Anda di halaman 1dari 4

https://student.cnnindonesia.

com/edukasi/20180103112420-445-266335/ada-apa-dengan-
pendidikan-di-indonesia/

Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia termasuk negara yang mempunyai tingkat kelahiran yang
tinggi di mana generasi muda adalah harapan kita untuk mengembangkan negara ini dan harapannya
mereka juga meraih pendidikan setinggi-tingginya. Tapi di era globalisasi telah mengubah cara
berpikir masyarakat, yang cenderung meninggalkan budaya ketimuran. Pada saat inilah pendidikan
menjadi penting.

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting kewibawaan sebuah negara didapatkan. Dengan
pendidikan yang baik pastinya akan melahirkan generasi penerus bangsa yang cerdas dan kompeten
dalam bidangnya. Sehingga kondisi bangsa akan terus mengalami perbaikan dengan adanya para
penerus generasi bangsa yang mumpuni dalam berbagai ilmu.

Pendidikan adalah suatu hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap manusia. Dari pendidikan
seseorang akan belajar menjadi seorang yang berkarakter dan mempunyai ilmu pendidikan dan sosial
yang tinggi.

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan
data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development
Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala.
Faktanya, indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia,
Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia
berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data
yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang
rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia.

Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan
oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan
bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia.

Kemajuan teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak
lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang
bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat
meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya
manusia di negara-negara lain.

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektivitas, efisiensi
dan standarisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada
umumnya. Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang
sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram.

Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan


masyarakat. Pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Kurikulum dibuat di Jakarta
dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah atau di daerah sampai daerah terpencil sana.
Sehingga para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak bisa menciptakan lapangan kerja sendiri.
Padahal lapangan pekerjaan terbatas. Masalah mendasar pendidikan di Indonesia adalah
ketidakseimbangan antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif).
Belajar bukan hanya berpikir tapi melakukan berbagai macam kegiatan seperti mengamati,
membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya.

Setidaknya ada beberapa permasalahan yang bisa teridentifikasi dalam dunia pendidikan kita, yaitu:
rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya
prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi pendidikan
dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.

Ada beberapa dampak dari luar yang dapat mempengaruhi pendidikan yaitu politik, ekonomi, sosial,
teknologi, hukum dan lingkungan.

Politik juga bisa memberikan dampak negatif terhadap pendidikan di mana pemerintah mengeluarkan
suatu kebijakan seperti memberikan dana sekolah gratis tetapi dana tersebut tidak sampai ke tangan
yang berhak, bisa karena dana yang susah dicairkan atau terjadinya suatu korupsi.

Ekonomi, di mana masih beredar buku-buku sekolah atau buku untuk mahasiswa yang harganya
mahal, dari situ bisa mempersulit bagi orang yang kurang mampu. Kurang meratanya beasiswa di
sejumlah daerah di Indonesia yang padahal masih banyak daerah-daerah terpencil yang sangat
membutuhkannya.

Sosial, kurang kesadaran di setiap manusia tentang pentingnya pendidikan, karena rasa sosial yang
masih kurang terhadap orang-orang yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikannya. Masih
banyak pula yang mengesampingkan pendidikan, padahal kita semua tahu pendidikan itu penting.
Dan masyarakat yang bisa dikatakan orang berada yang mampu untuk membantu, tetapi hatinya
kurang tergerak untuk membangun suatu sekolah sosial yang diperuntukkan bagi anak-anak yang
kurang mampu, anak jalanan atau semacamnya karena rasa sosial yang kurang.

Teknologi, dengan perkembengan yang pesat menuntut kita untuk lebih aktif dalam mengikuti
perkembangan. Dalam dunia pendidikan teknologi sudah sangat mempunyai dampak yang begitu
positif karena mulai memperlihatkan perubahan yang cukup signifikan. Karena sudah terdapat E-book
dan E-learning memudahkan kita untuk belajar.

Hukum, penegakan suatu aturan karena masih banyak kekerasan di lingkungan sekolah, atau sekarang
keluarnya berita tentang bullying di salah satu universitas ternama di Jakarta. Beberapa buku yang
diterbitkan yang ditargetkan untuk anak sekolahan yang didalamnya ada unsur seksual. Seorang guru
yang seharusnya menjadi panutan bagi para didikannya tetapi kita masih menemukan berita tentang
kekerasan yang diberikan seorang guru terhadap anak sekolah.

Lingkungan, seperti lingkungan yang berkarakter sangatlah penting bagi perkembangan individu yang
mendukung cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, kemandirian, tanggung jawab, kejujuran, hormat
dan sopan santun sangatlah penting didalam dunia pendidikan. Dan keluarga adalah institusi pertama
tempat anak memabangun karakternya.

Kesimpulan dari pandangan dunia untuk pendidikan Indonesia ini masih jauh dari kata layak. Di
segala segi faktor yang dibahas masih banyak masalah yang harus ditangani. Kualitas pendidikan
masih sulit sekali ditingkatkan. Oleh karena itu kita perlu membangun kembali pondasi pola berpikir
kita meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan, masyarakat sekitar pun harus turut
mendukung.

Meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara kita mengetahui terlebih dahulu apa pentingnya
pendidikan dan mempunyai kesadaran yang tinggi dan turut berpatisipasi dalam meningkatkan
pendidikan. Generasi muda tugasnya berat karena harus menjadi penerus bangsa yang beradab.

Beberapa faktor dan informasi pun telah dibahas, mengetahui kenapa kualitas pendidikan di Indonesia
dikatakan lemah atau rendah dan para masyarakat pun baik itu orang tua, anak-anak, akan lebih
mengutamakan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di
Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek,
sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi
kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya.

Maka di sinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi segala
permasalahan pendidikan di Indonesia. Dan menjadikan masyarakat Indonesia mempunyai kualitas
pendidikan yang baik, dan meningkatkan lagi kualitas pendidikan di Indonesia. (ded/ded)

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintahahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dianggap belum mampu


merealisasikan nawa cita atau agenda prioritas pemerintahan. Salah satu nawa cita Jokowi-JK yang
masih belum tuntas adalah melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali
kurikulum pendidikan nasional. "Masih jauh dari kata berhasil. Karena dunia pendidikan Indonesia
saat ini sedang dalam kondisi darurat," kata Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas) HAM, Beka Ulung Hapsara, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/5/2018). Komnas HAM
pun mencatat empat kondisi darurat pendidikan Indonesia. Pertama, darurat karena banyak kasus
pelanggaran HAM. Adapun jumlah tindakan pelanggaran HAM di sekolah dan perguruan tinggi dari
tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan jumlah juga bisa dilihat dari ragam bentuk pelanggaran,
pelaku, korban dan modus operandinya. Baca juga : Sulitnya Soal UNBK Dianggap Hambat
Peningkatan Kualitas Pendidikan Data Badan Persatuan Bangsa-Bangsa untuk Anak (Unicef)
menyebutkan, 1 dari 3 anak perempuan dan 1 dari 4 anak laki-laki di Indonesia mengalami kekerasan.
"Data ini menunjukkan kekerasan di Indonesia lebih sering dialami anak perempuan," ujar Beka. Data
Komnas HAM, kasus dugaan pelanggaran HAM terkait isu pendidikan cenderung meningkat. Pada
2017 terdapat 19 kasus, sedangkan 2018 sampai April 2018 sudah ada 11 kasus. Hak-hak yang
dilanggar, antara lain hak atas pendidikan, hak memperoleh keadilan, hak mengembangkan diri, hak
atas kesejahteraan, dan hak atas hidup. "Tempat kejadiannya ada di Sumatera, Jawa, Sulawesi,
Kalimantan, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara," kata dia. Kedua, darurat karena ranking
pendidikan Indonesia yang buruk. Pencapaian nilai Programme for Internasional Student Assessment
(PISA) pada 2015 berada pada posisi 64 dari 72 negara anggota Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD). Baca juga : Pendidikan Multikultural untuk Pembumian
Pancasila Adapun di Asia Tenggara, ranking pendidikan Indonesia nomor 5 di bawah Singapura,
Brunei Darusssalam, Malaysia dan Thailand. "Harusnya ranking pendidikan Indonesia bisa sejajar
dengan negara-negara maju karena anggaran pendidikannya besar mencapai 20 persen dari APBN
atau lebih dari Rp 400 triliun,” ucap Beka. Ketiga, kondisi darurat yang terjadi lantaran banyak kasus
korupsi yang berkaitan dengan anggaran pendidikan. Menurut catatan Indonesia Corruption Watch
(ICW) pada rentang waktu 2005 – 2016 terdapat 425 kasus korupsi terkait anggaran pendidikan
dengan kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun dan nilai suap Rp 55 miliar. "Anggaran untuk
pendidikan pada 2016 lalu jumlahnya mencapai Rp 424,7 triliun," kata Beka. Pelakunya melibatkan
kepala dinas, guru, kepala sekolah, anggota DPR/DPRD, pejabat kementerian, dosen, dan rektor.
Kasus terbanyak terjadi di dinas pendidikan. Adapun objek yang dikorupsi terkait dengan Dana
Alokasi Khusus (DAK), sarana dan prasarana sekolah, dana BOS, dana buku dan infrastruktur
sekolah. "Korupsi sektor pendidikan harus diberantas tuntas. Pelakunya harus di hukum berat," kata
Beka. Sistem pendidikan yang belum berjalan dengan baik menjadi penyebab keempat kondisi darurat
pendidikan di Indonesia. Di mana sistem tersebut dianggap belum berjalan optimal karena kualitas
guru yang rendah, suasana pembelajaran di sekolah yang tidak kondusif. Baca juga : Kerennya
Pendidikan Zaman Sekarang! Lalu, kurikulum pendidikan yang membebani murid dan belum
mengakomodasi keragaman budaya yang ada di masyarakat, serta metode pendidikan yang
membosankan. "Belum mampu menumbuhkembangkan potensi/bakat yang dimiliki murid," kata
Beka. Karenanya, Komnas HAM pun merekomendasikan kepada kementerian terkait dan berbagai
pihak lainnya melakukan langkah konkrit. Langkah itu antara lain, membentuk satuan tugas
penanganan pelanggaran HAM di sekolah dan perguruan tinggi, mengimplementasikan Program
Sekolah Ramah HAM (SRHAM). Lanjutkan membaca artikel di bawah Video Pilihan Guru Penampar
Murid Ditahan "Juga meningkatkan kualitas guru dan memenuhi tenaga guru di daerah terpencil dan
terluar Indonesia, memperbaiki kurikulum yang belum sesuai harapan masyarakat," kata Beka.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Komnas HAM Catat 4 Kondisi Darurat
Pendidikan Indonesia", https://nasional.kompas.com/read/2018/05/02/12581141/komnas-ham-catat-4-
kondisi-darurat-pendidikan-indonesia.
Penulis : Moh Nadlir
Editor : Krisiandi

Anda mungkin juga menyukai