Anda di halaman 1dari 3

Penyempurnaan Tanda Baca: Tasydid, Saktah, Sajdah, Nomor Ayat, Imalah,

Tashil, Juz, Rubu’ Tsumun.

1, Syiddah / Tasydid
Orang yang pertama kali membuat tanda tasydid dalam Al-Quran ialah Al-Kholil bin Ahmad, ia
memberikan tanda untuk huruf yang di syaddah sebuah tanda seperti busur. Tanda baca tasydid
dalam bahasa Arab disebut juga dengan Syiddah atau Syaddah, yaitu tanda baca yang
menyatakan dua huruf yang sama atau rangkap. Bentuk lambangnya tanda tasydid seperti angka
3 di balik ke atas. Tasydid yaitu suatu tanda baca [harakat] yang berbentuk seperti kepala dari
huruf hijaiyah sin [ ‫ ]س‬atau dalah huruf dalam bahasa Indonesia mirip dengan huruf w. Tasydid
yaitu sebuah simbol penekanan dalam suatu konsonan dobel /ganda, atau bisa disebut sebagai
suatu tanda baca yang terjadi sebab adanya pertemuan [pengulangan] dari suatu huruf hijaiyah
yang sama .
2. Saktah
Saktah secara bahasa berarti menahan. Secara istilah ilmu tajwid adalah berhenti sejenak tanpa
bernafas dengan niat melanjutkan bacaan. Tanda saktah adalah huruf sin kecil di atas. Bacaan
Saktah ٌٌ‫س ْكتَة‬
َ mempunyai akar kata ٌٌَ‫ َسكَت‬yang artinya diam atau berhenti. Sedangkan dalam arti
istilah adalah berhenti sejenak tanpa nafas sekitar satu alif lamanya.
Bacaan saktah dalam Mushaf Ustmani yang berlaku diberi tanda ٌٌ‫س ْكت َة‬
َ kecil diantara dua lafadh
yang dibaca saktah. Namun untuk mushaf lain barangkali dijumpai tanda saktah dengan
huruf ٌ‫س‬kecil di antara dua lafadh yang dibaca saktah.
Menurut Imam Hafash, bacaan saktah dalam al-Qur’an yang berlaku hanya ada 4 tempat.
Meskipun nantinya pada tempat lain terdapat tanda saktah, namun tanda itu tidak berfungsi
sebagai petunjuk bacaan saktah. Karenanya pembaca harus hati-hati dalam memutuskan
bacaannya.
Adapun tempat yang diperbolehkan menggunakan saktah adalah sebagai berikut :
1. QS. Al-Kahfi ayat 2 : ‫ِع َوا ًجاٌسكتةٌقَ ِي ًما‬
2. QS. Yaa Siin :ayat 52 : ‫َم ْرقَا ِدنَاٌسكتةٌ ٰهذَا‬
3. QS. Al Qiyamah ayat 27 : ٌ‫نٌسكتةٌ َراق‬ ٌْ ‫َم‬
ٌْ ‫َب‬
4. QS. Al-Muthaffifin ayat 14 : ٌَ‫لٌسكتةٌ َران‬

3. Sajdah
Tanda ‘Sajdah’ terdapat pada ayat-ayat sajadah. Dalam AL-Qur’an ayat-ayat sajdah ditandai
dengan simbol seperti bentuk sajadah. Sujud tilawah hukumnya sunnah ketika mendengar ayat-
ayat sajadah dibacakan, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Disebut dengan ayat sajadah
karena ayat tersebut menjelaskan kata sujud dan disunnahkan untuk bersujud.
4. Nomor Ayat
Ayat merupakan sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam sebuah surah dalam Al-Qur’an
sedangkan surah merupakan himpunan yang berisi sejumlah ayat Al-Qur’an yang mempunyai
permualaan dan kesudahan. Tertib atau urut ayat-ayat al-qur’an ini adalah tauqify, ketentuan dari
rasululla atas perintah allah swt. Adapun tanda ayat berbentuk lingkaran bulat sebagai pemisah
ayat dan dengan mencantumkan nomor ayat.

5. Imalah

ِ ْ ) dalam arti bahasa berarti condong atau miring. Sedangkan menurut istilah
Imalah ( ٌٌ‫اْل ِِ َمالَة‬
adalah mencondongkan bacaan harakat fathah pada harakat kasrah sekitar dua pertiganya.
Dalam Mushaf Utsmani yang digunakan oleh umat Islam Indonesia, bacaan imalah ini ditandai
dengan tulisan (ٌٌ‫ )إِ َمالَة‬kecil diatas lafadh yang dibaca imalah.
Bacaan imalah dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Imalah Shughra ( ٌ‫ص ْغ ٰرى‬ ِْ )
ُّ ‫اْل ِِ َمالَةٌال‬
ِْ )
2. Imalah Kubra ( ‫اْل ِِ َمالَةٌالكب ْٰرى‬
Imalah Shughra adalah setelah bacaan imalah tersebut masih diwashalkan pada lafadh lain,
sehingga tidak berhenti disitu saja. Menurut Imam Hafash, bacaan imalah hanya pada QS. Huud
ayat 41, selainnya tidak ada. Karenanya beliau hanya menyatakan satu imalah dalam al-Qur’an
sehingga tidak ada pembagian imalah. Ayat yang dimaksud adalah :
ْ ‫ساهَا َوقَال‬
ٌٰ‫ٌَاركَب ْواٌفِ ْي َهاٌبِس ِْمٌهللاٌِ َمجْ ر‬ َ ‫اٌوم ْر‬
َ ‫امالةٌى َه‬
Pada lafad ٌ‫ َمجْ ٰرٌى َها‬maka cara membacanya Majreha.
Imalah Kubra adalah setelah bacaan imalah tersebut diwakafkan sehingga berhenti disitu saja.
Kriteria imalah kubra adalah semua lafadh dalam al-Qur’an yang akhirannya terdapat Alif
Maqsurah (alif bengkong). Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Warasy misalnya pada lafadh:
‫ اَحْ ٰوى‬Dibaca Ahwe, ٌ‫ َواتَّ ٰقى‬Dibaca Wattaqe
ٌ‫اِ ْستَ ْغ ٰنى‬Dibaca Istaghne, ٌ‫فَت َْرضٰ ى‬Dibaca Fatardhe
Namun terdapat pengecualian yaitu khusus bagi nama manusia yang akhirannya terdapat alif
maqsurah, tetap dibaca apa adanya tidak boleh dibaca imalah. Misalnya:
‫ط ٰفى‬
َ ‫ص‬
ْ ‫ٌم‬,ٌ‫ٌيَحْ ٰيى‬,ٌ‫ٌم ْوسٰ ى‬,ٌ‫ِعيْسٰ ى‬
6. Tashil
Tas-hil ( ٌ‫ ) ت َ ْس ِهيْل‬mempunyai akar kata ٌ ‫ل‬
ٌَ ‫سه‬
َ yang artinya mudah. Adapun yang dimaksud bacaan
tashil menurut ulama Qurra’ adalah upaya memindahkan bacaan ayat-ayat al-Quran dengan cara
memindahkan harakat atau membuang huruf tertentu. Tujuannya adalah agar lafadh tersebut
tidak sukar diucapkan.
Contoh pada QS. Fushilat ayat 44:
ٌٌّ ِ‫ٌو َع َرب‬
‫ي‬ َ ‫ي‬ٌّ ‫ت ٌٰا ٰيتهٌ َءاَ ْع َج ِم‬ ِ ‫َولَ ْو َجعَ ْلنَاهٌق ْر ٰانًاٌا َ ْع َج ِميًّاٌلَقَال ْوالَ ْوالَف‬
ْ َ‫صل‬
Letak Tashil pada lafadh ‫ي‬ٌٌّ ‫ َءاَ ْع َج ِم‬, karena membaca pada dua hamzah itu sulit, maka hamzah
yang satu dibaca tashil dengan hamzah yang kedua, sehingga kedua hamzah itu cukup dibaca
satu saja dengan memanjangkannya (dibaca mad). Jadilah cara membacanya menjadi : ‫ي‬ ٌٌّ ‫ٰا ْع َج ِم‬
Menurut imam Hafash lafadh: ٌٌ‫ َءاَ ْع َج ِمي‬dapat dibaca dua versi. Pertama, dibaca sebagaimana di
atas, sedangkan yang kedua boleh dibaca dengan alif yang kedua agak condong pada huruf ha’
walaupun tidak terlalu ditampakkan huruf ha’nya, yakni : ‫ي‬ ٌٌّ ‫َء ْه ْع َج ِم‬

7. Juz , Tsumun, Rubu’


Hal-hal baru yang mulanya tidak disukai para ulama , kemudian dianggap baik
adalah bid’ah penulisan tanda-tanda pada tiap kepala surah, peletakan tanda yang memisahkan
ayat, pembagian Al-Qur’an menjadi juz-juz, dari juz-juz dibagi lagi menjadi ahzab (kelompok
ayat) dan dari ahzab dibagi lagi menjadi arba’ (perempatan). Secara Keseluruhan tiap-tiap juz
terbagi menjadi 8 bagian yang disebut “Tsumun” yang artinya 1/8 dalam 1 juz. .

Anda mungkin juga menyukai