MAKALAH KELOMPOK
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
KELAS 5A
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dah hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Teknik Pengolaham Hasil Evaluasi” ini dengan sebaik-
baiknya
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Dedek Andrian, M.Pd. selaku
dosen mata kuliah “Evaluasi dan Teknik Pencapaian Hasil Belajar Siswa
Pendidikan Matematika” yang telah memberikan tugas ini serta kami juga
mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang berkontribusi baik berupa
materi maupun pemikirannya.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, dengan senang hati kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Dan kami meminta
maaf apabila terdapat kesalaahn dalam penulisan makalah ini.
Penulis
i
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Teknik Pengolahan Hasil Tes...................................................................... 6
2.1.1. Cara Memberi Skor Mentah Untuk Tes Uraian ............................. 8
2.1.2. Cara Memberi Skor Mentah Untuk Tes Objektif .......................... 10
2.1.3. Mengolah Skor Mentah Menjadi Nilai Huruf ................................. 13
2.2. Skor Total ..................................................................................................... 14
2.3. Konversi Skor ............................................................................................... 15
2.4. Cara Memberi Skor Untuk Skala Sikap .................................................... 17
2.5. Cara Memberi Skor Untuk Domain Psikomotor ...................................... 19
2.6. Pengolahan Data Hasil Tes PAP dan PAN ................................................ 20
2.6.1. Pendekatan Penilaian Acuan Normatif(PAN)................................. 20
2.6.2. Penilaian Acuan Patokan(PAP) ........................................................ 24
2.6.3. Perbedaan PAN dan PAP Serta Kelebihan dan
Kekurangannya .................................................................................. 27
LAMPIRAN ......................................................................................................... 35
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Untuk mengetahui tentang konversi sikap.
4. Untuk mengetahui cara memberi skor untuk skala sikap.
5. Untuk mengetahui cara memberi skor untuk domain psikonomotor.
6. Untuk mengetahui cara pengolahan penilaian data hasil tes PAP dan PAN.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Prasad Sah (2012: 30-31) Belajar, juga mengajar, adalah salah satu
proses paling mendasar yang dimiliki manusia sejak keberadaannya. Dan,
penilaiannya sejalan dengan pengajaran dan pembelajaran baik secara formal
maupun informal. Apa yang telah dihasilkan oleh tes dan penilaian sejauh ini atau
yang akan dihasilkan di masa depan dapat memberikan bentuk tujuan untuk
pengajaran, serta pengembangan kurikulum. Sekarang layak penilaian yang harus
memiliki hubungan dengan pengalaman dunia nyata. Aspek penilaian lain, yaitu
penilaian otentik, seperti wawancara lisan, menceritakan kembali teks, portofolio,
dll. Juga dapat dipertimbangkan. Guru dapat membuat mempertimbangkan
berbagai aspek penilaian yang mungkin membawa kita ke cakrawala baru
pembelajaran. Penilaian dapat dirasakan memiliki potensi untuk mengubah
konsepsi yang mengerikan dari peserta tes pada ujian yang diberikan dalam
periode waktu tertentu, atau lebih tepatnya dalam beberapa menit atau beberapa
jam. Keterbatasan waktu semacam itu adalah salah satu penyebab yang membuat
peserta ujian tegang dan ketakutan sampai mereka mengikuti tes mereka, karena
itu peserta didik tidak dapat termotivasi untuk belajar yang nyata. Untuk memiliki
perubahan yang luar biasa, instruksi harus berkualitas. Jika siswa diizinkan untuk
secara aktif memilih dan melakukan pekerjaan mereka sendiri, mereka pasti akan
menemukan pekerjaan mereka menyenangkan, memotivasi dan menantang.
Tepatnya, itu adalah instruksi berbasis proyek di mana siswa merencanakan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi proyek yang memiliki aplikasi dunia
nyata di luar kelas (Blank, 1997; Dickinson, et al. 1998; Harwell, 1997, dikutip
dalam Railsback, 2002). Itulah sebabnya para pengembang kurikulum waktu
tinggi di negara kita harus memperhatikan sisi-sisi penilaian yang lebih cerah dan
praktiknya yang melimpah bagi para peserta didik untuk mendapatkan
pembelajaran yang lebih nyata.
Menurut Wagner, Babson. Dan Murphy (2011: 5-6) ada 3 jenis penilaian:
1. Penilaian nasional
Penilaian nasional (kadang-kadang disebut ujian nasional atau publik)
mengevaluasi semua siswa dalam sistem pendidikan nasional. Hampir semua
3
negara terlibat dalam beberapa jenis penilaian nasional untuk memastikan apakah
tujuan pendidikan yang diinginkan dan direncanakan tercapai. Hasilnya dapat
digunakan untuk memodifikasi kurikulum, melatih guru, mengatur kembali akses
sekolah, atau merancang ulang berbagai aspek lain dari sistem pendidikan
nasional. Hasilnya juga dapat digunakan untuk tujuan akuntabilitas, untuk
membuat keputusan alokasi sumber daya, dan untuk meningkatkan kesadaran
publik tentang masalah pendidikan.
2. Penilaian regional
Penilaian regional memberikan kesempatan untuk mengukur pembelajaran
siswa di sekelompok negara, biasanya ditentukan oleh wilayah geografis atau
dengan bahasa nasional bersama. Mereka telah tumbuh dalam popularitas selama
20 tahun terakhir, dan sebagai bagian dari upaya untuk memperluas penggunaan
LSEA ke negara-negara berkembang, organisasi regional dan internasional telah
berkolaborasi untuk membuat tiga penilaian regional utama: Laboratorium
Amerika Latin untuk Penilaian Kualitas dalam Pendidikan (LLECE), Konsorsium
Afrika Selatan dan Selatan untuk Pemantauan Kualitas Pendidikan (SACMEQ),
dan Program untuk Analisis Sistem Pendidikan negara-negara CONFEMEN
(francophone Africa) (PASEC).
3. Penilaian internasional
Penilaian internasional dirancang untuk mengukur pembelajaran di banyak
negara. Tujuan mereka meliputi: (a) perbandingan lintas nasional yang
menargetkan berbagai masalah kebijakan pendidikan; (B) penyediaan tables tabel
liga 'yang skor prestasi urutan-peringkat oleh bangsa atau wilayah atau variabel
lainnya; dan (c) analisis dalam negeri yang kemudian dibandingkan dengan
bagaimana negara lain beroperasi di tingkat daerah. Studi-studi ini dilakukan oleh
berbagai organisasi dan lembaga internasional, termasuk IEA yang melakukan
Kemajuan dalam Studi Literasi Membaca Internasional (PIRLS), dan OECD yang
bertanggung jawab untuk studi Program untuk Prestasi Siswa Internasional
(PISA). Masing-masing penilaian internasional ini sekarang digunakan di lusinan
4
negara dan berkembang jauh melampaui basis pengguna negara OECD yang
membentuk kelompok inti awal peserta.
Menurut Ibrahim (2010, 134) ada dua cara pengolahan hasil evaluasi,
khususnya hasil tes, yang dapat ditempuh dalam rangka mewujudkan fungsi
evaluasi yang telah dikemukakan:
a. Pengolahan Secara Keseluruhan
Cara pengolahan ini dilakukan dengan membandingkan nilai rata-rata awal
(dan nilai rata-rata) tes akhir, untuk melihat tingkat efektivitas yang dicapai setiap
siswa dalam tes, khususnya tes akhir, untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa
A, siswa B, siswa C, dan seterusnya, terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai
melalui program pengajaran yang bersangkutan.
Dari hasil pengolahan soal demi soal di atas, guru dapat memperoleh
gambaran tentang bagian-bagian mana dari materi pelajaran yang belum dikenal
oleh sebagian besar siswa.Hasil pengolahan ini selanjutnya dilengkapi dengan
data yang diperoleh dari observasi dan wawancara/angket untuk keperluan
penentuan tindak lanjut penggunaan hasil evaluasi.
5
2.1 Teknik Pengolahan Hasil Tes
Menurut Majid(2014:156) Penilaian proses kegiatan pembelajaran yang
terjadi di ruang kelas adalah partisipasi guru dan peserta didik, interaksi antara
guru dan peserta didik, suasana pembelajaran di dalam kelas, mutu pembelajaran,
dan komponen pembelajaran lainnya.
Menurut Muslich dalam (Majid, 2016:156) penilaian proses kegiatan
pembelajaran ini dapat dilakukan dengan berbagai cara berikut, yaitu:
1. Menggunakan lembar observasi baik untuk menilai peserta didik, guru,
maupun untuk menilai kedua-duanya.
2. Menilai interaksi yangterjadi di dalam kelas, selama pembelajaran itu
berlangsung.
Dari penjelasan diatas maka dapat kita jelaskan lagi tentang teknik dalam
pengolahan hasil tes yang sudah kita berikan dan evaluasi dalam proses
pembelajaran.
6
Contoh kesukaran soal :
No Tahun Perbandingan
Pelajaran
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa tingkat kesukaran butir soal ujian
akhir semester SMA pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas X belum
memenuhi unsur keseimbangan. Pada Tahun Pelajaran 2011/2012 soal didominasi
oleh tingkat kesukaran sukar.
7
2.1.1 Cara Memberi skor Mentah Untuk Tes Uraian
Menurut Arifin (2016: 223), dalam bentuk uraian biasanya skor mentah
dicari dengan menggunakan sistem bobot. Sistem bobot ada dua cara,
yaitu:Pertama, bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan tingkat
kesukarannya. Misalnya, untuk soal yang mudah skor maksimumnya adalah 6,
dan untuk soal sedang skor maksimumnya adalah 7, dan untuk soal sukar skor
maksimumnya adalah 10.Cara ini tidak memungkinkan peserta didik mendapat
skor maksimum sepuluh.Kedua, bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan
tertentu sesuai dengan tingkat kesukaran soal.Misalnya, soal yang mudah diberi
bobot 3, soal sedang diberi bobot 4, dan soal sukar diberi bobot 5.Car ini
memungkinkan peserta didik mendapat skor sepuluh.
Contoh 1:
Seorang peserta didik diberi tiga soal dalam bentuk uraian.Setiap soal diberi skor
(X) maksimum dalam rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban peserta didik.
∑𝑋
Rumus: skor = ∑ 𝑆
∑ 𝑠= jumlah soal
23
Jadi, skor peserta didik A = = 7,67
3
8
Contoh 2:
Seorang peserta didik dites dengan tiga soal dalm bentuk uraian. Masing-masing
soal diberi bobot sesuai dengan tingkat kesukarannya, yaitu bobot 5 untuk soal
yang sukar, 4 untuk soal sedang, dan 3 untuk soal yang mudah. Tiap-tiap soal
diberika skor(X) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban yang
betul.Kemudian skor (X) yang dicapai oleh setiap peserta didik dikalikan dengan
bobot setiap soal. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
∑ 𝑋𝐵
Rumus : skor = ∑𝐵
120
Jadi, skor peserta didik : = 10
12
Contoh dari kedua penskoran tersebut merupakan penggunaan sistem skor untuk
uraian biasa, dan menjadikan penilaian lebih adil dan tidak menguntungkan
ataupun merugikan siswa. Untuk soal uraian Objektif (BUO) harus menggunakan
pedoman seperti berikut:
9
Contoh 3:
Indikator : dapat menentukan harga satuan dari campuran dua jenis bahan yang
berbeda harga
Soal : Pak Angga, seorang pedagang beras eceran membeli 30kg beras jenis X
seharga Rp180.000,00 kemudian dicampur dengan 10kg beras jenis Y seharga
Rp40.000,00.
Pertanyaan:
1. Berapa kg berat seluruh beras yang dibeli Pak Angga?
2. Berapa rupiah uang yang dibayarkan Pak Angga?
3. Berapa harga beras campuran tiap kg?
Skor Maksimum 4
10
Penggunaan rumus tebakan ini bukan karena guru sudah mengetahui bahwa
peserta didik itu menebak, tetapi tes bentuk objektif ini sangat memungkinkan
peserta didik itu menebak, tetapi tes bentuk objektif ini sangat memungkinkan
peserta didik untuk menebak. Adapun rumus-rumus tebakan tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Untuk item bentuk benar-salah (true-false)
Rumus : S = ∑ 𝐵 - ∑ 𝑠
Keterangan :
S = skor yang dicari
∑ 𝐵= jumlah jawaban benar
∑ 𝑠= jumlah jawaban yang salah
2) Untuk item bentuk pilihan – ganda (Multiple Choice)
∑𝑠
Rumus : S = ∑ 𝐵 - 𝑛−1
Keterangan :
S = skor yang dicari
∑ 𝐵 = jumlah jawaban yang benar
∑ 𝑠= jumlah jawaban yang salah
n = jumlah alternative jawaban yang disediakan
1 = bilangan tetap
Selain rumus diatas menurut Rofieq (Arifin, 2016: 229-230) cara penskoran tes
bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu:
“penskoran tanpa ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda
bobot”.
a) Penskoran tanpa Koreksi, yaitu menghitung soal yang benar dan setiap soal
yang benar maka diberi skor 1 atau sesuai bobot yang teah ditentukan , lalu
hasilnya dikalikan 100.
𝐵
Rumus : S = 𝑁 x 100 (skala 0-100)
11
Keterangan :
B = jumlah soal yang dijawab benar
S = jumlah soal yang dijawab salah
P = jumlah pilihan jawaban tiap soal
1 = bilangan tetap
N = jumlah soal
Catatan : Soal yang tidak jawaban diberi skor 0
c) Penskoran dengan butir beda bobot, yaitu pemberian skor dengan
memberikan bobot berbeda disetiap soalnnya karena alasan pemahaman ,
aplikasi evaluasi dan kesulitan soal itu sendiri.
(𝐵𝑥𝑏)
Rumus : Skor= ∑ 𝑥 100%
𝑆𝑖
Keterangan :
B = jumlah soal yang dijawab benar
b = bobot setiap soal
Si = skor ideal (skor yang mungkin dicapai jika semua soal dapat
dijawabdengan benar )
Catatan : perhitungan jumlah jawaban yang benar harus dilihat dari jumlah titik-
titik jawaban yang diberikan, dan bukan berdasarkan jumlah soal, sebeb pada
setiap soal mungkin ada yang lebih dari sati titi-titik kosong.
12
Menurut Purwanto (2012:87) Melihat begitu saja suatu skor hasil evaluasi
yang diperoleh siswa sering kali belum dapat memberikan informasi yang jelas
apa arti skor tersebut dalam hubungannya dengan siswa yang memperoleh skor
itu. Agar skor-skor itu dapat “berbicara” kepada kita, perlu dianalisis atau diolah
sedemikian rupa sehingga mempunyai arti tertentu bagi orang yang
menggunakannya. Mungkin dengan pengolahan skor-skor tersebut kita akan dapat
mengetahui sampai di mana penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang
telah dipelajarinya. Di samping itu, akan dapat pula diketahui bagaimana status
atau kedudukan siswa tertentu dibandingkan dengan siswa-siswa lain dalam
kelompok atau kelasnya.
Kali ini akan diuraikan bagaimana mengolah skor mentah (raw score)
menjadi nilai huruf dan beberapa skor standar dengan urutan uraian sebagai
berikut:
1) Mengolah skor mentah menjadi nilai huruf,
2) Mengolah skor mentah menjadi skor standar 1 – 10
3) Mengolah skor mentah menjadi skor standar z, dan
4) Mengolah skor mentah menjadi skor standar T.
13
c. 99,72 persen data/populasi terletak di dalam interval M – 3 DS dan M
+ 3 DS
14
evaluasi, karena perhitungan kedua teknik satistik dasar tersebut berkaitan dengan
pendekatan yang digunakan.
∑𝑋
Nilai ∑𝑆
x 10 (skala 0 – 10)
∑ 𝑆 = jumlah soal
Contoh :
Seorang peserta didik dites dengan menggunakan bentuk soal B – S (Benar –
Salah).Dari jumlah soal 30, peserta didik tersebut memperolah jawaban betul 25,
dan jawaban salah 5.Dengan demikian, skor mentahnya adalah 25 – 5 = 20.
20
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = × 10 = 6,67
30
Di samping cara tersebut di atas, ada juga guru yang langsung menentukan nilai
berdasasrkan jumlah jawaban yang betul, tanpa mencari skor mentahterlebih
dahulu. Sesuai dengan contoh di atas, maka nilai peserta didik dapat ditemukan
seperti berikut ini.
25
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = × 10 = 8,33
30
Kedua pola konversi seperti ini mengandung banyak kelemahan, antara lain guru
belum mengantisipasi item-item yang tidak seimbang dilihat dari tingkat
kesukaran dan banyaknya item yang disajikan dalam naskah soal.Padahal, setelah
menentukan nilai, guru perlu meninjau kembali tentang seberapa besar peserta
15
didik memperoleh nilai dibawah batas lulus (passing grade).Untuk itu sudah
saatnya guru meninggalkan pola konversi yang tradisional tersebut. Guru
hendaknya menggunakan pola konversi sebagai berikut:
1. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan suatu standar atau
norma absolut. Pendekatan ini disebut juga Penilaian Acuan Patokan (PAP).
2. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan standar atau norma
relative atau disebut juga Penilaian Acuan Norma (PAN).
3. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan norma gabungan
(kombinasi) antara norma absolut (PAP) dengan norma relative (PAN).
16
Mi +0,5SDi >X P ≥ Mi - 0,5SDi Sedang Sedang
Keterangan :
XP = Skor rata = rata mahasiswa secara klasikal
1
Mi =2(Skor tertinggi ideal = skorterendahideal)
1
SD i =6 (Skor tertinggi ideal = skorterendahideal)
17
mengklaim kerusakan neurologis akibat kecelakaan mungkin "palsu" pada tes
intelijen untuk memperkuat keberadaan kerusakan otak dan meningkatkan kasus
hukumnya. Namun, set respons bahkan merupakan masalah yang lebih besar pada
tes kinerja tipikal. Karena banyak konstruk yang diukur dengan tes kinerja tipikal
(mis., Kepribadian, perilaku, sikap, kepercayaan) memiliki dimensi yang dapat
dilihat sebagai "diinginkan" secara sosial atau "tidak diinginkan," kecenderungan
untuk menggunakan rangkaian respons meningkat.
Menurut Matondang (2009: 89-90) Data hasil skala, baik skala penilaian
maupun skala sikap yang berbentuk skor atau data interval, pengolahannya
hampir sama dengan pengolahan data hasil observasi yang menggunakan skor
atau nilai dalam pengamatannya. Dengan demikian, untuk setiap siswa yang
diukur melalui skala penilaian atau skala sikap bisa ditentukan:
Lebih jauh lagi data hasil skala penilaian dan skala sikap sebenarnya
menyerupai data hasil tes, yakni diperolehnya data inerval dalambentuk skor total
untuk setiap siswa. Dengan demikian, dapat diolah seperti mengolah data hasil
tes. Misalnya dicari nilai rata-rata atau simpangan baku, bergantung pada tujuan
pengolahan data tersebut.
Uraian pengolahan data di atas terbatas pada hal-hal yang sederhana dengan
maksud dapat dipraktekkan dalam tugas sehari-hari.Sudah tentu dalam
pelaksanaannya diperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah,
khususnya dalam sistem penilaian, baik dalam hal sistem pemberian angka
maupun dalam menentukan batas kelulusannya.Hal ini perlu diingatkan karena
dalam praktek di sekolah belum ada keseragaman.
18
2.5 Cara Memberi skor untuk Domain Psikomotor
Menurut Jihad dan Haris (2013: 177) Dari contoh cara pengukuran suhu
badan menggunakan skala penilaian, ada 6 butir soal yang dipakai untuk
mengukur kemampuan seorang peserta didik jika untuk butir 1 peserta didik yang
bersangkutan memperoleh skor 5 berarti sempurna/benar, butir 2 memperoleh
skor 4 berarti benar tetapi kurang sempurna, butir 3 memperoleh skor 4 berarti
juga benar tetapi kurang sempurna, butir 4 memperoleh skor 3 berarti
kurangbenar, butir 5 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, dan butir 6 juga
memperoleh skor 3 berarti kurang benar, maka totaal skor yang dicapai peserta
didik tersebut adalah (5 + 4 + 4 + 3 + 3 + 3) atau = 22. Seorang peserta didik yang
gagal akan memperoleh skor 6, dan yang berhasil melakukan dengan sempurna
memperoleh skor 30;
Menurut Nuriyah (2014: 84-85),Seperti halnya ranah afektif, ranah
piskomotor terdiri dari lima tingkat,yaitu imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi
dan naturalisasi. Kemampuan imitasi atau meniru merupakan kemampuan meniru
tindakan orang lain, mengamati dan mereplikasi. Siswa harus dapat melihat
gurunya atau pelatihnya dan meniru tindakan, proses atau aktivitas guru atau
pelatihnya tersebut.Kata kerja yang digunakan adalah menyalin, meniru,
mengikuti, mereplikasi, dan mengulangi.
Tingkat manipulasi merupakan kemampuan mereproduksi aktivitas
berdasarkan instruksi atau dari ingatan.Siswa harus dapat melaksanakan tugas dari
instruksi tertulis atau instruksi lisan.Kata kerja yang digunakan adalah
menciptakan kembali, membangun, menampilkan, mengeksekusi dan
mengimplementasikan.
Tingkatan presisi atau keakuratan merupakan kemampuan mengeksekusi
keterampilan secara andal, dan tanpa pertolongan orang lain. Siswa harus mampu
mengerjakan sebuah tugas atau kegiatan dengan mahir dan berkualitas tinggi
tanpa bantuan atau instruksi.Ia dapat melakukan sesuatu dengan berhasil,
berkualitas tinggi, independen, dan tanpa bantuan orang lain. Kata kerja yang
digunakan adalah menunjukkan, melengkapi, memperlihatkan, menyempurnakan,
dan mengalibrasi.
19
Tingkat artikulasi merupakan kemampuan mengadaptasi dan
mengintegrasikan keahlian untuk memenuhi tujuan nonstandar.Siswa harus dapat
menghubungkan dan mengasosiakan kegiatan yang berhubungan untuk
mengembangkan metode untuk memenuhi persyaratan baru.Kata kerja yang
digunakan adalah mengonstruksi, memecahkan masalah, mengombinasikan,
mengoordinasikan, mengintegrasikan, mengadaptasi, mengembangkan,
memformulasikan, memodifikasi, dan menguasai.
Tingkat naturalisasi merupakan kemampuan melakukan otomatisasi, dan
penguasaan tindakan dan aktivitas secara tak disadari pada tingkat strategis.Siswa
harus dapat mendefinisikan tujuan, pendekatan dan strategi yang digunakan untuk
aktivitas dalam memenuhi kebutuhan stratejik. Kata kerja yang digunakan adalah
merancang, memperkhusus, mengelola, menemukan, dan mengatur-kelola
20
didik lainnya dalam satu kelompok atau kelas. Peserta didik dikelompokkan
berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan relatif
seorang peserta didik jika dibandingkan dengan teman sekelasnya.
Tujuan penilaian acuan norma ini adalah untuk membedakan peserta
didik atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan, mulai dari yang
terendah sampai dengan yang tertinggi. Secara ideal, pendistribusiantingkat
kemampuan dalam satu kelompok menggambarkan suatu kurva normal.
21
d) Teknik dan Prosedur Pengolahan Skor dengan PAN dalam Microsoft Excel
Diketahui skor ujian siswa (setelah dihitung dengan bobotnya) kelas
XII IPS A MANU al-Bassam sebagaimana dalam tabel berikut:
22
2) Kemudian buat kolom skor rata-rata, mean dan standar deviasi, nilai
PAN dan Kriterian PAN sebagai berikut.
Langkahnya:
a) Buat di kolom F, menu Skor Rata-rata, dan carilah skor rata-ratanya
dengan cara klik di sel F:=AVERAGE(C2:E2). Kemudian tarik titik
kotak pojok sampai F 11.
b) Mencari mean dari skor rata-rata. Buat kolom mean di sel E 12.
Kemudian klik di sel F 12:=AVERAGE(F2:F11).
c) Mencari standar deviasi. Buat kolom standar deviasi pada sel 13 E.
Kemudian klik di sel F 13:=STDEV(F2:F11).
d) Setelah membuat kolom PAN di G 1, diolah skor tersebut dengan
PAN dengan ketentuan berikut:
A ≥ x̄ + 1,5SD
E < x̄ - 1,5SD
23
Adapun langkahnya adalah klik pada sel G2 dengan rumus:
=IF(F2<$F$12-(3/2)*$F$13;"E";IF(F2<$F$12-
(1/2)*$F$13;"D";IF(F2<$F$12+(1/2)*$F$13;"C";IF(F2<$F$12+(3/2
)*$F$13;"B";"A"))))
=IF(F2<$F$12-(1/2)*$F$13;"REMIDI";"LULUS")
24
peserta didik yang kemampuannya dibawah kriteria yang telah ditetapkan
dinyatakan tidak berhasil dan harus mendapatkan remedial.
c) Penerapan PAP
Pendekatan PAP tidak berorientasi pada “apa adanya”. Pertama,
pendekatan ini mempergunakan angka rata-rata dengan terlebih dahulu
menetapkan kriteria keberhasilan, yaitu “batas lulus” penguasaan bahan
pelajaran atau kriteria pencapaian tujuan (TKP). Siswa yang telah mencapai
batas ini dianggap telah berhasil dalam belajar dan diperkenankan
mempelajari bahan pelajaran yang lebih tinggi, sedangkan yang belum
25
mencapai batas tersebut dianggap belum berhasil dan diharuskan
memantapkan kembali pelajarannya itu. Kedua, dalam proses pengajaran,
tenaga pengajar tidakbegitu saja membiarkan siswa menjalani sendiri proses
belajarnya, melainkan terus-menerus secara langsung ataupun tidak
langsung merangsang dan memeriksa kemajuan belajar siswa serta
membantunya melewatitahap-tahap pengajaran secara berhasil.Penggunaan
tes formatif dalam penilaian ini sangat mendukung untuk mengetahui
keberhasilan belajar siswa.
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑅𝑖𝑙𝑙
Rentangan = x 100
𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙
Keterangan:
Skor Rill : Skor yang berhasildicapai oleh siswa
Skor Maksimum Ideal : Skor yang mungkin dapat dicapai siswa apabila
mampu menjawab secara benar semua soal ujian.
d) Teknik dan Prosedur Pengolahan Skor dengan PAP dalam Microsoft Excel
Misal data skor ini sama dengan data skor PAN di atas. Sehingga hasil
pengolahan skornya dengan pendekatan PAP adalah sebagai berikut:
26
Adapun untuk menentukan nilai PAP misalnya mengacu pada patokan
berikut:
Patokan Nilai
A: Skor Rata-Rata ≥ 80
B: 70 ≤ skor rata-rata < 80
C: 55 ≤ rata-rata < 70
D: 40 ≤ rata-rata < 55
E: Skor rata-rata < 40
27
2) Standar penilaian performance siswa
3) Maksud tes
28
6. Banyak digunakan untuk kelas dengan materi pembelajaran berupa
konsep.
7. Mudah menilai karena ada patokan.
48 27 60 44 55 54 45 46 88 54 77 55 79 66 43 55 80 65 52
55 25 91 70 69 57
29
B x̄ + 0,5 sd - x̄ + 1,5 sd 67-83 5 20
C x̄ - 0,5 sd - x̄ + 0,5 sd 50-66 11 44
D x̄ - 1,5 sd - x̄ + 0,5 sd 33-49 5 20
E <x̄ + 1,5 sd 0-32 2 8
30
B x̄ + 0,5 sd - x̄ + 1,5 sd 67-83 5 20
C x̄ - 0,5 sd - x̄ + 0,5 sd 50-66 11 44
D Passing grade - x̄ + 0,5 sd 33-49 5 20
E <passing grade 0-29 2 8
31
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penilaian harusnya menjadi titik tumpu dalam menilai kinerja siswa dan
juga sikap serta perilaku siswa, oleh karena itu perlu adanya pengetahuan dalam
menilai hasil dari evaluasi siswa tersebut.
Dengan adanya teknik pengolahan hasil evaluasi kita bisa mengetahui cara
tepat dan akurat memberi penilaian. Sehingga adanya keadilan dalam pemberian
skor.
32
DAFTAR PUSTAKA
Alfath, Khairuddin dan Fajar Fauzi Ruharjo. 2019. Teknik Pengolahan Hasil
Asesemen: Teknik Pengolahan dengan Menggunakan Pendekatan Acuan
Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP). Yogyakarta: Jurnal
Komunikasi dan Pendidikan Islam. Vol.8, No.1:1-28
Crocker, Linda dan James Algina. 2008. Introdduction to Classical and Modern
Test Theory. USA: Cengage Learning.
Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Pressindo.
Majid, Abdul. 2014. Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
33
Suryani, Yulinda Emma. 2017. Pemetaan Kualitas Empirik Soal Ujian Akhir
Semester pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA di Kabupaten Klaten.
Klaten: Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Vol.21, No.2: 143-151.
34
LAMPIRAN
35
36
37