Anda di halaman 1dari 40

1

MAKALAH KELOMPOK

“TEKNIK PENGOLAHAN HASIL EVALUASI”

EVALUASI DAN TEKNIK PENCAPAIAN HASIL BELAJAR SISWA


PENDIDIKAN MATEMATIKA

Dosen Pengampu : Dr. Dedek Andrian, M.Pd

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

1. SITI RAHMA JELITA (176410612)


2. SRI RAHAYU (176410889)
3. SYARAH AULIA (176410515)
4. SYARUL RAMADHAN (176410641)
5. VITRI MELINDA SITANGGANG (176410947)
6. WAHYUNI OKTARY (176410723)
7. WELI SUSANTI (176410687)
8. WIDYANTI (176410544)
9. YANTI NOVALINDA SORMIN (176410534)
10. M. ANDRE WIJAYA (166410391)

KELAS 5A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2019
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dah hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Teknik Pengolaham Hasil Evaluasi” ini dengan sebaik-
baiknya

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Dedek Andrian, M.Pd. selaku
dosen mata kuliah “Evaluasi dan Teknik Pencapaian Hasil Belajar Siswa
Pendidikan Matematika” yang telah memberikan tugas ini serta kami juga
mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang berkontribusi baik berupa
materi maupun pemikirannya.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, dengan senang hati kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Dan kami meminta
maaf apabila terdapat kesalaahn dalam penulisan makalah ini.

Pekanbaru, 03 September 2019

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Teknik Pengolahan Hasil Tes...................................................................... 6
2.1.1. Cara Memberi Skor Mentah Untuk Tes Uraian ............................. 8
2.1.2. Cara Memberi Skor Mentah Untuk Tes Objektif .......................... 10
2.1.3. Mengolah Skor Mentah Menjadi Nilai Huruf ................................. 13
2.2. Skor Total ..................................................................................................... 14
2.3. Konversi Skor ............................................................................................... 15
2.4. Cara Memberi Skor Untuk Skala Sikap .................................................... 17
2.5. Cara Memberi Skor Untuk Domain Psikomotor ...................................... 19
2.6. Pengolahan Data Hasil Tes PAP dan PAN ................................................ 20
2.6.1. Pendekatan Penilaian Acuan Normatif(PAN)................................. 20
2.6.2. Penilaian Acuan Patokan(PAP) ........................................................ 24
2.6.3. Perbedaan PAN dan PAP Serta Kelebihan dan
Kekurangannya .................................................................................. 27

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33

LAMPIRAN ......................................................................................................... 35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengolahan data hasil evaluasi pembelajaran merupakan materi utama yang
perlu dipahami berkaitan dengan masalah evaluasi pembelajaran. Bahkan dapat
dikatakan pengolahan hasil evaluasi pembelajaran merupakan materi inti dalam
kegiatan evaluasi karena pasti akan dilakukan dalam melaksanakan suatu proses
evaluasi. Berdasarkan hasil pengolahan data, akan diperoleh suatu informasi yang
jelas untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan.
Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-
standar tertentu sesuai dengan perkembangannya. Maka dari itu seorang guru
harus mengetahui bagaimana cara atau teknik-teknik yang baik untuk
mengevaluasi siswanya, sudah sampai sejauhmana pencapaian siswa dalam
menguasai materi yang disampaikan.
Ada dua kegiatan utama yang perlu dilakukan dalam pengolahan hasil
evaluasi, yaitu penyekoran dan pemberian nilai. Penyekoran adalah proses
mengubah jawaban siswa menjadi angka-angka. Nilai adalah hasil ubahan dari
skor yang telah disesuaikan pengaturannya dengan suatu standar tertentu.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu teknik pengolahan hasil tes?
2. Apa yang dimaksud dengan skor total?
3. Apa yang dimaksud dengan konversi skor?
4. Bagaimana cara memberi skor untuk skala sikap?
5. Bagaimana cara memberi skor untuk domain psikomotor?
6. Bagaiamana cara pengolahan data hasil tes PAP dan PAN?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui teknik pengolahan hasil tes.
2. Untuk mengetahui tentang skor total.

1
3. Untuk mengetahui tentang konversi sikap.
4. Untuk mengetahui cara memberi skor untuk skala sikap.
5. Untuk mengetahui cara memberi skor untuk domain psikonomotor.
6. Untuk mengetahui cara pengolahan penilaian data hasil tes PAP dan PAN.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Menurut Prasad Sah (2012: 30-31) Belajar, juga mengajar, adalah salah satu
proses paling mendasar yang dimiliki manusia sejak keberadaannya. Dan,
penilaiannya sejalan dengan pengajaran dan pembelajaran baik secara formal
maupun informal. Apa yang telah dihasilkan oleh tes dan penilaian sejauh ini atau
yang akan dihasilkan di masa depan dapat memberikan bentuk tujuan untuk
pengajaran, serta pengembangan kurikulum. Sekarang layak penilaian yang harus
memiliki hubungan dengan pengalaman dunia nyata. Aspek penilaian lain, yaitu
penilaian otentik, seperti wawancara lisan, menceritakan kembali teks, portofolio,
dll. Juga dapat dipertimbangkan. Guru dapat membuat mempertimbangkan
berbagai aspek penilaian yang mungkin membawa kita ke cakrawala baru
pembelajaran. Penilaian dapat dirasakan memiliki potensi untuk mengubah
konsepsi yang mengerikan dari peserta tes pada ujian yang diberikan dalam
periode waktu tertentu, atau lebih tepatnya dalam beberapa menit atau beberapa
jam. Keterbatasan waktu semacam itu adalah salah satu penyebab yang membuat
peserta ujian tegang dan ketakutan sampai mereka mengikuti tes mereka, karena
itu peserta didik tidak dapat termotivasi untuk belajar yang nyata. Untuk memiliki
perubahan yang luar biasa, instruksi harus berkualitas. Jika siswa diizinkan untuk
secara aktif memilih dan melakukan pekerjaan mereka sendiri, mereka pasti akan
menemukan pekerjaan mereka menyenangkan, memotivasi dan menantang.
Tepatnya, itu adalah instruksi berbasis proyek di mana siswa merencanakan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi proyek yang memiliki aplikasi dunia
nyata di luar kelas (Blank, 1997; Dickinson, et al. 1998; Harwell, 1997, dikutip
dalam Railsback, 2002). Itulah sebabnya para pengembang kurikulum waktu
tinggi di negara kita harus memperhatikan sisi-sisi penilaian yang lebih cerah dan
praktiknya yang melimpah bagi para peserta didik untuk mendapatkan
pembelajaran yang lebih nyata.
Menurut Wagner, Babson. Dan Murphy (2011: 5-6) ada 3 jenis penilaian:
1. Penilaian nasional
Penilaian nasional (kadang-kadang disebut ujian nasional atau publik)
mengevaluasi semua siswa dalam sistem pendidikan nasional. Hampir semua

3
negara terlibat dalam beberapa jenis penilaian nasional untuk memastikan apakah
tujuan pendidikan yang diinginkan dan direncanakan tercapai. Hasilnya dapat
digunakan untuk memodifikasi kurikulum, melatih guru, mengatur kembali akses
sekolah, atau merancang ulang berbagai aspek lain dari sistem pendidikan
nasional. Hasilnya juga dapat digunakan untuk tujuan akuntabilitas, untuk
membuat keputusan alokasi sumber daya, dan untuk meningkatkan kesadaran
publik tentang masalah pendidikan.

2. Penilaian regional
Penilaian regional memberikan kesempatan untuk mengukur pembelajaran
siswa di sekelompok negara, biasanya ditentukan oleh wilayah geografis atau
dengan bahasa nasional bersama. Mereka telah tumbuh dalam popularitas selama
20 tahun terakhir, dan sebagai bagian dari upaya untuk memperluas penggunaan
LSEA ke negara-negara berkembang, organisasi regional dan internasional telah
berkolaborasi untuk membuat tiga penilaian regional utama: Laboratorium
Amerika Latin untuk Penilaian Kualitas dalam Pendidikan (LLECE), Konsorsium
Afrika Selatan dan Selatan untuk Pemantauan Kualitas Pendidikan (SACMEQ),
dan Program untuk Analisis Sistem Pendidikan negara-negara CONFEMEN
(francophone Africa) (PASEC).

3. Penilaian internasional
Penilaian internasional dirancang untuk mengukur pembelajaran di banyak
negara. Tujuan mereka meliputi: (a) perbandingan lintas nasional yang
menargetkan berbagai masalah kebijakan pendidikan; (B) penyediaan tables tabel
liga 'yang skor prestasi urutan-peringkat oleh bangsa atau wilayah atau variabel
lainnya; dan (c) analisis dalam negeri yang kemudian dibandingkan dengan
bagaimana negara lain beroperasi di tingkat daerah. Studi-studi ini dilakukan oleh
berbagai organisasi dan lembaga internasional, termasuk IEA yang melakukan
Kemajuan dalam Studi Literasi Membaca Internasional (PIRLS), dan OECD yang
bertanggung jawab untuk studi Program untuk Prestasi Siswa Internasional
(PISA). Masing-masing penilaian internasional ini sekarang digunakan di lusinan

4
negara dan berkembang jauh melampaui basis pengguna negara OECD yang
membentuk kelompok inti awal peserta.
Menurut Ibrahim (2010, 134) ada dua cara pengolahan hasil evaluasi,
khususnya hasil tes, yang dapat ditempuh dalam rangka mewujudkan fungsi
evaluasi yang telah dikemukakan:
a. Pengolahan Secara Keseluruhan
Cara pengolahan ini dilakukan dengan membandingkan nilai rata-rata awal
(dan nilai rata-rata) tes akhir, untuk melihat tingkat efektivitas yang dicapai setiap
siswa dalam tes, khususnya tes akhir, untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa
A, siswa B, siswa C, dan seterusnya, terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai
melalui program pengajaran yang bersangkutan.

b. Pengolahan Bagian demi Bagian


Cara pengolahan ini dilakukan terhadapa hasil tes yang dicapai siswa soal
demi soal, terutama pada tes akhir, untuk mengetahui berapa persen siswa yang
betul dan salah dalam setiap soal, seperti yang digambarkan dalam tabel berikut:

Soal tes % yang betul % yang salah


1 80 20
2 30 70
3 10 90
dan seterusnya.

Dari hasil pengolahan soal demi soal di atas, guru dapat memperoleh
gambaran tentang bagian-bagian mana dari materi pelajaran yang belum dikenal
oleh sebagian besar siswa.Hasil pengolahan ini selanjutnya dilengkapi dengan
data yang diperoleh dari observasi dan wawancara/angket untuk keperluan
penentuan tindak lanjut penggunaan hasil evaluasi.

5
2.1 Teknik Pengolahan Hasil Tes
Menurut Majid(2014:156) Penilaian proses kegiatan pembelajaran yang
terjadi di ruang kelas adalah partisipasi guru dan peserta didik, interaksi antara
guru dan peserta didik, suasana pembelajaran di dalam kelas, mutu pembelajaran,
dan komponen pembelajaran lainnya.
Menurut Muslich dalam (Majid, 2016:156) penilaian proses kegiatan
pembelajaran ini dapat dilakukan dengan berbagai cara berikut, yaitu:
1. Menggunakan lembar observasi baik untuk menilai peserta didik, guru,
maupun untuk menilai kedua-duanya.
2. Menilai interaksi yangterjadi di dalam kelas, selama pembelajaran itu
berlangsung.

Dari penjelasan diatas maka dapat kita jelaskan lagi tentang teknik dalam
pengolahan hasil tes yang sudah kita berikan dan evaluasi dalam proses
pembelajaran.

Menurut Arifin (2016: 220-221), para guru biasanya mengumpulkan hasil


tes dari muridnya, akan tetapi tidak dapat atau tidak bisa mengolahnya sehingga
nilai atau hasil tes tersebut terbuang percuma. Kurang memperhatikan sikap dan
keterampilan juga, sehingga ada hal yang kurang adil dalam penilaian, hanya
melihat skor semata.Pada umumnya pengolahan suatu data hasil tes ini
menggunakan bantuan statistik.Analisis statistik digunakan jika ada data
kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka, sedangkan data untuk
kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan
statistik.Dalam pengolahan data hasil tes, ada empat langkah pokok yang harus
ditempuh.Pertama, menskor, yaitu memberi skor pada hasil tes yang dapat
dicapai oleh peserta didik.Kedua, mengubah skor mentah menjadi skor
standar.Ketiga, mengkonversikan skor standar kedalam nilai baik berupa huruf
atau angka.Keempat, melakukan analisis soal untuk mengetahui derajat validitas
dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda.

6
Contoh kesukaran soal :

Dalam Suryani (2017:145-146), Tingkat kesukaran merupakan rasio antara


penjawab soal dengan benar dan banyaknya peserta ujian. Secara teoritik dikata-
kan bahwa tingkat kesukaran merupakan probabilitas empirik untuk lulus pada
butir soal tertentu bagi peserta ujian tertentu. Dalam teori skormurni klasik,
tingkat kesukaran adalah parameter yang mendeskripsikan seberapa sukarkah bagi
sekelompok peserta ujian yang dites untuk memberikan jawaban yang benar
terhadap suatu butir soal (Azwar, 2016). Menurut Sudjana (2004), sebaiknya
paket soal yang diberikan kepada siswa memiliki keseimbangan antara mudah,
cukup, sukar dengan perbandingan 3:4:3 atau 3:5:2. Apabila soal ujian akhir
semester berjumlah 50 maka seharusnya perbandingan antara soal
mudah:cukup:sukar adalah 15:20:15 atau 11:28:11. Perbandingan hasil analisis
tingkat kesukaran butir soal ujian akhir semester SMA pada mata pelajaran
BahasaIndonesia kelas X di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal

No Tahun Perbandingan
Pelajaran

1 2011/2012 6,4 : 2,4 : 1,2


2 2012/2013 7,8 : 1,2 : 1,2
3 2013/2014 1,2 : 1,4 : 7,4
4 2014/2015 6,4 : 0,8 : 2,8

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaran butir soal ujian
akhir semester SMA pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas X belum
memenuhi unsur keseimbangan. Pada Tahun Pelajaran 2011/2012 soal didominasi
oleh tingkat kesukaran sukar.

7
2.1.1 Cara Memberi skor Mentah Untuk Tes Uraian
Menurut Arifin (2016: 223), dalam bentuk uraian biasanya skor mentah
dicari dengan menggunakan sistem bobot. Sistem bobot ada dua cara,
yaitu:Pertama, bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan tingkat
kesukarannya. Misalnya, untuk soal yang mudah skor maksimumnya adalah 6,
dan untuk soal sedang skor maksimumnya adalah 7, dan untuk soal sukar skor
maksimumnya adalah 10.Cara ini tidak memungkinkan peserta didik mendapat
skor maksimum sepuluh.Kedua, bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan
tertentu sesuai dengan tingkat kesukaran soal.Misalnya, soal yang mudah diberi
bobot 3, soal sedang diberi bobot 4, dan soal sukar diberi bobot 5.Car ini
memungkinkan peserta didik mendapat skor sepuluh.

Contoh 1:
Seorang peserta didik diberi tiga soal dalam bentuk uraian.Setiap soal diberi skor
(X) maksimum dalam rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban peserta didik.

Perhitungan Skor Dengan Sistem Bobot Pertama

No. Tingkat Kesukaran Jawaban Skor (X)


Soal
1 Mudah Betul 6
2 Sedang Betul 7
3 Sukar Betul 10
Jumlah 23

∑𝑋
Rumus: skor = ∑ 𝑆

Keterangan:∑ 𝑋= Jumlah skor

∑ 𝑠= jumlah soal

23
Jadi, skor peserta didik A = = 7,67
3

8
Contoh 2:
Seorang peserta didik dites dengan tiga soal dalm bentuk uraian. Masing-masing
soal diberi bobot sesuai dengan tingkat kesukarannya, yaitu bobot 5 untuk soal
yang sukar, 4 untuk soal sedang, dan 3 untuk soal yang mudah. Tiap-tiap soal
diberika skor(X) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban yang
betul.Kemudian skor (X) yang dicapai oleh setiap peserta didik dikalikan dengan
bobot setiap soal. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Perhitungan Skor dengan Sistem Bobot Kedua

Nomor Tingkat Jawaban Skor (X) Bobot (B) XB


Soal Kesukaran
1 Mudah Betul 10 3 30
2 Sedang Betul 10 4 40
3 Sukar Betul 10 5 50
Jumlah 12 120

∑ 𝑋𝐵
Rumus : skor = ∑𝐵

Keterangan :TK = tingkat kesukaran

X = skor setiap soal

B = bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal

∑ 𝑋 𝐵 = jumlah hasil perkalian X dengan B

120
Jadi, skor peserta didik : = 10
12

Contoh dari kedua penskoran tersebut merupakan penggunaan sistem skor untuk
uraian biasa, dan menjadikan penilaian lebih adil dan tidak menguntungkan
ataupun merugikan siswa. Untuk soal uraian Objektif (BUO) harus menggunakan
pedoman seperti berikut:

9
Contoh 3:

Indikator : dapat menentukan harga satuan dari campuran dua jenis bahan yang
berbeda harga

Soal : Pak Angga, seorang pedagang beras eceran membeli 30kg beras jenis X
seharga Rp180.000,00 kemudian dicampur dengan 10kg beras jenis Y seharga
Rp40.000,00.

Pertanyaan:
1. Berapa kg berat seluruh beras yang dibeli Pak Angga?
2. Berapa rupiah uang yang dibayarkan Pak Angga?
3. Berapa harga beras campuran tiap kg?

Pedoman Penskoran BUO

Kunci Jawaban Skor


a. 3kg + 10kg = 40kg
b. Rp.180.000,00 + Rp.40.000,00= Rp.220.000,00.
c. Harga beras campuran tiap kg adalah:
𝑅𝑝.220.000,00
= Rp.5.500,00.
40𝑘𝑔

Skor Maksimum 4

2.1.2 Cara Memberi Skor Mentah untuk Tes Objektif


Menurut Arifin (2016: 228-231), ada dua cara untuk memberikan skor pada
soal tes bentuk Objetif, Yaitu:
a. Tanpa Rumus Tebakan
Biasanya digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebaikannya.
Caranya adalah menghitung jumlah jawaban yang betul saja. Setiap jawaban
yang betul diberi skor satu , dan jawaban yang salah diberi skor 0. Jadi:
Skor = Jumlah Jawaban Betul.
b. Menggunakan Rumus Tebakan
Biasanya rumus ini digunakan apabila soal-soal tes itu sudah pernah
diujicobakan dan dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya.

10
Penggunaan rumus tebakan ini bukan karena guru sudah mengetahui bahwa
peserta didik itu menebak, tetapi tes bentuk objektif ini sangat memungkinkan
peserta didik itu menebak, tetapi tes bentuk objektif ini sangat memungkinkan
peserta didik untuk menebak. Adapun rumus-rumus tebakan tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Untuk item bentuk benar-salah (true-false)
Rumus : S = ∑ 𝐵 - ∑ 𝑠
Keterangan :
S = skor yang dicari
∑ 𝐵= jumlah jawaban benar
∑ 𝑠= jumlah jawaban yang salah
2) Untuk item bentuk pilihan – ganda (Multiple Choice)
∑𝑠
Rumus : S = ∑ 𝐵 - 𝑛−1

Keterangan :
S = skor yang dicari
∑ 𝐵 = jumlah jawaban yang benar
∑ 𝑠= jumlah jawaban yang salah
n = jumlah alternative jawaban yang disediakan
1 = bilangan tetap

Selain rumus diatas menurut Rofieq (Arifin, 2016: 229-230) cara penskoran tes
bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu:

“penskoran tanpa ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda
bobot”.
a) Penskoran tanpa Koreksi, yaitu menghitung soal yang benar dan setiap soal
yang benar maka diberi skor 1 atau sesuai bobot yang teah ditentukan , lalu
hasilnya dikalikan 100.
𝐵
Rumus : S = 𝑁 x 100 (skala 0-100)

b) Penskoran ada koreksi jawaban, yaitu memberi pertimbangan pada jawaban


yang dijawab salah ataupun tidak dijawab oleh peserta didik.
𝑆
Rumus: skor = [(𝐵 − 𝑝−1
) /𝑁] x 100

11
Keterangan :
B = jumlah soal yang dijawab benar
S = jumlah soal yang dijawab salah
P = jumlah pilihan jawaban tiap soal
1 = bilangan tetap
N = jumlah soal
Catatan : Soal yang tidak jawaban diberi skor 0
c) Penskoran dengan butir beda bobot, yaitu pemberian skor dengan
memberikan bobot berbeda disetiap soalnnya karena alasan pemahaman ,
aplikasi evaluasi dan kesulitan soal itu sendiri.
(𝐵𝑥𝑏)
Rumus : Skor= ∑ 𝑥 100%
𝑆𝑖

Keterangan :
B = jumlah soal yang dijawab benar
b = bobot setiap soal
Si = skor ideal (skor yang mungkin dicapai jika semua soal dapat
dijawabdengan benar )

3) Untuk soal bentuk menjodohkan (matching)


Rumus : S = ∑ 𝐵
Keterangan :
S = skor yang dicari
∑ 𝐵= jumlah skor yang benar
4) Untuk soal bentuk jawaban singkat (Short Answer) dan melengkapi
(completion)
Rumus : S = ∑ 𝐵
S = skor yang dicari
∑ 𝐵= jumlah skor yang benar

Catatan : perhitungan jumlah jawaban yang benar harus dilihat dari jumlah titik-
titik jawaban yang diberikan, dan bukan berdasarkan jumlah soal, sebeb pada
setiap soal mungkin ada yang lebih dari sati titi-titik kosong.

12
Menurut Purwanto (2012:87) Melihat begitu saja suatu skor hasil evaluasi
yang diperoleh siswa sering kali belum dapat memberikan informasi yang jelas
apa arti skor tersebut dalam hubungannya dengan siswa yang memperoleh skor
itu. Agar skor-skor itu dapat “berbicara” kepada kita, perlu dianalisis atau diolah
sedemikian rupa sehingga mempunyai arti tertentu bagi orang yang
menggunakannya. Mungkin dengan pengolahan skor-skor tersebut kita akan dapat
mengetahui sampai di mana penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang
telah dipelajarinya. Di samping itu, akan dapat pula diketahui bagaimana status
atau kedudukan siswa tertentu dibandingkan dengan siswa-siswa lain dalam
kelompok atau kelasnya.
Kali ini akan diuraikan bagaimana mengolah skor mentah (raw score)
menjadi nilai huruf dan beberapa skor standar dengan urutan uraian sebagai
berikut:
1) Mengolah skor mentah menjadi nilai huruf,
2) Mengolah skor mentah menjadi skor standar 1 – 10
3) Mengolah skor mentah menjadi skor standar z, dan
4) Mengolah skor mentah menjadi skor standar T.

2.1.3 Mengolah SkorMentah Menjadi Nilai Huruf


Di samping penilaian yang dinyatakan dengan angka, kita mengenal pula
penilaian yang dinyataan dengan huruf. Seperti penilaian yang dilakukan oleh
guru taman kanak-kanak dan atau guru-guru sekolah dasar kelas I dan II, mereka
menggunakan nilai huruf a, b, c, dan d.
Pengolahan skor mentah menjadi nilai huruf menggunakan sifa-sifat yang
pada kurva normal atau distribusi normal sebagai dasar perhitungan. Adapun ciri-
ciri atau sifat-sifat distribusi normal antara lain adalah seperti berikut :
1. Memiliki jumlah atau kepadatan frekuensi yang tetap pada jarak deviasi-
deviasi tertentu sepertiContoh berikut, misal :
a. 68,26 persen data/populasi terletak di dalam interval M – 1 DS dan M
+ 1 DS
b. 95,44 persen data/populasi terletak di dalam interval M – 2 DS dan M
+ 2 DS

13
c. 99,72 persen data/populasi terletak di dalam interval M – 3 DS dan M
+ 3 DS

2.2 Skor Total


Menurut Crocker dan James (2008: 401) Para pendukung skoring Formula
berpendapat bahwa metode ini harus meningkatkan reliabilitas dan validitas skor
karena skor terkoreksi harus berupa surat estimasi skor peserta ujian mengenai
sifat dasar yang diukur dengan tes daripada tes. skor yang diamati tidak dikoreksi.
Alasan teoretis untuk pertikaian ini telah dijelaskan oleh banyak penulis, dengan
satu penjelasan singkat yang ditawarkan oleh Lord (1975). Dalam upaya ini untuk
memperjelas model yang mendasari pemberian skor formula, Tuhan
mengidentifikasi dua nilai skor untuk peserta ujian, yang kami akan beri label X
dan Xc:
1. X adalah skor yang diperoleh ketika peserta ujian diinstruksikan untuk
menjawab setiap item dan skor yang benar digunakan.
2. Xc adalah skor yang diperoleh ketika peserta ujian yang sama diinstruksikan
untuk menjawab setiap item yang memiliki pengetahuan parsial yang cukup untuk
menghilangkan satu atau lebih respons dan untuk menghilangkan semua item
lainnya, dan skor dihitung dengan Persamaan 17.2.
Skor total adalah skor yang diperoleh dari seluruh bentuk soal setelah diolah
dengan rumus tebakan (guessing Formula). Jika kita mengambil contoh,
misalnya skor total siswa adalah 20 + 6 + 5 + 7 = 38. Skor ini selanjutnya disebut
skor mentah (raw score). Setelah dihitung skor mentah setiap peserta didik ,
langkah selanjutnya adalah mengolah skor mentah tersebut menjadi nilai-nilai
jadi. Pengolahan skor dimaksudkan unruk menetapkan batas lulus (passing
Grade) dan untuk mengubah skor mentah menjadi skor terjabar (drived Skor) atau
skor standar. Untuk menentukan batas lulus, terlebih dulu harus dihitung rata-rata
(mean) dan simpangan baku (standard deviation), kemudian mengubah skor
mentah menjadi skor terjabar atau skor standar berdasarkan kriteria atau norma
tertentu.

Sebelum mempelajari lebih lanjut tentang perhitungan rata-rata dan


simpangan baku, sebaiknya dipahami dahulu tentang pendekatan penafsiran hasil

14
evaluasi, karena perhitungan kedua teknik satistik dasar tersebut berkaitan dengan
pendekatan yang digunakan.

2.3 Konversi skor


Konversi skor adalah proses transfortasi skor mentah yang dicapai peserta
didik ke dalam skor terjabar atau skor standar untuk menetapkan nilai hasil belajar
yang diperoleh. Secara tradisional, dalam menentukan nilai peserta didik pada
setiap mata pelajaran, guru menggunakan rumus sebagai berikut:

∑𝑋
Nilai ∑𝑆
x 10 (skala 0 – 10)

Keterangan :∑ 𝑋 = jumlahskor mentah

∑ 𝑆 = jumlah soal

Contoh :
Seorang peserta didik dites dengan menggunakan bentuk soal B – S (Benar –
Salah).Dari jumlah soal 30, peserta didik tersebut memperolah jawaban betul 25,
dan jawaban salah 5.Dengan demikian, skor mentahnya adalah 25 – 5 = 20.

20
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = × 10 = 6,67
30

Di samping cara tersebut di atas, ada juga guru yang langsung menentukan nilai
berdasasrkan jumlah jawaban yang betul, tanpa mencari skor mentahterlebih
dahulu. Sesuai dengan contoh di atas, maka nilai peserta didik dapat ditemukan
seperti berikut ini.

25
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = × 10 = 8,33
30

Kedua pola konversi seperti ini mengandung banyak kelemahan, antara lain guru
belum mengantisipasi item-item yang tidak seimbang dilihat dari tingkat
kesukaran dan banyaknya item yang disajikan dalam naskah soal.Padahal, setelah
menentukan nilai, guru perlu meninjau kembali tentang seberapa besar peserta

15
didik memperoleh nilai dibawah batas lulus (passing grade).Untuk itu sudah
saatnya guru meninggalkan pola konversi yang tradisional tersebut. Guru
hendaknya menggunakan pola konversi sebagai berikut:
1. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan suatu standar atau
norma absolut. Pendekatan ini disebut juga Penilaian Acuan Patokan (PAP).
2. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan standar atau norma
relative atau disebut juga Penilaian Acuan Norma (PAN).
3. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan norma gabungan
(kombinasi) antara norma absolut (PAP) dengan norma relative (PAN).

Kriteri Konversi Nilai ModulMenurut Suarsana (2013:268) Kualitas modul


dinyatakan dengan perolehan nilai yang dihitung dengan rumus berikut.

Nilai Kategori Kualitas E-Modul


Nilai < 50 Kurang
50 < nilai ≤ 70 Cukup
70 < nilai ≤ 90 Baik
90 < nilai ≤ 100 Sangat Baik

Keterampilan berpikir kritis dan tanggapan mahasiswa terhadap


pelaksanaan pembelajaran menggunakan e-modul dianalisis menggunakan
statistik deskriptif yaitu menggunakan skor rata-rata secara klasikal. Adapun
skor yang diperoleh dikonversi menggunakan pedoman di bawah ini.

Kriteria Konversi Skor Motivasi Belajar dan Tanggapan Mahasiswa


Kategori

Rentangan Skor Keterampilan


Tanggapan
Berpikir Kritis

X P ≥Mi + 1,5SDi Sangat Tinggi Sangat


positif

Mi +1,5SDi >X P ≥ Mi + 0,5SDi Tinggi Positif

16
Mi +0,5SDi >X P ≥ Mi - 0,5SDi Sedang Sedang

Mi - 0,5SDi >X P ≥ Mi - 1,5SDi Rendah Negatif

Mi - 1,5SDi >X P Sangat Rendah Sangat


negative

Keterangan :
XP = Skor rata = rata mahasiswa secara klasikal
1
Mi =2(Skor tertinggi ideal = skorterendahideal)
1
SD i =6 (Skor tertinggi ideal = skorterendahideal)

2.4 Cara Memberi Skor untuk skala sikap


Penilaian kepribadian Menurut Hill (1976: 391) dapat didefinisikan
sebagai pengukuran dan evaluasi ciri-ciri psikologis, keadaan, nilai, minat, sikap,
pandangan dunia, akulturasi, identitas pribadi, selera humor, gaya kognitif dan
perilaku, dan / atau yang terkait karakteristik individu. Dalam bab ini, kami
meninjau proses penilaian kepribadian, termasuk berbagai pendekatan untuk
membangun tes kepribadian. Dalam bab berikut, kami fokus pada berbagai
metode penilaian kepribadian, termasuk metode objektif, proyektif, dan perilaku.
Sebelum semua itu, bagaimanapun, beberapa latar belakang diperlukan mengenai
penggunaan istilah sifat, tipe, dan status.
Set respons
Menurut Reynolds (210: 372), Bias respons atau rangkaian respons adalah
respons tes yang salah menggambarkan karakteristik sejati seseorang. Sebagai
contoh, seorang individu yang menyelesaikan tes penyaringan tenaga kerja
mungkin berusaha untuk menghadirkan citra yang terlalu positif dengan
menjawab semua pertanyaan dengan cara yang paling sesuai secara sosial, bahkan
jika tanggapan ini tidak secara akurat mewakili orang tersebut. Di sisi lain,
seorang guru yang berharap memiliki siswa yang mengganggu ditransfer dari
kelasnya mungkin cenderung membesar-besarkan kesalahan siswa untuk
mempercepat penghapusan siswa itu. Dalam kedua situasi ini, individu yang
menyelesaikan tes atau skala merespons dengan cara yang secara sistematis
mengubah realitas. Set respons dapat hadir saat menyelesaikan tes kinerja
maksimum. Sebagai contoh, seseorang dengan kasus pengadilan yang tertunda

17
mengklaim kerusakan neurologis akibat kecelakaan mungkin "palsu" pada tes
intelijen untuk memperkuat keberadaan kerusakan otak dan meningkatkan kasus
hukumnya. Namun, set respons bahkan merupakan masalah yang lebih besar pada
tes kinerja tipikal. Karena banyak konstruk yang diukur dengan tes kinerja tipikal
(mis., Kepribadian, perilaku, sikap, kepercayaan) memiliki dimensi yang dapat
dilihat sebagai "diinginkan" secara sosial atau "tidak diinginkan," kecenderungan
untuk menggunakan rangkaian respons meningkat.
Menurut Matondang (2009: 89-90) Data hasil skala, baik skala penilaian
maupun skala sikap yang berbentuk skor atau data interval, pengolahannya
hampir sama dengan pengolahan data hasil observasi yang menggunakan skor
atau nilai dalam pengamatannya. Dengan demikian, untuk setiap siswa yang
diukur melalui skala penilaian atau skala sikap bisa ditentukan:

a. Perolehan skor dari seluruh butir ditentukan;


b. Skor rata-rata dari setiap pertanyaan dengan membagi jumlah skor oleh
banyaknya pertanyaan,
c. Interpretasi terhadap pertanyaan mana yang positif atau baik dan pertanyaan
atau aspek mana yang negatif atau kurang baik.

Lebih jauh lagi data hasil skala penilaian dan skala sikap sebenarnya
menyerupai data hasil tes, yakni diperolehnya data inerval dalambentuk skor total
untuk setiap siswa. Dengan demikian, dapat diolah seperti mengolah data hasil
tes. Misalnya dicari nilai rata-rata atau simpangan baku, bergantung pada tujuan
pengolahan data tersebut.
Uraian pengolahan data di atas terbatas pada hal-hal yang sederhana dengan
maksud dapat dipraktekkan dalam tugas sehari-hari.Sudah tentu dalam
pelaksanaannya diperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah,
khususnya dalam sistem penilaian, baik dalam hal sistem pemberian angka
maupun dalam menentukan batas kelulusannya.Hal ini perlu diingatkan karena
dalam praktek di sekolah belum ada keseragaman.

18
2.5 Cara Memberi skor untuk Domain Psikomotor
Menurut Jihad dan Haris (2013: 177) Dari contoh cara pengukuran suhu
badan menggunakan skala penilaian, ada 6 butir soal yang dipakai untuk
mengukur kemampuan seorang peserta didik jika untuk butir 1 peserta didik yang
bersangkutan memperoleh skor 5 berarti sempurna/benar, butir 2 memperoleh
skor 4 berarti benar tetapi kurang sempurna, butir 3 memperoleh skor 4 berarti
juga benar tetapi kurang sempurna, butir 4 memperoleh skor 3 berarti
kurangbenar, butir 5 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, dan butir 6 juga
memperoleh skor 3 berarti kurang benar, maka totaal skor yang dicapai peserta
didik tersebut adalah (5 + 4 + 4 + 3 + 3 + 3) atau = 22. Seorang peserta didik yang
gagal akan memperoleh skor 6, dan yang berhasil melakukan dengan sempurna
memperoleh skor 30;
Menurut Nuriyah (2014: 84-85),Seperti halnya ranah afektif, ranah
piskomotor terdiri dari lima tingkat,yaitu imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi
dan naturalisasi. Kemampuan imitasi atau meniru merupakan kemampuan meniru
tindakan orang lain, mengamati dan mereplikasi. Siswa harus dapat melihat
gurunya atau pelatihnya dan meniru tindakan, proses atau aktivitas guru atau
pelatihnya tersebut.Kata kerja yang digunakan adalah menyalin, meniru,
mengikuti, mereplikasi, dan mengulangi.
Tingkat manipulasi merupakan kemampuan mereproduksi aktivitas
berdasarkan instruksi atau dari ingatan.Siswa harus dapat melaksanakan tugas dari
instruksi tertulis atau instruksi lisan.Kata kerja yang digunakan adalah
menciptakan kembali, membangun, menampilkan, mengeksekusi dan
mengimplementasikan.
Tingkatan presisi atau keakuratan merupakan kemampuan mengeksekusi
keterampilan secara andal, dan tanpa pertolongan orang lain. Siswa harus mampu
mengerjakan sebuah tugas atau kegiatan dengan mahir dan berkualitas tinggi
tanpa bantuan atau instruksi.Ia dapat melakukan sesuatu dengan berhasil,
berkualitas tinggi, independen, dan tanpa bantuan orang lain. Kata kerja yang
digunakan adalah menunjukkan, melengkapi, memperlihatkan, menyempurnakan,
dan mengalibrasi.

19
Tingkat artikulasi merupakan kemampuan mengadaptasi dan
mengintegrasikan keahlian untuk memenuhi tujuan nonstandar.Siswa harus dapat
menghubungkan dan mengasosiakan kegiatan yang berhubungan untuk
mengembangkan metode untuk memenuhi persyaratan baru.Kata kerja yang
digunakan adalah mengonstruksi, memecahkan masalah, mengombinasikan,
mengoordinasikan, mengintegrasikan, mengadaptasi, mengembangkan,
memformulasikan, memodifikasi, dan menguasai.
Tingkat naturalisasi merupakan kemampuan melakukan otomatisasi, dan
penguasaan tindakan dan aktivitas secara tak disadari pada tingkat strategis.Siswa
harus dapat mendefinisikan tujuan, pendekatan dan strategi yang digunakan untuk
aktivitas dalam memenuhi kebutuhan stratejik. Kata kerja yang digunakan adalah
merancang, memperkhusus, mengelola, menemukan, dan mengatur-kelola

2.6 Pengolahan Data Hasil Tes PAP dan PAN

2.6.1. Pendekatan Penilaian Acuan Normatif (PAN)

a) Konsep Pendekatan Penilaian


Menurut Alfath dan Raharjo (2019: 10-16) Penilaian Acuan Norma
(PAN) adalah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa terhadap
hasil belajar siswa lain dalam kelompoknya. PAN adalah membandingkan
skor yang diperoleh peserta didik dengan standar atau norma relatif.Karena
apabila seorang siswa yang terjun ke kelompok A termasuk “Hebat”,
Pendekatan ini menggunakan cara membandingkan prestasi atau skor
mentah peserta didik dengan sesama peserta didik dalam kelompok/kelasnya
sendiri. Makna nilai dalam bentuk angka maupun kualifikasi memiliki sifat
relatif, artinya bila sudah berhasil menyusun pedoman konversi skor
berdasarkan tes yang sudah dilakukan pada suatu kelas/kelompok maka
pedoman itu hanya berguna bagi kelompok/kelas itu dan kemungkinan besar
pedoman itu tidak berguna bagi kelompok/kelas lain karena distribusi skor
peserta tes sudah lain. Kecuali, pada saat pengolahan skor kelompok/kelas
yang lain tadi disatukan dengan kelompok/kelas pertama.
Dalam PAP, makna angka (skor) seorang peserta didik ditemukan
dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar peserta

20
didik lainnya dalam satu kelompok atau kelas. Peserta didik dikelompokkan
berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan relatif
seorang peserta didik jika dibandingkan dengan teman sekelasnya.
Tujuan penilaian acuan norma ini adalah untuk membedakan peserta
didik atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan, mulai dari yang
terendah sampai dengan yang tertinggi. Secara ideal, pendistribusiantingkat
kemampuan dalam satu kelompok menggambarkan suatu kurva normal.

b) Kriteria Penyusunan Penilaian Acuan Normatif (PAN)


1. Tidak ditekankan untuk mengukur penampilan yang eksak dari
behavioral objectives. Dengan kata lain, soal-soal pada PAN tidak
didasarkan atas pengajaran yang diterima siswa atau atas keterampilan
atau tingkah laku yang diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dianggap
relevan bagi belajar siswa.
2. Pada proses belajar, penilaian nilai normatif pada umumnya banyak
dilakukan oleh seorang guru. Penekanan dalam penilaian untuk proses
belajar, seseorang mengacu pada ketentuan atau norma yang berlaku
disekolah.Seorang guru dapat menggunakan acuan normatif nasional.

c) Ciri-ciri Acuan Penilaian Normatif (PAN):


1. Penilaian acuan normatif digunakan untuk mengetahui kemampuan
peserta didik dalam komunitasnya, seperti di kelas, sekolah, dan
sebagainya.
2. Penilaian acuan normatif menggunakan kriteria yang bersifat relative.
3. Nilai hasil dari penilaian acuan normatif digunakan untuk menunjukan
kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya
(kelompoknya).
4. Penilaian normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan
rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai
dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan
yang serius.

21
d) Teknik dan Prosedur Pengolahan Skor dengan PAN dalam Microsoft Excel
Diketahui skor ujian siswa (setelah dihitung dengan bobotnya) kelas
XII IPS A MANU al-Bassam sebagaimana dalam tabel berikut:

No. Nama PG Isian Uraian


1 Andre 75 75 80
2 Ayu 85 80 80
3 Sisi 90 90 95
4 Syarah 80 80 80
5 Syarul 90 90 90
6 Vitri 95 95 90
7 Welly 90 95 90
8 Wiwit 75 80 70
9 Yanti 70 80 70
10 Yuni 80 75 80

Berikut langkah pengolahan skor di atas denganPAN dalam


Microsoft excel:

1) Buat tabel seperti tabel di atas

22
2) Kemudian buat kolom skor rata-rata, mean dan standar deviasi, nilai
PAN dan Kriterian PAN sebagai berikut.

Langkahnya:
a) Buat di kolom F, menu Skor Rata-rata, dan carilah skor rata-ratanya
dengan cara klik di sel F:=AVERAGE(C2:E2). Kemudian tarik titik
kotak pojok sampai F 11.
b) Mencari mean dari skor rata-rata. Buat kolom mean di sel E 12.
Kemudian klik di sel F 12:=AVERAGE(F2:F11).
c) Mencari standar deviasi. Buat kolom standar deviasi pada sel 13 E.
Kemudian klik di sel F 13:=STDEV(F2:F11).
d) Setelah membuat kolom PAN di G 1, diolah skor tersebut dengan
PAN dengan ketentuan berikut:
A ≥ x̄ + 1,5SD

x̄ + 0,5SD≤ B<x̄ + 1,5SD

x̄ -0,5SD ≤ C <x̄ + 0,5SD

x̄ - 1,5SD ≤ D < x̄ + 0,05SD

E < x̄ - 1,5SD

23
Adapun langkahnya adalah klik pada sel G2 dengan rumus:

=IF(F2<$F$12-(3/2)*$F$13;"E";IF(F2<$F$12-
(1/2)*$F$13;"D";IF(F2<$F$12+(1/2)*$F$13;"C";IF(F2<$F$12+(3/2
)*$F$13;"B";"A"))))

Kemudian tarik titik kotak pojok sel G2 sampai G 11.

e) Untuk kriteria PAN, misalnya


Lulus : nilai C ; remidi: nilai < C

Adapun langkahnya, klik pada sel H2, tulis rumus:

=IF(F2<$F$12-(1/2)*$F$13;"REMIDI";"LULUS")

Kemudian tarik titik kotak pojok sel H2 sampai H 11.

2.6.2. Penilaian Acuan Patokan (PAP)


a) Pengertian
Menurut Alfath dan Raharjo (2019: 16-22) Penilaian Acuan Patokan
(PAP) atau CriterionReferenced Evaluation adalah model pendekatan
penilaianyang mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (TKP) yang
telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah
pendekatan penilaian yang membandingkan hasil pengukuran terhadap
mahasiswa dengan patokan "batas lulus" yang ditetapkan untuk masing-
masing bidang mata pelajaran.PAP adalah membandingkan skor yang
diperoleh peserta didik dengan suatu standar atau norma absolut.Jadi, PAP
meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh peserta didik dan bukan
membandingkan seorang peserta didik dengan teman sekelasnya, melainkan
dengan suatu kriteria atau patokan yang spesifik. Kriteria yang dimaksud
adalah suatu tingkat pengalaman belajar atau sejumlah kompetensi dasar
yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar
berlangsung.21 Misalnya, kriteria yang digunakan 75% atau 80%. Bagi

24
peserta didik yang kemampuannya dibawah kriteria yang telah ditetapkan
dinyatakan tidak berhasil dan harus mendapatkan remedial.

b) Tujuan PAP dan Manfaat PAP


Tujuan PAP adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau
kompetensi yang ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. PAP sangat
bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar sebab peserta
didik diusahakan untuk mencapai standar yang telah ditentukan, dan hasil
belajar peserta didik dapat diketahui derajat pencapaiannya. Untuk
menentukan batas lulus (passing grade) dengan pendekatan ini, setiap skor
peserta didik dibandingkan dengan skor ideal yang mungkin dicapai oleh
peserta didik.

Menurut Payne dalam(Alfath dan Raharjo, 2019: 17-18), penerapan


PAP dapat dimanfaatkan antara lain:

1) Penempatan seseorang dalam rentetan kegiatan belajar.


2) Untuk mendiagnosis kemampuan seseorang dalam pembelajaran.
3) Jika dilakukan secara periodik dapat digunakan untuk memonitor
kemajuan setiap anak didik dalam proses pembelajaran. Secara
berkelanjutan dapat diketahui status seseorang dalam satu rentetan
kegiatan belajar. Akhirnya dapat memacu atau memotivasi semangat
belajar siswa.
4) Kemampuan masing-masing anak didik untuk menyelesaikan
kurikulum secara kumulatif akan dapat menentukan keterlaksanaan
kurikulum.

c) Penerapan PAP
Pendekatan PAP tidak berorientasi pada “apa adanya”. Pertama,
pendekatan ini mempergunakan angka rata-rata dengan terlebih dahulu
menetapkan kriteria keberhasilan, yaitu “batas lulus” penguasaan bahan
pelajaran atau kriteria pencapaian tujuan (TKP). Siswa yang telah mencapai
batas ini dianggap telah berhasil dalam belajar dan diperkenankan
mempelajari bahan pelajaran yang lebih tinggi, sedangkan yang belum

25
mencapai batas tersebut dianggap belum berhasil dan diharuskan
memantapkan kembali pelajarannya itu. Kedua, dalam proses pengajaran,
tenaga pengajar tidakbegitu saja membiarkan siswa menjalani sendiri proses
belajarnya, melainkan terus-menerus secara langsung ataupun tidak
langsung merangsang dan memeriksa kemajuan belajar siswa serta
membantunya melewatitahap-tahap pengajaran secara berhasil.Penggunaan
tes formatif dalam penilaian ini sangat mendukung untuk mengetahui
keberhasilan belajar siswa.

Adapun rumus yang digunakan untuk mengolah nilai dengan PAP


adalah sebagai berikut:

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑅𝑖𝑙𝑙
Rentangan = x 100
𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙

Keterangan:
Skor Rill : Skor yang berhasildicapai oleh siswa

Skor Maksimum Ideal : Skor yang mungkin dapat dicapai siswa apabila
mampu menjawab secara benar semua soal ujian.

100 : Skala yang dipakai (0 – 100)25

d) Teknik dan Prosedur Pengolahan Skor dengan PAP dalam Microsoft Excel
Misal data skor ini sama dengan data skor PAN di atas. Sehingga hasil
pengolahan skornya dengan pendekatan PAP adalah sebagai berikut:

26
Adapun untuk menentukan nilai PAP misalnya mengacu pada patokan
berikut:

Patokan Nilai
A: Skor Rata-Rata ≥ 80
B: 70 ≤ skor rata-rata < 80
C: 55 ≤ rata-rata < 70
D: 40 ≤ rata-rata < 55
E: Skor rata-rata < 40

Kemudian pada sel G2 ditulis rumus:


=IF(F2<40;"E";IF(F2<55;"D";IF(F2<70;"C";IF(F2<80;"B";"A"))))
Selanjutnya tarik titik kotak pojok sel G2 sampai G 11.

Setelah itu menentukan kriteria kelulusan dengan ketentuan sebagai


berikut.
Lulus: Nilai ≥ C
Remidi: Nilai < C

Kemudian pada sel H2 ditulis rumus:


=IF(F2<55;"REMIDI";"LULUS")
Selanjutnya tarik titik kotak pojok sel H2 sampai H 11.

2.3.6. Perbedaan PAN dan PAP Serta Kelebihan dan Kekurangannya


a. Perbedaan PAN dan PAP
1) Pengembangan tes

27
2) Standar penilaian performance siswa

3) Maksud tes

b. Kelebihan dan Kekurangan PAN dan PAP


- Kelebihan PAN adalah sebagai berikut:
1. Dapat digunakan untuk menetapkan nilai secara maksimal.
2. Dapat membedakan kemampuan peserta didik yang pintar dan kurang
pintar. Membedakan kelompok atas dan bawah.
3. Fleksibel : dapat menyesuaikan dengan kondisi yang berbeda-beda
4. Mudah menilai karena tidak ada patokan.
5. Dapat digunakan untuk menilai ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Maksud tes

- Adapun kelebihan PAP adalah sebagai berikut:


1. Dapat membantu guru merancang program remidi.
2. Tidak membutuhkan perhitungan statistic yang rumit.
3. Dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran.
4. Nilainya bersifat tetap selama standar yang digunakan sama.
5. Hasil penilaian dapat digunakan untuk umpan balik atau untuk
mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum.

28
6. Banyak digunakan untuk kelas dengan materi pembelajaran berupa
konsep.
7. Mudah menilai karena ada patokan.

Selain memiliki kelebihan, kedua pendekatan tersebut memiliki


kekurangan. Di antara kekurangan PAN adalah sebagai berikut.
1. Sedikit menyebutkan kompetensi siswa apa yang mereka ketahui atau
dapat mereka lakukan.
2. Tidak fair karena peringkat siswa tidak hanya bergantung pada
tingkatan prestasi, tetapi juga atas prestasi siswa lain.
3. Tidak dapat diandalkan siswa yang gagal sekarang mungkin dapat lulus
tahun berikutnya.

Sedangkan Menurut Idris ( 2007: 27-29) Untuk dilakukan, cara penilaian


seperti di atas dicobakan dengan mengamati nilai akhir mata kuliah “Matematika
IV” (pembahasan dengan nilai studi kasus) :

48 27 60 44 55 54 45 46 88 54 77 55 79 66 43 55 80 65 52
55 25 91 70 69 57

1. Dengan menggunakan “Penilaian Acuan Patokan” (PAP)


Nilai Huruf Nilai Angka Frekuensi Persentase %
A 75-100 5 20
B 60-74 55 20
C 45-59 11 44
D 30-44 2 8
E 0-29 2 8

2. Dengan menggunakan “Penilaian Acuan Normatif” (PAN)


Nilai Nilai Persentase
Interval Frekuensi
Huruf Angka (%)
A >x̄ + 1,5 sd 84-100 2 8

29
B x̄ + 0,5 sd - x̄ + 1,5 sd 67-83 5 20
C x̄ - 0,5 sd - x̄ + 0,5 sd 50-66 11 44
D x̄ - 1,5 sd - x̄ + 0,5 sd 33-49 5 20
E <x̄ + 1,5 sd 0-32 2 8

3. Dengan menggunakan “kombinasi PAP dan PAN”


Dengan menggunakan rataan x dan standar deviasi sd dari PAP dan
PAN diperoleh data berikut ini:
- Rataan PAP = 52
- Rataaan PAN = 58,40
52 + 58.40
- Rataannya = = 55,2
2
- Simpangan baku PAP = 14
- Simpangan baku PAN = 16,64
14+16,64
- Simpangannya = = 15,32 2
2

Nilai Huruf Nilai Angka Frekuensi Presentase (%)


A 78-100 4 16
B 62-77 5 20
C 46-61 10 40
D 30-45 4 16
E 0-29 2 8

4. Dengan menggunakan PAN dengan passing grade (batas lulus)


Passing grade = 30
Rataan = 58,40
Simpangan baku = 16,64

Nilai Nilai Persentase


Interval Frekuensi
Huruf Angka (%)
A >x̄ + 1,5 sd 84-100 2 8

30
B x̄ + 0,5 sd - x̄ + 1,5 sd 67-83 5 20
C x̄ - 0,5 sd - x̄ + 0,5 sd 50-66 11 44
D Passing grade - x̄ + 0,5 sd 33-49 5 20
E <passing grade 0-29 2 8

5. Dengan menggunakan passing grade, nilai di bawah passing grade tidak


digunakan dalam menghitung rataan dan simpangan baku kemudian nilai di
atas passing grade digunakan PAN.
- Passing grade = 30,00
- Nilai rataan menjadi 61,22
- Simpangan baku menjadi 14,07

Nilai Nilai Persentase


Interval Frekuensi
Huruf Angka (%)
A >x̄ + 1,5 sd 84-100 2 8
B x̄ - x̄ + 1,50 sd 67-82 7 20
C x̄ - 1,50 sd-x̄ 40-60 14 44
D Passing grade - x̄ - 0,5 sd 30-39 0 20
E <passing grade 0-29 2 8

31
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Penilaian harusnya menjadi titik tumpu dalam menilai kinerja siswa dan
juga sikap serta perilaku siswa, oleh karena itu perlu adanya pengetahuan dalam
menilai hasil dari evaluasi siswa tersebut.

Dengan adanya teknik pengolahan hasil evaluasi kita bisa mengetahui cara
tepat dan akurat memberi penilaian. Sehingga adanya keadilan dalam pemberian
skor.

32
DAFTAR PUSTAKA

Alfath, Khairuddin dan Fajar Fauzi Ruharjo. 2019. Teknik Pengolahan Hasil
Asesemen: Teknik Pengolahan dengan Menggunakan Pendekatan Acuan
Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP). Yogyakarta: Jurnal
Komunikasi dan Pendidikan Islam. Vol.8, No.1:1-28

Arifin, Zainal. 2016. Evaluasi Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Crocker, Linda dan James Algina. 2008. Introdduction to Classical and Modern
Test Theory. USA: Cengage Learning.

Ibrahim, R dan Nana Syaodih. 2010. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka


Cipta.

Idris,Daeng. 2007. Teknik Penilaian Pembelajaran dengan Menggunakan Passing


Grade. Makassar: Jurnal Matematika Statistika dan Komputasi. Vol.4, No
1:26-29.

Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Pressindo.

Majid, Abdul. 2014. Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Matondang, Zukifli. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Medan: Program Pascasarjana


Universitas Negeri Medan.

Nuriyah, Nunung. 2014. Evaluasi Pembelajaran: Sebuah Kajian Teori. Cirebon:


Jurnal Edueksos. Vol.III, No.1: 73-86.

Purwanto,N.Ngalim. 2012. Prinsip-Prinsip dan Teknik-Teknik Evaluasi


Pengajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Suarsana, Mahayuki. 2013. Pengembangan E-Modul Berorientasi Pemecahan


Masalah Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa.
Singaraja, Jurnal Pendidikan Indonesia. Vol.2, No.2:264-277.

33
Suryani, Yulinda Emma. 2017. Pemetaan Kualitas Empirik Soal Ujian Akhir
Semester pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA di Kabupaten Klaten.
Klaten: Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Vol.21, No.2: 143-151.

34
LAMPIRAN

No. Name of Reference Page in Paper Page in Reference


1. Writer: R. Ibrahim dan Page 5 Page: 134
Nana Syaodih. there are two ways ada dua cara
Related Years: 2010. of processing the pengolahan hasil
Title: Perencanaan results of the evaluasi, khususnya
Pengajaran. evaluation, especially hasil tes, yang dapat
Related City: Jakarta. the test results, which ditempuh dalam
Publiser: Rineka Cipta can be taken in order to rangka mewujudkan
realize the evaluation fungsi evaluasi yang
function that has been telah dikemukakan: .
stated: . . . ..

2. Writer: Abdul Majid Page: 6 Page: 156


Related Years: 2014 assessment process of penilaian proses
Title: Penilaian Autentik learning activities can kegiatan
Proses dan Hasil Belajar. be done in various pembelajaran ini
Related City: Bandung ways next, namely: . . . dapat dilakukan
Publiser:Remaja dengan berbagai
Rosdakarya cara berikut, yaitu: .
..

3. Writer: Yulinda Emma Page: 6 Page: 145-146


Suryani. the level of difficulty is Tingkat kesukaran
Related Years: 2017. the ratio between the merupakan rasio
Title: Pemetaan Kualitas answerers of the antara penjawab soal
Empirik Soal Ujian Akhir questions correctly and dengan benar dan
Semester pada Mata the many exam banyaknya peserta
participants.
Pelajaran Bahasa ujian.
Indonesia SMA di
Kabupaten Klaten.
Related City: Klaten.
Vol: 21
Number: 2

4. Writer: Zainal Arifin. Page: Page: 223


Related Years: 2016 in the form of a dalam bentuk uraian
Title: Evaluasi breakdown, the raw score biasanya skor
Pembelajaran. is usually sought by using mentah dicari
Related City: Bandung a weighting system. dengan
Publiser: PT. Remaja System weights there are menggunakan
two ways, namely: . . .
Rosdakarya. sistem bobot. Sistem
bobot ada dua cara,
yaitu: . . .

35
36
37

Anda mungkin juga menyukai