Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut
Potter dan Perry (2006) nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi
tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri sangat bersifat subjektif dan sangat
bersifat individual. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
nyeri merupakan kondisi yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seseorang sebagai
akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial, yang bersifat subjektif dan
individual. Rasa nyeri merupakan mekanisme perlindungan. Rasa nyeri timbul bila ada
kerusakan jaringan, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2007).
Menurut Prasetyo (2010), nyeri diklasifikasikan berdasarkan jenis nyeri yaitu:
1. Nyeri Akut Nyeri akut terjadi setelah cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai berat)
dan berlangsung dengan waktu yang singkat. Fungsi nyeri akut adalah untuk memberi
peringatan akan cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut biasanya
menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah area yang rusak pulih kembali.
Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan), biasanya akibat dari trauma,
bedah, atau inflamasi. Contonya seperti sakit kepala, sakit gigi, tertusuk jarum,
terbakar, nyeri otot, nyeri saat melahirkan, nyeri sesudah tindakan pembedahan
(Prasetyo, 2010).
2. Nyeri Kronis Nyeri kronis berlangsung lebih lama dari nyeri akut (lebih dari 6 bulan),
dengan intensitas bervariasi yaitu ringan sampai berat, penderita kanker maligna
biasanya akan merasakan nyeri kronis terus menerus dan berlangsung sampai
kematian. Nyeri kronis dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu nyeri kronis
maligna dan nyeri kronis non maligna.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu memberikan Asuhan Keperawata pada pada pasien
nyeri akut dan nyeri kronis
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami asuhan keperawatan dasar pada pasien dengan nyeri akut dan
nyeri kronis.
b. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan nyeri akut dan
nyeri kronis.
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan nyeri akut dan
nyeri kronis.
d. Mampu melakukan intervensi pada pasien dengan nyeri akut dan nyeri kronis.
e. Mampu melakukan implementasi pada pasien dengan nyeri akut dan nyeri kronis.
f. Mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan nyeri akut dan nyeri kronis.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI

A. Pengertian Nyeri
Menurut Smeltzer & Bare (2008)), nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh
yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapan pun individu
mengatakannya. Asosiasi Internasional untuk Penelitian Nyeri (International
Association for the Study of Pain, IASP) mendefinisikan nyeri sebagai “suatu sensori
subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam
kejadiankejadian dimana terjadi kerusakan.” Nyeri dapat merupakan faktor utama yang
menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit (Potter
& Perry, 2007). Nyeri merupakan keadaan ketika individu mengalami sensasi
ketidaknyamanan dalam merespons suatu rangsangan yang tidak menyenangkan.
(Lydall Juall,2012)

B. Istilah dalam Nyeri


Adapun istilah istilah yang sering ditemukan saat membicarakan tentang nyeri antara
lain :
1. Nosiseptor adalah serabut saraf yang mentransmisikan nyeri.
2. Non-nosiseptor adalah serabut saraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri.
3. Sistem nosiseptif adalah sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi terhadap
nyeri.
4. Ambang nyeri adalah stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan nyeri.
5. Toleransi nyeri adalah intensitas maksimum atau durasi nyeri yang dapat ditahan
oleh individu.

C. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri


1. Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a. Dilatasi saluran bronchial dan peningkatan respiratory rate
b. Peningkatan heart rate
c. Vasokontriksi perifer, peningkatan blood pressure
d. Peningkatan nilai gula darah
e. Peningkatan kekuatan otot
f. Dilatasi pupil
g. Penurunan motilitas GI
2. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a. Muka pucat
b. Otot mengeras
c. Penurunan Heart Rate dan Blood Pressure
d. Nafas cepat dan irregular
e. Nausea dan Vomitus (mual & muntah)
f. Kelelahan dan keletihan

D. Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri


Respon tingkah laku terhadap nyeri dapat mencakup antara lain:
1. Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak napas, mendengkur).
2. Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir)
3. Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan
tangan.
4. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari percakapan, menghindari
kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan
nyeri.

E. Fase Nyeri
Menurut Meinhart dan Mc Caffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1. Fase antisipasi, terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam
fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2. Fase sensasi, terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasa nyeri, karena nyeri itu bersifat subjektif,
maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi terhadap
nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan yang lain. Orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri
dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
akan mudah merasa nyeri dengn stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi
tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang
toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya pencegahan nyeri, sebelum
nyeri datang. Keberadaan enkefalin dan endorphin membantu menjelaskan
bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama.
Kadar endorphin tiap individu, individu dengan endorphin tinggi sedikit merasakan
nyeri dan individu dengan sedikit endorphin merasakan nyeri lebih besar.
3. Fase akibat (aftermath)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien
masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala pasca nyeri. Apabila klien mengalami
frekuensi nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

F. Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit atau jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contoh: Terkena ujung pisau atau
tergunting.
b. Deep somatic/nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh
darah, tendon dan saraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada cutaneus.
Contoh: Sprain sendi.
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen,
cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, ischemia, regangan
jaringan.
2. Berdasarkan Penyebabnya
a. Fisik
Bisa terjadi karena stimulus. Contoh: fraktur femur
b. Psikogenik
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber
dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. Contoh: orang yang marah-
marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya.

3. Berdasarkan lama/ durasi


a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakana jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa(International
Association for the Study of Pain, IASP), Serangan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan-berat dengan akhir yang dapat diantidipasi atau diprediksi dan
berlangsung <6bulan(NANDA,2012)
b. Nyeri kronik
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakana jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa(International
Association for the Study of Pain, IASP), serangan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan-berat dengan akhir yang dapat diantidipasi atau diprediksi dan
berlangsung >6bulan (NANDA,2012)
Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis

Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronis


Tujuan Memperingatkan klien ter- Memberikan alasan pada
hadap adanya cidera atau klen untuk mencari informasi
masalah berkaitan dengn perawatan
dirinya.
Awitan Mendadak Terus menerus/intermittent
Durasi Durasi singkat (dari be- Durasi lebih dari 6 bulan
berapa detik sampai 6
bulan)
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Respon Frekuensi jantung Tidak terdapat respon
otonom meningkat. otonom
Volume sekuncup me- Vital sign dalam batas
ningkat normal.
TD meningkat
Dilatasi pupil meningkat
Tegangan otot meningkat
Motilitas gastrointestinal
menurun
Alira saliva menurun
Respon Ansietas Depresi
psikologis Keputusasaan
Mudah tersinggung/marah
Menarik diri
Respon fisik Menangis/mengerang Keterbatasan gerak
Waspada Kelesuan
Mengerutkan dahi Penurunan libido
Menyeringai Kelelahan/kelemahan
Mengeluh sakit Menegluh sakit hanya ketika
dikaji.ditanyakan

4. Berdasarkan lokasi/letak
a. Radiating pain
Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (contoh:
cardiac pain).
b. Reffered pain
Nyeri di rasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal
dari jaringan penyebab.
c. Intracable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker maligna).
d. Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (contoh: bagian
tubuh yang di amputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injury medulla
spinalis.

G. Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri


1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal
jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (2009) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex tidak pantas
kalau laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur sosial budaya
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri
adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka
tidak mengeluh jika ada nyeri.
4. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (2009), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Teknik relaksasi, guided imagery
merupakan teknik untuk mengatasi nyeri.
5. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman dimasa lalu dalam
mengatasi nyeri.
6. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.
7. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
8. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada
masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa rinagn, sedang atau
bisa jadi merupakn nyeri yang hebat. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri,
masing-masing individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti ditusuk-
tusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbaka dan lain-lain, sebagai contoh individu yang
tersuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu yang terkena
luka bakar. (Sigit Nian, 2010)

H. Jenis Penyebab Nyeri

Jenis penyebab Dasar fisiologis


Mekanik - Kerusakan jaringan, iritasi
- Trauma jaringan (ex: operasi) langsung pada reseptor nyeri,
- Perubahan jaringan (ex:oedema) inflamasi.
- Penyumbatan pada saluran tubuh - Penekanan pada reseptor nyeri
- Tumor - Distensi pada lumen
- Spasme otot - Penekanan pada reseptor nyeri,
Termal iritasi ujung saraf.
Panas/ dingin (ex: combustio). - Stimulasi pada reseptor nyeri.
Kimia - Kerusakan jaringan, perangsangan
- Iskemia jaringan karena sumbatan pada reseptor nyeri.
arteri koroner. - Perangsangan pada reseptor nyeri
- Spasme otot. karena akumulasi asam laktat atau
zat kimia lain seperti asam laktat
pada jaringan.
- Sekunder terhadap stimulasi
mekanik yang menyebabkan
iskemia jaringan.

I. Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh
yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespons hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri
disebut juga nyeri nosiseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nosiseptor) ada yang
bermialin dan ada yang tidak bermialin dari saraf eferen.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer.
Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute
saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna abu-abu di medula spinalis. Sekali
stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri. Semua kerusakan selular, yang
disebabkan oleh stimulus internal, mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik yang
menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.
Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit
(kutaneus) terbagi dalam dua komponen, yaitu:
1. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apalagi penyebab
nyeri dihilangkan.
2. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit
dilokalisasi (Tamsuri, 2010).

J. Cara Mengukur Intensitas Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan
nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda
oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2008).
1. Skala Numerik (Numeric Rating Scale)
Digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian. Pasien menilai nyeri dengan
skala 0 sampai 10, angka 0 diartikan tidak merasa nyeri, angka 10 diartikan nyeri
yang paling berat yang pernah dirasakan (Prasetyo, 2010).

2. Skala Analog Visual


Merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menurus
dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi
kebebasan pada pasien untuk mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang ia
rasakan. Skala analog visual merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih
sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rankaian, dari pada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Prasetyo, 2010).

3. Skala Nyeri Deskriptif


Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan
sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun
dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak
terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien
skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia
rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan
dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini
memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Dalam
hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10
cm (Prasetyo, 2010).

4. Skala Nyeri Menurut Bourbannis


5. Wong Baker Faces Pain Rating Scale

Salah satu skala objektif nyeri yang sering digunakan di klinis adalah Wong
Baker Faces Pain Rating Scales dari jurnal penelitian Wong dan Baker. Skala nyeri
ini menggunakan dua cara penilaian yaitu penilaian mimik wajah terhadap nyeri
(Faces Pain Rating Scale) untuk anak usia 3 tahun ke atas dan penilaian verbal
(Verbal Pain) untuk anak usia diatas 8 tahun (Prasetyo, 2010).
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

K. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan untuk mendapatkan data dasar,
untuk menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok,
dan untuk mengevaluasi respon klien terhadap terapi. Walaupun pengkajian nyeri
merupakan aktifitas yang paling umum dilakukan perawat, namun pengkajian nyeri
merupakan salah satu yang sulit untuk dilakukan. Perawat harus mengkaji pengalaman nyeri
dari sudut pandang klien.
a. Identitas Pasien
Berisi identiatas pasien dan penanggungjawab berupa nama pasien, umur, alamat,
pendidikan, pekerjaan,tanggal masik, diagnosa medis, dan nomor registrasi. Sedangkan
biodata penanggung jawab berisi nama, umur alamat, pendidikan, pekerjaan, dan
hubungan dengan pasien.
b. Catatan Masuk
Catatan yang berisi keluhan utama klien pada saat dibawa ke rumah sakit
c. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan riwayat kesehatan klien baik sekarang, dahulu dan riwayat
kesehatan keluarga. Riwayat kesehatan sekarang berisi keadaan sakit sekarang,
keluhan pertama yang dirasakan, cara mengatasi masalah tersebut, dan efek dari
usaha yang dilakukan.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu adalah status penyakit klien terdahulu, apakah
pernah mengalami penyakit yang sama seperti sekarang ini dan jika iya tindakan
apa yang dilakukannya.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Berisi status kesehatan keluarga, apakah ada anggota keluarga yang pernak
mengalahi sakit yang sama. Adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit
kronis seperti TBC, DM, dan penyakit jantung untuk panduan membuat genogram.

d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik klien untuk menentukan
masalah kesehatan klien. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya adalah
1. Inspeksi Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh
yang diperiksa melalui pengamatan. Hasilnya seperti : Mata kuning (icteric),
terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dll
2. Palpasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan terhadap
bagian-bagian tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya adanya tumor, oedema,
krepitasi (patah/retak tulang), dll.
3. Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran.
Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
4. Perkusi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk bagian tubuh
menggunakan tangan atau alat bantu seperti reflek hammer untuk mengetahui reflek
seseorang (dibicarakan khusus). Juga dilakukan pemeriksaan lain yang berkaitan
dengan kesehatan fisik klien. Misalnya : kembung, batas-batas jantung, batas hepar-
paru (mengetahui pengembangan paru), dll.

Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :


1. Head-to-toe (dari kepala s.d kaki)
2. ROS (Review of System)
3. Pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982)

e. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik digunakan untuk menunjang data klien saat menegakan
diagnosa dan intervensi. Pemeriksaan diagnostik antara lain hematologi, MRI, CT-Scan
dan lainnya yang menunjang data klien
f. Analisis dan Sintesis Data
Analisis data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berfikir
dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman,
dan pengertian keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan kemampuan
mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip
yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan klien.
L. Diagnosis Keperawatan
Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan lainnya.
Penegakkan diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan
analisa pengkajian yang dilakukan cermat dan akurat.
1. Nyeri akut
2. Nyeri kronis

M. Intervensi
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi
untuk memenuhi hal-hal berikut:
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.
3. Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.
4. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
5. Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat
dirumah.

No. Diagnose Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri Akut Tujuan: NIC: 1. Membantu dalam
Setelah dilakukan 1. Lakukan menentukan
tindakan keperawatan pengkajian nyeri kebutuhan
selama 1x24 jam secara manajemen nyeri.
diharapkan: konprehensif 2. Matras yang lembut
NOC: 2. Berikan matras atau empuk, bantal
1. Menunjukkan atau kasur keras, yang besar akan
nyeri bantal kecil. mencegah
hilang/kontrol 3. Tinggikan linen npemeliharaan
2. Terlihat rileks, tempat tidur sesuai kesejajaran tubuh
dapat kebutuhan yang tepat.
tidur/beristirah 4. Monitor vital sign 3. Pemberian analgesik
at dan sebelum dan sesuai dengan
berpastisipasi sesudah pemberian pantauan vital sign
dalam aktivitas analgesik pertama mencegah terjadinya
sesuai kali kesalahan tindakan
kemampuan. pemberian.
3. Mengikuti
program
farmakologis

N. Implementasi
Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengurangi rasa nyeri ada dua:
1. Tindakan Farmakologis.
Merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan, WHO mengombinasikan
penggunaan obat-obatan analgesik dan obat-obatan adjuvan yang efektif untuk
mengontrol nyeri klien.

2. Tindakan Non Invasif.


Tindakan pengontrolan nyeri non invasive digunakan untuk mendukung terapi
farmakologis yang sudah diberikan. Jenis tindakan non invasive antara lain:
a. Membangun hubungan terapeutik rawat-klien.
b. Bimbingan antisipasi
c. Relaksasi.
d. Imajinasi terbimbing.
e. Distraksi.
f. Akupunkur.
g. Biofeedback.
h. Stimulasi kutaneus.
i. Akupresur.
j. Psikoterapi.

3. Tindakan Invasif/Pembedahan.
Merupakan komplemen dari tindakan-tindakan lainnya dalam upaya
membebaskan nyeri, seperti tindakan perilaku-kognitif, fisik maupun terapi
farmakologis. Tindakan ini dilakukan apabila dengan tindakan-tindakan non invasif
tidak dapat membebaskan nyeri. Klien perlu diberikan pengetahua tentang implikasi
setelah tindakan pembedahan untuk mengontrol nyeri. Beberapa kasus pembedahan
antara lain:
a. Cordotomy.
b. Neurectomy.
c. Sympatectomy.
d. Rhizotomy.
No Diagnose Tujuan dan Intervensi Rasional Implementasi
. Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri Akut Tujuan: NIC: 4. Membantu dalam 7. Mengkaji
Setelah dilakukan 1. Lakukan menentukan intensitas nyeri
tindakan pengkajian kebutuhan 8. Memberikan
keperawatan nyeri secara manajemen bantal kecil dan
selama 1x24 jam konprehensif nyeri. empuk, matras
diharapkan: 2. Berikan 5. Matras yang serta selimut
NOC: matras atau lembut atau kepada pasien,
1. Menunjukkan kasur keras, empuk, bantal meninggikan
nyeri bantal kecil. yang besar akan tempat tidur
hilang/control Tinggikan mencegah pasien jika
2. Terlihat rileks, linen tempat npemeliharaan diperlukan
dapat tidur sesuai kesejajaran tubuh 9. Melakukan vital
tidur/beristirah kebutuhan yang tepat. sign sebelum dan
at dan 3. Monitor 6. Pemberian sesudah
berpastisipasi vital sign analgesik sesuai pemberian
dalam sebelum dan dengan pantauan analgesic
aktivitas sesudah vital sign
sesuai pemberian mencegah
kemampuan. analgesik terjadinya
3. Mengikuti pertama kali kesalahan
program tindakan
farmakologis pemberian.

O. Evaluasi
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan
menilai kemampuan dalam respon rangsangan nyeri, diantaranya: klien melaporkan
adanya penurunan rasa nyeri, mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang
dimiliki, mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.
No Diagnose Tujuan dan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
. Keperawata Kriteria Hasil
n
1. Nyeri Akut Tujuan: NIC: 1. Membantu 1. Mengkaji 1. Pasien
Setelah 1. Lakukan dalam intensitas
mengatakan
dilakukan pengkajian menentukan nyeri
tindakan nyeri secara kebutuhan 2. Memberika nyeri mulai
keperawatan konprehensif manajemen n bantal
berkurang
selama 1x24 2. Berikan nyeri. kecil dan
jam matras atau 2. Matras yang empuk, 2. Pasien
diharapkan: kasur keras, lembut atau matras serta
tampak lebih
NOC: bantal kecil. empuk, bantal selimut
1. Menu Tinggikan yang besar kepada rileks, pasien
njukkan linen tempat akan pasien,
tampak
nyeri tidur sesuai mencegah meninggika
hilang/contr kebutuhan npemeliharaa n tempat nyaman
ol 3. Monitor n kesejajaran tidur pasien
dengan
2. Terlih vital sign tubuh yang jika
at rileks, sebelum dan tepat. diperlukan posisi
dapat sesudah 3. Pemberian 3. Melakukan
tidurnya
tidur/beristi pemberian analgesik vital sign
rahat dan analgesik sesuai dengan sebelum 3. Tanda tanda
berpastisipa pertama kali pantauan vital dan sesudah
vital pasien
si dalam sign pemberian
aktivitas mencegah analgesic normal
sesuai terjadinya
kemampua kesalahan
3. Meng tindakan
ikuti pemberian.
program
farmakolog
is

Nyeri Kronis

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi


. Keperawata Kriteria Hasil
n
1. Nyeri Setelah NIC: 1. Untuk 1. Mengkaji 1. Pasien
Kronis dilakukan 1. Lakukan mengetahuia intensitas mengatakan
tindakan pengkajian kan tingkat nyeri nyeri mulai
keperawatan nyeri secara nyeri pasien 2. Memberika berkurang
selama 1x30 konprehens 2. Untuk n 2. Pasien
menit if mengurangi penanganan mengatakan
diharapkan: 2. Pilih dan factor yang nyeri secara lebih baik
NOC: lakukan dapat farmakolog terhadap rasa
1. Klien penanganan memperburu is atau nyeri yang
mampu nyeri k nyeri yang nonfarmako dirasakan
melaporka 3. Gunakan dirasakan logis setelah
n adanya teknik 3. Untuk 3. Berkomuni dilakukannya
nyeri komunikasi mengalihkan kasi dengan penanganan
2. Ekspresi terapeutik perhatian teknik nyeri
wajah untuk pasien dari terapeutik 3. Pasien
tidak mengetahui rasa nyeri untuk menunjukkan
menunjuk pengalaman 4. Agar klien mengalihka ekspresi
kan nheri klien mampu n perhatian wajah yang
adanya 4. Ajarkan menggunaka pasien dari menunjukkan
nyeri tentang n teknik rasa nyeri tidak adanya
3. Klien teknik nonfarmakol 4. Melakukan nyeri
mampu nonfarmako ogi dalam teknik 4. Pasien
mengguna logi management nonfarmako merasakan
kan teknik nyeri yang logis tenang
untuk dirasakan kepada dengan
menguran klien guna teknik
gi nyeri mengurangi nonfarmakol
dengan rasa nyeri ogis yang
tanpa diajarkan
analgesic
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai