergolong kedalam PDD adalah sebagai berikut : 2
1 Gangguan Autistik
Gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas dan berulang
(steriotipik), yang muncul sebelum usia 3 tahun. Gangguan ini dijumpai 3-4 kali lebih banyak
pada anak laki-laki dari pada anak perempuan.2
2 Autisme Tak Khas
Dibedakan dari autism dalam usia timbulnya gejala (biasanya timbul setelah berusia
diatas 3 tahun) atau dari tidak terpenuhinya ketiga kriteria diagnostic autisme. Autisme tidak
khas serin muncul pada individu dengan retardasi mental berat; juga tampak pada individu
dengan gangguan perkembangan yang khas dari bahasa reseptif yang berat.2
8
3 Sindrom Rett
Suatu kelainan progresif yang sejauh ini hanya dilaporkan terjadi pada anak
perempuan. Onset terjadinya gangguan ini pada usia 7-24 bulan, sebelumnya terlihat
perkembangan yang normal, lalu terjadi kemunduran berupa hilangnya kemampuan gerakan
tangan yang bertujuan dan keterampilan motorik yang telah terlatih. Disertai kehilangan atau
hambatan seluruh atau sebagian kemampuan berbahasa, gerakan seperti mencuci tangan yang
steriotipik, dengan fleksi lengan didepan dada atau dagu, membasahi tangan secara steriotipik
dengan saliva, hambatan dalam fungsi mengunyah makanan. 2
9
2.7 Terapi
10
bulan untuk evaluasi apakah pengobatan masih diperlukan. Obat-obatan yang
digunakan : antipsikotik, SSRI, methylphenidate, naltrexone, clomipramine untuk
antidepresan, clonidine untuk menurukan aktivitas noradrenergik. 2
a. Antipsikotik
Risperidone dapat efektif untuk anak autisme dengan tantrum, agresivitas, dan
perilaku membahayakn diri sendiri, iritabel, stereotipik, hiperaktif, dan gangguan
komunikasi. Olanzapine dan aripiprazole dapat diberikan untuk perbaikan dalam
iritabilitas, hiperaktivitas, bicara yang berlebihan, dan komunikasi dengan efek
samping kenaikan berat badan dan mengantuk. 2
b. SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Temasuk fluoxetine, sentralin, fluvoxamine sangat efetif untuk depresi, cemas,
dan obsesif, perilaku stereotipik, juga peningkatan perilaku secara umum menjadi
lebih terkendali, hiperaktif, labilitas mood, proses belajar, bahasa dan sosialisasi. 2
c. Methylphenidate
Pada anak autisme dengan hiperaktivitas dan inatensi sering diberikan obat ini.
Pada penelitian di Network didapatkan hasil 50% anak autisme memberikan
respon yang baik terhadapat methylphenidate. 2
2.8 Nutrisi pada Pasien Autisme
11
hiperaktif dan impulsif akibat berkurangnya kadar serotonine, dopamine, norepinefrin dan
asetilkolin yang mengendalikan perilaku, konsentrasi dan suasana hati. Selama penelitian
sering terjadi trial and error dalam menentukan nutrisi optimal dan kadar dosis yang tepat
untuk setiap anak karena tingkat sensitivitas dan toleransi antar individu berbeda satu dengan
lainnya. Karena itu dianjurkan pemberian dimulai dengan dosis rendah yang ditingkatkan
secara perlahan. Perbaikan atau penurunan gejala biasanya dapat dilihat dalam waktu antara
1-3 minggu.3
Beberapa jenis diet yang dapat diberikan untuk anak autisme diantaranya:
a) Diet bebas ikan
Pemberian ikan, terutama ikan laut lebih baik dihindari karena kandungan logam
beratnya yang tinggi akibat pencemaran lingkungan. 7
b) Diet bebas gula
Membatasi asupan gula baik gula murni maupun gula buatan. 7
Tabel 1. Diet Bebas Gula
Jenis Gula Gula yang tidak diberikan Gula pengganti
Gula Murni Gula pasir, sirup, minuman Jus buah alami tanpa gula, gula
yang berkarbonasi dan jus palem namun dengan jumlah yang
buah dalam kemasan sedikit dan hanya untuk dicampur
ke dalam pembuatan kue, gula
buah (fruktosa) namun tidak
dalam frekuensi sering
Gula Buatan Gula dari saccharine, Gula jagung (gula sorbitol)
aspertame seperti Tropicana
slim
12
d) Diet bebas GFCF (Gluten free – Casein free)
Jenis diet ini merupakan diet dengan menghindarkan semua produk yang mengandung
gluten dan casein. Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam
gandum/terigu, havermuth/oat, dan barley. Sedangkan Casein adalah protein susu.
Menurut Freidman (2000), penderita autis tidak dapat mencerna gluten dan casein karena
tidak mempunyai enzim utama DPP-IV (dipeptidylpeptidase IV) untuk mencerna protein
tersebut akibat faktor genetik atau enzim tersebut tidak aktif.7
Gluten dan kasein dapat mempengaruhi neurotransmitter di susunan saraf pusat.
Defisiensi enzim sulfotransfase mengakibatkan terabsobsinya gluten dan kasein dari usus
sehingga dapat melewati sawar darah. Gluten dan kasein yang beredar dalam sikulasi
darah dapat menduduki resptor opiod, menyebabkan serabut saraf pusat yang mengatur
fungsi persepsi, kognitif, emosi dan tingkah laku dapat terganggu. 8 Hal ini menyebabkan
penderita seperti tidak sadar (spaced out), hiperaktif atau kecenderungan tidak peduli
7
terhadap orang lain dan kelihatan seperti hidup di dunianya sendiri.
Tabel 2. Diet bebas Gluten dan Casein
Diet Makanan yang tidak Makanan pengganti
diberikan
Bebas Gluten Biskuit, mie, roti, kue, Makanan yang mengandung
kudapan dan segala jenis tepung beras, tepung tapioka,
makanan lain yang singkong, ubi talas, jagung,
mengandung tepung terigu beras, bihun
dan beras ketan
Bebas Casein Makanan atau minuman yang Susu kedelai, daging, dan ikan
mengandung susu sapi : keju, segar (tidak diawetkan), unggas,
butter, permen susu, es krim, telur, udang, kerang, cumi, tahu,
yoghurt kacang hijau, kacang merah,
kacang tolo, kacang mede,
kacang kapri
13
Tabel 3. Diet bebas zat aditif
Zat aditif Makanan yang dihindari Makanan pengganti
Pengawet Makanan olahan : sosis, Gunakan makanan yang
(preservatives) kornet, nugget, bakso dimasak secara alami.
Pewarna (colouring) olahan dan makanan Gunakan bahan alami
14
kemampuan kognitif, mendukung proses detoksifikasi, serta mendukung sistem
pencernaan. Vitamin B6 diberikan dengan dosis 300-500 mg per hari diberikan
bersamaan dengan 200 mg magnesium.9
b. Zinc
Penambahan zinc berhubungan dengan peningkatan pertumbuhan dan mengurangi
jangka waktu dan tingkat diare. Dosis yang umum diberikan adalah 25-50 mg (2-3
mg/kgBB), namun pada anak autisme dengan kadar copper/tembaga yang tinggi maka
dosis zinc dapat ditingkatkan karena berfungsi untuk proses metallothioneine yang
diperlukan untuk melawan radikal bebas dan mengeluarkan racun logam berat dari
tubuh.7
c. Kalsium
Anak-anak yang kekurangan kalsium cenderung menunjukkan sifat mudah
tersinggung, mengalami gangguan tidur, amarah dan tidak mampu memberikan perhatian
pada sesuatu. Dosis kalsium yang diberikan pada anak autisme, terutama yang menjalani
diet GFCF, adalah sebanyak 80 – 200 mg per hari. 7
d. Selenium
Selenium adalah mineral dengan sifat antioksidan yang bekerja sama dengan vitamin
E untuk mencegah radikal bebas yang dapat merusak membran sel. Kekurangan selenium
menyebabkan penurunan fungsi imun dan berakibat meningkatnya kerentanan pada
infeksi karena penurunan kadar sel darah putih. Total pemberian selenium berkisar 100-
200 mcg/hari. Pemberiannya harus lebih hati0hati karena kelebihan dosis dapat berefek
toksik terhadap tubuh. 7
e. Vitamin A
Vitamin A berperan sebagai antioksidan dan meningkatkan imun. Vitamin A dalam
bentuk alami dapat ditemukan pada cod liver oil (5000 IU/hari) sehingga dapat
meningkatkan fungsi penglihatan, persepsi sensorik, pengolahan bahasa dan perhatian. 7
f. Vitamin C dan E
Vitamin C bekerja secara sinergis dengan vitamin E sehingga keduanya harus
diberikan secara bersamaan. Vitamin E merupakan antioksidan utama yang sangat
penting, berfungsi untuk menjaga membran sel dari kerusakan oksidatif, dapat
memperbaiki metabolisme dan penerimaan vitamin D serta kalsium, meningkatkan
15
sirkulasi dan memperbaiki jaringan tubuh. Anjuran pemberian vitamin C adalah hingga
1000 mg/hari atau lebih dan vitamin E 200-600 IU/hari. 7
g. Asam Lemak Essensial
Asam lemak Omega-3 sangat vital untuk perkembangan normal otak dan
pemeliharaan neurotransmitter yang diperlukan untuk mempengaruhi perilaku dan cara
belajar serta dapat meningkatkan perhatian. Asam lemak omega-3 esensial juga
membantu meningkatkan respon imun, melawan inflamasi di sistem pencernaan. Dosis
yang dianjurkan untuk EPA (Eicosapentaenoic Acid) 500 – 1000 mg/hari, DHA
(Docosahexaenoid Acid) 250 – 500 mg/hari dan GLA (Gamma Linolenic Acid) 50-100
mg/hari.3
h. Asam Amino
Fungsi asam amino adalah untuk membangun struktur protein otot, membuat enzim
yang mengontrol setiap reaksi kimia dalam tubuh, membuat variasi neurotransmitter otak
dan hormon-hormon, berperan dalam detoksifikasi dan proteksi anti oksidan.
Kekurangan asam amino dapat menyebabkan efek yang merugikan seperti gangguan
belajar dan perilaku. Pada anak autisme dibutuhkan 700 mg suplemen asam amino setiap
harinya.3
Tahapan diet dapat dilakukan pada pasien ASD adalah dengan mengikuti protokol
Sunderland. Protokol ini membagi diet dalam 3 tahap antara lain:10
1. Tahap gencatan senjata (cease fire)
• Membuang kasein dari makanan dalam 3 minggu.
• Membuang gluten dari makanan dalam 3 bulan.
2. Tahap perundingan awal (preliminary agreement)
• Membuat catatan harian makanan yang dimakan (food diary)
• Melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar mineral, vitamin
dalam tubuh. Apabila ada kerkurangan dapat diatasi dengan suplementasi.
• Pemeriksaan mikro organisme dalam usus seperti jamur, parasit, dan bakteri
3. Membangun kembali secara aktif (active reconstruction)
• Koreksi kekurangan
• Pemberian L-glutamin dan suplementasi enzim10
16
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Benjamin J., Sadock MD, Virginia A. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry :
Child Psychiatry. 11th Edition. US : Wolters Kluwer, 2015 : 1152-1160
2. Elvira, SD., Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri : Autisme masa kanak. Jakarta :
FKUI, 2014 : 456-482
3. Zahra, Z., & Warsiki, E. 2017. Aspek Biomedik Pada Autisme Fokus Pada Diet Dan
Nutrisi. Jurnal Unair. Diunduh tanggal 10 Januari 2020.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-psikiatri865825985b2full.pdf
4. WHO. Meeting Report : Autism spectrum disorder and other developmental disorder.
Geneva : WHO Departement of Mental Health and Substance Abuse, 2013: 6-7
5. CDC. Prevalence of Autism Spectrum Disorder Among Children Aged 8 Years
Autism and Developmental Disabilities Monitoring Network, 11 Sites, United States,
2014. US : CDC, 2018 : 67(6);1-23
6. Kaplan HI, Sadock BJ, dan Grebb JA. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi Kedua. ECG.
Jakarta: 2010. 588-96
7. Irawan R. 2019. Gangguan Metabolik Otak dan Terapi Nutrisi pada Anak Autisme.
Airlangga University Press.
8. Puspitha FC, Berawi KN. 2016. Terapi Diet Bebas Gluten dan Bebas Kasein Pada
ASD. Majority: 5 (1); 38-42
9. Herminiati A. 2009. Diet Makanan untuk Penyandang Autis. Jurnal Pangan Edisi 54.
Hal 90-95.
10. Ginting SA, Ariani A, dan Sembiring T. 2004. Terapi diet pada Autisme. Sari Pediatri.
6(1); 47-51
18