Anda di halaman 1dari 3

Lupus Eritimatosus Sistemik

A. Defenisi

Lupus adalah penyakit dimana sistem imun, yang normalnya memerangi infeksi, mulai menyerang
sel sehat dalam tubuh. Fenomena ini disebut autoimun dan apa yang diserang oleh sistem imun disebut
autoantigen (Laura K. DeLong, MD 2012)

Penyakit Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit sistemik evolutif yang mengenai
satu atau beberapa organ tubuh, seperti ginjal, kulit, sel darah dan sistem saraf, ditandai oleh inflamasi
luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselingi oleh periode remisi, dan
karakteristik adanya autoantibodi, khusus nya antibodi antinuklear dan aktivasi komplemen.1-2 (Evalina,
2012)

Insidens LES pada anak secara umum mengalami peningkatan, sekitar 15-17%. Penyakit ini jarang
terjadi pada usia di bawah 5 tahun, perempuan lebih sering terkena dibandingkan laki-laki dan rasio
tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia. Onset LES paling sering didapatkan pada
anak perempuan usia antara 9 sampai 15 tahun. Rasio perempuan dan laki-laki adalah 2:1 sebelum
pubertas dan setelah pubertas menjadi 9:1. Insidens LES tidak diketahui secara pasti tapi bervariasi
tergantung etnis dan lokasi. Prevalens LES antara 2,9-400/100.000. (Evalina, 2012)

B. Etiologi

Etiologi penyakit LES merupakan interaksi antara faktor genetik, faktor yang didapat dan faktor
lingkungan yang berakibat terjadinya gangguan imunitas yang ditandai oleh persistensi limfosit B dan T
yang bersifat autoreaktif. Autoantibodi akan berikatan dengan autoantigen membentuk kompleks imun
yang mengendap berupa depot dalam jaringan. Akibatnya akan terjadi aktivasi komplemen sehingga
terjadi reaksi inflamasi yang menimbulkan lesi di tempat tersebut.(Evalina, 2012)

Sistem kekebalan tubuh berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada
lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana
antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan
jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun. Penyebab dari lupus secara pasti tidak diketahui
tetapi diduga melibaykan faktor lingkungan dan faktor keturunan.

Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu munculnya lupus :

 Infeksi
 Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)
 sinar ultraviolet
 stress yang berlebihan
 obat - obatan tertentu
 hormon
Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen penyebabnya tidak diketahui.
Penemuan terakhir menyebutkan tenteng gen dari kromosom I. Prognosa 10 % dari penderita yang
memiliki kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus.
Prognosa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini
C. Manifestasi Klinis

Ruam malar merupakan manifestasi kulit yang paling sering dan paling mudah dilihat, merupakan
gejala umum selama proses aktif penyakit. Manifestasi malar rash pada penelitian oleh Ghaffarpas
adalah 60,48%. Ruam klasik (butterfly rash) terjadi pada sepertiga sampai setengah pada kasus anak saat
onset penyakit namun bukan gejala yang patognomonik. Ruam ini biasanya simetrik di kedua malar,
jembatan hidung, dahi namun tidak sampai lipatan nasolabial. Lesi diskoid jarang terjadi pada anak,
biasanya terjadi di kepala atau ekstremitas dengan distribusi yang asimetris. Lesi ini predominan pada
perjalanan penyakit lupus kronik .(Evalina, 2012)

Artralgia dan artritis terjadi pada sebagian besar anak dengan LES. Artralgia didapatkan pada semua
anak, sedangkan artritis terjadi pada lima anak.Poliserositis dapat meliputi pleuritis dengan efusi,
peritonitis dan perikarditis. Penyakit LES dapat mengenai perikardium, miokardium, endokardium serta
arteri dan vena koroner. Valvulitis, gangguan hantaran dan hipertensi sering terjadi pada pasien LES.
Manifestasi kardiologi yang paling sering dijumpai adalah efusi perikardium. (Evalina, 2012)

Kelainan ginjal ditemukan pada 60%-80% anak dengan LES. Urinalisis yang abnormal adalah indikasi
untuk adanya gangguan pada ginjal. Proteinuria adalah temuan abnormal yang paling sering dan
merupakan kriteria yang penting untuk menegakkan diagnosis lupus nefritis. Lupus nefritis merupakan
penentu utama dalam prognosis jangka panjang. Nefritis lebih sering terjadi pada anak dibandingkan
dewasa. Lupus nefritis biasanya asimtomatik, meskipun pada beberapa anak terdapat hematuria
makroskopik atau edema yang berkaitan dengan sindroma nefrotik.Hampir dua pertiga anak dan remaja
yang terdiagnosis LES berkembang menjadi penyakit ginjal. (Evalina, 2012)

Rambut rontok sering juga dikeluhkan pada saat pertama kali datang. Rambut rontok bisa
disebabkan oleh penyakitnya sendiri yaitu sistem imun yang merusak folikel rambut atau oleh karena
pengobatan LES. Mukosa oral merupakan tempat tersering terjadinya ulserasi pada anak dengan LES.
Lesi klasik biasanya tidak nyeri, dalam, berupa ulkus kasar, dan disertai eritema pada palatum durum.
(Evalina, 2012)

Artalgia dan artritis terjadi pada sebagian besar anak dengan LES, Semua sendi besar dan kecil bias
terlibat, sendi kecil yang terlibat biasanya sendi kecil ditangan, pergelangan tangan, siku, bahu, lutut dan
pergelangan kaki. Manifestasi utama pada sendi adalah berupa kekakuan, nyeri dan inflamasi. (Evalina,
2012)

faktor pencetus gejala lupus terdiri dari sinar UV (dari matahari dan/atau bola lampu fluorosens),
obat-obatan (golongan antibiotika: Tetrasiklin, Penicillin, anti-fungal, golongan sulfa; dan golongan non-
antibiotika: anti-convulsan, antihipertensi, pil kontrasepsi), infeksi, demam, trauma/kecelakaan, stres
emosional (perceraian, kematian anggota keluarga, kondisi sakit, atau masalah kehidupan lainnya), dan
stres fisik (kelelahan, pembedahan, kekerasan, kehamilan, persalinan) (Lupus Foundation of America
2012; Nadhiroh 2007; Stichweh & Pascual 2005).

Berdasarkan standard Perhimpunan Rheumatologi Indonesia (PRI, 2011), masuk kategori lupus
ringan dengan indikator: mengalami arthritis dan/atau ruam kulit, secara klinis tenang, tidak terdapat
gejala lupus yang mengancam nyawa, fungsi organ normal/stabil. Arthritis teridentifikasi sebagai gejala
lupus mayoritas (61,1%), hal ini sesuai dengan pendapat Dias & Isenberg (2014) bahwa pada gejala lupus
ringan, persendian adalah organ utama yang terkena dampak penyakit lupus. Kelelahan fisik juga
teridentifikasi sebagai faktor pencetus gejala lupus mayoritas (66,7%), hal ini sesuai dengan pendapat
Gordon (2013) bahwa kelelahan fisik adalah pencetus gejala lupus yang paling umum dimana kelelahan
ini tidak selalu hilang dengan istirahat dan dapat berlangsung lama.

D. Komplikasi
Ada beberapa kemungkinan komplikasi yang akan muncul yakni (Buss & Jaime, 2013) :
a. Infeksi Yang terjadi bersamaan
b. Osteonekrosis pinggul akibat konsumsi steroid jangka panjang
c. Gagal ginjal
d. Infeksi saluran kemih

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yag dilakukan terhadap pasien LES meliputi :
a. ANA (anti nuclear antibody). Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi namun spesifitas yang
rendah
b. Anti dsDNA (double stranded). Tes ini sangat spesifik untuk LES biasanya titernya akan meningkat
sebelum LES kambuh
c. Antibodi anti- S (Smith). Antibodispesifik terdapat pada 20-30% pasien
d. Anti-RNP (ribonukleoprotein), anti-ro/anti-SS-A, Anti-La(antikoagulan lupus) /anti-SSB, dan
antibodi antikardiolipin. Titernya tidak terkait dengan kambuhnya LES
e. Komplemen C3,C4, DAN CH50 ( Komplemen hemolitik)
f. Tes sel LE, kurang spesifik dan juga positif padaartritis rheumatoid, sindrom sjogren,
skleroderma, obat dan bahan kimia lain
g. Anti ssDNA (Singel stranded)
h. Pasien dengan anti ssDNA positif cendrung menderita nefritis

F. Penatalaksanaan Medis
a. NSAID (ibuprofen) untuk mengontrol gejala- gejala artritis
b. Antimalaria (hidroksiklorokuin sufat) untuk mengobati gejala – gejala yang tidak memberikan
respon terhadap NSAID
c. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala – gejala sistemikpada eksaserbasi akut,
generalisata atau penyakit serius yang berkaitan dengan sistem organ vital (pleuritis, perikarditis,
nefritis lupus, vaskulitis, gangguan neurologik)
d. Steroid dosisi tinggi dan terapi sitotoksik (siklofosfamid) untuk mengobati glomerulonefritis
proliferatif difus
e. Antihiperrtensi dan perubahan diet untuk meminimalkan efek terkenanya ginjal
G. Pencegahan
a. Mengurangi kontak dengan sinar matahari
b. Menerapkan hidup sehat dan menghindarkan diri dari stress
c. Tidak merokok
d. Berolahraga secara teratur
e. Melakukan diet nutrisi

Anda mungkin juga menyukai