PEMBAHASAN
Menurut Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (dalam danim, 2010: 56), mengatakan
bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang
diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan
atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah
atau gaji dalam jumlah tertentu.
Penguasaan dan kemampuan melaksanakan kompetensi secara prima dalam arti efektif
dan efesien, menempatkan profesi guru sebagai sebuah profesi. Menurut Djojonegoro (dalam
danim, 2010: 56), menyatakan bahwa profesionalisme dalam suatu jabatan ditentukan oleh tiga
faktor penting. Ketiga faktor tersebut disajikan berikut ini.
1. Memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan keahlian atau
spesialisasi.
2. Kemampuan untuk memperbaiki kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus yang
dikuasai).
3. Penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian khusus yang dimiliki.
Menurut Arikunto (dalam danim, 2010: 56), mengatakan bahwa secara garis besarnya
kompetensi guru dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: kompetensi personal, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi personal atau kepribadian guru adalah
kemampuan guru untuk memiliki sikap/kepribadian yang terampil dalam perilaku yang baik dan
terpuji, sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri dan dapat menjadi panutan atau teladan
bagi orang lain terutama siswanya.
Menurut Semiawan (dalam danim, 2010: 59), mengemukakan bahwa kompetensi guru
memiliki tiga kriteria yang terdiri dari:
1. Knowledge criteria, yakni kemampuan intelektual yang dimiliki seorang guru yang meliputi
penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai
belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan,
pengetahuan tentang kemasyarakatan dan pengetahuan umum.
2. Performance criteria, adalah kemampuan guru yang berkaitan dengan berbagai
keterampilan dan perilaku, yang meliputi keterampilan mengajar, membimbing, menilai,
menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul dan berkomunikasi dengan siswa dan
keterampilan menyusun persiapan mengajar atau perencanaan mengajar.
3. Product criteria, yakni kemampuan guru dalam mengukur kemampuan dan kemajuan siswa
setelah mengikuti proses belajr-mengajar.
Dengan demikian jelas bahwa profesi guru merupakan sebuah profesi yang hanya dapat
dilaksanakan secara efektif dan efesien oleh seseorang yang dipersiapkan untuk menguasai
kompetensi guru melalui pendidikan dan/atau pelatihan khusus. Penghargaan itu layak diberikan
pada profesi guru dengan sistem gaji khusus karena berbeda dari profesi lainnya yang ada
dimasyarakat. Perbedaan itu antara lain adalah:
1. Profesi guru memerlukan dua jenis keahlian, terdiri dari keahlian dalam bidang
pembelajaran dan keahlian dalam bidang studi yang diajarkan. Sedangkan profesi yang lain
hanya memerlukan satu jenis keahlian.
2. Profesi guru dilaksanakan selama jam kerja dan di luar jam kerja, karena guru harus
menyusun perencanaan mengajar, melaksanakan proses belajar-mengajar, menilai pekerjaan
rumah dan hasil evaluasi belajar, membimbing siswa, melayani orang tua/wali siswa diluar
jam sekolah dan dirumah, berkunjung pada orang tua siswa untuk melaksanakan kerjasama
dalam membantu siswa yang bermasalah.
3. Profesi guru berkenaan dengan siswa sebagai manusia yang dapat merancang tindakan yang
merugikan guru apabila merasa diperlakukan tidak wajar, meskipun sebenarnya guru telah
melakukan tindakan kependidikan yang benar. Berbeda dengan profesi yang mengelola
benda karena tidak akan mengeluh atau memprotes jika diperlakukan salah.
4. Profesi guru menyangkut masa depan bangsa, sehingga jika dilaksanakan secara keliru akan
menghasilkan lulusan sebagai SDM yang tidak berkualitas. Untuk itu pelaksanaan profesi
guru sesuai dengan kompetensinya secara prima, tidak mungkin dilakukan guru apabila
masih harus mencari penghasilan tambahan.
5. Untuk menjadi guru yang profesional guru harus terus berusaha mengembangkan diri sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidangnya dan dibidang pendidikan, yang
tidak mungkin dilakukannya apabila penghasilannya tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan diri sendiri dan keluarganya.
6. Profesi guru dibutuhkan oleh masyarakat dari yang bermukim di kota-kota besar sampai ke
pelosok desa yang terpencil dan terasing, berbeda dengan profesi lainnya yang bidang
kerjanya hanya dibutuhkan di kota-kota.
7. Profesi guru adalah teladan bagi siswa yang memerlukan penampilan berwibawa, yang
tidak mungkin dilakukannya apabila tidak ditunjang dengan penghasilan yang memadai.
Masalah esensial yang dihadapi dalam pengelolaan tenaga kependidikan di Indonesia saat
ini tidak lagi semata-mata terletak pada bagaimana menghasilkan tenaga kependidikan (LPTK),
melainkan sejauh mana profesi itu dapat diakui oleh negara sebagai profesi yang sesungguhnya.
Menurut Lansbury (dalam danim, 2010: 61), dalam konteks profesionalisasi istilah profesional
dapat dijelaskan dengan tiga pendekatan (appfoach), yaitu pendekatan karakteristik, pendekatan
institusional, dan pendekatan legalistik.
Pendekatan institusional (the institutional approach) memandang profesi dari segi proses
institutional atau perkembangan asosiasional. Maksudnya, kemajuan suatu pekerjaan kearah
pencapaian status ideal suatu profesi dilihat atas dasar tahap-tahap yang harus dilalui untuk
melahirkan proses pelembagaan suatu pekerjaan menuju profesi yang sesungguhnya. Menurut
Wilensky (dalam danim, 2010: 56), mengemukakan lima langkah untuk memprofesionalkan
suatu pekerjaan.
1. Memunculkan suatu pekerjaan yang penuh waktu atau full-time, bukan pekerjaan sambilan.
Sebutan full-time mengandung makna bahwa penyandang profesi menjadi suatu pekerjaan
tertentu sebagai pekerjaan utamanya.
2. Menetapkan sekolah tempat menjalani proses pendidikan atau pelatihan. Jenis profesi
tertentu hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan yang tertentu pula.
3. Mendirikan asosiasi profesi. Bentuk asosiasi itu bisa macam-macam.
4. Melakukan agitasi secara politis untuk memperjuangkan adanya perlindungan hukum
terhadap asosiasi atau perhimpunan tersebut.
5. Mengadopsi secara formal kode etik yang ditetapkan. Kode etik merupakan norma-norma
yang menjadi acuan seorang penyandang pekerjaan profesional dalam bekerja.
Menurut Friedman (dalam danim, 2010: 56), pengakuan atas suatu pekerjaan menjadi
suatu profesi sungguhan dapat ditempuh melalui tiga tahap, yaitu: (1) registrasi (registration), (2)
sertifikasi (certification), dan (3) lisensi (licensing).
1. Registrasi (registration) adalah suatu aktivitas, dimana jika seorang yang ingin melakukan
pekerjaan profesional, terlebih dahulu rencananya harus diregistrasikan pada kantor
registrasi milik negara.
2. Sertifikasi (certification) mengandung makna, jika hasil penelitian atas persyaratan
pendaftaran yang diajukan oleh calon penyandang profesi dianggap memenuhi persyaratan,
kepadanya diberikan pengakuan oleh negara atas kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya. Bentuk pengakuan tersebut adalah pemberian setifikat kepada penyandang
profesi tertentu.
3. Lisensi (licensing) mengandung makna, bahwa atas dasar sertifikat yang dimiliki oleh
seseorang, barulah orang tersebut memperoleh izin atau lisensi dari negara untuk
mempraktikkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Efektivitas proses pembelajaran dikelas dan diluar kelas sangat ditentukan oleh
Kompetensi Guru, disamping faktor lain, seperti anak didik, lingkungan, dan fasilitas. Mereka
tidak hanya memerankan fungsi sebagai subjek yang mentrasfer pengetahuan kepada anak didik,
melainkan juga melakukan tugas-tugas sebagai fasilitator, monivator, dan dinamisator dalam
PBM, baik di dalam maupun di luar kelas. Dengan memperhatikan kondisi guru sebagai
penyandang profesi profesional yang masih terpuruk sekarang ini, maka sangat mendesak
diperlukan pengaturan pemberian perlindungan hukum terhadap hak-hak dasar dan kewajiban
guru dalam bentuk UUG.
Lebih dari sepuluh tahun sebelum UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dibuat, kata
“guru” cenderung makin tenggelam. Bahkan, secara “defenisi” sebutan guru tidak termuat dalam
UU No. 20 Tahun 2003 Sisdiknas. Dengan demikian, secara defenisi (by definition) pula UU No.
20 Tahun 2003 kurang memberi apresiasi kepada guru. Didalam UU No. 20 Tahun 2003, kata
“guru” dimasukkan ke dalam genus “pendidik”.
Upaya untuk menghidupkan kembali defenisi guru terwujud dengan adanya UU No. 14 Tahun
2005. Di dalam UU ini, bab-bab yang membahas guru secara umum disajikan terpisah, karena
memang untuk hal-hal tertentu terdapat perbedaan esensial antara guru dan dosen, yaitu:
1. Guru dan dosem secara konseptual merupakan dua jabatan/pekerjaan profesi yang sama,
namun secara operasional terdapat perbedaan peran yang signifikat antara dosen yang
bertugas diperguruan tinggi dan guru yang bertugas disekolah. Perbedaan itu dalam hal
pengaturan mengenai:
a) Kedudukan dan fungsi
b) Kualifikasi dan kompetensi
c) Hak dan kewajiban
d) Wajib kerja dan ikatan dinas
e) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian
f) Pembinaan dan pengembangan
g) Penghargaan
h) Perlindungan hukum, perlindugan profesi, dan perlindungan ketenagakerjaan
i) Organisasi profesi
j) Sanksi
2. Secara yuridis, guru dan dosen merupakan pendidik, tetapi tugas dan tanggung jawabnya
berbeda. Disamping sebagai pendidik, dosen juga berfungsi sebagai peneliti yang
mendalam, memperluas, dan mengembangkan IPTEK dan seni. Kompetensi yang
dibutuhkan bagi dosen bukan sekedar menguasai IPTEK dan seni yang sudah mapan,
melainkan juga menemukan IPTEK dan seni baru melalui penelitian, serta melaksanakan
pengabdian kepada masyarakat.
3. Secara historis, organisasi guru telah ada sejak berdirinya Persatuan Guru Republik
Indonesi (PGRI) tanggal 25 November 1945, sedangkan organisasi dosen belum ada.
4. Secara sosiologis, guru tersebar diseluruh tanah air, mulai dari kota besar sampai desa-desa
terpencil atau “daerah-daerah khusus” (seperti daerah bencana, terisolasi, perbatasan);
sedangkan dosen hanya bertugas di daerah perkotaan.
5. Guru disiapkan di perguruan tinggi pada jenjang pendidikan sarjana. Dosen disiapkan di
perguruan tinggi pada jenjang magister dan/atau doktor.
6. Pemberdayaan guru disekolah terikat oleh konsep dan prinsip manajemen berbasis sekolah,
sedangkan pemberdayaan dosen lebih terikat pada konsep dan otonomi keilmuan.
7. Guru dituntut bersikap profesional dalam penguasaan dua kompetensi secara berimbang,
yakni kompetensi sebagai pendidik (educator) dan kompetensi sebagai pengajar (teacher).
Sedangkan dosen lebih dititikberatkan pada sikap dan kemampuan profesional sebagai
ilmuan-pengajar (lecturer).
8. Pembinaan dan pengembangan dosen di perguruan tinggi sudah tertata lebih baik dan secara
hukum sudah lebih terlindungi, serta secara profesi, sosial, dan finansial sudah memperoleh
penghargaan yang lebih memadai dari pada guru.
9. Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan bersifat otonom berbasis satuan pendidikan
tinggi dalam mengelola dosen. Hal itu berbeda dengan sekolah yang guru-gurunya dikelola
secara terpadu berbasis wilayah untuk semua jenis pada jenjang pendidikan formal.
2.1.6 Tampilan Profesi Guru
Guru Indonesia harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat,
terlindungi, bermartabat, dan mulia. Dalam mukadimah Kode Etik Guru Indonesia (KEGI)
disebutkan bahwa guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia
serta menguasai lmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewüjudkan masyarakat yang
maju, adil, makmur, dan beradab.
Guru indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidi kan dasar, dan pendidikan menengah. Mereka
memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Guru Indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik, yang dalam melaksanakan tugas
berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya karso, tut wuri
handayani“.Peran guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang
profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif dan
produktif sebagai aset nasional yang menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat
sekarang dan di masa yang akan datang.
Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya merupakan
komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya
dengan pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan
negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia
ini.
Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang
profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif dan
produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat
sekarang dan di masa yang akan datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa
perlu ditetapkan KEGI sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam
bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa
Guru harus diberdayakan. Lebih utama lagi, guru harus mampu memberdayakan diri
dipandu oleh Kode Etik dan etika kerja tertentu. Jadi, keutamaannya adalah guru itu sendirilah
yang harus memberdayakan diri. Guru madani adalah mereka yang mampu melakukan prakarsa
berdayaan-diri (self-empowering), pemtanpa menafikan inisiatif struktural, meski tidak
tergantung padanya.
Sebagai pedoman sikap dan perilaku Kede Etik ini bertujuan menempatkan guru sebagai
profesi yang terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilimdungi undang-undang. Kode etik
dimaksud berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan
tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali
siswa, dengan nilai-nilai agama, pemdidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan. Istilah norma disini
bermakna sesuatu yang baik atau buruk dilihat dari presepsi komunikasi penyandang profesi atau
masyarakat pada umumnya.
Di Indonesia, guru dan organisasi profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan
KEGI. Kode etik harus mengintegral pada perilaku guru. Disamping itu, guru dan organisasi
guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik dimaksud kepada rekan sejawat, penyelenggara
pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Bagi guru, Kode Etik tidak boleh dilanggar, baik
sengaja maupun tidak.
Rekomendasi DKGI wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. Tentu saja, istilah
wajib ini normatif sifatnya. Sanksi dimaksud merupakan upaya pembinaan kepada guru yang
melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. Selain itu,
siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran KEGI wajib melapor kepada DKGI
organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang. Tentu saja, setiap pelanggar dapat
melakukan pembelaan diri dengan atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat
hukum menurut jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan DKGI.
Berikut ini disajikan substansi utama KEGI. KEGI ini merupakan hasil rumusan
Konferensi Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Pada bagian lampiran juga dimuat
tentang DKGI. Siapa yang harus mematuhi KEGI dan memahami tugas pokok dan fungsi DKGI
ini? Pengalaman pada banyak jenis profesi dan negara, Kode Etik profesi sejenis bersifat
tunggal. Oleh karena itu, meski banyak organisasi guru di Indonesia, KEGI ini mestinya menjadi
Kode Etik tunggal untuk siapa saja yang menyandang profesi guru. Artinya, organisasi guru
dengan keanggotaan "lebih sedikit" harus "tunduk" pada Kode Etik yang dikembangkan oleh
organisasi sejenis dengan keanggotaan terbesar. Disamping itu, PGRI merupakan organisasi
pertama yang telah secara komprehensif merumuskan KEGI dan DKGI.Berikut ini disajikan
substansi esensial dari KEGI dimaksud.
a) Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efesien dengan
masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b) Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan
kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c) Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.
d) Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat
profesinya.
e) Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif
dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
f) Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum,
moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g) Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
h) Guru tidak boleh menampikan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.
a) Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam
melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan pendidikan.
b) Guru memantapkan dam memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat
bagi kepentigan pendidikan.
c) Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan
komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d) Guru menjunjung tinggi tindakan dam pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-
tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e) Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif
individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f) Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan
martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g) Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan
pribadi dari organisasi profesinya.
h) Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa
alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
PENUTUP
Kesimpulan
Keseluruhan tahap proses yang harus dialami dana tau diikuti oleh guru mulai dari ada
niat menjadi guru hingga benar-benar menjadi guru yang professional itulah yang dimaksud
dengan profesionalisasi dalam jabatan guru. Dengan kata lain, profesionalisasi jabatan guru
adalah proses yang harus ditempuh untuk memegang profesi guru atau menjabat sebagai guru
yang profesional.
Seorang guru pun dalam menyikapi suatu masalah dengan baik dalam mendidik, karena
tingkah laku atau etika seorang guru sangat berperan sekali dalam profesinya sebagai pendidik.
Sehingga sifatnya akan menjadi contoh kepada muridnya, selain memberikan ilmu pengetahuan
atau mentransfer ilmu kepada murid, guru pun harus bisa memberikan sikap yang baik terhadap
muridnya karena seorang murid adalah orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik untuk bekal hidupnya agar
berbahagia didunia dan akhirat dengan jalan yang sungguh-sungguh.
Saran
Penulis menyarankan setelah membaca dan memahami makalah ini, kita sebagai calon
guru dapat mengetahui dan menerapkan profesionalisasi sebagai guru yang baik serta etika etika
agar menjadi guru yang professional.