Anda di halaman 1dari 7

Nama : Fianka Janevianty

NIM : 040112818123147
Kelas : Gamma 2018

Learning Issue 1 (Syok Hipoglikemia)


Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah dibawah normal
(<70mg/dl) (ADA, 2016). Hipoglikemia adalah efek samping yang paling sering terjadi
akibat terapi penurunan glukosa darah pada pasien DM dan pengontrolan glukosa darah
secara intensif selalu meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia berat (Gruden et al.,
2012). Sebagai penyulit akut pada DM tipe 2, hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan Insulin dan Sulfonilurea (PERKENI, 2011).
Hal ini dapat terjadi setelah menggunakan insulin atau obat anti diabetik lainnya, tidak
cukup makan atau waktu jeda antar makan yang lama (biasanya pada tengah malam), latihan
fisik tanpa asupan makanan yang cukup sebelumnya, atau tidak cukup konsumsi karbohidrat
(ADA,2012) dimana gejala yang di timbulkannya dapat berupa gejala otonom seperti
berkeringat, gemetar, palpitasi, dll, dan/atau gejala dari disfungsi neurologi seperti kejang,
lethargi, hingga koma (Self et al., 2013).
Usia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian hipoglikemia. Hipoglikemia
ini disebabkan oleh berkurangnya fungsi ginjal dan aktivitas enzim hati yang berkaitan
dengan metabolisme sulfonilurea dan insulin yang dipengaruhi oleh usia (Seaquist et al.,
2013). Hipoglikemia terbagi atas ringan, sedang, hingga berat dan dapat terjadi pada malam
hari (hipoglikemia nokturnal).

Tabel 1. Klasifikasi dan manifestasi klinis dari hipoglikemia menurut Soemadji (2006)
dan Rush & Louies (2004)

Hipoglikemia merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan dapat mengancam jiwa
penderita karena glukosa darah adalah sumber energi satusatunya pada otak, sehingga jika
mengalami penurunan kadar dari normal dapat mempengaruhi dan mengganggu fungsi otak
tersebut secara langsung (Goldman & Shcafer, 2012).
1. Gejala
Gejala dan tanda dari hipoglikemia merupakan akibat dari aktivasi sistem saraf
otonom dan neuroglikopenia. Pada pasien dengan usia lajut dan pasien yang mengalami
hipoglikemia berulang, respon sistem saraf otonom dapat berkurang sehingga pasien yang
mengalami hipoglikemia tidak menyadari kalau kadar gula darahnya rendah
(hypoglycemia unawareness). Kejadian ini dapat memperberat akibat dari hipoglikemia
karena penderita terlambat untuk mengkonsumsi glukosa untuk meningkatkan kadar gula
darahnya.

Tabel 2. Gejala dan tanda yang muncul pada keadaan hipoglikemia

Tanda dan gejala hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) antara lain:


1) Adrenergik seperti: pucat, keringat dingin, takikardi, gemetar, lapar, cemas,
gelisah, sakit kepala, mengantuk.
2) Neuroglikopenia seperti bingung, bicara tidak jelas, perubahan sikap perilaku,
lemah, disorientasi, penurunan kesadaran, kejang, penurunan terhadap stimulus bahaya.

2. Patofisiologi
Dalam diabetes, hipoglikemia terjadi akibat kelebihan insulin relative ataupun
absolute dan juga gangguan pertahanan fisiologis yaitu penurunan plasma glukosa.
Mekanisme pertahanan fisiologis dapat menjaga keseimbangan kadar glukosa darah, baik
pada penderita diabetes tipe I ataupun pada penderita diabetes tipe II. Glukosa sendiri
merupakan bahan bakar metabolisme yang harus ada untuk otak. Efek hipoglikemia
terutama berkaitan dengan sistem saraf pusat, sistem pencernaan dan sistem peredaran
darah (Kedia, 2011).
Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Selain itu otak
tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya menyimpan cadangan glukosa (dalam bentuk
glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, fungsi otak yang normal
sangat tergantung pada konsentrasi asupan glukosa dan sirkulasi. Gangguan pasokan
glukosa dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat sehingga terjadi penurunan
suplai glukosa ke otak. Karena terjadi penurunan suplai glukosa ke otak dapat
menyebabkan terjadinya penurunan suplai oksigen ke otak sehingga akan menyebabkan
pusing, bingung, lemah (Kedia, 2011).
Konsentrasi glukosa darah normal, sekitar 70-110 mg/dL. Penurunan kosentrasi
glukosa darah akan memicu respon tubuh, yaitu penurunan kosentrasi insulin secara
fisiologis seiring dengan turunnya kosentrasi glukosa darah, peningkatan kosentrasi
glucagon dan epineprin sebagai respon neuroendokrin pada kosentrasi glukosa darah di
bawah batas normal, dan timbulnya gejala gejala neurologic (autonom) dan penurunan
kesadaran pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal (Setyohadi, 2012).
Penurunan kesadaran akan mengakibatkan depresan pusat pernapasan sehingga akan
mengakibatkan pola nafas tidak efektif (Carpenito, 2007).
Batas kosentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan system hormonal, persyarafan
dan pengaturan produksi glukosa endogen serta penggunaan glukosa oleh organ perifer.
Insulin memegang peranan utama dalam pengaturan kosentrasi glukosa darah. Apabila
konsentrasi glukosa darah menurun melewati batas bawah konsentrasi normal, hormon-
hormon konstraregulasi akan melepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang diproduksi oleh
sel α pankreas berperan penting sebagai pertahanan utama terhadap hipoglikemia.
Selanjutnya epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan juga berperan meningkatkan
produksi dan mengurangi penggunaan glukosa. Glukagon dan epinefrin merupakan dua
hormon yang disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja dalam
hati. Glukagon mulamula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis,
sehingga terjadi penurunan energi akan menyebabkan ketidakstabilan kadar glukosa
darah (Herdman, 2010). Penurunan kadar glukosa darah juga menyebabkan terjadi
penurunan perfusi jaringan perifer, sehingga epinefrin juga merangsang lipolisis di
jaringan lemak serta proteolisis di otot yang biasanya ditandai dengan berkeringat,
gemetaran, akral dingin, klien pingsan dan lemah (Setyohadi, 2012).
Pelepasan epinefrin, yang cenderung menyebabkan rasa lapar karena rendahnya kadar
glukosa darah akan menyebabkan suplai glukosa ke jaringan menurun sehingga masalah
keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat muncul (Carpenito, 2007).

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hipoglikemia


1) Usia
Menurut Studenski dalam buku ajar Harrison’s Princle of Internal Medicine
18th Ed dikemukankan bahwa hipoglikemia pada penderita diabetes usia lanjut
lebih sulit diidentifikasi karena simptom autonomik dan neurogenik terjadi pada
kadar gula darah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan penderita diabetes
pada usia yang lebih muda. Penderita diabetes usia lanjut memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk mengalami hipoglikemia daripada penderita diabetes usia lanjut
yang sehat dan memiliki fungsi yang baik.
2) Kelebihan (ekses) insulin
- Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi.
- Konsumsi glukosa yang berkurang.
- Produksi glukosa endogen berkurang, misal setelah konsumsi alkohol.
- Peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh, misal setelah berolahraga.
- Peningkatan sensitivitas terhadap insulin.
- Penurunan ekskresi insulin, misal pada gagal ginjal.
3) Ekses insulin disertai mekanisme kontra regulasi glukosa yang terganggu
- Defisiensi insulin pankreas
- Riwayat hipoglikemia berat, ketidaksadaran hipoglikemia (hypoglycemia
unawareness), atau keduanya.
- Terapi penurunan kadar gula darah yang agresif, ditandai dengan kadar HbA1c
yang rendah, target kadar gula darah yang rendah, atau keduanya.
4) Frekuensi Hipoglikemia
Pasien yang sering mengalami hipoglikemia akan mentoleransi kadar gula
darah yang rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada kadar gula darah
yang lebih rendah daripada orang normal.
5) Obat hipoglikemik oral yang berisiko menyebabkan hipoglikemia
Obat – obat tersebut antara lain dipeptydil peptidase-4 inhibitor, glucagon-like
peptide-1, golongan glinide, golongan sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride.
Sulfonylurea bekerja dengan memacu pelepasan insulin dari sel beta pankreas
dengan cara berikatan dengan reseptor sulfonylurea pada sel beta pankreas yang
menyebabkan inhibisi efluks ion kalium dan menyebabkan depolarisasi dan
pelepasan insulin. Pemakaian sulfonylurea jangka panjang pada pasien DM tipe 2
dapat menurunkan kadar serum glukagon yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya hipoglikemia. Mekanisme inhibisi glukagon ini terjadi karena stimulasi
pelepasan insulin dan somatostatin menghambat sekresi sel alfa pankreas.
Obat golongan sulfonylurea yang saat ini cukup banyak digunakan merupakan
sulfonylurea generasi ke-2 yaitu glibenclamide dan glimepiride. Glimepiride
digunakan dengan dosis sekali sehari, sebagai terapi tunggal ataupun sebagai
kombinasi dengan terapi insulin. Glimepiride mencapai pengendalian gula darah
pada dosis yang paling rendah bila dibandingkan dengan sulfonylurea yang lain.
Dosis tunggal 1 mg tiap hari dapat menunjukkan kerja yang efektif dan dapat
digunakan dosis hingga 8 mg per hari. Glimepiride memiliki waktu paruh selama
5 jam sehingga dapat diberikan dalam dosis tunggal sekali sehari. Glimepiride
dimetabolisme di hepar menjadi bentuk yang inaktif.
6) Aktivitas Fisik / Olahraga
Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan penanganan
diabetes. Olahraga dapat memicu penurunan berat badan, meningkatkan
sensitivitas insulin pada jaringan hepar dan perifer, meningkatkan pemakaian
glukosa, dan kesehatan sistem kardiovaskuler.
Namun pada penderita diabetes dengan pengendalian gula darah yang intensif,
olahraga dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia bila tanpa disertai
penyesuaian dosis terapi insulin, dan atau suplementasi karbohidrat. Hipoglikemia
dapat terjadi saat berolah raga, sesaat setelah berolahraga, ataupun beberapa jam
setelah berolahraga. Beberapa studi terakhir menemukan bahwa hipoglikemia
setelah olah raga dipengaruhi oleh kegagalan sistem otonom pada penderita
diabetes.
Pada saat olah raga terjadi penurunan insulin secara fisiologis, sedangkan pada
penderita diabetes yang tergantung pada terapi insulin eksogen, penurunan insulin
fisiologis ini tidak terjadi karena insulin menghambat proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis karena kadar insulin yang relatif tinggi beredar dalam darah.
Pada penderita diabetes juga terjadi kegagalan sekresi epinefrin. Secara
fisiologis, epinefrin berfungsi meningkatkan glikogenolisis dan menghambat
pemakaian glukosa pada saat olahraga.
7) Keterlambatan asupan glukosa
Berkurangnya asupan karbohidrat atau glukosa pada pasien hiperglikemia
karena terlambat makan atau menjalani puasa dengan tidak mengurangi dosis obat
– obatan antidiabetes, dapat terjadi hipoglikemia karena berkurangnya asupan
glukosa dari saluran cerna.
8) Gangguan Ginjal
Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh penurunan
glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya asupan kalori.
Pada gangguan fungsi ginjal dapat terjadi penurunan kebutuhan insulin karena
perubahan pada metabolisme dan ekskresi insulin (insulin clearance). Insulin
eksogen secara normal dimetabolisme oleh ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal,
waktu paruh insulin memanjang karena proses degradasi insulin berlangsung lebih
lambat.
ANALISIS MASALAH

1. a. Mengapa pasien mengalami penurunan kesadaran?


Karena mengalami hipoglikemia berat sehingga fungsi sistem saraf pusat
mengalami gangguan berat: disorientasi, kejang, hingga penurunan kesadaran.
d. Bagaimana patofisiologi penurunan kesadaran pada kasus?
Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Selain itu
otak tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya menyimpan cadangan glukosa
(dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, fungsi
otak yang normal sangat tergantung pada konsentrasi asupan glukosa dan sirkulasi.
Gangguan pasokan glukosa dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat
sehingga terjadi penurunan suplay glukosa ke otak. Karena terjadi penurunan
suplai glukosa ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan suplai oksigen ke
otak sehingga akan menyebabkan pusing, bingung, lemah

2. b. Apa saja faktor yang mempengaruhi munculnya gejala pada kasus?


1) Asupan makanan kurang (tertunda, lupa, atau terlalu sedikit)
2) Aktivitas fisik berlebihan
e. Bagaimana hubungan konsumsi glimepiride terhadap keluhan yang dialami pada
kasus?
Sulfonylurea bekerja dengan memacu pelepasan insulin dari sel beta pankreas
dengan cara berikatan dengan reseptor sulfonylurea pada sel beta pankreas yang
menyebabkan inhibisi efluks ion kalium dan menyebabkan depolarisasi dan
pelepasan insulin. Pemakaian sulfonylurea jangka panjang pada pasien DM tipe 2
dapat menurunkan kadar serum glukagon yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya hipoglikemia.
f. Bagaimana hubungan antara gejala dan penurunan kesadaran pada kasus?
Penurunan kosentrasi glukosa darah akan memicu respon tubuh, yaitu penurunan
kosentrasi insulin secara fisiologis seiring dengan turunnya kosentrasi glukosa
darah, peningkatan kosentrasi glucagon dan epineprin sebagai respon
neuroendokrin pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal, dan
timbulnya gejala gejala neurologic (autonom) dan penurunan kesadaran pada
kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal. Penurunan kesadaran akan
mengakibatkan depresan pusat pernapasan sehingga akan mengakibatkan pola
nafas tidak efektif.

5. f. Bagaimana kompetensi dokter umum dalam menangani kasus?


Hipoglikemia ringan 4A: Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
Hipoglikemia berat 3B. Gawat darurat: Lulusan dokter mampu membuat diagnosis
klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi
menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.

What i know
LI 1: etiologi, gejala, faktor-faktor yang mempengaruhi

What i don’t know


LI 1: -

What i have to prove


LI 1: patofisiologi
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2012. Medical advice for people with diabetes in
emergency situations. American Diabetes Association Journal.
ADA (American Diabetes Association). 2016. Standards of Medical Care in Diabetes 2016.
Diabetes Care. 39;1.
Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta : EGC
Gruden G, Baruta F, Cathurvedi N, 2012. Severe hypoglycemia and cardiovascular disease
incidence in type 1 diabetes the EURODIAB prospective complications study. Diabetes
Care. 35. (7) : 1598- 1604.
Herdman, Heather. 2010. Nanda International Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2009- 2011. Jakarta: EGC
Kedia, Nitil. 2011. Treatment of Severe Diabetic Hypoglycemia With Glucagon: an
Underutilized Therapeutic Approach. Dove Press Journal
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: PERKENI.
Seaquist et al. 2013. Hypoglycemia and diabetes: a report of a workgroup of the American
Diabetes Association and the Endocrine Society. Diabetes Care. 36(5):1384-95
Setyohadi, Bambang. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam

Anda mungkin juga menyukai