Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian profesi

Menurut Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (dalam danim, 2010: 56), mengatakan
bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus, yang
diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan
atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah
atau gaji dalam jumlah tertentu.

2.1.1 Profesi Panggilan Jiwa

Penguasaan dan kemampuan melaksanakan kompetensi secara prima dalam arti efektif
dan efesien, menempatkan profesi guru sebagai sebuah profesi. Menurut Djojonegoro (dalam
danim, 2010: 56), menyatakan bahwa profesionalisme dalam suatu jabatan ditentukan oleh tiga
faktor penting. Ketiga faktor tersebut disajikan berikut ini.

1. Memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan keahlian atau
spesialisasi.
2. Kemampuan untuk memperbaiki kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus yang
dikuasai).
3. Penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian khusus yang dimiliki.

Menurut Arikunto (dalam danim, 2010: 56), mengatakan bahwa secara garis besarnya
kompetensi guru dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: kompetensi personal, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi personal atau kepribadian guru adalah
kemampuan guru untuk memiliki sikap/kepribadian yang terampil dalam perilaku yang baik dan
terpuji, sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri dan dapat menjadi panutan atau teladan
bagi orang lain terutama siswanya.

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru yang berhubungan dengan partisipasi


sosialnya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, baik ditempat kerja maupun ditempat
tinggalnya. Misalnya kemampuan berkomunikasi dengan siswanya, pegawai tata usaha dan lain-
lain, baik secara formal maupun informal. Kompetensi ini termasuk juga kemampuan
komunikasi dalam berperan serta dalam kegiatan kemasyarakatan dilingkungan sekitarnya.
Kompetensi profesional adalah kemampuan yang terfokus pada pelaksanaan proses belajar-
mengajar dan yang terkait dengan hasil belajar siswa.

Menurut Semiawan (dalam danim, 2010: 59), mengemukakan bahwa kompetensi guru
memiliki tiga kriteria yang terdiri dari:
1. Knowledge criteria, yakni kemampuan intelektual yang dimiliki seorang guru yang meliputi
penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai
belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan,
pengetahuan tentang kemasyarakatan dan pengetahuan umum.
2. Performance criteria, adalah kemampuan guru yang berkaitan dengan berbagai
keterampilan dan perilaku, yang meliputi keterampilan mengajar, membimbing, menilai,
menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul dan berkomunikasi dengan siswa dan
keterampilan menyusun persiapan mengajar atau perencanaan mengajar.
3. Product criteria, yakni kemampuan guru dalam mengukur kemampuan dan kemajuan siswa
setelah mengikuti proses belajr-mengajar.

Dengan demikian jelas bahwa profesi guru merupakan sebuah profesi yang hanya dapat
dilaksanakan secara efektif dan efesien oleh seseorang yang dipersiapkan untuk menguasai
kompetensi guru melalui pendidikan dan/atau pelatihan khusus. Penghargaan itu layak diberikan
pada profesi guru dengan sistem gaji khusus karena berbeda dari profesi lainnya yang ada
dimasyarakat. Perbedaan itu antara lain adalah:

1. Profesi guru memerlukan dua jenis keahlian, terdiri dari keahlian dalam bidang
pembelajaran dan keahlian dalam bidang studi yang diajarkan. Sedangkan profesi yang lain
hanya memerlukan satu jenis keahlian.
2. Profesi guru dilaksanakan selama jam kerja dan di luar jam kerja, karena guru harus
menyusun perencanaan mengajar, melaksanakan proses belajar-mengajar, menilai pekerjaan
rumah dan hasil evaluasi belajar, membimbing siswa, melayani orang tua/wali siswa diluar
jam sekolah dan dirumah, berkunjung pada orang tua siswa untuk melaksanakan kerjasama
dalam membantu siswa yang bermasalah.
3. Profesi guru berkenaan dengan siswa sebagai manusia yang dapat merancang tindakan yang
merugikan guru apabila merasa diperlakukan tidak wajar, meskipun sebenarnya guru telah
melakukan tindakan kependidikan yang benar. Berbeda dengan profesi yang mengelola
benda karena tidak akan mengeluh atau memprotes jika diperlakukan salah.
4. Profesi guru menyangkut masa depan bangsa, sehingga jika dilaksanakan secara keliru akan
menghasilkan lulusan sebagai SDM yang tidak berkualitas. Untuk itu pelaksanaan profesi
guru sesuai dengan kompetensinya secara prima, tidak mungkin dilakukan guru apabila
masih harus mencari penghasilan tambahan.
5. Untuk menjadi guru yang profesional guru harus terus berusaha mengembangkan diri sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidangnya dan dibidang pendidikan, yang
tidak mungkin dilakukannya apabila penghasilannya tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan diri sendiri dan keluarganya.
6. Profesi guru dibutuhkan oleh masyarakat dari yang bermukim di kota-kota besar sampai ke
pelosok desa yang terpencil dan terasing, berbeda dengan profesi lainnya yang bidang
kerjanya hanya dibutuhkan di kota-kota.
7. Profesi guru adalah teladan bagi siswa yang memerlukan penampilan berwibawa, yang
tidak mungkin dilakukannya apabila tidak ditunjang dengan penghasilan yang memadai.

2.1.3 Pendekaran Karakteristik

Masalah esensial yang dihadapi dalam pengelolaan tenaga kependidikan di Indonesia saat
ini tidak lagi semata-mata terletak pada bagaimana menghasilkan tenaga kependidikan (LPTK),
melainkan sejauh mana profesi itu dapat diakui oleh negara sebagai profesi yang sesungguhnya.
Menurut Lansbury (dalam danim, 2010: 61), dalam konteks profesionalisasi istilah profesional
dapat dijelaskan dengan tiga pendekatan (appfoach), yaitu pendekatan karakteristik, pendekatan
institusional, dan pendekatan legalistik.

Pendekatan karakteristik (the trait approach) memandang bahwa profesi mempunyai


seperangkat elemen inti yang membedakannya dengan pekerjaan lain. Seseorang dapat disebut
profesional manakala elemen-elemen inti itu sudah menjadi bagian integral dari kehidupan. Hasil
studi beberapa ahli mengenai sifat-sifat atau karakteristik-karakteristik profesi itu menghasilkan
kesimpulan seperti berikut ini.

1. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan yang dimaksud


adalah jenjang pendidikan tinggi. Termasuk dalam rangka ini, pelatihan-pelatihan khusus
yang berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki seseorang penyandang profesi.
2. Memiliki kemampuan spesialisasi. Kemampuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan
penguasaan bidang keilmuan tertentu. Siapa saja bisa menjadi “guru” akan tetapi guru yang
sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan
metodologi pembelajaran.
3. Memiliki kemampuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau
klien. Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif, dimana aplikasi didasari atas kerangka teori
yang jelas dan teruji. Makin spesialis seseorang, makin mendalam pengetahuan dibidang
itu, dan makin akurat pula layanannya kepada klien. Dokter umum, misalnya, berbeda
pengetahuan teoris dalam pengalaman praktisnya dengan dokter spesialis. Seorang guru
besar idealnya pengetahuan teoritis dan praktisnya berbeda dibandingkan dengan dosen atau
tenaga akademik biasa.
4. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. Seorang guru harus
mampu berkomunikasi sebagai guru, dalam makna apa yang disampaikannya dapat
dipahami oleh peserta didik.
5. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization. Istilah
mandiri disini berarti kewenangan akademiknya melekat pada dirinya. Pekerjaan yang akan
dilakukan dapat dikelola sendiri, tanpa bantuan orang lain, meski tidak berarti menafikan
bantuan atau mereduksi semangat kolegialitas.
6. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Seorang guru harus siap memberikan
layanan kepada anak didiknya pada saat bantuan itu diperlukan, apakah di kelas, di
lingkungan sekolah, bahkan diluar sekolah.
7. Memiliki kode etik. Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam
bekerja.
8. Memiliki sanksi dalam tanggung jawab komunita. Manakala terjadi “malpraktik” seorang
guru harus siap menerima sanksi pidana, sanksi dari masyarakat, atau sanksi dari atasannya.
Ketika bekerja, guru harus memiliki tanggung jawab kepada komunita, terutama anak
didiknya. Replika tanggung jawab ini menjelma dalam bentuk disiplin mengajar, disiplin
dalam melaksanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas-tugas pembelajaran.
9. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksud disini adalah standar gaji.
10. Budaya profesional. Budaya profesi, bisa berupa penggunaan simbol-simbol yang berbeda
dengan simbol-simbol untuk profesi lain.

2.1.4 Pendekatan Legalistik

Pendekatan institusional (the institutional approach) memandang profesi dari segi proses
institutional atau perkembangan asosiasional. Maksudnya, kemajuan suatu pekerjaan kearah
pencapaian status ideal suatu profesi dilihat atas dasar tahap-tahap yang harus dilalui untuk
melahirkan proses pelembagaan suatu pekerjaan menuju profesi yang sesungguhnya. Menurut
Wilensky (dalam danim, 2010: 56), mengemukakan lima langkah untuk memprofesionalkan
suatu pekerjaan.

1. Memunculkan suatu pekerjaan yang penuh waktu atau full-time, bukan pekerjaan sambilan.
Sebutan full-time mengandung makna bahwa penyandang profesi menjadi suatu pekerjaan
tertentu sebagai pekerjaan utamanya.
2. Menetapkan sekolah tempat menjalani proses pendidikan atau pelatihan. Jenis profesi
tertentu hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan yang tertentu pula.
3. Mendirikan asosiasi profesi. Bentuk asosiasi itu bisa macam-macam.
4. Melakukan agitasi secara politis untuk memperjuangkan adanya perlindungan hukum
terhadap asosiasi atau perhimpunan tersebut.
5. Mengadopsi secara formal kode etik yang ditetapkan. Kode etik merupakan norma-norma
yang menjadi acuan seorang penyandang pekerjaan profesional dalam bekerja.
Menurut Friedman (dalam danim, 2010: 56), pengakuan atas suatu pekerjaan menjadi
suatu profesi sungguhan dapat ditempuh melalui tiga tahap, yaitu: (1) registrasi (registration), (2)
sertifikasi (certification), dan (3) lisensi (licensing).

1. Registrasi (registration) adalah suatu aktivitas, dimana jika seorang yang ingin melakukan
pekerjaan profesional, terlebih dahulu rencananya harus diregistrasikan pada kantor
registrasi milik negara.
2. Sertifikasi (certification) mengandung makna, jika hasil penelitian atas persyaratan
pendaftaran yang diajukan oleh calon penyandang profesi dianggap memenuhi persyaratan,
kepadanya diberikan pengakuan oleh negara atas kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya. Bentuk pengakuan tersebut adalah pemberian setifikat kepada penyandang
profesi tertentu.
3. Lisensi (licensing) mengandung makna, bahwa atas dasar sertifikat yang dimiliki oleh
seseorang, barulah orang tersebut memperoleh izin atau lisensi dari negara untuk
mempraktikkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.

Efektivitas proses pembelajaran dikelas dan diluar kelas sangat ditentukan oleh
Kompetensi Guru, disamping faktor lain, seperti anak didik, lingkungan, dan fasilitas. Mereka
tidak hanya memerankan fungsi sebagai subjek yang mentrasfer pengetahuan kepada anak didik,
melainkan juga melakukan tugas-tugas sebagai fasilitator, monivator, dan dinamisator dalam
PBM, baik di dalam maupun di luar kelas. Dengan memperhatikan kondisi guru sebagai
penyandang profesi profesional yang masih terpuruk sekarang ini, maka sangat mendesak
diperlukan pengaturan pemberian perlindungan hukum terhadap hak-hak dasar dan kewajiban
guru dalam bentuk UUG.

2.1.5 Perbedaan Guru dan Dosen

Lebih dari sepuluh tahun sebelum UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dibuat, kata
“guru” cenderung makin tenggelam. Bahkan, secara “defenisi” sebutan guru tidak termuat dalam
UU No. 20 Tahun 2003 Sisdiknas. Dengan demikian, secara defenisi (by definition) pula UU No.
20 Tahun 2003 kurang memberi apresiasi kepada guru. Didalam UU No. 20 Tahun 2003, kata
“guru” dimasukkan ke dalam genus “pendidik”.

Upaya untuk menghidupkan kembali defenisi guru terwujud dengan adanya UU No. 14 Tahun
2005. Di dalam UU ini, bab-bab yang membahas guru secara umum disajikan terpisah, karena
memang untuk hal-hal tertentu terdapat perbedaan esensial antara guru dan dosen, yaitu:

1. Guru dan dosem secara konseptual merupakan dua jabatan/pekerjaan profesi yang sama,
namun secara operasional terdapat perbedaan peran yang signifikat antara dosen yang
bertugas diperguruan tinggi dan guru yang bertugas disekolah. Perbedaan itu dalam hal
pengaturan mengenai:
a) Kedudukan dan fungsi
b) Kualifikasi dan kompetensi
c) Hak dan kewajiban
d) Wajib kerja dan ikatan dinas
e) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian
f) Pembinaan dan pengembangan
g) Penghargaan
h) Perlindungan hukum, perlindugan profesi, dan perlindungan ketenagakerjaan
i) Organisasi profesi
j) Sanksi

2. Secara yuridis, guru dan dosen merupakan pendidik, tetapi tugas dan tanggung jawabnya
berbeda. Disamping sebagai pendidik, dosen juga berfungsi sebagai peneliti yang
mendalam, memperluas, dan mengembangkan IPTEK dan seni. Kompetensi yang
dibutuhkan bagi dosen bukan sekedar menguasai IPTEK dan seni yang sudah mapan,
melainkan juga menemukan IPTEK dan seni baru melalui penelitian, serta melaksanakan
pengabdian kepada masyarakat.
3. Secara historis, organisasi guru telah ada sejak berdirinya Persatuan Guru Republik
Indonesi (PGRI) tanggal 25 November 1945, sedangkan organisasi dosen belum ada.
4. Secara sosiologis, guru tersebar diseluruh tanah air, mulai dari kota besar sampai desa-desa
terpencil atau “daerah-daerah khusus” (seperti daerah bencana, terisolasi, perbatasan);
sedangkan dosen hanya bertugas di daerah perkotaan.
5. Guru disiapkan di perguruan tinggi pada jenjang pendidikan sarjana. Dosen disiapkan di
perguruan tinggi pada jenjang magister dan/atau doktor.
6. Pemberdayaan guru disekolah terikat oleh konsep dan prinsip manajemen berbasis sekolah,
sedangkan pemberdayaan dosen lebih terikat pada konsep dan otonomi keilmuan.
7. Guru dituntut bersikap profesional dalam penguasaan dua kompetensi secara berimbang,
yakni kompetensi sebagai pendidik (educator) dan kompetensi sebagai pengajar (teacher).
Sedangkan dosen lebih dititikberatkan pada sikap dan kemampuan profesional sebagai
ilmuan-pengajar (lecturer).
8. Pembinaan dan pengembangan dosen di perguruan tinggi sudah tertata lebih baik dan secara
hukum sudah lebih terlindungi, serta secara profesi, sosial, dan finansial sudah memperoleh
penghargaan yang lebih memadai dari pada guru.
9. Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan bersifat otonom berbasis satuan pendidikan
tinggi dalam mengelola dosen. Hal itu berbeda dengan sekolah yang guru-gurunya dikelola
secara terpadu berbasis wilayah untuk semua jenis pada jenjang pendidikan formal.
2.1.6 Tampilan Profesi Guru

Guru Indonesia harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat,
terlindungi, bermartabat, dan mulia. Dalam mukadimah Kode Etik Guru Indonesia (KEGI)
disebutkan bahwa guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia
serta menguasai lmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewüjudkan masyarakat yang
maju, adil, makmur, dan beradab.

Guru indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidi kan dasar, dan pendidikan menengah. Mereka
memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Guru Indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik, yang dalam melaksanakan tugas
berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya karso, tut wuri
handayani“.Peran guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang
profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif dan
produktif sebagai aset nasional yang menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat
sekarang dan di masa yang akan datang.

Guru indonesia bertanggung jawab mengantarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan


sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang
berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan
negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang
maupun masa yang akan datang.

Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya merupakan
komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya
dengan pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan
negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia
ini.

Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang
profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif dan
produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat
sekarang dan di masa yang akan datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa
perlu ditetapkan KEGI sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam
bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa

2.2 Esensi Kode Etik

Guru harus diberdayakan. Lebih utama lagi, guru harus mampu memberdayakan diri
dipandu oleh Kode Etik dan etika kerja tertentu. Jadi, keutamaannya adalah guru itu sendirilah
yang harus memberdayakan diri. Guru madani adalah mereka yang mampu melakukan prakarsa
berdayaan-diri (self-empowering), pemtanpa menafikan inisiatif struktural, meski tidak
tergantung padanya.

Pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan


secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
Kode Etic merupakan norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia
sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik,
anggota masyarakat, dan warga negara. Pedomarn sikap dan perilaku dimaksud adalah nilai-nilai
moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh
dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan
sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.

Sebagai pedoman sikap dan perilaku Kede Etik ini bertujuan menempatkan guru sebagai
profesi yang terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilimdungi undang-undang. Kode etik
dimaksud berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan
tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali
siswa, dengan nilai-nilai agama, pemdidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan. Istilah norma disini
bermakna sesuatu yang baik atau buruk dilihat dari presepsi komunikasi penyandang profesi atau
masyarakat pada umumnya.

2.2.1 Komitmen atas Kode Etik

Di Indonesia, guru dan organisasi profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan
KEGI. Kode etik harus mengintegral pada perilaku guru. Disamping itu, guru dan organisasi
guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik dimaksud kepada rekan sejawat, penyelenggara
pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Bagi guru, Kode Etik tidak boleh dilanggar, baik
sengaja maupun tidak.

Setiap pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan/atau tidak melaksanakana KEGI


dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru. Guru yang
melanggar KEGI dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada
organisasi profesi atau menurut aturan negara. Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan,
sedang, dan berat. Tentu saja, guru tidak secara serta-merta dapat dikenai sanksi karena tudingan
melanggar Kode Etik profesinya. Pemberian sanksi itu berdasarkan atas rekomendasi objektif.
Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap KEGI
merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Pemberian sanksi oleh
DKGI sebagaimana harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran
dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.

Rekomendasi DKGI wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. Tentu saja, istilah
wajib ini normatif sifatnya. Sanksi dimaksud merupakan upaya pembinaan kepada guru yang
melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. Selain itu,
siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran KEGI wajib melapor kepada DKGI
organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang. Tentu saja, setiap pelanggar dapat
melakukan pembelaan diri dengan atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat
hukum menurut jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan DKGI.

2.3 Rumusan Kode Etik Guru Indonesia

Berikut ini disajikan substansi utama KEGI. KEGI ini merupakan hasil rumusan
Konferensi Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Pada bagian lampiran juga dimuat
tentang DKGI. Siapa yang harus mematuhi KEGI dan memahami tugas pokok dan fungsi DKGI
ini? Pengalaman pada banyak jenis profesi dan negara, Kode Etik profesi sejenis bersifat
tunggal. Oleh karena itu, meski banyak organisasi guru di Indonesia, KEGI ini mestinya menjadi
Kode Etik tunggal untuk siapa saja yang menyandang profesi guru. Artinya, organisasi guru
dengan keanggotaan "lebih sedikit" harus "tunduk" pada Kode Etik yang dikembangkan oleh
organisasi sejenis dengan keanggotaan terbesar. Disamping itu, PGRI merupakan organisasi
pertama yang telah secara komprehensif merumuskan KEGI dan DKGI.Berikut ini disajikan
substansi esensial dari KEGI dimaksud.

2.3.1 Hubungan Guru dengan Peserta Didik:

a) Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,


membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
b) Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak
dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c) Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan
masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d) Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan
proses kependidikan.
e) Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus menerus harus berusaha
menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan
sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efesien bagi peserta didik.
f) Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan
menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang diluar batas kaidah pendidikan.
g) Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat
mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h) Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta
didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk
berkarya.
i) Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat
peserta didiknya.
j) Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k) Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak
peserta didiknya.
l) Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi
pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m) Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-
kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n) Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak
ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o) Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik
dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya
untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi
.
2.3.2 Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa:
a) Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efesien dengan orangtua/wali
siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b) Guru memberi informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai
perkembangan peserta didik.
c) Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan
orangtua/wali
d) Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan
dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e) Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan
peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f) Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan
dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g) Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa
untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

2.3.3 Hubungan Guru dengan Masyarakat:

a) Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efesien dengan
masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b) Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan
kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c) Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.
d) Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat
profesinya.
e) Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif
dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
f) Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum,
moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g) Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
h) Guru tidak boleh menampikan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.

2.3.4 Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat:

a) Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.


b) Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses
pendidikan.
c) Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d) Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan di luar sekolah.
e) Guru menghormati rekan sejawat.
f) Guru saling membimbing antar sesama rekan sejawat
g) Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar
dan kearifan profesional.
h) Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara
profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i) Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat
profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
j) Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap
tindakan profesional dengan sejawat.
k) Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan
pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan
pembelajaran.
l) Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama,
moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m) Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan kualifikasi
dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n) Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan
marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
o) Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat
siswa l atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p) Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-
pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q) Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan
memunculkan konflik dengan sejawat.

2.3.5 Hubungan Guru dengan Profesi:

a) Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.


b) Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dibidang studi
yang diajarkan.
c) Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d) Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas
profesional dan bertanggung jawab atas konsekuensinya.
e) Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggung jawab, inisiatif individual, dan
integritas dalam tindakan profesional lainnya.
f) Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan
martabat profesionalnya.
g) Guru tidak boleh menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi
keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h) Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan
tanggung jawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.

2.3.6 Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya:

a) Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam
melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan pendidikan.
b) Guru memantapkan dam memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat
bagi kepentigan pendidikan.
c) Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan
komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d) Guru menjunjung tinggi tindakan dam pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-
tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e) Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif
individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f) Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan
martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g) Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan
pribadi dari organisasi profesinya.
h) Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa
alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

2.3.7 Hubungan Guru dengan Pemerintah:

a) Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang


pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undang
lainnya.
b) Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
c) Guru berusaha menciptakan, memelihara dan menigkatkan rasa persatuan dan kesatuan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d) Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan
pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e) Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian
negara.
BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan

Keseluruhan tahap proses yang harus dialami dana tau diikuti oleh guru mulai dari ada
niat menjadi guru hingga benar-benar menjadi guru yang professional itulah yang dimaksud
dengan profesionalisasi dalam jabatan guru. Dengan kata lain, profesionalisasi jabatan guru
adalah proses yang harus ditempuh untuk memegang profesi guru atau menjabat sebagai guru
yang profesional.

Seorang guru pun dalam menyikapi suatu masalah dengan baik dalam mendidik, karena
tingkah laku atau etika seorang guru sangat berperan sekali dalam profesinya sebagai pendidik.
Sehingga sifatnya akan menjadi contoh kepada muridnya, selain memberikan ilmu pengetahuan
atau mentransfer ilmu kepada murid, guru pun harus bisa memberikan sikap yang baik terhadap
muridnya karena seorang murid adalah orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik untuk bekal hidupnya agar
berbahagia didunia dan akhirat dengan jalan yang sungguh-sungguh.

 Saran

Penulis menyarankan setelah membaca dan memahami makalah ini, kita sebagai calon
guru dapat mengetahui dan menerapkan profesionalisasi sebagai guru yang baik serta etika etika
agar menjadi guru yang professional.

Anda mungkin juga menyukai